Anda di halaman 1dari 34

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Upaya penyelamatan sumber daya alam hayati dan ekosisteminya di Indonesia telah
dimulai sejak tahun 1789, ditandai dengan ditetapkannya sebidang lahan di Depok
Jawa Barat seluas 6 hektar menjadi cagar alam, yaitu Cagar Alam Pancoran Mas.
Sejak penetapan cagar alam yang pertama tersebut, sampai November 1996 telah
ada 363 lokasi kawasan konservasi yang mencakup areal seluas hampir 19,5 juta
hektar, yang terbagi menjadi ± 16,5 juta kawasan daratan dan 3 juta hektar kawasan
perairan. Sesuai fungsinya, kawasan tersebut diklasifikasikan menjadi cagar alam,
suaka margasatwa, taman nasional, taman wisata alam, taman hutan raya, dan taman
buru. Hutan lindung, yang difungsikan sebagai pengatur tata air, saat ini diperkirakan
mencakup luas 30 juta hektar, sehingga total kawasan konservasi menjadi ± 49,5 juta
hektar.
Didasarkan pada beragamnya fungsi kawasan dengan kekhasan dan keunikannya
masing-masing dan total cakupan areal yang relatif luas, dalam mengelola kawasan
konservasi diperlukan adanya suatu pola pengelolaan yang jelas, bersifat
komprehensif, dan dapat mengakomodasi setiap kemungkinan pengembangannya.
Pola pengelolaan ini diperlukan, baik oleh pengelola maupun pihak lain yang berminat
mengembangkan segala aspek yang terkandung dalam kawasan konservasi.
Pola ini merupakan penjabaran arahan umum pengelolaan yang tertuang dalam
peraturan perundang-undangan yang mendasari kehadiran kawasan konservasi.

B. Tujuan dan Sasaran


Tujuaan pola pengelolaan ini adalah untuk memberikan arah kegiatan pengelolaan
kawasan konservasi sejak kawasan konservasi yang bersangkutan ditunjuk sampai
pada upaya pendayagunaan potensinya. Adapun sasarannya adalah terselenggaranya
pengelolaan kawasan konservasi yang didasarkan pada persepsi yang sama sehingga
kawasan konservasi dapat berfungsi sesuai dengan tujuan penetapannya.

C. Ruang Lingkup
Pola ini melingkupi aspek kegiatan dan fungsi kawasan. Aspek kegiatan dimulai dan
penyusunan rencana, penyiapan prakondisi sampai pada tahap pengembangan
kawasan, sedangkan fungsi kawasan terdiri dan kawasan suaka alam (cagar alam dan
suaka margasatwa) kawasan pelestarian alam (taman nasional, taman wisata alam,
dan taman hutan raya) taman buru, dan hutan lindung.

D. Landasan Hukum
Beberapa peraturan perundang-undangan yang mendasani pola ini adalah:
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan ketentuan Pokok
Kehutanan;
2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya;
4. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Perencanaan Tata Ruang;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1970 tentang Perencanaan Hutan;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1994 tentang Perburuan Satwa buru dan
Penjelasannya;

Page 1 of 34
8. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Parawisata
Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan raya, dan Taman
Wisata Alam;
9. Keputusan Presiden Nomor 32 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung;
10. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 830/Kpts-IT/1992 tentang Perencanaan
Kehutanan;
11. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 167/Kpts-II/1994 tentang Sarana dan
Prasarana Pengusahaan Pariwisata Alam di Kawasan Pelestarian Alam;
12. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 464/Kpts-II/1995 tentang Pengelolaan
Hutan Lindung.

E. Pengertian dan Batasan


1. Kawasan konservasi adalah kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan suaka
alam, kawasan pelestarian alam, taman buru, dan hutan lindung.
2. Kawasan suaka alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat
maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan
pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.
Kawasan suaka alam terdiri dari cagar alam dan suaka margasatwa.
3. Cagar alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya
mempunyai kekhasan tumbuhan dan/atau satwa dan ekosistemnya atau
eksositem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung
secara alami.
4. Suaka margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas
berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk
kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya.
5. Kawasan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di
darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem
penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan
satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan
ekosistemnya. Kawasan pelestarian alam terdiri dari taman nasional, taman
wisata alam, dan taman hutan raya.
6. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem
asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian,
ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi
alam.
7. Taman wisata alam adalah kawasan pelestarian alam yang terutama
dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam.
8. Taman hutan raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi
tumbuhan dan/atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan/atau bukan
asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan,
pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi.
9. Taman buru adalah kawasan hutan yang ditetapkan sebagai tempat
diselenggarakannya perburuan secara teratur.
10. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang karena keadaan sifat alamnya
diperuntukkan guna pengatur tata air, pencegahan banjir, erosi, abrasi, serta
pemehiharaan kesuburan tanah.
11. Kegiatan menunjang budidaya adalah kegiatan pemanfaatan plasma nutfah, baik
tumbuhan maupun satwa, yang terdapat dalam kawasan konservasi untuk
kepentingan pemuliaan, penangkaran, dan budidaya yang dilakukan di luar
kawasan konservasi.
12. Pembinaan habitat adalah kegiatan berupa penyebaraan/perbaikan lingkungan
tempat hidup satwa dan/atau tumbuhan dengan tujuan agar satwa dan/atau

Page 2 of 34
tumbuhan tersebut dapat terus hidup dan berkembang secara dinamis dan
seimbang.
13. Pembinaan populasi adahah kegiatan menambah atau mengurangi populasi
satwa dan/atau tumbuhan tertentu dengan tujuan agar satwa dan/atau
tumbuhan tersebut tetap berada pada kondisi yang dinamis dan seimbang.
14. Kemitraan adalah suatu bentuk kerjasama nirlaba antara pihak pengeloha
kawasan konservasi dengan pihak lain dalam rangka optimasi fungsi kawasan
konservasi.
15. Wisata alam adahah kegiatan atau sebagian dari kegiatan yang dilakukan secara
sukarela, bersitat sementara, untuk menikmati gejala keunikan dan keindahan
alam di kawasan konservasi.
16. Wisata terbatas adalah wisata alam yang kegiatannya terbatas pada
mengunjungi, melihat, dan menikmati keindahan alam di kawasan konservasi.
17. Zonasi adalah penetapan zona atau blok pengelolaan kawasan konservasi sesuai
dengan fungsi dan peruntukannya.
18. Zona inti taman nasional adahah bagian kawasan taman nasional yang mutlak
dilindunqi dan tidak diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh aktivitas
manusia.
19. Zona rimba taman nasional adalah bagian kawasan taman nasional di daratan
yang berfungsi sebagai penyangga zona inti.
20. Zona bahari taman nasional adalah bagian kawasan tanan nasional di perairan
yang berfungsi sebagai penyangga zona inti.
21. Zona pemanfaatan taman nasional adalah bagian kawasan taman nasional yang
dijadikan pusat rekreasi dan kunjungan wisata.
22. Blok inti cagar alam atau suaka margasatwa adalah bagian kawasan cagar alam
atau suaka margasatwa yang mutlak dilindungi dan tidak diperbolehkan adanya
perubahan apapun oleh aktivitas manusia.
23. Blok rimba cagar alam atau suaka margasatwa adalah bagian kawasan cagar
alam atau suaka margasatwa yang di dalamnya secara terbatas dimungkinkan
adanya kegiatan penelitian dan pengembangan, pendidikan, wisata terbatas
dan/atau pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan atau sarana
penunjang lainnya.
24. Blok perlindungan taman wisata alam atau taman hutan raya adalah bagian
kawasan taman wisata alam atau taman hutan raya yang harus dilindungi dan
tidak diperbolehkan adanya perubahan oleh aktivitas manusia.
25. Blok perlindungan taman buru adalah bagian kawasan taman buru yang
diperuntukkan bagi perlindungan satwa buru yang didalamnya dapat dilakukan
pembinaan terhadap satwa buru dan wisata terbatas.
26. Blok pemanfaatan taman wisata alam, atau taman hutan raya, atau taman buru
adalah bagian kawasan taman wisata alam, atau taman hutan raya, atau taman
buru yang dijadikan pusat rekreasi dan kunjungan wisata.
27. Pemanfaatan tradisional adalah pemanfaatan sumber daya alam hayati yang ada
dalam kawasan konservasi oleh masyarakat setempat yang secara tradisional
kehidupan sehari-harinya tergantung pada kawasan konservasi.
28. Daerah penyangga adalah wilayah yang berada di luar kawasan konservasi baik
sebagai kawasan hutan, tanah negara bebas maupun tanah yang dibebani hak
yang diperuntukan dan mampu menjaga keutuhan kawasan konservasi.
29. Jasa lingkungan adalah produk lingkungan alami dari kawasan konservasi yang
dapat berupa udara segar, keindahan dan keunikan alam yang dapat dilihat,
dirasa, dibau yang dapat memberikan kenyamanan bagi manusia.

Page 3 of 34
II. KEBIJAKSANAAN DAN STRATEGI

A. Kebijaksanaan
1. Mengupayakan terwujudnya tujuan dan embanan upaya konservasi Sumber daya
alam hayati dan ekosistemnya.
Kebijaksanaan penetapan dan pengelolaan kawasan konservasi ditujukan
terutama untuk melestarikan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya agar
dapat mendukung upaya peningkatan kesejahteraan dan mutu kehidupan
manusia. Oleh karena itu, berfungsinya suatu kawasan konservasi sesuai dengan
tujuan penetapannya merupakan suatu indikator keberhasilan pengelolaan
kawasan tersebut.
Upaya pencapaian tujuan pembangunan kawasan konservasi sesuai fungsinya
harus selalu dikaitkan dengan embanan utama upaya konservasi, yaitu:
a. Perlindungan sistem penyangga kehidupan;
b. Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosis-
temnya; dan
c. Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
2. Meningkatkan pendayagunaan potensi hayati kawasan konservasi untuk kegiatan
yang menunjang budidaya;
Sesuai amanat Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990, bahwa pemanfaatan
kawasan konservasi, khususnya jenis pemanfaatan yang dikategorikan dapat
menunjang budidaya, dimungkinkan untuk dapat dilaksanakan di dalam kawasan
konservasi dengan embanan konservasi sebagai arahan pelaksanaannya.
Sepanjang suatu kegiatan tetap berada dalam kisaran bobot embanan
konservasi, kegiatan tersebut dapat dilaksanakan tentunya dengan tetap
memperhatikan segi positif dan negatifnya.
3. Memberdayakan peran serta masyarakat sekitar kawasan konservasi
Penyelenggaraan pembangunan kawasan konservasi tidak dapat mengabaikan
kepentingan masyarakat, khususnya mereka yang berada di sekitar dan/atau di
dalam kawasan konservasi. Oleh karena itu, masyarakat tersebut harus
dipandang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pengelolaan
kawasan konservasi dan harus selalu diupayakan pembinaannya agar dapat
berperan aktif di dalam setiap upaya konservasi disamping upaya-upaya
peningkatan kesejahteraannya.
4. Integrasi dan kordinasi
Pembagunan kawasan konservasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
sistem pembangunan nasional. Oleh karena itu, pelaksanaan setiap
kegiatanannya harus selalu diintegrasikan dan dikordinasikan dengan kegiatan
pembangunan sektor lainnya sedemikan rupa agar pembangunan nasional
berlangsung selaras, serasi, dan seimbang.
5. Evaluasi fungsi kawasan
Dalam hal ditemukan kawasan yang kondisinya sudah rusak dan/atau peman-
faatannya menyimpang dan fungsi utamanya, perlu dilakukan rehabilitasi. Jika
berdasarkan hasil evaluasi, fungsinya tidak mungkin lagi dipulihkan, maka
sebagian atau seluruh kawasan tersebut dapat dirubah fungsinya ke dalam
fungsi lainnya yang lebih sesuai.

