Anda di halaman 1dari 4

Corak Kesengajaan dalam Hukum Pidana

Kesengajaan (dolus/opzet) merupakan bagian dari kesalahan ( schuld ). Kesengajaan pelaku


mempunyai hubungan kejiwaan yang lebih erat terhadap suatu tindakan ( terlarang/ keharusan )
dibanding dengan culpa. Karenanya ancaman pidana pada suatu kesengajaan jauh lebih berat, apabila
dibandingkan dengan kealpaan. Bahkan ada beberapa tindakan tertentu, jika dilakukan dengan
kealpaan, tidak merupakan tindakan pidana, yang pada hal jika dilakukan dengan sengaja, ia
merupakan suatu kejahatan seperti misalnya penggelapan( pasal 372 KUHP ), merusak barang-barang (
pasal 406 KUHP ) dan lain sebagainya.
Menurut memori penjelasan ( memorie van Toelichting), yang dimaksudkan dengan kesengajaan adalah
“menghendaki dan menginsyafi” terjadinya suatu tindakan beserta akibatnya (willens en wetens
veroorzaken vaneen gevolg). Artinya, seseorang yang melakukan suatu tindakan dengan sengaja, harus
menghendaki serta menginsafi tindakan tersebut dan/atau akibatnya. Dari seseorang yang melakukan
suatu tindakan karena ia dipaksa (ditodong), tidak dapat dikatakan bahwa ia melakukan perbuatan itu
karena kehendaknya sendiri. Demikian pula seseorang yang gila yang lari dengan telanjang di muka
umum, tidak dapat dikatakan bahwa ia menghendaki dan menginsyafi perbuatan merusak kesusilaan di
muka umum.
Isitilah sengaja/dolus/opzet dalam KUHP dapat kita temui dalam beberapa pasal dengan penggunaan
istilah yang berbeda namun makna yang terkandung adalah sama yaitu sengaja/dolus/opzet. Beberapa
pasal tersebut antara lain ;
1. Pasal 338 KUHP menggunakan istilah “dengan sengaja”
2. Pasal 164 KUHP menggunakan istilah “mengetahui tentang”
3. Pasal 362,378,263 KUHP menggunakan istilah “dengan maksud”
4. Pasal 53 KUHP menggunakan istilah “niat”
5. Pasal 340 dan 355 KUHP menggunakan istilah “dengan rencana lebih dahulu”

Sedangkan mengenai bentuk atau corak kesengajaan itu sendiri ada tiga yaitu ;

1. Kesengajaan sebagai maksud/tujuan (dolus als oogmerk atau opset als oogmerk)
- apabila pembuat menghendaki akibat perbuatannya
- untuk mencapai suatu tujuan yang dekat (dolus directus)
- terdapat hubungan langsung antara kehendak jiwa dan fakta kejadian
- tidak dilakukan perbuatan itu jika pembuat tahu akibat perbuatannya tidak terjadi/tercapai
- contoh : A menghendaki matinya B dengan tangannya sendiri maka A mencekik B hingga mati

2. Kesengajaan sebagai kepastian (opzet met zekerheidsbewuszijn atau noodzakelijkheidbewustzijn)


- kondisi jiwa tidak menghendaki akibat itu terjadi, tetapi dengan berlaku begitu pasti suatu yang tidak
dikehendaki itu akan terjadi
- misalnya si terdakwa mengatakan tidak berkehendak untuk membunuh, tapi, siapapun kalau
dipancung pasti hal yang tidak dikehendakinya itu akan terjadi
- contoh lain adalah kasus peledakan kapal Thomas van Bremerhaven untuk mendapatkan uang
asuransi, namun akibat peledakan itu awak kapal mati. Meskipun kematian ini tidak diinginkan, namun
siapapun pasti tahu kalo akibat ledakan seseorang akan mati
3. Kesengajaan sebagai kemungkinan (dolus eventualis atau voorwaardelijk opzet)
- kondisi jiwa tidak menghendaki akibat itu terjadi, tapi semestinya ia menyadari bahwa jika itu
dilakukan, kemungkinan besar akibat yang tidak dikehendakinya itu akan terjadi
- misalnya terdakwa mengatakan, bahwa ia tidak bermaksud membunuh, tapi mestinya ia menyadari
bila sebilah pedang ditebaskan pada bagian badan manusia akan menyebabkan pendarahan yang hebat,
dan dengan demikian kemungkinan besar si korban akan kehabisan darah, yang tentu akan
mengakibatkan kematiannya. Apalagi bila pedang itu mengandung racun.
- contoh lain adalah kasus pengiriman kue tart beracun di kota Hoorn pada tahun 1911 untuk
membunuh musuhnya. Meski akhirnya yang meninggal adalah bukan musuh yang dimaksud namun
istrinya tapi terdakwa sudah memperkirakan kemungkinan akan ada korban lain yakni istri atau
siapapun yang memakan kue taart beracun tersebut
Dalam dolus eventualis dikenal teori “apa boleh buat” (iknkauf nehmen) yakni untuk mencapai apa yang
dimaksud, resiko akan timbulnya akibat atau keadaan disamping maksudnya itupun diterima karena
kalau resiko yang diketahui kemungkinan akan adanya itu sungguh-sungguh timbul (disamping hal yang
dimaksud), apa boleh buat, dia juga berani pikul resiko (Teori Prof.Moeljatno, SH)

