Anda di halaman 1dari 28

REFRESHING

GASTRITIS DAN TB PARU

Disusun Oleh :

Novita Rachmawati

(2007730093)

Pembimbing Klinik :

Dr. Toton Suryanto, Sp. PD

STASE ILMU KESEHATAN PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIANJUR

FKK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2011
GASTRITIS

Definisi

Gastritis adalah infeksi pada mukosa dan submukomas lambung.

Epidemioogi

Gastritis atau tukak gaster tersebar diseluruh dunia dengan prevalensi berbeda tergantung
pada sosial ekonomi, demografi, dijumpai pada pria meningkat pada usia lanjut dan kelompok
sosial ekonomi yang rendah dengan puncak pada dekade keenam. Insidensi dan
kekambuhan/rekurensi saat ini menurun sejak ditemukan kuman Helicobacter Pylori sebagai
penyebab dan dilakukan terapi eradikasi. Di Britania Raya sekitar 6-20% menderita gastritis/
tukak gastritis pada usia 55 tahun, sedangkan prevalensinya 2-4%. Secara klinis tukak duodeni
lebih sering dijumpai dari pada tukak gaster. Pada beberapa negara seperti jepang dijumpai lebih
banyak tukak gaster dari pada tukak duodeni. Di negara berkembang Prevalensi Infeksi
Helicobacter pylori pada orang dewasa mendekati 90%. Sedangkan pada anak-anak prevalensi
Helicobacter pylori lebih tinggi lagi.

Etiologi

 Infeksi kuman Hellycobacter pylori


 Penggunaan antibiotik, terutama untuk infeksi paru dicurigai mempengaruhi penularan
kuman dikomunitas karena antibiotic tersebut mampu mengeradikasi infeksi Hellycobacter
pylori
 Infeksi virus yang menginfeksi mukosa lambung misalnya, enteric rotavirus dan callivirus
 Infeksi jamur Candida species, Histoplasma capsulatum dan Mukonaceae dapat menginfeksi
mukosa gaster hanya pada pasien immune compromised
 Obat anti-inflamasi nonsteroid merupakan penyebab gastropati yang amat penting
Patogenesis

Berdasarkan jenisnya gastritis yang paling sering adalah

a. Gastritis Superfisialis Akut


Merupakan respon mukosa lambung terhadap iritasi lokal. Penyebabnya dapat berupa
endotoksin bakteri (setelah menelan makanan terkontaminasi), kafein, alcohol, dan aspirin
merupakan penyebab lazimInfeksi H. pylori lebih sering dianggap sebagai penyebab gastritis
akut. Organisme tersebut melekat pada mukosa lambung dan menghancurkan lapisan mukosa
pelindung, meninggalkan daerah epitel yang gundul. Obat lain juga terlibat misalnya anti-
inflamasi nonsteroid (NSAID, missal indometasin, ibuprofen, naproksen,), sulfonamid,
steroid dan digitalis.
Pada gastritis superfisialis, mukosa memerah, edem dan ditutupi mukosa yang melekat, juga
sering terjadi erosi kecil dan perdarahan. Derajat peradangan sangat bervariasi
b. Gastritis Atrofik Kronis
Gastritis atrofik kronik ditandai dengan atrofi progresif epitel kelenjar disertai kehilangan sel
parietal dan chief cell. Dinding lambung menjadi tipis, dan mukosa mempunyai permukaan
yang rata. Gastritis kronik dapat digolongkan menjadi
- Gastritis kronik tipe A juga disebut gastritis atrofik atau fundal (karena mengenai fundus
lambung). Merupakan suatu penyakit autoimun yang disebabkan oleh autoantibody
terhadap sel parietal kelenjar lambung dan faktor intrinsic
- Gastritis kronik tipe B juga disebut gastritis antral karena umumnya mengenai daerah
antrum lambung dan lebih sering terjai dibandingkan gastritis kronik tipe A. Penyebab
utama adalah infeksi kronis oleh H. pylori. Faktor etiologi gastritis kronik lainnya adalah:
asupan alcohol yang berlebihan, merokok, refluks empededu kronis.

Diagnosa

Berdasarkan anamnesis dapat ditemukan keluhan abdomen yang tidak jelas, seperti
anoreksia, bersendawa, mual, sampai gejala yang lebih berat seperti nyeri epigastrium, muntah,
perdarahan dan hematemesis. Pemeriksaan fisik juga tidak dapat memberikan informasi yang
dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis. Diagnosis ditegakkan dengan endoskopi dan
histopatologik,
Gambaran endoskopi yang dapat dijumpai adalah eritema, eksudatif, flat erupsion, raised
erosion, perdarahan, edematous rugae. Perubahan histopatoogi selain menggambarkan
perubahan morfologi sering juga dapat menggambarkan proses yang mendassari, misalnya
otoimun atau respon adaptif mukosa lambung.