Page 4 of 34
B. Strategi

1. Peningkatan dayaguna kawasan konservasi


Dayaguna kawasan konservasi dapat ditingkatkan melalui optimasi beberapa
kegiatan, yaitu:
a. Peningkatan kegiatan inventarisasi dan kajian potensi kawasan;
b. Peningkatan kualitas dan kuantitas pengelola;
c. Penciptaan iklim swadana dalam menunjang kegiatan pengelolaan dan
peningkatan manfaat kawasan;
d. Penegakan peraturan perundang-undangan dan penyiapan perangkat
lunak yang mendukung berhasilnya tujuan penetapan kawasan;
e. Pemantapan sarana dan prasarana pengelolaan.
2. Peningkatan peranserta masyarakat
Sesuai kebijaksanaan pembangunan kawasan konservasi yang ditujukan
untuk kepentingan masyarakat luas, peranserta aktif para pelaku ekonomi
(BUMN, Koperasi, swasta, dan perorangan) dan lembaga swadaya
masyarakat perlu terus dikembangkan.
3. Penelitian dan pendidikan konservasi
Kegiatan penelitian di kawasan konservasi dititik-beratkan pada pengkajian
potensi hayatinya yang hasil-hasilnya digunakan untuk perencanaan
pengelolaannya. Kegiatan penelitian dan pendidikan konservasi diharapkan
akan meningkatkan apresiasi dan kesadaran masyarakat terhadap upaya
konservasi.
4. Integrasi dan kordinasi
Pembangunan konservasi dan wilayah yang terintegrasi dengan baik dapat
menjadi potensi dan kekuatan pembangunan nasional. Kordinasi
pembangunan di tingkat regional berada pada Bappeda, suatu badan
perencana pembangunan yang mengkordinasi program pembangunan lintas
sektoral termasuk pem-bangunan konservasi.
5. Pengkajian fungsi kawasan
Terhadap kawasan konservasi yang diperkirakan telah mengalami
pergeseran pemanfaatan dan fungsi serta tujuan penetapannya, harus
dilakukan pengkajian untuk menetapkan penanganan pengelolaannya

III. ARAHAN UMUM PENGELOLAAN

A. Perencanaan

Perencanaan yang merupakan tahap awal dari suatu kegiatan dapat dijadikan piranti
analisis yang strategis dalam pengambilan keputusan dan sekaligus dapat pula
dijadikan indikator keberhasilan pencapaian kegiatan. Jenis rencana, cakupan
wilayah perencanaan, dan mekanisme penyusunan, penilaian, dan pengesahannya,
merupakan hal-hal yang perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya.

Page 5 of 34
1. Jenis rencana
Dalam pengelolaan kawasan konservasi diperlukan adanya beberapa rencana,
yaitu rencana pengelolaan dan rencana teknis:
a. Rencana pengelolaan
a.1. Rencana Pengelolaan Jangka Panjang merupakan rencana yang
bersifat indikatif perspektif dan kualitatif-kuantitatif untuk jangka
waktu dua puluh lima tahun;
a.2. Rencana Pengelolaan Jangka Menengah rnerupakan rencana yang
memuat semua kegiatan yang akan dilaksanakan dalam jangka
waktu lima tahun;
a.3. Rencana Pengelolaan Jangka Pendek merupakan rencana yang
memuat semua kegiatan yang harus dilaksanakan dalam tahun
yang bersangkutan.
b. Rencana teknis merupakan penjabaran dan salah satu atau beberapa
kegiatan teknis yang telah tersusun dalam rencana pengelolaan.
2. Cakupan wilayah perencanaan
Pada dasarnya, setiap unit kawasan konservasi perlu dilengkapi dengan
rencana pengelolaan, baik jangka panjang, menengah, ataupun tahunan.
Namun demikian berdasarkan luas dan intensitas pengelolaannya, rencana
pengelolan beberapa lokasi kawasan konservasi yang letaknya berdekatan dan
dalam satu unit pengelolaan dapat disajikan dalam satu rencana pengelolaan.

B. Pengorganisasian

Implementasi pengelolaan kawasan yang ideal dimulai sejak suatu areal. ditunjuk
sebagai kawasan konservasi yang kemudian disusul dengan kegiatan penyusunan
rencana pengelolaan, penyelesaian pengukuhan dan penataan, dan pelaksanaan
pengelolaan dan pengembangannya. Namun demikian, sesuai kondisi kawasan
konservasi yang ada saat ini, yang mempunyai wariasi potensi dan intensitas
pengelolaan masing-masing, implementasi penyusunan rencana dan pelaksanaan
pengelolaan dan pengembangannya dapat dilakukan secara simultan dengan
memperhatikan kondisi tersebut.
Organisasi pengelola cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam, dan taman
buru adalah Sub Balai Konservasi Sumber Daya Alam. Taman nasional pada
prinsipnya dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional, dan bagi taman
nasional yang belum dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional dikelola
oleh Balai atau Sub Balai Konservasi Sumber Daya Alam atau Unit Pelaksana Teknis
Taman Nasional. Kawasan taman hutan raya dan hutan lindung, pengelolaannya
dilakukan oleh Pemda Tingkat I c.q. Dinas Kehutanan Tingkat I. Khusus untuk
kawasan hutan lindung di Pulau Jawa, kecuali di DKI Jakarta dan Daerah Istimewa
Yogyakarta, pengelolaannya dilakukan oleh Perum Perhutani.

C. Pelaksanaan

1. Tahapan Pengelolaan
a. Pembangunan prakondisi
a.1. Pemantapan status hukum kawasan
Penyelesaian proses pengukuhan kawasan meliputi penunjukan
kawasan, penyelesaian tata batas, dan penetapan kawasan.
a.2. Penataan kawasan
Mencakup inventarisasi dan identifikasi kondisi kawasan

Page 6 of 34
dilanjutkan dengan penetapan zona atau blok pengelolaan. Hasil-
hasil penelitian tentang kawasan dapat pula dijadikan bahan
rujukan untuk kegiatan penataan kawasan.
a.3. Pembangunan sarana dan prasarana dasar
Sarana dan prasarana dasar yang diperlukan dalam tahap awal
pelaksanaan pengelolaan terdiri dari:
a.3.1. Sarana dan prasarana pengelolaan;
a.3.2. Sarana dan prasarana perlindungan dan pengaman-
an;
a.3.3. Sarana dan prasarana penelitian dan pendidikan;
a.3.4. Sarana dan prasarana wisata alam.
b. Pengembangan pengelolaan kawasan
Pengembangan pengelolaan kawasan mencakup:
b.1. Pengelolaan potensi kawasan;
b.2. Perlindungan dan pengamanan kawasan;
b.3. Pengelolaan pemanfaatan untuk kepentingan penelitian,
pendidikan, wisata alam, dan kegiatan yang menunjang
budidaya;
b.4. Pemantapan integrasi dan kordinasi.
2. Arahan pengelolaan
Pengelolaan kawasan konservasi, sesuai dengan ragam situasi dan
kondisinya, dapat dilakukan secara simultan dengan arahan-arahan sebagai
benikut:
a. Pemantapan kawasan
Untuk terselenggaranya pengelolaan kawasan yang mantap, seluruh
kawasan konservasi harus memiliki status hukum yang legal, yaitu status
penetapan. Berangkat dan kondisi saat ini, secara bertahap kawasan
konservasi yang ada harus segera diselesaikan proses pengukuhannya,
dimulai dan proses penunjukan, penataan batas sampai temu gelang,
penerbitan berita acara tata batas, dan penyelesaian penetapannya.
Tanda atau pal batas yang sudah ada perlu dipelihara dan direkonstruksi
bila tanda-tanda tersebut hilang atau rusak.
Berdasarkan pada pentingnya fungsi dan tujuan pengelolaan kawasan,
penetapan zona atau blok bukan hanya dapat dilakukan di kawasan
pelestarian alam melainkan dapat pula dilakukan di kawasan suaka alam.
Penetapan zona atau blok pengelolaan harus selalu didasarkan pada
aspek potensi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, sosial,
ekonomi, dan budaya masyarakat, dan rencana pembangunan wilayah.
b. Penyusunan rencana pengelolaan
Sesuai amanat pembangunan nasional bahwa pembangunan kawasan
konservasi merupakan bagian tak terpisahkan dan pembangunan sektor-
sektor lain, maka penyusunan rencana pengelolaan diupayakan dapat
mengakomodir berbagai peluang pembangunan. Dengan demikian,
dalam persiapan dan penyusunan rencana pengelolaan, upaya
melibatkan peranserta masyarakat merupakan prasyarat untuk efektif
dan efisiennya rencana pengelolaan yang disusun.
c. Pembangunan sarana dan prasarana
Sarana dan prasarana pengelolaan merupakan kebutuhan dasar untuk
tenselenggaranya kegiatan pengelolaan yang berdaya dan berhasilguna.
Di setiap kawasan konservasi, khususnya suaka alam dan hutan lindung,
yang sampai saat ini banyak yang belum terjamah oleh kegiatan
pengelolaan, diperkenankan dibangun berbagai bentuk sarana dan

Page 7 of 34
prasarana pengelolaan sepanjang untuk kepentingan pencapaian tujuan
penetapannya.Dalam pelaksanaannya, pembangunan fasilitas tersebut
dapat dikerjasamakan dengan mitra sejajar atau pihak-pihak lainnya.
Pembangunan sarana dan prasarana di kawasan pelestanian alam dan
taman buru, terutama sarana dan prasarana wisata alam, harus
mempertimbangkan aspek-aspek lingkungan, sosial, ekonomi, dan
budaya masyarakat, serta memperhatikan peraturan perundang-
undangan yang telah ada.
d. Pengelolaan potensi kawasan
Pengelolaan potensi kawasan, yaitu tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya
diarahkan pada upaya untuk mempertahankan keberadaan dan
pemanfaatannya melalui:
d.1. Inventarisasi. dan identifikasi potensi kawasan serta penanganan
hasil-hasilnya melalui sistem managemen database;
d.2. Pengembangan sistem pemantauan, evaluasi perkembangan,
dan pelaporan data;
d.3. Untuk memperbaiki atau memulihkan kerusakan tumbuhan, sat
wa, atau ekosistem, di setiap kawasan konservasi pada prinsip
nya dapat dilakukan pembinaan habitat yang pelaksanaannya
harus tetap memperhatikan prinsip konservasi;
d.4. Untuk memperbaiki kualitas dan kuantitas jenis tumbuhan dan
satwa agar mereka tetap berada ada keadaan seimbang dan
dinamis di setiap kawasan konsenvasi pada prinsipnya dapat
dilakukan pembinaan populasi yang pelaksanaannya harus tetap
mempenhatikan prinsip konservasi;
d.5. Plasma nutfah, baik tumbuhan maupun satwa, yang ada dalam
kawasan konservasi dapat digunakan sebagai sumber genetik
untuk kegiatan pemuliaan, penangkaran, dan budidaya di luar
kawasan konservasi;
d.6. Dalam kawasan konservasi diperkenankan adanya kegiatan
penangkaran dan pembinaan jenis sepanjang menggunakan jenis
asli dan kawasan yang bersangkutan, tidak mengurangi dan
merusak ekosistem kawasan, dan untuk tujuan penelitian;
d.7. Hasil hutan ikutan dan non-kayu dalam kawasan hutan lindung
dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitarnya dengan
pengaturan tententu;
d.8. Kegiatan rehabihitasi dapat dilakukan di setiap kawasan
konservasi dengan tetap memperhatikan segi teknis dan ilmiah
konservasi. Rehabilitasi dilakukan atas dasar adanya kebutuhan
untuk memperbaiki kondisi kawasan yang rusak atau menurun
potensinya. Penggunaan jenis asli merupakan syarat utama
penyelenggaraan rehabihitasi di cagar alam, suaka margasatwa,
taman nasional, dan taman wisata alam. Rehabilitasi. di taman
buru diarahkan pada kegiatan pembinaan habitat dan populasi
satwa buru, sedangkan rehabilitasi di hutan lindung ditujukan
pada pembinaan atau peningkatan fungsi hidroorologisnya.
e. Perlindungan dan pengamanan kawasan
Perlindungan dan pengamanan kawasan pada dasarnya adalah upaya
melindungi dan mengamankan kawasan dari gangguan manusia, baik
yang berada di sekitar maupun yang jauh dari kawasan namun
mempunyai akses yang tinggi terhadap kawasan tersebut, atau bentuk
gangguan lainnya, seperti kebakaran, gangguan ternak, hama, dan