Syarat untuk adanya kesengajaan adalah ;


1) Terdakwa mengetahui kemungkinan adanya akibat/keadaan yang merupakan delik ;
2) Sikapnya terhadap kemungkinan itu andaikata betul-betul terjadi, ialah apa boleh buat, dapat
disetujui dan berani ambil resikonya

Fiksi hukum adalah asas yang menganggap semua orang tahu hukum (presumptio iures de iure). Semua
orang dianggap tahu hukum, tak terkecuali petani yang tak lulus sekolah dasar, atau warga yang tinggal di
pedalaman. Dalam bahasa Latin dikenal pula adagium ignorantia jurist non excusat, ketidaktahuan hukum
tidak bisa dimaafkan. Seseorang tidak bisa mengelak dari jeratan hukum dengan berdalih belum atau tidak
mengetahui adanya hukum dan peraturan perundang-undangan tertentu.

Teori fiksi hukum mengasumsikan bahwa pengundangan peraturan mempunyai kekuatan mengikat,
mengikat setiap orang untuk mengakui eksistensi peraturan tersebut
(Mertokusumo:1985).
Artinya, tidak ada alasan lagi bagi kita semua khususnya sebagai warga negara yang tidak tahu
mengenai aturan hukum yang ada di negara.

ALASAN PENGHAPUS PIDANA
Alasan penghapus pidana ( strafuitsluitingsground ) diartikan sebagai keadaan khusus ( yang
harus dikemukakan, tetapi tidak perlu dibuktikan oleh terdakwa ) yang jika dipenuhi menyebabkan
– meskipun terhadap semua unsur tertulis dari rumusan delik telah dipenuhi – tidak dapat
dijatuhkan pidana ( Nico Keijer, 1990 : 1 ). Alasan penghapus pidana dikenal baik dalam KUHP,
doktrin mapun yurisprudensi.
Dalam ilmu hukum pidana alasan penghapus pidana dibedakan dalam ( Sudarto, 87 : 138 ) :
1.alasan penghapus pidana umum
adalah alasan penghapus pidana yang berlaku umum untuk setiap tindak pidana dan disebut
dalam pasal 44, 48 – 51 KUHP
2.alasan penghapus pidana khusus
adalah alasan penghapus pidana yang berlaku hanya untuk tindak pidana tertentu. Misalnya pasal
122, 221 ayat (2), 261, 310, dan 367 ayat (1) KUHP

Selain yang diatur dalam KUHP, alasan penghapus pidana juga diatur di luar KUHP, yakni :
1.hak mendidik dari orang tua
2.izin dari orang yang dirugikan
3.hak jabatan dari dokter ( gigi)
4.mewakili urusan orang lain
5.tidak adanya melawan hukum materiil
6.tidak adanya kesalahan sama sekali
7.alasan penghapus pidana putative ( Van Bemmelen, 1979 : 179 )

sesuai dengan ajaran daad-dader strafrecht alasan penghapus pidana dapat dibedakan menjadi :
a)alasan pembenar ( rechtvaardigingsgrond ) yaitu alasan yang menghapuskan sifat melawan
hukumnya perbuatan, berkaitan dengan tindak pidana ( strafbaarfeit ) yang dikenal dengan istilah
actus reus di Negara Anglo saxon.
b)Alasan pemaaf ( schuldduitsluitingsgrond ) yaitu alasan yang menghapuskan kesalahan
terdakwa, berkaitan dengan pertanggungjawaban ( toerekeningsvatbaarheid ) yang dikenal
dengan istilah mens rea di Negara Anglo saxon.

Alasan penghapus pidana yang termasuk alasan pembenar yang terdapat dalam KUHP, a.n :

a)Noodtoestand ( keadaan darurat )


Keadaan darurat merupakan bagian dari daya paksa relatif ( vis compulsiva ), diatur dalam pasal
48 KUHP :

” barangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana “

Ada beberapa ahli yang menggolongkan ” keadaan darurat ” sebagai alasan pembenar namun
adapula yang menggolongkannya sebagai alasan pembenar. Dalam keadaan darurat pelaku suatu
tindak pidana terdorong oleh suatu paksaan dari luar ( Utrecht, 1986 : 355 ), paksaan tersebut
yang menyebabkan pelaku dihadapkan pada tiga keadaan darurat, yaitu :
Perbenturan antara dua kepentingan hukum
Dalam hal ini pelaku harus melakukan suatu perbuatan untuk melindungi kepentingan hukum
tertentu, namun pada saat yang sama melanggar kepentingan hukum yang lain, dan begitu pula
sebaliknya
Perbenturan antara kepentingan hukum dan kewajiban hukum
Dalam hal ini pelaku dihadapkan pada keadaan apakah harus melindungi kepentingan hukum atau
melaksanakan kewajiban hukum
Perbenturan antara kewajiban hukum dan kewajiban hukum
Dalam hal ini pelaku harus melakukan kewajiban hukum tertentu, namun pada saat yang sama dia
tidak melakukan kewajiban hukum yang lain, begitu pula sebaliknya.

b)Noodweer ( pembelaan terpaksa )


Diatur dalam pasal 49 ayat (1) KUHP :

” barangsiapa terpaksa melakukan perbuatan untuk pembelaan, karena ada serangan atau
ancaman serangan ketika itu yang melawan hukum, terhadap diri sendiri maupun orang lain;
terhadap kehormatan kesusilaan ( eerbaarheid ) atau harta benda sendiri maupun orang lain,
tidak dipidana “

Dalam pembelaan terpaksa perbuatan pelaku memenuhi rumusan suatu tindak pidana, namun
karena syarat – syarat yang ditentukan dalam pasal tersebut maka perbuatan tersebut dianggap
tidak melawan hukum.

c)Melaksanakan ketentuan undang – undang


Diatur dalam pasal 50 KUHP :

” barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang – undang, tidak


dipidana “
Walaupun memenuhi rumusan tindak pidana, seseorang yang melakukan perbuatan untuk
melaksanakan ketentuan undang – undang dianggap tidak melawan hukum dan oleh karena itu
tidak dipidana.

d)Menjalankan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang


Diatur dalam pasal 51 KUHP :

” barangsiapa melakukan perbuatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak
dipidana “

Seseorang dapat melaksanakan undang – undang oleh dirinya sendiri, akan tetapi juga dapat
menyuruh orang lain untuk melaksanakannya. Jika ia melaksanakan perintah tersebut maka ia
tidak melakukan perbuatan melawan hukum ( Sudarto 1987 : 153 )

Alasan penghapus pidana yang termasuk alasan pemaaf yang terdapat dalam KUHP, a.n :

a)Tidak mampu bertanggungjawab


Diatur dalam pasal 44 KUHP :

” barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan padanya,


disebabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya ( gebrekkige ontwikkeling ) atau terganggu
karena penyakit ( ziekelijke storing ), tidak dipidana “

Dalam memorie van Toelicting yang dimaksud tidak mampu bertanggungjawab ( Sudarto, 1987 :
951 )adalah :
Dalam hal ia tidak ada kebebasan untuk memilih antara berbuat dan tidak berbuat mengenai apa
yang dilarang atau diperintahkan undang – undang
Dalam hal ia ada dalam suatu keadaan yang sedemikian rupa, sehinga tidak dapat menginsyafi
bahwa perbuatannya bertentangan dengan hukum dan tidak dapat menetunkan akibat
perbuatannya.

b)Overmacht ( daya paksa )


Overmacht merupakan daya paksa relatif ( vis compulsiva ). Seperti keadaan darurat, daya paksa
juga diatur dalam pasal 48 KUHP. Dalam KUHP tidak terdapat pengertian daya paksa, namun
dalam memorie van toelichting ( MvT ) daya paksa dilukiskan sebagai setiap kekuatan, setiap
paksaan atau tekanan yang tak dapat ditahan. Dalam daya paksa orang berada dalam
dwangpositie ( posisi terjepit ). Sifat dari daya paksa datang dari luar si pembuat dan lebih kuat
( Sudarto, 1987 : 142 ). Dalam daya paksa perbuatannya tetap merupakan tindak pidana namun
ada alasan yang menghapuskan kesalahan pelakunya.

c)Noodweer exces ( pembelaan terpaksa yang melampaui batas )


Hal ini termasuk pembelaan terpaksa juga, namun karena serangan tersebut menimbulkan
goncangan jiwa yang hebat maka pembelaan tersebut menjadi berlebihan. Hal ini diatur dalam
pasal 49 ayat (2) KUHP :

” pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung dapat disebabkan oleh kegoncangan
jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana “

d)Menjalankan perintah jabatan yang tidak sah


Diatur dalam pasal 51 ayat (2) KUHP :

” perintah jabatan yang tanpa wenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana kecuali jika yang
diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa perintah diberikan dengan wenang, dan
pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaanya “

Melaksanakan perintah jabatan yang tidak wenang dapat merupakan alasan pemaaf jika orang
yang melaksanakan perintah mempunyai itikad baik dan berada dalam lingkungan pekerjaannya.

Anda mungkin juga menyukai