Pengobatan

1. Diet
 Makanan cair hingga lembek dan mudah dicerna
 Tidak merangsang
 Diberikan dalam porsi kecil dan berulang kali
2. Terapi asam lambung
 Antasida
Antasida menetralisir asam lambung dan dapat menghilangkan rasa sakit akibat asam
lambung dengan cepat.Obat ini ada yang berbentuk tablet kunyah atau berupa caian
suspense, yang dianjurkan dimakan/diminum diantara waktu makan. Beberapa campuran
yang umumnya digunakan adalah Na-bikarbonat, AL-Hidroksida, Mg hidroksida.
 Penghambat H2-antagonis
Ketika antasida sudah tidak dapat lagi mengatasi rasa sakit tersebut, dokter kemungkinan
akan merekomendasikan obat berupa H2-antagonis yang berfungsi untuk menghambat
reseptor H2. seperti cimetidin, ranitidin, roxatidine atau famotidin sehingga mengurangi
jumlah asam lambung yang diproduksi.
 Penghambat proton-pump
Obat ini merupakan suatu inhibitor K+ , H+, ATP ase. Inhibisi ini terjadi di dalam sel
parietal sehingga merupakam inhibisi pada tahap terakhir dalam proses produksi asam.
Yang termasuk obat golongan ini adalah omeprazole, lansoprazole, rabeprazole dan
esomeprazole
 Pengobatan Helycobacter pylori
Terdapat beberapa regimen dalam mengatasi infeksi H. pylori. Yang paling sering
digunakan adalah kombinasi dari antibiotik dan penghambat pompa proton. Antibiotik
berfungsi untuk membunuh bakteri, penghambat pompa proton berfungsi untuk
meringankan rasa sakit, mual, menyembuhkan inflamasi dan meningkatkan efektifitas
antibiotik
Eradikasi Hp Þ PPI + 2 jenis antibiotik (tripel terapi)
* Gol. Metronidazole
* Gol. Amoxicilin
* Gol. Claritromycin
Lama terapi 1 – 2 minggu
TB PARU

Definisi

Tuberkulosis adalah suatu penyakit akibat infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis, Mycobacterium bovis atau Mycobacterium africanum. Penyakit ini bersifat sistemik
sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru yang
biasanya merupakan lokasi infeksi primer.

Epidemiologi

Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium


tuberkulosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru dan 3 juta kematian akibat
TB diseluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB didunia, terjadi
pada negara-negara berkembang. Demikian juga, kematian wanita akibat TB lebih banyak dari
pada kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas.

Gambar 2.1. Insidens TB didunia (WHO, 2004)


Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-
50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3
sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya
sekitar

Peningkatan jumlah kasus TB di berbagai tempat pada saat ini, diduga disebabkan oleh
berbagai hal, yaitu:

 Diagnosis tidak tepat


 Pengobatan tidak adekuat
 Program penanggulangan tidak dilaksanakan dengan tepat,
 Infeksi endemic HIV
 Migrasi penduduk
 Mengobati sendiri (self treatment)
 Meningkatnya kemiskinan, dan
 Pelayanan kesehatan yang kurang memadai

Etiologi

Bakteri Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium bovis atau Mycobacterium


africanum. Mikrobakteri termasuk genus (Mycobacterium) keluarga Mycobacteriaceae
dalam ordo Actinomycetales. Semua mikobakteri memiliki sifat tahan asam, resisten terhadap
pewarnaan dengan pelarut organic yang diasamkan. Kuman tuberculosis pada manusia
adalah M. tuberculosis dan M. bovis.

Basil tuberkel adalah batang bengkok yang panjangnya sekitar 2-4 µm dan lebarnya
0.2-0.5 µm.. Pertumbuhan basil tuberkel khas lambat dengan waktu generasi 12-14 jam.
Komponen utama basil tuberkel adalah polisakarida, yang berada dalam bentuk gabungan
kimia dengan lipid di dalam dinding sel. Dinding sel yang kaya lipid berperan untuk sifat
hidrofobi, tahan asam, impermeabilitas relative, dan resistensi terhadap kerja bakterisid
antibody dan komplemen.

Cara Penularan
Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin,
penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk Droplet (percikan Dahak). Droplet yang
mengandung kuman dapat bertahan diudara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat
terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Daya penularan dari
seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin
tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil
pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak
menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara
dan lamanya menghirup udara tersebut.

Patogenesis

Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya
yang sangat kecil (<5 µm), kuman TB dalam percik renik ( droplet nuclei) yang terhirup
dapat mencapai alveolus. Pada sebagian kasus, kuman TB dapat dihancurkan seluruhnya oleh
mekanisme imunologis nonspesifik. Akan tetapi, pada sebagian kasus lainnya, tidak
seluruhnya dapat dihancurkan. Pada individu yang tidak dapat menghancurkan seluruh
kuman, makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB yang sebagian besar dihancurkan.
Akan tetapi, sebagian kecil kuman TB yang tidak dapat dihancurkan akan terus
berkembangbiak dalam makrofag, dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya
kuman TB membentuk lesi di tempat tersebut, yang dinamakan focus primer Ghon.

Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar
limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi focus primer.
Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di
kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus bawah atau
tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus (perihiler),
sedangkan jika focus primer terletak di apeks paru, yang kan terlibat adalah kelenjar
paratrakeal. Gabungan antara focus primer, limfangitis, dan limfadenitis dinamakan
kompleks primer (primary complex).
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks
primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi.. Masa inkubasi TB berlangsung
selama 2-12 minggu, biasanya berlangsung selama 4-8 minggu.

Setelah terjadi kompleks primer, imunitas selular tubuh terhadap TB terbentuk, yang
dapat diketahui dengan adanya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu uji
tuberculin positif. Selama masa inkubasi, uji tuberculin masih negative. Bila imunitas seluler
telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan oleh
imunitas seluler spesifik (cellular mediated immunity, CMI).

Setelah imunitas selular terbentuk, focus primer di jaringan paru biasanya mengalami
resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis
perkijauan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan
enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna focus primer di jaringan
paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini,
tetapi tidak menimbulkan gejala sakit TB.

Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas selular, dapat terjadi


penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke
kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer, atau berlanjut menyebar secara
limfohematogen. Dapat juga terjadi penyebaran hematogen langsung, yaitu kuman masuk ke
dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah
yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik.

Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran
hematogenik tersamar (occult hematogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar
secara sporadic dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman
TB kemudian mencapai berbagai organ di seluruh tubuh, bersarang di organ yang
mempunyai vaskularisasi baik, paling sering di apeks paru, limfa, dan kelenjar limfe
superficial. Selain itu, dapat juga bersarang di organ lain seperti otak, hati, tulang, ginjal dan
lain-lain. Pada umumnya, kuman di sarang tersebut tetap hidup, tetap tidak aktif
(tenang/dorman), demikian pula dengan proses patologiknya.
Bentuk penyebaran hematogen yang lain adalah penyebaran hematogenik
generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah besar
kuman TB masuk dan beredar di dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat
menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut dengan TB
diseminata. Tuberkulosis diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah terjadi infeksi.
Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta
frekuensi berulangnya penyebaran.

Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic spread


dengan jumlah kuman yang besar. Kuman ini akan menyebar ke seluruh tubuh, dalam
perjalannya di dalam pembuluh darah akan tersangkut di ujung kapiler, dan membentuk
tuberkel di tempat tersebut. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui cara ini akan
mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilah milier berasal dari gambaran lesi
diseminata yang menyerupai butir padi-padian/jewawut (millet seed). Secara patologik
anatomic, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm, sedangkan secara histologik
merupakan granuloma.

Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic


spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu focus perkijauan di dinding vascular pecah
dan menyebar ke seluruh tubuh, sehingga sejumlah besar kuman TB akan masuk dan beredar
di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran penyakit tipe ini tidak dapat
dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread.

TB paru kronik adalah TB pascaprimer (postprimary TB) sebagai akibat reaktivasi


kuman di dalam focus yang tidak mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi
pada anak tetapi sering pada remaja dan dewasa muda.

Manifestasi klinis

Patogenesis TB sangat kompleks sehingga manifestasi klinis TB sangat bervariasi dan


bergantung pada beberapa faktor.

Faktor yang berperan adalah

 Faktor kuman TB yang bergantung pada jumlah dan virulensi kuman


 Faktor pejamu bergantung pada usia dan kompetensi imun kerentaranan pejamu pada
awal terjadinya infeksi
 Serta interaksi antar keduanya

Gejala-Gejala Klinis
Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah banyak
pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan
yang terbanyak adalah :
a. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang panas badan dapat
mencapai 40-410C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat
timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam influenza ini, sehingga pasien
merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis
yang masuk.
b. Batuk/batuk darah
Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini
diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Karena terlibatnya bronkus pada
setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam
jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan setelah peradangan
bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul
peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa
batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakkan batuk darah pada
tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
c. Sesak napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak napas akan
ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah
bagian paru-paru.
d. Nyeri dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke
pleura sehingga menimbulkan pleuritis . terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien
menarik/melepaskan napasnya.
e. Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan
berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (berat badan turun), sakit
kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam dll. Gejala malaise ini makin lama makin berat
dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva
mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subfebris), badan kurus atau berat badan
menurun.
Pada pemeriksaan fisik pasien sering tidak menunjukkan suatu kelainan pun terutama
pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara asimtomatik. Tempat kelainan lesi
pada TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks (puncak) paru. Bila dicurigai adanya
infiltrat yang agak luas, maka di dapatkan perkusi yang redup dan auskultasi suara napas
bronchial. Akan di dapatkan juga suara napas tambahan berupa ronkhi basah, kasar, dan nyaring.
Tetapi bila infiltrate ini diliputi oleh penebalan pleura, suara napasnya menjadi vesicular
melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau
timpani dan auskultasi memberikan suara amforik.
Pada tuberkulosis yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan
retraksi otot-otot interkostal. Bagian paru yang sakit jadi menciut dan menarik isi mediastinum
atau paru lainnya. Paru yang sehat lebih menjadi hiperinflasi. Bila jaringan fibrotik menjadi
sangat luas yakni lebih dari setengah jumlah jaringan paru-paru, akan terjadi pengecilan daerah
aliran darah paru dan selanjutnya meningkatkan tekanan arteri pulmonalis (hipertensi pulmonal)
diikuti terjadinya kor pulmonal dan gagal jantung kanan. Disini akan di dapatkan tanda-tanda kor
pulmonal dengan gagal jantung kanan seperti takipnea, takikardia, sianosis, right ventricular lift,
right arterial gallop, murmur Graham-steel, bunyi P2 yang mengeras, tekanan vena jugularis
yang meningkat, hepatomegali, asites dan edema.
Bila tuberkulosis mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura. paru yang sakit terlihat
agak tertinggal dalam pernapasan. Perkusi memberikan suara pekak. Auskultasi memberikan
suara napas yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali.
Dalam penampilan klinis, TB paru sering asimtomatik dan penyakit baru dicurigai
dengan didapatnya kelainan radiologis dada pada pemeriksaan rutin atau uji tuberculin yang
positif.