Page 8 of 34
penyakit. Oleh karena itu, kegiatan perlindungan dan pengamanan perlu
diarahkan pada hal-hal sebagai berikut:
e.1. Perlindungan dan pengamanan fisik kawasan;
e.2. Identifikasi daerah-daerah rawan gangguan;
e.3. Sosialisasi batas;
e.4. Pengembangan kemitraan dengan masyarakat;
e.5. Pemasangan pengumuman dan tanda-tanda larangan;
e.6. Penegakan hukum;
e.7. Pencegahan kebakaran;
e.8. Pemusnahan hama dan penyakit serta jenis pengganggu lainnya.
f. Kegiatan penelitian dan pendidikan
Sesuai fungsi kawasan konservasi, yang salah satunya adalah
mengakomodasi kegiatan penelitian dan pendidikan, bentuk dan materi
penelitian dan pendidikan perlu diarahkan dan diselaraskan dengan
kebutuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bentuk
penelitian terapan, misalnya penelitian tentang teknologi konservasi
sumber daya alam, atau penelitian murni, misalnya penelitian tentang
tingkah laku satwa, dapat dilangsungkan dalam kawasan konservasi.
Untuk dayaguna dan hasilguna, pengelolaan penelitian dan pendidikan
diarahkan pada kegiatan, sebagai berikut:
f.1. Identitikasi objek dan jenis tumbuhan, satwa, ekosistem, dan
sosial ekonomi budaya masyarakat;
f.2. Penyusunan skala prioritas pelaksanaan penelitian yang dise-
suaikan dengan tujuan dan sasaran pengelolaan kawasan kon-
servasi;
f.3. Pengembangan bentuk kerjasama dengan masyarakat;
f.4. Pengembangan sistem promosi rencana penelitian dan hasil
penelitian kepada masyarakat luas.
g. Pengelolaan wisata alam
Kegiatan wisata alam di dalam kawasan konservasi diarahkan pada
upaya pendayagunaan potensi obyek wisata alam dengan tetap
memperhatikan prinsip keseimbangan antara kepentingan pemanfaatan
dan pelestarian alam. Dengan demikian, kegiatan wisata alam dalam
kawasan konservasi diarahkan pada beberapa kegiatan benikut:
g.1. Inventarisasi dan identifikasi objek dan daya tarik wisata alam
dalam kawasan konservasi;
g.2. Inventarisasi, identifikasi, dan analisis sosial ekonomi dan budaya
masyarakat, kecenderungan pasar, kebijaksanaan sektor kepari-
wisataan daerah, dan ketersediaan sarana dan prasarana
pendukung yang berada di sekitar kawasan;
g.3. Pengembangan obyek wisata alam tetap memperhatikan aspek
sosial ekonomi dan budaya masyarakat, kecenderungan pasar,
kebijaksanaan sektor kepariwisataan daerah, dan ketersediaan
sarana dan prasarana pendukung yang berada di sekitar
kawasan;
g.4. Pengembangan kerjasama dengan masyarakat luas dalam upaya
pemanfaatan kawasan konservasi, khususnya kawasan
pelestarian alam dan taman buru, diarahkan pada upaya
peningkatan penyediaan lapangan kerja dan peluang berusaha
bagi masyarakat sekitar kawasan.
h. Pengembangan integrasi dan kordinasi
Integrasi dan kordinasi memegang peranan penting dalam upaya

Page 9 of 34
memperkenalkan berbagai bentuk pembangunan kawasan konservasi
kepada rnasyarakat luas. Oleh karena itu, integrasi dan kordinasi lintas
sektoral perlu diarahkan pada hal-hal sebagai berikut:
h.1. Integrasi dan kordinasi lintas sektoral harus dimulai sejak
penyusunan rencana pengelohaan kawasan sampai pada tahap
pengembangannya;
h.2. Pengembangan sistem promosi tepat guna, baik melalui jalur
resmi, misalnya pendidikan, maupun jahur informal, misalnya
melalui brosur, leaflet, dan fasilitas elektronik, dilakukan bersama-
sama organisasi pemerintah dan non-pemenintah, baik dalam
maupun luar negeri, dan masyarakat;
h.3. Pembinaan daerah penyangga dititik beratkan pada upaya
peningkatan hubungan yang harmonis antara masyarakat dan
kawasan konservasi sedemikian rupa sehingga kehadiran
kawasan konservasi dapat dirasakan manfaatnya.

D. Pemantauan dan Evaluasi

Pemantauan dan evahuasi dilakukan terhadap seluruh tahap pengelolaan kawasan,


yaitu sejak kegiatan perencanaan sampai pada tahap pengembangan potensinya
yang diarahkan pada hal-hal sebagai berikut:
1. Pemantauan dan evaluasi kegiatan pengelolaan kawasan konservasi
dilakukan oleh unit kerja pengelola, yaitu Balai atau Sub Balai Konservasi
Sumber Daya Alam, Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional, dan Dinas
Kehutanan Daerah Tingkat I;
2. Dalam pelaksanaan pemantauan dan evaluasi, unit kerja tersebut dapat
bekerjasama dengan masyarakat, perguruan tinggi, atau lembaga lainnya;
3. Hasil pemantauan dan evaluasi pelaksanaan disampaikan kepada Kantor
Wihayah Departemen Kehutanan dengan tembusan kepada Direktur Jenderal
Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam;

IV. ARAHAN KHUSUS PENGELOLAAN

A. Cagar Alam

1. Fungsi
a. Sebagai kawasan pengawetan keragaman tumbuhan dan/atau satwa
beserta ekosistemnya dan/atau ekosistem tertentu.
b. Sebagai wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan.
c. Sebagai kawasan yang dimanfaatkan untuk penelitian, pendidikan, dan
kegiatan-kegiatan lain yang menunjang budidaya.
2. Tujuan pengelolaan
a. Terjaminnya kelestarian jenis tumbuhan dan/atau satwa beserta
ekosistemnya dan/atau ekosistem tertentu.
b. Terjaminnya keutuhan kawasan cagar alam.
c. Optimalnya pemanfaatan tumbuhan dan/atau satwa beserta
ekosistemnya dan/atau ekosistem tertentu untuk kepentingan
penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan
kegiatan lainnya yang menunjang budidaya.

Page 10 of 34
3. Prinsip pengelolaan
a. Sesuai tujuan penetapannya, cagar alam dapat dibedakan menjadi:
a.1. Cagar alam yang khusus ditetapkan untuk kepentingan
monitoring gejala alam, seperti suksesi alami, misalnya Cagar
Alam Kepulauan Krakatau;
a.2. Cagar alam yang ditetapkan untuk kepentingan perlindungan
ekosistem tertentu;
a.3. Cagar alam yang ditetapkan untuk kepentingan perhindungan
flora, atau fauna, atau flora dan fauna.
b. Dalam cagar aham yang secara khusus ditetapkan sebagai tempat
monitoring gejala alam, seperti suksesi aham dan perlindungan
ekosistem tertentu, tidak diperkenankan adanya kegiatan
pendayagunaan potensi dan pembangunan sarana dan prasarana,
kecuali kegiatan dan/atau pembangunan sarana dan yang dapat
mendukung kegiatan monitoring dan perlindungan kawasan.
c. Pendayagunaan potensi cagar alam (kecuali cagar alam seperti
tersebut pada butir a.1 dan a.2) untuk kegiatan penelitian, pendidikan,
dan penyediaan plasma nutfah diupayakan sedemikian rupa agar tidak
mengurangi luas kawasan, tidak rnengganggu fungsi kawasan, dan
tidak memasukkan jenis tumbuhan atau satwa yang tidak asli.
d. Dalam upaya pencapaian tujuan pengelolaan, kawasan cagar alam
(kecuali cagar alam seperti tersebut pada butir a.1 dan a.2) ditata ke
dalam blok-blok pengelolaan, yaitu blok inti dan blok rimba.
e. Blok inti:
e.1. Dalam blok inti dapat dilakukan kegiatan monitoring surnber
daya alam hayati dan ekosistemnya untuk kepentingan
penelitian, pendidikan, dan ilmu pengetahuan;
e.2. Pembangunan sarana dan prasarana di blok inti hanya
terbatas pada sarana dan prasarana yang dapat mendukung
kegiatan monitoring sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya;
e.3. Dalam blok inti tidak dapat dilakukan kegiatan yang bersifat
merubah bentang alam.
f. Blok rimba:
f.1. Dalam blok rimba dapat dilakukan kegiatan penelitian,
pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kegiatan yang menunjang
budidaya, khususnya pengambilan sumber genetik;
f.2. Dalam blok rimba secara terbatas dapat dibangun sarana
prasarana pengelolaan dan penelitian;
f.3. Dalam blok rimba tidak dapat dilakukan kegiatan yang
bersifat me- rubah bentang alam.
g. Dalam hal dijumpai adanya kerusakan habitat baik tumbuhan dan/atau
satwa, dan penurunan populasi tumbuhan dan/atau satwa yang
dilindungi undang-undang, dalam cagar alam, kecuali yang ditetapkan
untuk monitoring gejala alam dan perlindungan ekosistem tertentu,
setelah melalui pengkajian yang seksama, dapat dilangsungkan
kegiatan:
g.1. Pembinaan habitat dan pembinaan populasi;
g.2. Rehabilitasi habitat dengan jenis tumbuhan asli yang diambil
dan dalam cagar alam yang bersangkutan dan/atau diambil
dan kawasan
g.3. Reintroduksi jenis tumbuhan dan/atau satwa sejenis dari

Page 11 of 34
kawasan konservasi lain yang berada pada zona biogeografi
dan ekosistemyang sama;
g.4. Pengendalian dan/atau pemusnahan jenis tumbuhan dan/atau
satwa yang tidak asli yang diidentifikasi telah atau akan
mengganggu ekosistem kawasan;
g.5. Penangkaran tumbuhan dan satwa dari dalam kawasan
sepajang untuk rehabilitasi kawasan.
4. Kegiatan pokok
a. Pemantapan kawasan
a.1. Pengukuhan status kawasan meliputi proses penunjukan,
penetapan batas, sampai pada penetapan status dan
fungsinya;
a.2. Pemeliharaan batas fisik kawasan termasuk rekonstruksi
batas;
a.3. Penataan kawasan ke dalam blok inti dan blok rimba;
a.4. Pengkajian bagian kawasan suaka margasatwa yang
kondisinya dan/atau pemanfaatannya sudah tidak sesuai
dengan tujuan penetapannya.
b. Penyusunan rencana pengelolaan
b.1. Rencana pengelolaan
b.1.1. Rencana Pengeloaan Suaka Margasatwa Jangka
Panjang (25 tahun)
b.1.2. Rencana Pengelolaan Suaka Margasatwa Jangka
Menengah (5 tahun); dan
b.1.3. Rencana Pengehohaan Suaka Margasatwa Jangka
Pendek (tahunan)
b.2. Rencana teknis
Untuk setiap kegiatan dalam rencana pengelolaan yang
memerlukan penjabaran lebih rinci, masing-masing dapat
disusun rencana teknisnya, misalnya rancangan untuk
bangunan tertentu, pembinaan habitat, pembinaan polulasi, dan
rancangan pengambilan sumber genetik.
b.3. Cakupan wilayah penencanaan
Setiap unit cagar alam harus memiliki rencana pengelolaan
yang penuangannya dapat disajikan untuk setiap lokasi atau
digabungkan antara satu lokasi cagar alam dengan lokasi
lainnya yang berada dalam satu unit pengelolaan.
c. Pembangunan sarana dan prasarana
Sarana dan prasarana pengelolaan cagar alam dapat terdiri dari:
c1. Sanana dan prasarana pokok pengelolaan:
c.1.1. Kantor pengelola;
c.1.2. Pondok kerja/ jaga/ penelitian;
c.1.3. Pusat informasi;
c.1.4. Laboratorium penelitian;
c.1.5. Jalan patroli;
c.1.6. Menara pengawas kebakaran;
c.1.7. Menara pengintaian satwa;
c.1,8. Peralatan navigasi;
c.1.9. Peralatan komunikasi;
c.1.10. Peta kerja dan peta-peta dasar;
c.1.11. Peralatan transportasi;
c.1.12. Perlengkapan kerja.