Diagnosis TB paru
 Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi -
sewaktu (SPS).
 Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB
(BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak
mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan
dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan
indikasinya.
 Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja.
Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering
terjadi overdiagnosis.
 Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.
7. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemerikasaan Radiologis
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk
menemukan lesi tuberkulosis. Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru (segmen
apikal lobus atas atau segmen apikal lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah
(bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru (misalnya pada tuberkulosis
endotrakial).
Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia, gambaran
radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi
sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi
ini dikenal sebagai tuberkuloma.
Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis. Lama-lama
dinding menjadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis terlihat bayangan yang
bergaris-garis. Pada kalsifikasi bayangannya tampak sebagai bercak-bercak padat dengan
densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang luas disertai penciutan yang dapat
terjadi pada sebagian atau satu lobus atau satu bagian paru.
Gambaran tuberkulosis milier terlihat berupa bercak-bercak halus yang umumnya
tersebar merata pada seluruh lapangan paru.
Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberkulosis paru adalah penebalan
pleura (pleuritis), masa cairan dibagian bawah paru (efusi plura/empiema), bayangan hitam
radio-lusen dipinggir paru/pleura (pneumotoraks).
2. Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-kadang meragukan,
hasilnya tidak sensitif dan tidak spesifik. Pada saat tuberkulosis baru di mulai (aktif) akan
didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah
limfosit masih dibawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh,
jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun
kea rah normal lagi.
Hasil pemeriksaan darah lain juga didapatkan : 1). Anemia ringan dengan gambaran
normokrom dan normositer ; 2). Gama globulin meningkat ; 3). Kadar natrium darah menurun.
Pemeriksaan tersebut di atas nilainya juga tidak spesifik.
3. Pemeriksaan Sputum
Pemerisaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman BTA, diagnosis
tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Disamping itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan
evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Tetapi kadang tidak mudah untuk
mendapatkan sputum, terutama pada pasien yang tidak batuk ataupun pasien yang batuk non-
produktif. Dalam hal ini dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan
untuk meminum air sebanyak + 2 liter dan diajarkan untuk melakukan refleks batuk. Dapat juga
dengan memberikan tambahan obat-obatan mukolitik eks-pektoran atau dengan inhalasi larutan
garam hipertonik selama 20-30 menit. Bila masih sulit, sputum dapat diperoleh dengan cara
bronkoskopi di ambil dengan brushing atau bronchial washing atau BAL (bronco alveolar
lavage). BTA dari sputum dapat juga diperoleh dengan cara bilasan lambung. Hal ini sering
dikerjakan pada anak-anak karena mereka sulit mengeluarkan dahaknya. Sputum yang akan
diperiksa hendaknya sesegar mungkin.
Bila sputum sudah didapat, kuman BTA pun kadang-kadang sulit ditemukan bila bronkus
yang terlibat proses penyakit ini terbuka ke luar, sehingga sputum yang mengandung kuman
BTA mudah keluar. kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3
batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 mL
sputum.
Pemeriksaan sputum untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3
spesimen sputum yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-
Pagi-Sewaktu (SPS),
S (sewaktu): sputum dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali.
pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot sputum untuk mengumpulkansputum pagi
pada hari kedua.
P (Pagi): sputum dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun
tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
S (sewaktu): sputum dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan sputum
pagi.
4. Tes Tuberkulin
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis
tuberkulosis terutama pada anak-anak (balita). Biasanya dipakai tes mantoux yakni dengan
menyuntikkan 0,1 cc tuberculin P.P.D (Purified Protein Derivative) intrakutan berkekuatan 5
T.U (intermediate strength).

Penatalaksanaan

Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah
kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman
terhadap OAT.
Jenis, sifat dan dosis OAT
Tabel 1. Jenis, sifat dan dosis OAT
Dosis yang direkomendasikan
Jenis OAT Sifat (mg/kg)
Harian 3x seminggu
Bakterisid 5 10
Isoniazid (H)
(4-6) (8-12)
Bakterisid 10 10
Rifampicin (R)
(8-12) (8-12)
Bakterisid 25 35
Pyrazinamide (Z)
(20-30) (30-40)
Bakterisid 15
Streptomycin (S)
(12-18)
Bakteriostatik 15 30
Ethambutol (E)
(15-20) (20-35)

Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
 OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah
cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT
tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT)
lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
 Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung
(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat
(PMO).
 Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

Tahap awal (intensif)


 Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
 Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
 Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2
bulan.
Tahap Lanjutan
 Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama
 Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan
Paduan OAT dan peruntukannya.
a) Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
• Pasien baru TB paru BTA positif.
• Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
• Pasien TB ekstra paru
Tahap Intensif Tahap Lanjutan
Berat Badan tiap hari selama 56 hari 3 kali seminggu selama 16 minggu
RHZE (150/75/400/275) RH (150/150)
30 – 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
38 – 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55 – 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

b) Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)


Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:
• Pasien kambuh
• Pasien gagal
• Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
Tahap Lanjutan
Tahap Intensif
3 kali seminggu
tiap hari
Berat RH (150/150) +
RHZE (150/75/400/275) + S
Badan E(400)
Selama 28
Selama 56 hari selama 20 minggu
hari
30-37 kg 2 tab 4KDT 2 tab 2 tab 2KDT
+ 500 mg Streptomisin inj. 4KDT + 2 tab Etambutol
38-54 kg 3 tab 4KDT 3 tab 3 tab 2KDT
+ 750 mg Streptomisin inj. 4KDT + 3 tab Etambutol
55-70 kg 4 tab 4KDT 4 tab 4 tab 2KDT
+ 1000 mg Streptomisin 4KDT + 4 tab Etambutol
inj.
≥71 kg 5 tab 4KDT 5 tab 5 tab 2KDT
+ 1000mg Streptomisin inj. 4KDT + 5 tab Etambutol
Catatan:
• Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk
streptomisin adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.
• Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.
• Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan
aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).

c) OAT Sisipan (HRZE)


Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1
yang diberikan selama sebulan (28 hari).
Tahap Intensif tiap hari selama 28 hari
Berat Badan
RHZE (150/75/400/275)
30 – 37 kg 2 tablet 4KDT
38 – 54 kg 3 tablet 4KDT
55 – 70 kg 4 tablet 4KDT
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT

Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya kanamisin)


dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa indikasi yang jelas
karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah dari pada OAT lapis pertama. Disamping itu dapat
juga meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT lapis kedua.

Evaluasi Hasil Pengobatan

Sebaiknya pasien kontrol setiap bulan. Evaluasi hasil pengobatan dilakukan setelah 2 bulan terapi.
Evaluasi pengobatan penting karena diagnosis TB pada anak sulit dan tidak jarang terjadi salah diagnosis.
Evaluasi pengobatan dilakukan dengan beberapa cara, yaitu evaluasi klinis, evaluasi radiologis, dan
pemeriksaan LED.

Evaluasi yang terpenting adalah evaluasi klinis, yaitu menghilang atau membaiknya kelainan
klinis yang sebelumnya ada pada awal pengobatan, misalnya penambahan BB yang bermakna,
hilangnya demam, hilangnya batuk, perbaikan nafsu makan, dan lain-lain. Apabila respons
pengobatan baik, maka pengobatan dilanjutkan.

Evaluasi radiologis dalam 2-3 bulan pengobatan tidak perlu dilakukan secara rutin, kecuali
pada TB dengan kelainan radiologis yang nyata/luas seperti TB milier, efusi pleura atau
bronkopneumonia TB. Pada pasien TB milier, foto torak perlu diulang setelah 1 bulan untuk evaluasi
hasil pengobatan sedangkan pada efusi pleura TB pengulangan foto torak dilakukan setelah 2
minggu. Laju endap darah dapat digunakan sebagai sarana evaluasi bila pada awal
pengobatannya nilainya tinggi.

Apabila respons setelah 2 bulan kurang baik„ yaitu gejala masih ada dan tidak terjadi
penambahan BB, maka OAT tetap diberikan sambil dilakukan evaluasi lebih lanjut mengapa tidak ada
perbaikan. Kemungkinan yang terjadi adalah misdiagnosis, mistreatment, atau resisten terhadap
OAT. Bila awalnya pasien ditangani di sarana kesehatan terbatas, maka pasien dirujuk ke sarana
yang lebih tinggi atau ke konsultan paru anak. Evaluasi yang dilakukan meliputi evaluasi kembali
diagnosis, ketepatan dosis OAT, keteraturan menelan obat, kemungkinan adanya penyakit
penyulit/penyerta, serta evaluasi asupan gizi. Setelah pengobatan 6-12 bulan dan terdapat perbaikan
klinis, pengobatan dapat dihentikan. Foto toraks utang pada akhir pengobatan tidak perlu dilakukan
secara rutin.