Page 12 of 34
c.2. Sarana dan prasarana wisata terbatas:
c.2.1. Jalan setapak;
c.2.2 Perlengkapan wisata pendidikan;
c.2.3. Media interpretasi.
d. Pengelolaan potensi kawasan
d.1. Inventarisasi dan identifikasi potensi kawasan serta
penanganan hasil-hasilnya melalui sistem database;
d.2. Pengembangan sistem pemantauan, evaluasi, dan pelaporan
potensi kawasan;
d.3. Pembinaan habitat dan pembinaan populasi baik tumbuhan
maupun satwa secara terbatas;
d.4. Penyediaan plasma nutfah secara terbatas untuk kegiatan yang
menunjang budidaya;
d.5. Rehabilitasi dengan jenis asli dan/atau dan kawasan lain yang
masih berada pada zone biogeografi dan ekosistem yang sama
dapat dilakukan pada cagar alam yang bukan untuk
kepentingan monitoring gejala alam dan perlindungan
ekosistem tertentu.
e. Perlindungan dan pengamanan kawasan
e.1. Perlindungan dan pengamanan fisik kawasan;
e.2. Identifikasi daerah-daerah rawan gangguan;
e.3. Kegiatan sosialisasi batas;
e.4. Pengembanqan kemitraan.
e.5. Pemasangan pengumuman;
e.6. Penegakan hukum;
e.7. Pencegahan kebakanan;
e.8. Pengendalian dan/atau pemusnahan hama dan penyakit dan
jenis pengganggu lainnya.
f. Pengelolaan penelitian dan pendidikan
f.1. Identifikasi obyek-obyek penelitian dan pendidikan mengenai
tumbuhan, satwa, ekosistem, dan sosial, ekonomi, serta budaya
masyarakat;
f.2. Penyiapan sistem pelayanan dan materi kegiatan penelitian dan
pendidikan;
f.3. Penyiapan sistem database infonmasi kegiatan penelitian dan
pendidikan;
f.4. Penyusunan rencana dan skala prioritas pelaksanaan
penelitian dan pendidikan;
f.5. Pengembangan bentuk kerjasama;
f.6. Pengembangan sistem dokumentasi, publikasi, promosi;
f.7. Inventarisasi dan identifikasi lokasi dan potensi obyek wisata
pendidikan;
f.8. Pengembangan wisata terbatas dalam bentuk paket-paket
pendidikan berupa pengenalan jenis tumbuhan dan satwa, tipe-
tipe ekosistem, dan pendidikan lingkungan.
g. Pengentangan integrasi dan kordinasi
g.1. Pengembangan kordinasi lintas sektoral yang dilakukan sejak
penyusunan rencana pengelolaan sampai pada tahap
pengembangannya;
g.2. Bersama-sama organisasi pemerintah dan nonpemerintah, baik
dalam maupun luar negeri, dan masyarakat mengembangkan -

Page 13 of 34
suatu sistem kemitraan dalam upaya, antara lain:
g.2.1. Pembangunan sarana dan prasanana, promosi
penelitian, pendidikan, wisata terbatas, dan kegiatan
pemanfaatan potensi kawasan untuk kegiatan
budidaya;
g.2.2. Penyuluhan konservasi, baik melalui jalur resmi
maupun informasi, tentang fungsi, tujuan, dan manfaat
cagar alam,
g.2.3. Pembinaan daerah penyangga dititik beratkan pada
pengembangan pemanfaatan plasma nutfah untuk
menunjang budidaya.

B. Suaka Margasatwa

1. Fungsi
a. Sebagai kawasan perlindungan dan pengawetan jenis-jenis satwa
beserta habitatnya.
b. Sebagai kawasan perlindungan sistem penyangga kehidupan.
c. Sebagai kawasan yang dimanfaatkan untuk penelitian dan
pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan, wisata terbatas, dan
kegiatan lain yang menunjang budidaya
2. Tujuan pengelolaan
a. Terjamin dan terjaganya jenis satwa, populasi, dan/atau habitatnya.
b. Terjaminnya keutuhan kawasan suaka margasatwa.
c. Optimalnya manfaat suaka margasatwa untuk kepentingan
penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan, wisata
terbatas, dan kegiatan lain yang menunjang budidaya untuk
kesejahteraan masyarakat.
3. Prinsip pengelolaan
a. Pendayagunaan potensi suaka margasatwa untuk kegiatan penelitian,
ilmu penelitian, pendidikan, wisata terbatas, dan penyedianaan
plasma nutfah diupayakan sedemikian rupa agar tidak mengurangi
luas kawasan, merubah fungsi kawasan, merubah fungsi kawasan, dan
tidak memasukkan jenis tumbuhan maupun satwa yang tidak asli.
b. Dalam upaya pencapaian tujuan penetapan, kawasan suaka
margasatwa ditata ke dalam blok-blok pengelolaan, yaitu blok inti dan
blok rimba.
c. Blok Inti;
c.1. Dalam blok inti dapat diselenggarakan kegiatan monitoring
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya sepanjang untuk
kepentingan penelitian, pendidikan, dan pengembangan ilmu
pengetahuan;
c.2. Pembangunan sarana dan prasarana di blok inti hanya terbatas
pada sarana dan prasarana yang dapat mendukung kegiatan
monitoring sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;
c.3. Dalam blok inti tidak dapat dilakukan kegiatan yang bersifat
merubah bentang alam;
d. Blok rimba:
d.1. Dalam blok rimba dapat dilakukan kegiatan penelitian,
pendidikan, ilmu pengetahuan, wisata terbatas, dan kegiatan
yang menunjang budidaya;
d.2. Dalam blok rimba dapat dibangun sararna prasarana

Page 14 of 34
pengelolaan, penelitian dan pendidikan, dan wisata secara
terbatas;
d.3. Pembangunan sarana dan prasarana seperti tersebut pada butir
d.2 harus memperhatikan gaya arsitektur daerah setempat;
d.4. Blok rimba dapat digunakan untuk kegiatan penangkaran jenis
yang berasal dari dalam kawasan;
d.5. Dalam blok rimba dapat diselenggarakan kegiatan wisata
terbatas;
d.6. Blok rimba tidak dapat digunakan sebagai tempat
berlangsungnya ke-giatan yang bersifat merubah bentang alam.
e. Dalam hal dijumpai adanya kerusakan habitat satwa dan penurunan
populasi satwa yang dilindungi undang-undang atau satwa penting
lainnya, dalam suaka margasatwa. setelah melalui pengkajian yang
seksama, dapat dilangsungkan kegiatan:
e.1. Pembinaan habitat dan/atau pembinaan populasi;
e.2. Rehabilitasi dengan jenis tumbuhan asli yang diambil dari dalam
suaka margasatwa yang bersangkutan atau diambil dari
kawasan konservasi lain yang masih berada pada zona
biogeografi dan ekosistem yang sama;
e.3. Reintroduksi jenis dengan menggunakan jenis asli dan kawasan
konservasi lain yang berada pada zona biogeografi dan
ekosistem yang sama;
e.4. Pengendalian dan/atau pemusnahan jenis tumbuhan
dan/atau satwa yang tidak asli yang diidentifikasi telah dan
akan mengganggu ekosistem kawasan.
4. Kegiatan pokok
a. Pemantapan kawasan
a.1. Pengukuhan status kawasan meliputi proses penunjukan,
penetapan batas, sampai pada penetapan status dan fungsinya;
a.2. Pemeliharaan batas fisik kawasan termasuk rekonstruksi batas;
a.3. Penataan kawasan ke dalam blok inti dan blok rimba;
a.4. Pengkajian bagian kawasan suaka margasatwa yang kondisinya
dan/atau pemanfaatannya sudah tidak sesuai dengan tujuan
penetapannya.
b. Penyusunan rencana pengelolaan
b.1. Rencana pengelolaan
b.1.1. Rencana Pengeloaan Suaka Margasatwa Jangka
Panjang (25 tahun)
b.1.2. Rencana Pengelolaan Suaka Margasatwa Jangka
Menengah (5 tahun); dan
b.1.3. Rencana Pengehohaan Suaka Margasatwa Jangka
Pendek (tahunan)
b.2. Rencana teknis
Untuk setiap kegiatan dalam rencana pengelolaan yang
memerlukan penjabaran lebih rinci, masing-masing dapat
disusun rencana teknisnya, misalnya rancangan untuk
bangunan tertentu, pembinaan habitat, pembinaan polulasi, dan
rancangan pengambilan sumber genetik -
b.3. Cakupan wilayah penencanaan
Setiap unit cagar alam harus memiliki rencana pengelolaan yang
penuangannya dapat disajikan untuk setiap lokasi atau
digabungkan antara satu lokasi cagar alam dengan lokasi

Page 15 of 34
lainnya yang berada dalam satu unit pengelolaan.
c. Pembangunan sarana dan prasarana
Sarana dan prasarana pengelolaan cagar alam dapat terdiri dari:
c.1. Sanana dan prasarana pokok pengelolaan:
c.1.1. Kantor pengelola;
c.1.2. Pondok kerja/jaga/penelitian;
c.1.3. Pusat informasi;
c.1.4. Laboratorium penelitian;
c.1.5. Jalan patroli;
c.1.6. Menara pengawas kebakaran;
c.1.7. Menara pengintaian satwa;
c.1.8. Peralatan navigasi;
c.1.9. Peralatan komunikasi;
c.1.10. Peta kerja dan peta-peta dasar;
c.1.11. Peralatan transportasi;
c.1.12. Perlengkapan kerja.
c.2. Sarana dan prasarana wisata terbatas:
c.2.1. Jalan setapak;
c.2.2. Perlengkapan wisata pendidikan;
c.2.3. Media interpretasi.
d. Pengelolaan potensi kawasan
d.1. Inventarisasi dan identifikasi potensi kawasan serta penanganan
hasil-hasilnya melalui sistem database;
d.2. Pengembangan sistem pemantauan, evaluasi, dan pelaporan
potensi kawasan;
d.3. Pembinaan habitat dan pembinaan populasi baik tumbuhan
maupun satwa secara terbatas;
d.4. Penyediaan plasma nutfah secara terbatas untuk kegiatan yang
menunjang budidaya;
d.5. Rehabilitasi dengan jenis asli dan/atau dan kawasan lain yang
masih berada pada zone biogeografi dan ekosistem yang
sama dapat dilakukan pada cagar alam yang bukan untuk
kepentingan monitoring gejala alam dan perlindungan
ekosistem tertentu.
e. Perlindungan dan pengamanan kawasan
e.1. Perlindungan dan pengamanan fisik kawasan;
e.2. Identifikasi daerah-daerah rawan gangguan;
e.3. Sosialisasi batas;
e.4. Pengembanqan kemitraan.
e.5. Pemasangan pengumuman;
e.6. Penegakan hukum;
e.7. Pencegahan kebakanan;
e.8. Pengendalian dan/atau pemusnahan hama dan penyakit dan
jenis pengganggu lainnya.
f. Pengelolaan penelitian dan penclidikan
f.1. Identifikasi obyek-obyek penelitian dan pendidikan mengenai
tumbuhan, satwa, ekosistem, dan sosial ekonomi budaya
masyarakat;
f.2. Penyiapan pelayanan dan materi kegiatan penelitian dan pendi-
dikan;
f.3. Penyiapan sistem database informasi kegiatan penelitian dan
pen-didikan;

Page 16 of 34
g. Pengelolaan wisata terbatas
g.1. Inventarisasi dan identifikasi lokasi dan potensi obyek wisata
terbatas;
g.2. Pengembangan wisata terbatas dalam bentuk paket-paket
pendidikan, misalnya pengenalan jenis tumbuhan dan satwa,
tipe-tipe ekosistem, dan lingkungan.
g.3. Penjagaan keunikan dan keindahan alam serta mutu kondisi
lingkungan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
h. Pengembangan integrasi dan kordinasi
h.1. Pengembangan mekanisme kordinasi dengan lintas sektoral
dilakukan sejak penyusunan rencana pengelolaan sampai pada
tahap pelaksanaan pengelolaan dan pengembangannya;
h.2. Bersama-sama organisasi pemerintah dan nonpemerintah, baik
dalam maupun luar negeri, dan masyarakat mengembangkan
suatu sistem kemitraan dalam upaya, antara lain:
h.2.1. Pembangunan sarana dan prasanana, promosi
penelitian, pendidikan, wisata, dan kegiatan
pemanfaatan potensi kawasan untuk kegiatan
budidaya;
h.2.2. Penyuluhan konservasi, baik melalui jalur resmi
maupun informal, tentang fungsi, tujuan, dan manfaat
suaka margasatwa.
h.2.3. Pembinaan daerah penyangga dititik beratkan pada
pemanfaatan satwa oleh masyarakat sekitar kawasan
untuk kepentingan kegiatan menunjang budidaya.