Pengobatan selama 6 bulan bertujuan untuk meminimalisasi residu subpopulasi persisten M.


tuberculosis (tidak mati dengan obat-obatan) bertahan dalam tubuh, d-aan mengurangi secara
bermakna kemungkinan terjadinya relaps. Pengobatan lebih dari 6 bulan pada TB paru tanpa
komplikasi menunjukkan angka relaps yang tidak berbeda bermakna dengan pengobatan 6. bulan.
TIPE
URAIAN HASIL BTA TINDAK LANJUT
PASIEN TB
Pasien baru Negatif
Tahap lanjutan dimulai.
BTA positif
dengan Akhir tahap Dilanjutkan dengan OAT sisipan
pengobatan Intensif selama 1 bulan. Jika setelah
kategori 1 Positif
sisipan masih tetap positif, tahap
lanjutan tetap diberikan.
Sebulan Negatif OAT dilanjutkan.
sebelum Positif Gagal, ganti dengan OAT
Akhir Kategori 2 mulai dari awal.
Pengobatan
Negatif
dan
minimal satu
Akhir Sembuh.
pemeriksaan
Pengobatan
sebelumnya
(AP)
negative
Gagal, ganti dengan OAT
Positif
Kategori 2 mulai dari awal.
Berikan pengobatan tahap
Pasien baru lanjutan sampai selesai, kemudian
Negatif
BTA neg & pasien dinyatakan Pengobatan
foto toraks Lengkap.
Akhir intensif
mendukung
TB dengan Ganti dengan Kategori 2 mulai
Positif
pengobatan dari awal.
kategori 1
Teruskan pengobatan dengan
tahap lanjutan.
Negatif
Akhir Intensif
Beri Sisipan 1 bulan. Jika setelah
sisipan masih tetap positif,
Positif teruskan pengobatan tahap
Pasien BTA lanjutan. Jika ada fasilitas, rujuk
positif untuk uji kepekaan obat.
dengan Lanjutkan pengobatan hingga
Negatif
pengobatan selesai.
Sebulan
kategori 2 Pengobatan gagal, disebut kasus
sebelum Akhir
kronik, bila mungkin lakukan uji
Pengobatan Positif
kepekaan obat, bila tidak rujuk ke
unit pelayanan spesialistik.
Negatif Sembuh.
Akhir Pengobatan gagal, disebut kasus
Pengobatan kronik, jika mungkin, lakukan uji
(AP) Positif
kepekaan obat, bila tidak rujuk ke
unit pelayanan spesialistik.
Tatalaksana Pasien yang berobat tidak teratur
Tindakan pada pasien yang putus berobat kurang dari 1 bulan:
 Lacak pasien
 Diskusikan dengan pasien untuk mencari penyebab berobat tidak teratur
 Lanjutkan pengobatan sampai seluruh dosis selesai
Tindakan pada pasien yang putus berobat antara 1-2 bulan:
Tindakan-1 Tindakan-2
 Lacak pasien Bila hasil BTA Lanjutkan pengobatan sampai seluruh dosis
 Diskusikan dan negatif atau Tb extra selesai
cari masalah paru :
 Periksa 3 kali Bila satu atau lebih Lama pengobatan Lanjutkan
dahak (SPS) dan hasil BTA positif sebelumnya kurang pengobatan sampai
lanjutkan dari 5 bulan *) seluruh dosis selesai
pengobatan Lama pengobatan  Kategori-1:
sementara sebelumnya lebih mulai kategori-2
menunggu dari 5 bulan  Kategori-2:
hasilnya rujuk, mungkin
kasus kronik.
Tindakan pada pasien yang putus berobat lebih 2 bulan (Default)
 Periksa 3 kali Bila hasil BTA Pengobatan dihentikan, pasien diobservasi
dahak SPS negatif atau Tb extra bila gejalanya semakin parah perlu
 Diskusikan dan paru: dilakukan pemeriksaan kembali (SPS dan
cari masalah atau biakan)
 Hentikan Bila satu atau lebih Kategori-1 Mulai kategori-2
pengobatan hasil BTA positif
sambil
menunggu hasil Kategori-2 Rujuk, mungkin
pemeriksaan kasus kronik.
dahak.

Keterangan :
*) Tindakan pada pasien yang putus berobat antara 1-2 bulan dan lama pengobatan
sebelumnya kurang dari 5 bulan:
lanjutkan pengobatan dulu sampai seluruh dosis selesai dan 1 bulan sebelum akhir
pengobatan harus diperiksa dahak.

Pengobatan TB pada keadaan khusus


a) Kehamilan
Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan pengobatan
TB pada umumnya. Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk kehamilan, kecuali
streptomisin. Streptomisin tidak dapat dipakai pada kehamilan karena bersifat permanent
ototoxic dan dapat menembus barier placenta. Keadaan ini dapat mengakibatkan
terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan
dilahirkan. Perlu dijelaskan kepada ibu hamil bahwa keberhasilan pengobatannya sangat
penting artinya supaya proses kelahiran dapat berjalan lancar dan bayi yang akan
dilahirkan terhindar dari kemungkinan tertular TB.
b) Ibu menyusui dan bayinya
Pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak berbeda dengan pengobatan
pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. Seorang ibu menyusui yang
menderita TB harus mendapat paduan OAT secara adekuat. Pemberian OAT yang tepat
merupakan cara terbaik untuk mencegah penularan kuman TB kepada bayinya. Ibu dan
bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut dapat terus disusui.
Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada bayi tersebut sesuai dengan
berat badannya.
c) Pasien TB pengguna kontrasepsi
Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan KB, susuk
KB), sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut. Seorang pasien TB
sebaiknya mengggunakan kontrasepsi non-hormonal, atau kontrasepsi yang mengandung
estrogen dosis tinggi (50 mcg).
d) Pasien TB dengan infeksi HIV/AIDS
Tatalaksanan pengobatan TB pada pasien dengan infeksi HIV/AIDS adalah sama
seperti pasien TB lainnya. Obat TB pada pasien HIV/AIDS sama efektifnya dengan pasien
TB yang tidak disertai HIV/AIDS. Prinsip pengobatan pasien TB-HIV adalah dengan
mendahulukan pengobatan TB. Pengobatan ARV(antiretroviral) dimulai berdasarkan
stadium klinis HIV sesuai dengan standar WHO. Penggunaan suntikan Streptomisin harus
memperhatikan Prinsip-prinsip Universal Precaution (Kewaspadaan Keamanan
Universal) Pengobatan pasien TB-HIVsebaiknya diberikan secara terintegrasi dalam satu
UPK untuk menjaga kepatuhan pengobatan secara teratur. Pasien TB yang berisiko tinggi
terhadap infeksi HIV perlu dirujuk ke pelayanan VCT (Voluntary Counceling and Testing
= Konsul sukarela dengan test HIV).
e) Pasien TB dengan hepatitis akut
Pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis akut dan atau klinis ikterik, ditunda
sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan dimana pengobatan Tb
sangat diperlukan dapat diberikan streptomisin (S) dan Etambutol (E) maksimal 3 bulan
sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan Rifampisin (R) dan Isoniasid (H)
selama 6 bulan.
f) Pasien TB dengan kelainan hati kronik
Bila ada kecurigaan gangguan faal hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum
pengobatan Tb. Kalau SGOT dan SGPT meningkat lebih dari 3 kali OAT tidak diberikan
dan bila telah dalam pengobatan, harus dihentikan. Kalau peningkatannya kurang dari 3
kali, pengobatan dapat dilaksanakan atau diteruskan dengan pengawasan ketat. Pasien
dengan kelainan hati, Pirasinamid (Z) tidak boleh digunakan. Paduan OAT yang dapat
dianjurkan adalah 2RHES/6RH atau 2HES/10HE.
g) Pasien TB dengan gagal ginjal
Isoniasid (H), Rifampisin (R) dan Pirasinamid (Z) dapat di ekskresi melalui empedu
dan dapat dicerna menjadi senyawa-senyawa yang tidak toksik. OAT jenis ini dapat
diberikan dengan dosis standar pada pasien-pasien dengan gangguan ginjal. Streptomisin
dan Etambutol diekskresi melalui ginjal, oleh karena itu hindari penggunaannya pada
pasien dengan gangguan ginjal. Apabila fasilitas pemantauan faal ginjal tersedia,
Etambutol dan Streptomisin tetap dapat diberikan dengan dosis yang sesuai faal ginjal.
Paduan OAT yang paling aman untuk pasien dengan gagal ginjal adalah 2HRZ/4HR.
h) Pasien TB dengan Diabetes Melitus
Diabetes harus dikontrol. Penggunaan Rifampisin dapat mengurangi efektifitas obat
oral anti diabetes (sulfonil urea) sehingga dosis obat anti diabetes perlu ditingkatkan.
Insulin dapat digunakan untuk mengontrol gula darah, setelah selesai pengobatan TB,
dilanjutkan dengan anti diabetes oral. Pada pasien Diabetes Mellitus sering terjadi
komplikasi retinopathy diabetika, oleh karena itu hati-hati dengan pemberian etambutol,
karena dapat memperberat kelainan tersebut.
i) Pasien TB yang perlu mendapat tambahan kortikosteroid
Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan khusus yang membahayakan jiwa
pasien seperti:
• Meningitis TB
• TB milier dengan atau tanpa meningitis
• TB dengan Pleuritis eksudativa
• TB dengan Perikarditis konstriktiva.
Selama fase akut prednison diberikan dengan dosis 30-40 mg per hari, kemudian
diturunkan secara bertahap. Lama pemberian disesuaikan dengan jenis penyakit dan
kemajuan pengobatan.
j) Indikasi operasi
Pasien-pasien yang perlu mendapat tindakan operasi (reseksi paru), adalah:
 Pasien batuk darah berat yang tidak dapat diatasi dengan cara konservatif.
 Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara
konservatif.
 Pasien MDR TB dengan kelainan paru yang terlokalisir
Efek Samping Obat dan Penatalaksanaannya
Tabel berikut, menjelaskan efek samping ringan maupun berat dengan pendekatan gejala.