c. Taman Nasional
1. Fungsi
a. Sebaqai kawasan perlindungan sistem penyangga kehidupan.
b. Sebagai kawasan pengawetan keragaman jenis tumbuhan dan satwa.
c. Sebagai kawasan pemanfaatan secana lestari potonsi sumberdaya alam
hayati dan ekosistemnya.
2. Tujuan pengelolaan
a. Terjaminnya keutuhan kawasan taman nasional
b. Terjaminnya potensi, keragaman tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya.
c. Optimalnya manfaat taman nasional untuk penelitian, pendidikan dan
ilmu pengetahuan, kegiatan yang menunjang budidaya, budaya, dan
wisata alam bagi kesejahteraan masyarakat.
3. Prinsip Dasar pengelolaan
a. Pendayagunaan potensi taman nasional untuk kegiatan penelitian, ilmu
pengetahuan, pendidikan, penyediaan plasma nutfah untuk budidaya,
dan wisata alam diupayakan agar tidak mengurangi luas kawasan,
tidak menyebabkan berubahnya fungsi, dan tidak memasukkan jenis
tumbuhan maupun satwa yang tidak asli.
b. Dalam upaya pencapalan tujuan pengelolaan, kawasan taman nasional
ditata ke dalam zona inti, zona nimha/ zona bahari, dan zona
pemanfaatan.
c. Zona inti:
c.1. Dalam zona inti hanya dapat dihakukan kegiatan monitoring
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;
c.2. Dalam zona inti dapat dibangun sarana dan prasarana untuk

Page 17 of 34
kegiatan monitoring sepenti tersebut pada butir c.1;
c.3. Dalam zona inti tidak dapat dilakukan kegiatan yang bersifat
merubah bentang alam.
d. Zona rimba/ bahari:
d.1. Dalam zona rimba/ bahari dapat dilakukan kegiatan penelitian,
pendidikan, wisata terbatas, dan kegiatan-kegiatan lain yang
menunjang budidaya;
d.2. Dalam zona rimba/ bahari dapat dibangun sarana dan
prasarana sepanjang untuk kepentingan penelitian, pendidikan.
dan wisata terbatas;
d.3. Zona rimba/ zona bahari tidak dapat digunakan sebagai tempat
berlangsungnya kegiatan yang bersifat merubah bentang alam;
d.4. Dalam zona rimba/ zona bahari diperkenankan adanya
pemanfaatan tradisional.
e. Zona pemanfaatan:
e.1. Dalam zona pemanfaatan dapat dilakukan kegiatan
pernanfaatan kawasan dan potensinya dalam bentuk kegiatan
penelitian, pendidikan, dan wisata alam;
e.2. Kegiatan pengusahaan wisata alam dapat diberikan kepada
pihak ketiga, baik Koperasi, BUMN, swasta maupun perorangan;
e.3. Zona pemanfaatan dapat digunakan sebagai tempat
berlangsungnya kegiatan penangkaran jenis untuk menunjang
kegiatan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan
restocking;
e.4. Dalam zona pemanfaatan dapat dibangun sarana dan prasarana
pengelolaan, penelitian, pendidikan, dan wisata alam yang
dalam pembangunannya harus memperhatikan qaya arsitektur
daerah setempat;
e.5. Zona pemanfaatan tidak dapat digunakan sebagai tempat
berlangsungnya kegiatan yang bersifat rnerubah bentang alam;
e.6. Dalam zona pemanfaatan diperkenankan adanya pemanfaatan
tradisional.
f. Masyarakat sekitar secara aktif diikutsertakan dalam pengelolaan
kawasan taman nasional sejak perencanaan, pelaksanaan, dan
pemanfaatannya.
g. Dalam hal dijumpai adanya kerusakan habitat dan/atau penurunan
populasi satwa yang dilindungi undang-undang, dalam taman nasional,
setelah melalui pengkajian yang seksama, dapat dilakukan kegiatan:
g.1. Pembinaan habitat dan pembinaan populasi;
g.2. Rehabilitasi dengan jenis tumbuhan asli;
g.3. Reintroduksi jenis satwa sejenis dan asli;
g.4. Pengendalian dan/atau pemusnahan jenis tumbuhan dan/ atau
satwa yang tidak asli yang diidentifikasi telah dan akan
mengganggu ekosistem kawasan.
4. Kegiatan pokok
a. Pemantapan kawasan
Kegiatan pemantapan kawasan meliputi:
a.1. Pengukuhan status kawasan dimulai dan proses penunjukan,
penataan batas, sampai pada proses penetapan status
kawasan;
a.2. Pemeliharaan batas dan tanda batas kawasan termasuk
rekonstruksi batas;

Page 18 of 34
a.3. Penataan kawasan ke dalam zona inti. rimba/ zona bahari, dan
zona pemanfaatan;
a.4. Pengkajian bagian kawasan taman nasional yang kondisinya
dan/atau pemanfaatannya tidak sesuai dengan tujuan
penetapannya.
b. Penyusunan rencana pengelolaan
Untuk setiap kawasan taman nasional disusun rencana-rencana:
b.1. Rencana pengeloiaan
b.1.1. Rencana Pengeholaan Taman Nasional Jangka Panjang
(25 tahun);
b.1.2. Rencana Pengelolaan Taman Nasional Jangka
Menengah (5 tahun) ; dan
b.1.3. Rencana Pengeiolaan Taman Nasional Jangka Pendek
(tahunan)
b.2. Rencana teknis
Untuk setiap kegiatan dalam rencana pengelolaan yang
memerlukan penjabaran lebih rinci, masing-masing dapat
disusun rencana teknisnya, misalnya rancangan untuk
bangunan tertentu, pembinaan habitat, pembinaan polulasi, dan
rancangan pengambilan sumber qenetik.
b.3. Cakupan wilayah perencanaan
Rencana pengelohaan disusun untuk setiap lokasi taman
nasional.
c. Pembangunan sarana dan prasarana
Sarana dan prasarana pengelolaan taman nasional dapat terdiri dari:
c.1. Sarana dan prasarana pokok pengelolaan:
c.1.1. Kantor pengelola;
c.1.2. Pondok kerja/ jaga/ penelitian;
c.1.3. Jalan patroli;
c.1.4. Pusat informasi;
c.1.5. Wisma cinta alam;
c.1.6. Menara pengawas kebakaran;
c.1.7. Menara pengintaian satwa;
c.1.8. Stasiun rehabilitasi satwa;
c.1.9. Peralatan navigasi;
c.1.10. Peralatan komunikasi;
c.1.11. Peta-peta dasar dan kerja;
c.1.12. Transportasi;
c.1.13. Perlengkapan kerja di perairan;
c.1.14. Laboratorium penelitian;
c.1.15. Kandang transit satwa.
c.2. Sarana dan prasarana wisata alam:
c.2.1. Akomodasi;
c.2.2. Transportasi;
c.2.3. Pertunjukan kebudayaan;
c.2.4. Sistem sanitasi;
c.2.5. Fasilitas rekreasi alam.
d. Pengeholaan potensi kawasan
d.1. Inventarjsasi dan identifikasi potensi kawasan dan penanganan
hasil-hasilnya melalui sistem database;
d.2. Pengembangan sistem pemantauan, evaluasi, dan pelaporan
kondisi kawasan dan potensinya;

Page 19 of 34
d.3. Pembinaan habitat dan pembinaan populasi;
d.4. Penyediaan plasma nutfah untuk menunjang kegiatan budidaya;
d.5. Rehabilitasi kawasan;
d.6. Pemakaian kawasan sebagai tempat pengkayaan dan
penangkaran jenis untuk kepentingan penelitian, pembinaan
habitat dan populasi, dan rehabilitasi kawasan.
e. Perlindungan dan pengamanan kawasan
e.1. Penhindungan dan pengamanan tisik kawasan;
e.2. Identifikasi daerah-daerah rawan gangguan;
e.3. Sosiahisasi batas kawasan;
e.4. Pengembangan kemitnaan dengan masyarakat.
e.5. Pemasangan tanda-tanda larangan atau pengumuman
e.6. Penegakan Hukum;
e.7. Pencegahan kebakaran;
e.8. Pengendalian dan/atau pemusnahan hama dan penyakit dan
jenis pengganggu lainnya.
f. Pengelolaan penelitian dan pendidikan
f.1. Identifikasi obyek-obyek penelitian dan pendidikan mengenai
tumbuhan, satwa, ekosistem, dan sosial ekonomi budaya
masyarakat setempat;
f.2. Penyiapan pelayanan dan materi kegiatan penelitian dan
pendidikan;
f.3. Penyiapan database informasi kegiatan penelitian dan
pendidikan;
f.4. Penyusunan rencana dan skala prioritas pelaksanaan kegiatan
penelitian dan pendidikan;
f.5. Pengembangan bentuk kerjasama dalam penelitian dan
pendidikan;
f.6. Pengembangan sistem dokumentasi, publikasi, dan promosi.
g. Pengelolaan wisata alam
g.1. Inventarisasi dan identifikasi objek dan daya tarik wisata dan
rekreasi alam dalam kawasan;
g.2. Inventarisasi, identifikasi, dan analisis sosial ekonomi dan
budaya masyarakat kecenderungan pasar, kebijaksanaan sektor
kepariwisataan daerah, dan ketersediaan sarana dan prasarana
pendukung yang berada di sekitar kawasan;
g.3. Pengembangan peran serta masyarakat sekitar kawasan
dalam kesempatan dan peluang usaha dan untuk peningkatan
kesejahteraan;
g.4. Pencagaan keunikan dan keindahan alam serta mutu kondisi
lingkungan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;
g.5. Pemasaran obyek wisata alam dan pengusahaannya.
h. Pengembangan integrasi dan koordinasi
h.1. Koordinasi dengan lintas sektoral sejak penyusunan rencana
pengelolaan sampai pada tahap pelaksanaan pengelolaan
kawasan dan pengembangan;
h.2. Bersama-sama organisasi pemerintah dan non pemerintah baik
dalam maupun luar negeri, dan masyarakat mengembangkan
kemitraan dalam bentuk, antara lian;
h.2.1. Pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan,
promosi penelitian, pendidikan, wisata alam, dan
kegiatan pemanfaatan potensi kawasan untuk kegiatan

Page 20 of 34
budidaya;
h.2.2. Penyuluhan konservasi, baik melalui jalur resmi
maupun informal, tentang fungsi, tujuan, dan manfaat
taman nasional.
h.3. Pembinaan daerah penyangga dititikberatkan pada peningkatan
keterlibatan masyarakat dalam pengembangan wisata alam dan
pemanfaatan plasma nutfah untuk menunjang budidaya.

D. TAMAN WISATA ALAM


1. Fungsi
a. Sebagai kawasan yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan wisata
alam.
b. Sebagai kawasan perlindungan sistem penyangga kehidupan.
c. Sebagai kawasan pengawetan keragaman jenis tumbuhan, satwa, dan
keunikan alam.
2. Tujuan pengelolaan
a. Terjaminnya kelestarian kondisi lingkungan kawasan wisata alam.
b. Terjaminnya potensi kawasan taman wisata alam.
c. Optimalnya manfaat taman wisata alam untuk wisata alam, penelitian,
pendidikan, ilmu pengetahuan, menunjang budidaya, budaya, dan bagi
kesejahteraan masyarakat.
3. Prinsip pengelolaan
a. Pendayagunaan potensi taman wisata alam (tumbuhan, satwa,
ekosistem, dan daya tarik obyek wisata) untuk kegiatan koleksi
tumbuhan dan/atau satwa, wisata alam, penelitian, ilmu pengetahuan,
pendidikan, dan penyediaan plasma nutfah untuk budidaya, diupayakan
tidak mengurangi luas dan merubah fungsi kawasan.
b. Dalam upaya pencapaian tujuan pengelolaan, kawasan taman wisata
alam ditata ke dalam blok perlindungan dan blok pemanfaatan sesuai
potensinya.
c. Blok perlindungan:
c.1. Dalam blok perlindungan dapat dilakukan kegiatan monitoring
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dan wisata
terbatas;
c.2. Dalam blok perlindungan dapat dibangun sarana dan prasarana
untuk kegiatan monitoring seperti tersebut pada butir c.1;
c.3. Dalam blok perlindungan tidak dapat dilakukan kegiatan yang
bersifat merubah bentang alam.
d. Blok pemanfaatan:
d.1. Dalam blok pemanfaatan dapat dilakukan kegiatan pemanfaatan
kawasan dan potensinya dalam bentuk kegiatan penelitian,
pendidikan, dan wisata alam;
d.2. Kegiatan pengusahaan wisata alam dapat diberikan kepada
pihak ketiga, baik Koperasi, BUMN, swasta maupun perorangan;
d.3. Blok pemanfaatan dapat digunakan sebagai tempat
berlangsungnya kegiatan penangkaran jenis sepanjang untuk
menunjang kegiatan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,
restocking, dan budidaya oleh masyarakat setempat;
d.4. Dalam blok pemanfaatan dapat dibangun sarana dan prasarana
pengelolaan, penelitian, pendidikan, dan wisata alam (pondok
wisata, bumi perkemahan, penginapan remaja, usaha makanan

Page 21 of 34
dan minuman, sarana wisata tirta, angkutan wisata, wisata
budaya, dan penjualan cinderamata) yang dalam
pembangunannya harus memperhatikan gaya arsitektur daerah
setempat;
d.5. Blok pemanfaatan tidak dapat digunakan sebagai tempat
berlang-sungnya kegiatan yang bersifat merubah bentang alam.
e. Dalam hal dijumpai adanya kerusakan habitat dan penurunan populasi
satwa yang dilindungi undang-undang atau satwa penting lainnya,
dalam taman wisata alam, setelah melalui pengkajian yang seksama,
dapat dilangsungkan kegiatan:
e.1. Pembinaan habitat dan/atau pembinaan populasi;
e.2. Rehabilitasi dengan jenis tumbuhan asli yang diambil dari dalam
taman wisata alam yang bersangkutan atau diambil dan
kawasan konservasi lain yang masih berada pada zona
biogeografi dan ekosistem yang sama;
e.3. Reintroduksi satwa sejenis dan asli dari kawasan konservasi lain
yang berada pada zona biogeognafi dan ekosistem yang sama;
e.4. Pengendalian dan/atau pemusnahan jenis tumbuhan dan/atau
satwa yang tidak asli yang diidentifikasi telah dan akan
mengganggu ekosistem kawasan;
e.5. Pengendalian dan/atau pemusnahan jenis tumbuhan dan/atau
satwa pengganggu.
f. Masyarakat sekitar harus diikutsertakan dalam pengelolaan taman
wisata alam melalui penyediaan kesempatan bekerja dan peluang
berusaha.
4. Kegiatan Pokok
a. Pemantapan Kawasan
a.1. Pengukuhan status kawasan mulai dari penunjukan, penataan
batas, sampai pada penetapan status kawasan;
a.2. Pemeliharaan batas dan tanda kawasan termasuk rekonstruksi
batas;
a.3. Penataan kawasan ke dalam blok perlindungan dan blok
pemanfaatan;
a.4. Pengkajian bagian kawasan taman wisata alam yang kondisinya
dan/atau pemanfaatannya tidak sesuai dengan tujuan
penetapannya.
b. Penyusunan rencana pengelolaan
Untuk setiap kawasan taman wisata alam disusun rencana pengelolaan
sebagai berikut:
b.1. Rencana pengelolaan
b.1.1. Rencana Pengelolaan Taman Wisata Alam Jangka
Panjang (25 tahun)
b.1.2. Rencana Pengelolaan Taman Wisata Alam Jangka
Menengah (5 tahun) ; dan
b.1.3. Rencana Pengelohaan Taman Wisata Alam Jangka
Pendek (tahunan)
b.2. Rencana teknis
Untuk setiap kegiatan dalam rencana pengelolaan yang
memerlukan penjabaran lebih rinci, masing-masing dapat
disusun rencana teknisnya, misalnya rancangan untuk
bangunan tententu, pembinaan habitat, pembinaan populasi,
dan rancangan pengambilan sumber genetik.

Page 22 of 34
b.3. Cakupan wilayah perencanaan Rencana pengelolaan disusun
untuk setiap lokasi taman wisata alam.
c. Pembangunan sarana dan prasarana
Sarana dan prasarana pengelolaan taman wisata dapat terdiri dari:
c.1. Sarana dan prasarana pokok pengelolaan:
c.1.1. Kantor pengelola;
c.1.2. Pusat informasi;
c.1.3. Pondok kerja dan pondok jaga;
0.1.4. Jalan patroli;
c.1.5. Menara pengawas kebakaran;
c.1.6. Menara pengintaian satwa;
c.1.7. Papan-papan pengumuman;
c.1.8. Peralatan navigasi;
c.1.9. Peralatan komunikasi;
c.1.10. Peta kerja dan peta-peta dasar;
c.1.11. Peralatan transportasi;
c.1.12. Perlengkapan kerja di perairan.
c.2. Sarana dan prasarana pengembangan wisata alam;
c.2.1. Akomodasi;
c.2.2. Transportasi;
c.2.3. Sistem sanitasi;
c.2.4. Fasilitas rekreasi alam.
d. Pengelolaan potensi kawasan
d.1. Inventarisasi dan identifikasi potensi kawasan serta penanganan
hasil-hasilnya melalui sistem database;
d.2. Pengembangan sistem pemantauan, evaluasi, dan pelaporan
kondisi dan potensinya;
d.3. Pembinaan habitat;
d.4. Pembinaan populasi tumbuhan dan satwa;
d.5. Rehabilitasi kawasan;
d.6. Penyediaan plasma nutfah untuk menunjang kegiatan budidaya;
d.7. Pengkayaan dan penangkaran jenis untuk kepentingan
penelitian.
e. Perlindungan dan pengamanan kawasan
e.1. Perlindungan dan pengamanan fisik kawasan;
e.2. Identifikasi daerah-daerah rawan gangguan;
e.3. Sosialisasi batas kawasan;
e.4. Pengembangan kemitraan dengan masyarakat sekitar dalam
rangka upaya melindungi dan mengamankan kawasan;
e.5. Penegakan hukum;
e.6. Pencegahan kebakanan;
e.7. Pemasangan pengumuman dan tanda-tanda larangan.
f. Pengelolaan penelitian dan pendidikan
f.1. Identifikasi obyek-obyek penelitian dan pendidikan mengenai
tumbuhan, satwa, ekosistem, dan sosial ekonomi budaya
masyarakat setempat;
f.2. Penyiapan pelayanan dan materi kegiatan penelitian dan
pendidikan;
f.3. Penyediaan informasi kegiatan penelitian dan pendidikan;
f.4. Penyusunan rencana dan skala prioritas kegiatan penelitian dan
pendidikan;

Page 23 of 34
f.5. Pengembangan bentuk kerjasama dengan masyarakat dan
pihak-pihak lain;
f.4. Pengembangan sistem dokumentasi, publikasi, promosi.
g. Pengelolaan wisata alam
g.1. Inventarisasi dan identifikasi objek dan daya tarik wisata alam;
g.2. Inventarisasi, identifikasi, dan analisis sosial ekonomi dan
budaya masyarakat kecenderungan pasar (pengujung),
kebijaksanaan sektor kepariwisataan daerah, dan ketersediaan
sarana dan prasarana pendukung yang berada di sekitar
kawasan;
g.3. Peningkatan peran serta masyarakat sekitar kawasan dalam
kesem-patan dan peluang usaha dan kerja peningkatan
kesejahteraan;
g.4. Penjagaan keunikan dan keindahan alam serta mutu kondisi
lingkungan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;
g.5. Pemasaran obyek wisata alam dan pengusahaannya.
h. Pengembangan integrasi dan koordinasi
h.1. Koordinasi dengan lintas sektoral sejak penyusunan rencana
pengelolaan sampai pada tahap pelaksanaan pengelolaan
kawasan dan pengembangannya;
h.2. Bersama-sama organisasi pemerintah dan non pemerintah baik
dalam maupun luar negeri, dan masyarakat mengembangkan
suatu sistem kemitraan dalam upaya pengelolaan dan
pengembangan taman wisata alam antara lain:
h.2.1. Pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan,
promosi wisata alam penelitian, pendidikan, dan
kegiatan pemanfaatan potensi kawasan untuk kegiatan
budidaya;
h.2.2. Penyuluhan konservasi, baik melalui jalur resmi
maupun informal, tentang fungsi, tujuan, dan manfaat
taman wisata alam
h.3. Pembinaan daerah penyangga dititikberatkan pada
pengikutsertaan secara aktif masyarakat sekitar dalam
pengembangan wisata alam dan pemanfaatan plasma nutfah di
kawasan tersebut.

E. TAMAN HUTAN RAYA


1. Fungsi
a. Sebagai kawasan yang dapat dimanfaatkan potensi alamnya untuk
koleksi tumbuhan dan/atau satwa baik yang alami atau buatan, jenis asli
atau bukan asli, dan wisata alam.
b. Sebagai kawasan perlindungan sistem penyangga kehidupan.
c. Sebagai kawasan pengawetan keragaman jenis tumbuhan, satwa, dan
keunikan alam.
2. Tujuan pengelolaan
a. Terjaminnya kelestarian kawasan taman hutan raya.
b. Terbinanya koleksi tumbuhan dan satwa serta potensi kawasan taman
hutan raya.
c. Optimalnya manfaat taman hutan raya untuk wisata alam, penelitian,
pendidikan, ilmu pengetahuan, rnenunjang budidaya, budaya, bagi
kesejahteraan masyarakat.

Page 24 of 34
d. Terbentuknya taman propinsi yang menjadi kebanggaan propinsi yang
bersangkutan.
3. Prinsip pengelolaan
a. Pendayagunaan potensi taman hutan raya untuk kegiatan koleksi
tumbuhan dan/atau satwa, wisata alam, penelitian, ilmu pengetahuan,
pendidikan, dan penyediaan plasma nutfah untuk budidaya, diupayakan
tidak mengurangi luas dan merubah fungsi kawasan.
b. Sebagai taman kebanggaan propinsi, maka dalam pengembangan taman
hutan raya diutamakan menampilkan koleksi jenis tumbuhan dan satwa
dari propinsi yang bersangkutan;
c. Dalam upaya pencapaian tujuan pengelolaan, kawasan taman wisata
alam ditata ke dalam blok perlindungan dan blok pemanfaatan sesuai
potensinya.
d. Blok perlindungan:
d.1. Dalam blok perlindungan dapat dilakukan kegiatan monitoring
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dan wisata terbatas;
d.2. Dalam blok perlindungan dapat dibangun sarana dan prasarana
untuk kegiatan monitoring seperti tersebut pada butir d.1;
d.3. Dalam blok perlindungan tidak dapat dilakukan kegiatan yang
bersifat merubah bentang alam.
e. Blok pemanfaatan:
e.1. Dalam blok pemanfaatan dapat dilakukan kegiatan pemanfaatan
kawasan dan potensinya dalam bentuk kegiatan penelitian,
pendidikan, dan wisata alam;
e.2. Kegiatan pengusahaan wisata alam dapat diberikan kepada pihak
ketiga, baik Koperasi, BUMN, swasta maupun perorangan;
e.3. Blok pemanfaatan dapat digunakan sebagai tempat
berlangsungnya kegiatan penangkaran jenis sepanjang untuk
menunjang kegiatan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,
restocking, dan budidaya oleh masyarakat setempat;
e.4. Dalam blok pemanfaatan dapat dibangun sarana dan prasarana
pengelolaan, penelitian, pendidikan, dan wisata alam (pondok
wisata, bumi perkemahan, penginapan remaja, usaha makanan
dan minuman, sarana wisata tirta, angkutan wisata, wisata
budaya, dan penjualan cinderamata) yang dalam
pembangunannya harus memperhatikan gaya arsitektur daerah
setempat;
e.5. Blok pemanfaatan tidak dapat digunakan sebagai tempat berlang-
sungnya kegiatan yang bersifat merubah bentang alam.
f. Dalam hal dijumpai adanya kerusakan potensi, dalam kawasan taman
hutan raya, setelah melalui pengkajian yang seksama, yang
dilangsungkan kegiatan:
f.1. Pembinaan habitat dan/atau pembinaan populasi;
f.2. Rehabilitasi kawasan;
f.3. Pengendalian dan/atau pemusnahan jenis tumbuhan dan/atau
satwa pengganggu.
g. Masyarakat sekitar harus diikutsertakan dalam pengelolaan taman hutan
raya, khususnya dalam mendapatkan kesempatan bekerja dan peluang
berusaha.