Efek Samping Penyebab Penatalaksanaan


Tidak ada nafsu makan, mual, sakit Semua OAT diminum malam
Rifampisin
perut sebelum tidur
Nyeri Sendi Pirasinamid Beri Aspirin
Beri vitamin B6 (piridoxin) 100mg per
Kesemutan s/d rasa terbakar di kaki INH
hari
Warna kemerahan pada air seni Tidak perlu diberi apa-apa, tapi perlu
Rifampisin
(urine) penjelasan kepada pasien.
Efek samping berat OAT

Efek Samping Penyebab Penatalaksanaan


Ikuti petunjuk penatalaksanaan
Gatal dan kemerahan kulit Semua jenis OAT
dibawah *).
Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan.
Streptomisin dihentikan, ganti
Gangguan keseimbangan Streptomisin
Etambutol.
Hentikan semua OAT sampai
Ikterus tanpa penyebab lain Hampir semua OAT
ikterus menghilang.
Bingung dan muntah-muntah Hentikan semua OAT, segera
Hampir semua OAT
(permulaan ikterus karena obat) lakukan tes fungsi hati.
Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan Etambutol.
Purpura dan renjatan (syok) Rifampisin Hentikan Rifampisin.

Penatalaksanaan pasien dengan efek samping “gatal dan kemerahan kulit”:


Jika seorang pasien dalam pengobatan OAT mulai mengeluh gatal-gatal singkirkan dulu
kemungkinan penyebab lain. Berikan dulu anti-histamin, sambil meneruskan OAT
dengan pengawasan ketat.
Gatal-gatal tersebut pada sebagian pasien hilang, namun pada sebagian pasien malahan
terjadi suatu kemerahan kulit. Bila keadaan seperti ini, hentikan semua OAT. Tunggu
sampai kemerahan kulit tersebut hilang. Jika gejala efek samping ini bertambah berat,
pasien perlu dirujuk.
Pada UPK Rujukan penanganan kasus-kasus efek samping obat dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
 Bila jenis obat penyebab efek samping itu belum diketahui, maka pemberian kembali
OAT harus dengan cara “drug challenging” dengan menggunakan obat lepas. Hal ini
dimaksudkan untuk menentukan obat mana yang merupakan penyebab dari efek samping
tersebut.
 Efek samping hepatotoksisitas bisa terjadi karena reaksi hipersensitivitas atau karena
kelebihan dosis. Untuk membedakannya, semua OAT dihentikan dulu kemudian diberi
kembali sesuai dengan prinsip dechallenge-rechalenge. Bila dalam proses rechallenge
yang dimulai dengan dosis rendah sudah timbul reaksi, berarti hepatotoksisitas karena
reakasi hipersensitivitas.
 Bila jenis obat penyebab dari reaksi efek samping itu telah diketahui, misalnya
pirasinamid atau etambutol atau streptomisin, maka pengobatan TB dapat diberikan lagi
dengan tanpa obat tersebut. Bila mungkin, ganti obat tersebut dengan obat lain. Lamanya
pengobatan mungkin perlu diperpanjang, tapi hal ini akan menurunkan risiko terjadinya
kambuh.
 Kadang-kadang, pada pasien timbul reaksi hipersensitivitas (kepekaan) terhadap
Isoniasid atau Rifampisin. Kedua obat ini merupakan jenis OAT yang paling ampuh
sehingga merupakan obat utama (paling penting) dalam pengobatan jangka pendek. Bila
pasien dengan reaksi hipersensitivitas terhadap Isoniasid atau Rifampisin tersebut HIV
negatif, mungkin dapat dilakukan desensitisasi. Namun, jangan lakukan desensitisasi
pada pasien TB dengan HIV positif sebab mempunyai risiko besar terjadi keracunan yang
berat.
Komplikasi

Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi.
Komplikasi terbagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.

 Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis, usus, Poncet’s


arthropathy.
 Komplikasi lanjut : obstruksi jalan napas, kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru,
sindroma gagal napas dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.
Daftar Pustaka

DepKes. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2. 2008.


Hadi, Sujono. Gastroenterologi. Bandung: PT. Alumni. 2002.
Price, Sylvia A dan Loreraine M. Wilson. Patofisiologi Volume I Edisi 6. JakartaL EGC. 2006
Sudoyo, Aru w, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta. PP Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2009.

Anda mungkin juga menyukai