Page 25 of 34
4. Kegiatan Pokok
a. Pemantapan Kawasan
a.1. Pengukuhan status kawasan mulai dari penunjukan, penataan
atas, sampai pada penetapan status kawasan;
a.2. Pemeliharaan batas dan tanda kawasan termasuk rekonstruksi
batas;
a.3. Penataan kawasan ke dalam blok perlindungan dan blok
pemanfaatan;
a.4. Pengkajian bagian kawasan taman hutan raya yang kondisinya
dan/atau pemanfaatannya tidak sesuai dengan tujuan
penetapannya.
b. Penyusunan rencana pengelolaan
Untuk setiap kawasan taman hutan raya disusun rencana pengelolaan
sebagai berikut:
b.1. Rencana pengelolaan
b.1.1. Rencana Pengelolaan taman hutan raya Jangka Panjang
(25 tahun)
b.1.2. Rencana Pengelolaan taman hutan raya Jangka
Menengah (5 tahun) ; dan
b.1.3. Rencana Pengelohaan taman hutan raya Jangka Pendek
(tahunan)
b.2. Rencana teknis
Untuk setiap kegiatan dalam rencana pengelolaan yang
memerlukan penjabaran lebih rinci, masing-masing dapat disusun
rencana teknisnya, misalnya rancangan untuk bangunan
tententu, pembinaan habitat, pembinaan populasi, dan rancangan
pengambilan sumber genetik.
b.3. Cakupan wilayah perencanaan
Rencana pengelolaan disusun untuk setiap lokasi taman hutan
raya.
c. Pembangunan sarana dan prasarana
Sarana dan prasarana pengelolaan taman hutan raya dapat terdiri dari:
c.1. Sarana dan prasarana pokok pengelolaan:
c.1.1. Kantor pengelola;
c.1.2. Pondok kerja dan pondok jaga;
c.1.3. Jalan patroli;
c.1.4. Menara pengawas kebakaran;
c.1.5. Menara pengintaian satwa;
c.1.6. Kandang satwa;
c.1.7. Laboratorium;
c.1.8. Persemaian dan pembibitan;
c.1.9. Peralatan navigasi;
c.1.10. Peralatan komunikasi;
c.1.11. Peta kerja dan peta-peta dasar;
c.1.12. Peralatan transportasi;
c.2. Sarana dan prasarana pengembangan wisata alam;
c.2.1. Akomodasi;
c.2.2. Transportasi;
c.2.3. Pertujukan kebudayaan;
c.2.4. Sistem sanitasi;
c.2.5. Fasilitas rekreasi alam.

Page 26 of 34
d. Pengelolaan potensi kawasan
d.1. Inventarisasi dan identifikasi potensi kawasan serta penanganan
hasil-hasilnya melalui sistem database;
d.2. Pengembangan sistem pemantauan, evaluasi, dan pelaporan
kondisi dan potensinya;
d.3. Pembinaan dan pengembangan koleksi tumbuhan dan satwa;
d.4. Penyediaan plasma nutfah untuk menunjang kegiatan budidaya;
d.5. Pengkayaan dan penangkaran jenis untuk kepentingan penelitian.
d.6. Pemakaian kawasan untuk kegiatan wisata alam;
d.7. Rehabilitasi bagian-bagian kawasan yang rusak;
e. Perlindungan dan pengamanan kawasan
e.1. Perlindungan dan pengamanan batas fisik kawasan;
e.2. Identifikasi daerah-daerah rawan gangguan;
e.3. Sosialisasi batas kawasan;
e.4. Pengembangan kemitraan dengan masyarakat sekitar dalam
rangka upaya melindungi dan mengamankan kawasan;
e.5. Pemasangan pengumuman dan tanda-tanda larangan.
e.6. Penegakan hukum;
e.7. Pencegahan kebakanan;
e.8. Pengendalian dan pemusnahan hama dan penyakit dan jenis
pengganggu lainnya.
f. Pengelolaan penelitian dan pendidikan
f.1. Identifikasi obyek-obyek penelitian dan pendidikan mengenai
tumbuhan, satwa, ekosistem, dan sosial ekonomi budaya
masyarakat;
f.2. Penyiapan materi dan pelayanan kegiatan penelitian dan
pendidikan;
f.3. Penyiapan database informasi kegiatan penelitian dan
pendidikan;
f.4. Penyusunan rencana dan skala prioritas pelaksanaan kegiatan
penelitian dan pendidikan;
f.5. Pengembangan bentuk kerjasama dalam penelitian dan
pendidikan;
f.6. Pengembangan sistem dokumentasi, publikasi, dan promosi.
g. Pengelolaan wisata alam
g.1. Inventarisasi dan identifikasi objek dan daya tarik wisata dan
rekreasi dalam kawasan;
g.2. Inventarisasi, identifikasi, dan analisis sosial ekonomi dan budaya
masyarakat, kecenderungan pasar, kebijaksanaan sektor
kepariwisataan daerah, dan ketersediaan sarana dan prasarana
pendukung yang berada di sekitar kawasan;
g.3. Peningkatan peran serta masyarakat sekitar kawasan dalam
kesempatan dan peluang usaha dan kerja peningkatan
kesejahteraan;
g.4. Penjagaan keunikan dan keindahan alam serta mutu kondisi
lingkungan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;
g.5. Pemasaran obyek wisata alam dan pengusahaannya.
h. Pengembangan integrasi dan koordinasi
h.1. Koordinasi dengan lintas sektoral sejak penyusunan rencana
pengelolaan sampai pada tahap pelaksanaan pengelolaan
kawasan dan pengembangannya;

Page 27 of 34
h.2. Bersama-sama organisasi pemerintah dan non pemerintah baik
dalam maupun luar negeri, dan masyarakat mengembangkan
suatu sistem kemitraan dalam upaya antara lain:
h.2.1. Promosi wisata alam penelitian, pendidikan, dan
kegiatan pemanfaatan potensi kawasan untuk kegiatan
budidaya;
h.2.2. Penyuluhan konservasi, baik melalui jalur resmi mau-pun
informal, tentang fungsi, tujuan, dan manfaat taman
hutan raya.
h.3. Pembinaan daerah penyangga dititikberatkan pada pengikut-
sertaan masyarakat sekitar dalam pengembangan wisata alam di
kawasan tersebut.

F. TAMAN BURU
1. Fungsi
a. Sebagai kawasan yang dapat dimanfaatkan untuk perburuan satwa buru
secara teratur.
b. Sebagai kawasan perlindungan sistem penyangga kehidupan.
c. Sebagai kawasan pengawetan keragaman jenis tumbuhan, satwa, dan
keunikan alam.
2. Tujuan pengelolaan
a. Terjaminnya kawasan taman buru.
b. Terbinanya habitat dan potensi satwa buru.
c. Terselenggaranya perburu secara teratur.
d. Optimalnya manfaat taman buru bagi wisata alam, penyediaan gizi,
masyarakat sekitar dan kesejahteraan masyarakat secara umum.
3. Prinsip pengelolaan
a. Pendayagunaan potensi taman buru untuk kegiatan perburuan secara
teratur, wisata alam, penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,
penyediaan plasma nutfah untuk budidaya, diupayakan tidak mengurangi
luas dan merubah fungsi kawasan.
b. Dalam upaya pencapaian tujuan pengelolaan, kawasan taman buru ditata
ke dalam blok perlindungan dan blok pemanfaatan.
c. Blok perlindungan:
c.1. Dalam blok perlindungan dapat dilakukan kegiatan monitoring
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dan wisata terbatas;
c.2. Dalam blok perlindungan dapat dibangun sarana dan prasarana
untuk kegiatan monitoring seperti tersebut pada butir c.1;
c.3. Dalam blok perlindungan tidak dapat dilakukan kegiatan yang
bersifat merubah bentang alam.
d. Blok pemanfaatan:
d.1. Dalam blok pemanfaatan dapat dilakukan kegiatan pemanfaatan
kawasan dan potensinya dalam bentuk kegiatan perburuan,
penelitian, pendidikan, dan wisata alam;
d.2. Kegiatan pengusahaan perburuan, dan wisata alam dapat
diberikan kepada pihak ketiga, baik Koperasi, BUMN, swasta
maupun perorangan;
d.3. Dalam blok pemanfaatan dapat dibangun sarana dan prasarana
yang berkaitan dengan penyelenggaraan perburuan dan wisata
alam

Page 28 of 34
d.4. Blok pemanfaatan dapat digunakan sebagai tempat
berlangsungnya kegiatan penangkaran jenis sepanjang untuk
menunjang kegiatan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,
restocking, dan budidaya plasma nutfah;
d.5. Blok pemanfaatan tidak dapat digunakan sebagai tempat
berlangsungnya kegiatan yang bersifat merubah bentang alam.
e. Dalam hal dijumpai adanya kerusakan habitat dan penurunan populasi
satwa, baik satwa buru, satwa yang dilindungi undang-undang atau
satwa penting lainnya, dalam taman buru dapat dilangsungkan kegiatan;
e.1. Pembinaan habitat dan/atau pembinaan populasi;
e.2. Rehabilitasi kawasan;
e.3. Pengurangan dan/atau pemasukan satwa buru;
e.4. Pengendalian dan/atau pemusnahan jenis tumbuhan dan/ atau
satwa satwa pengganggu.
f. Masyarakat sekitar kawasan taman buru harus diikut-sertakan dalam
pengelolaan kegiatan perburuan terutama dalam kaitannya dengan
kesempatan bekerja dan peluang berusaha.
4. Kegiatan Pokok
a. Pemantapan Kawasan
a.1. Pengukuhan status kawasan, meliputi proses penunjukan,
penataan batas, dan proses penetapan status dan fungsi
kawasan;
a.2. Pemeliharaan batas dan tanda batas kawasan termasuk
rekonstruksi batas;
a.3. Penataan kawasan ke dalam blok perlindungan dan blok
pemanfaat-an;
a.4. Pengkajian bagian kawasan taman buru yang kondisinya
dan/atau pemanfaatanya tidak sesuai dengan tujuan
penetapannya.
b. Penyusunan rencana pengelolaan
Untuk setiap kawasan taman buru disusun rencana-rencana
pengelolaan:
b.1. Rencana pengelolaan
b.1.1. Rencana Pengelolaan Taman Buru Jangka Panjang (25
tahun)
b.1.2. Rencana Pengelolaan Taman Buru Jangka Menengah (5
tahun); dan
b.1.3. Rencana Pengelohaan Taman Buru Jangka Pendek
(tahunan)
b.2. Rencana teknis
Untuk setiap kegiatan dalam rencana pengelolaan yang
memerlukan penjabaran lebih rinci, masing-masing dapat disusun
rencana teknisnya, misalnya rancangan untuk bangunan
tententu, pembinaan habitat, pembinaan populasi, dan rancangan
pengambilan sumber genetik.
b.3. Cakupan wilayah perencanaan
Rencana pengelolaan disusun untuk setiap lokasi buru.
c. Pembangunan sarana dan prasarana
Sarana dan prasarana pengelolaan taman buru dapat terdiri dari:
c.1. Sarana dan prasarana pokok pengelolaan:
c.1.1. Kantor pengelolaan;
c.1.2. Pondok kerja, pondok jaga, dan penetian;

Page 29 of 34
c.1.3. Pusat informasi taman buru;
c.1.4. Jalan patroli;
c.1.5. Menara pengawas kebakaran;
c.1.6. Menara pengintaian satwa;
c.1.7. Stasiun rehabilatasi satwa;
c.1.8. Kandang penangkaran satwa;
c.1.9. Peralatan navigasi;
c.1.10. Peralatan komunikasi;
c.1.11. Peta kerja dan peta-peta dasar;
c.1.12. Peralatan transportasi;
c.1.13. Laboratorium opset satwa.
c.2. Sarana dan prasarana kegiatan perburuan dan rekreasi alam;
c.2.1. Akomodasi;
c.2.2. Transportasi;
c.2.3. Pertunjukan kebudayaan;
c.2.4. Sistem sanitari;
c.2.5. Fasilitas rekreasi alam.
d. Pengelolaan potensi kawasan
d.1. Inventarisasi dan identifikasi potensi kawasan khususnya keadaan
populasi dan jenis satwa buru, musim kawin, musim beranak/
bertelur, perbandingan jantan dan betina, umur satwa buru, dan
kesehatan satwa;
d.2. Penyusunan rekomendasi tentang penetapan jatah buru dan
musim berburu;
d.3. Pengembangan database kawasan dan potensinya;
d.4. Pengembangan sistem pemantauan, evaluasi, dan pelaporan
kondisi dan potensinya;
d.5. Pembinaan habitat;
d.6. Pembinaan populasi satwa buru;
d.7. Penyediaan plasma nutfah untuk menunjang kegiatan budidaya;
d.8. Pemakaian kawasan untuk pengkayaan dan penangkaran jenis;
d.9. Pemakaian kawasan untuk kegiatan wisata alam;
d.10. Rehabilitasi bagian-bagian yang rusak.
e. Perlindungan dan pengamanan kawasan
e.1. Perlindungan dan pengamanan batas fisik kawasan;
e.2. Identifikasi daerah-daerah rawan gangguan;
e.3. Sosialisasi batas kawasan;
e.4. Pengembangan kemitraan dengan masyarakat sekitar;
e.5. Penegakan hukum;
f. Pengelolaan penelitian dan pendidikan
f.1. Identifikasi obyek-obyek penelitian dan pendidikan mengenai
tumbuhan, satwa, ekosistem, dan sosial ekonomi budaya masya-
rakat;
f.2. Penyiapan pelayanan dan materi kegiatan penelitian dan
pendidikan;
f.3. Penyiapan database informasi kegiatan penelitian dan pendidikan;
f.4. Penyusunan rencana dan skala prioritas pelaksanaan penelitian;
f.5. Pengembangan bentuk kerjasama dengan masyarakat dan pihak-
pihak lain;
f.6. Pengembangan sistem dokumentasi, publikasi, dan promosi.
g. Pengelolaan wisata alam
g.1. Inventarisasi dan identifikasi objek dan daya tarik wisata alam;

Page 30 of 34
g.2. Inventarisasi, identifikasi, dan analisis sosial ekonomi dan budaya
masyarakat kecenderungan pasar kebijaksanaan sektor kepari-
wisataan daerah, dan ketersediaan sarana dan prasarana
pendukung yang berada di sekitar kawasan;
g.3. Pengembangan kerjasama dengan masyarakat luas dalam upaya
mengembangkan wisata alam;
g.4. Penjagaan keunikan dan keindahan alam serta mutu kondisi
lingkungan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;
g.5. Pemasaran obyek wisata alam dan pengusahaannya.
h. Pengembangan integrasi dan kordinasi
h.1. Koordinasi dengan lintas sektoral sejak penyusunan rencana
pengelolaan sampai pada tahap pengembangan potensi kawasan;
h.2. Bersama-sama organisasi pemerintah dan non pemerintah baik
dalam maupun luar negeri, dan masyarakat mengembangkan
suatu sistem kemitraan dalam bentuk antara lain:
h.2.1. Pengembangan sarana dan prasarana pengelolaan,
promosi wisata alam, penelitian, pendidikan, dan
kegiatan pemanfaatan potensi kawasan untuk kegiatan
budidaya;
h.2.2. Penyuluhan konservasi, baik melalui jalur resmi maupun
informal.
h.3. Pembinaan daerah penyangga dititikberatkan pada
pengikutsertaan masyarakat sekitar dalam pengembangan
kegiatan perburuan dan wisata alam.

G. HUTAN LINDUNG
1. Fungsi
a. Sebagai pengatur tata air, pencegah bencana banjir dan erosi, dan
pemelihara kesuburan tanah.
b. Sebagai kawasan perlindungan sistem penyangga kehidupan.
2. Tujuan pengelolaan
a. Terjaminnya keutuhan kawasan hutan lindung.
b. Tercapainya pendayagunaan fungsi dan peranan hutan lindung dengan
terkendalinya tata air dan terwujudnya sistem penyangga kehidupan
yang berkualitas,
3. Prinsip pengelolaan
a. Pendayagunaan potensi hutan lindung untuk kegiatan pemanfaatan air,
pemuliaan, pengkayaan, dan penangkaran, penyediaan plasma nutfah
untuk kegaiatan budidaya, oleh masyarakat setempat, wisata alam,
pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan, penelitian dan wisata
alam, diupayakan sedemikian rupa agar tidak mengurangi luas dan tidak
merubah fungsi kawasan.
b. Dalam kawasan hutan lindung diperkenankan adanya kegiatan
pemanfaatan tradisionil berupa hasil hutan non-kayu dan jasa
lingkungan.
c. Sesuai fungsinya, dalam kawasan hutan lindung dapat ditempatkan alat-
alat pengukur klimatologi, misalnya penakar hujan dan stasiun pengamat
aliran sungai (SPAS).
d. Dalam kawasan hutan lindung dapat dibangun sarana dan prasana
pengelolaan, penelitian, dan wisata alam secara terbatas.
e. Dalam kawasan hutan lindung tidak dapat dilakukan kegiatan yang

Page 31 of 34
bersifat merubah bentang alam.
f. Jika dijumpai adanya kerusakan vegetasi dan penurunan populasi satwa
yang dilindungi undang-undang, dalam hutan lindung dapat dilakukan
kegiatan;
f.1. Rehabilitasi kawasan dengan jenis tumbuhan yang cocok dengan
kondisi dan tipe tanah;
f.2. Pembinaan habitat dan pembinaan kawasan untuk kepentingan
peningkatan fungsi lindung;
f.3. Pengurangan atau penambahan jumlah populasi suatu jenis, baik
asli atau bukan asli ke dalam kawasan hutan lindung.
g. Peningkatan peran sera masyarakat secara positif, aktif dan saling
menguntungkan dalam rangka peningkatan pemanfaatan hutan lindung.
4. Kegiatan Pokok
a. Pemantapan Kawasan
a.1. Pengukuhan status kawasan, meliputi proses penunjukan,
penataan batas, dan proses penetapan status dan fungsi
kawasan;
a.2. Pemeliharaan batas dan tanda batas kawasan termasuk
rekonstruksi batas;
a.3. Pembentukan dan penetapan unit pengelolaan hutan lindung;
a.4. Pengkajian bagian kawasan hutan lindung yang kondisinya
dan/atau pemanfaatanya tidak sesuai dengan tujuan
penetapannya.
b. Penyusunan rencana pengelolaan
b.1. Rencana Induk Pengelolaan Hutan Lindung (RIPHL) berjangka 25
tahun, merupakan rencana yang didasarkan pada satu Daerah
Aliran Sungai;
b.2. Rencana Pengelolaan Hutan Lindung (RPHLP) berjangka 25
tahun, merupakan penjabaran dari rencana yang didasarkan pada
hutan lindung di dalam Propinsi.
b.3. Rencana unit Pengelolaan hutan lindung (RUPHL) berjangka
waktu 5 tahun dan tahunan, merupakan penjabaran dari rencana
pengelolaan hutan lindung Propinsi.
c. Pembangunan sarana dan prasarana
c.1. Sarana dan prasarana pokok pengelolaan dapat terdiri dari:
c.1.1. Kantor pengelolaan;
c.1.2. Pondok kerja, pondok jaga, dan penetian;
c.1.3. Jalan patroli;
c.1.4. Menara pengawas kebakaran;
c.1.5. Plot-plot pengamat erosi;
c.1.6. Peralatan pengukurn erosi, abrasi dan pengamat air;
c.1.7. Kandang satwa;
c.1.8. Peralatan navigasi;
c.1.9. Peralatan komunikasi;
c.1.10. Peta kerja dan peta-peta dasar;
c.1.11. Peralatan transportasi;
c.1.12. Pengamat klimatologi;
c.2. Sarana dan prasarana wisata terbatas;
c.2.1. Jalan setapak dan shelter;
c.2.2. Menara pengintai;
c.2.3. Perlengkapan wisata terbatas.

Page 32 of 34
d. Pengelolaan potensi kawasan
d.1. Inventarisasi dan identifikasi potensi kawasan, termasuk sumber-
sumber air;
d.2. Penyusunan rekomendasi tentang penetapan jatah buru dan
musim berburu;
d.3. Pengembangan sistem pemantauan, evaluasi, dan satwa;
d.4. Pembinaan habitat dan populasi tumbuhan dan satwa;
d.5. Penyediaan plasma nutfah untuk menunjang kegiatan budidaya
secara terbatas;
d.6. Pemakaian kawasan untuk pengkaran jenis tumbuhan dan satwa
untuk kepentingan penelitian dan menunjang budidaya;
d.7. Pemakaian kawasan untuk kegiatan wisata alam secara terbatas;
d.8. Rehabilitasi kawasan yang mengalami kerusakan;
d.9. Penyediaan hasil hutan non kayu dan jasa lingkungan kepada
masyarakat sekitar kawasan;
d.10. Pemanfaatan aliran sungai dalam rangka upaya pemanfaatan air
untuk kepentingan masyarakat;
d.11. Pemasaran dan pengusahaan potensi hutan lindung;
d.12. Pemanfaatan lahan hutan lindung sepajang tidak mengganggu
fungsinya.
e. Perlindungan dan pengamanan kawasan
e.1. Perlindungan dan pengamanan batas fisik kawasan;
e.2. Identifikasi daerah-daerah rawan gangguan;
e.3. Perlindungan dan pengamanan kawasan melalui kegiatan
sosialisasi batas;
e.4. Pengembangan kemitraan;
e.5. Penegakan hukum;
e.6. Pencegahan kebakaran;
e.7. Pengendalian dan pemusnahan hama dan penyakit dan jenis
penggaggu lainnya.
f. Pengelolaan penelitian dan pendidikan
f.1. Identifikasi obyek-obyek penelitian dan pendidikan;
f.2. Penyiapan materi dan pelayanan kegiatan penelitian dan
pendidikan;
f.3. Penyiapan database informasi kegiatan penelitian dan pendidikan;
f.4. Penyusunan rencana dan skala prioritas pelaksanaan kegiatan
penelitian dan pendidikan;
f.5. Pengembangan bentuk kerjasama dengan masyarakat;
f.6. Pengembangan sistem dokumentasi, publikasi, dan promosi.
g. Pengelolaan wisata alam
g.1. Inventarisasi dan identifikasi objek dan daya tarik wisata alam
dalam kawasan;
g.2. Inventarisasi, identifikasi, dan analisis sosial ekonomi dan budaya
masyarakat, kecenderungan pasar, kebijaksanaan sektor
kepariwisataan daerah, dan ketersediaan sarana dan prasarana
pendukung yang berada di sekitar kawasan;
g.3. Peninkatan peran serta masyarakat sekitar kawasan dalam
kesempatan dan peluang usaha dan kerja untuk peningkatan
kesejahteraan;
g.4. Penjagaan keunikan dan keindahan alam serta mutu kondisi
lingkungan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;
g.5. Pemasaran obyek wisata alam dan pengusahaannya.

Page 33 of 34
h. Pengembangan integrasi dan kordinasi
h.1. Koordinasi dengan lintas sektoral sejak penyusunan rencana
pengelolaan sampai pada tahap pengembangannya;
h.2. Bersama-sama organisasi pemerintah dan non pemerintah baik
dalam maupun luar negeri, dan masyarakat mengembangkan
kemitraan dalam bentuk antara lain:
h.2.1. Pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan,
promosi penelitian, pendidikan, dan kegiatan
pemanfaatan potensi kawasan untuk kegiatan budidaya;
h.2.2. Penyuluhan konservasi, baik melalui jalur resmi maupun
informal tentang fungsi, tujuan, dan manfaat hutan
lindung.
h.3. Pembinaan daerah penyangga dititik-beratkan pada
pengembangan usaha ekonomi masyarakat dengan
memanfaatkan potensi yang ada dalam hutan lindung sepanjang
tidak mengganggu fungsinya.

V. PENUTUP

Pola pengelolaan yang sifatnya masih umum dan hanya berisi indikasi upaya pencapaian
tujuan pengelolaan ini, disusun dengan maksud untuk memberikan arah pengelolaan
kawasan konservasi yang menurut fungsi dan luasnya sangat beragam.
Dalam penerapannya di lapangan, masih sangat mungkin dijumpai kesulitan dan
hambatan. Jika pada suatu saat kesulitan dan hambatan tersebut muncul, maka
penerapan pengelolaan tersebut hendaknya merujuk kembali pada peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Untuk mengantisipasi munculnya hal tersebut, pola pengelolaan
ini perlu segera ditindak-lanjuti dengan penyusunan pedoman dan petunjuk teknis bagi
kegiatan-kegiatan yang memerlukan penjabaran lebih rinci.
Dalam pola pengelolaan ini belum ada standarisasi input pengelolaan, misalnya jumlah
dan mutu sumberdaya manusia dan organisasi pengelolaannya. Oleh karena itu, untuk
efisiensi dan efektivitas pengelolaan, standarisasi tersebut juga perlu segera disusun.

***
(asar-pika 01/2010)

Page 34 of 34

Anda mungkin juga menyukai