I. Pendahuluan
Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar
rakyat, yaitu hak rakyat untuk memperoleh akses atas kebutuhan pelayanan kesehatan.
Pembangunan kesehatan juga harus dipandang sebagai suatu investasi dalam
kaitannya untuk mendukung peningkatan kualitas sumber daya manusia dan
pembangunan ekonomi, serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan
kemiskinan.
Indonesia memang telah mengalami kemajuan penting dalam meningkatkan kualitas
kesehatan penduduk. Kemajuan ini dapat dilihat melalui angka kematian bayi yang
menurun dari 46 (1997) menjadi 35 per seribu kelahiran hidup (2003). Umur harapan
hidup telah meningkat dari 65,8 tahun (1999) menjadi lebih dari 66,2 tahun (2003).
Prevalensi gizi kurang (underweight) pada anak balita, telah menurun dari 37,5 persen
(1989) menjadi 25,8 persen (2002)1. Namun demikian masih banyak masalah yang
harus dipecahkan dan tantangan baru muncul sebagai akibat perubahan sosial
ekonomi agar masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas.
Diantara banyaknya permasalahan tersebut, Penulis ingin menguraikan tentang salah
satu permasalahan pelayanan kesehatan, yakni terbatasnya tenaga kesehatan dan
distribusi yang belum merata, serta masalah rendahnya status kesehatan penduduk
miskin yang masih menjadi masalah klasik dalam pelayanan kesehatan.
II. Permasalahan
A. Terbatasnya tenaga kesehatan dan distribusi yang tidak merata
1) Data statistik jumlah tenaga kesehatan di Indonesia
2) Studi Kasus
3) Analisis penyebab masalah
Kondisi sehat yang komprehensif tidak akan tercapai apabila ketersediaan dan
distribusi SDM atau tenaga kesehatan hanya berkutat pada kawasan atau
daerah yang tergolong maju serta mengabaikan kesehatan di daerah teringgal,
terpencil, kepulauan maupun perbatasan. Kesehatan di daerah tertinggal
menjadi salah satu kebutuhan dasar masyarakat (basic need). Tetapi sejauh
mana kondisi kesehatan masyarakat tentu kita dapat melihatnya sendiri.
Permasalahan tenaga kesehatan ini masih menjadi masalah yang sangat klasik.
Hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya puskesmas yang tidak mempunyai
dokter umum maupun petugas kesehatan profesi lainnya. Akibatnya banyak
puskesmas, terutama di daerah terpencil yang hanya dilayani oleh perawat atau
tenaga kesehatan lainnya. Berbagai kajian (Bappenas, 2004; BPS dan OCR
Macro, 2003) juga menunjukkan bahwa sebagian masyarakat mempunyai
1
Peningkatan Akses Masyarakat terhadap Layanan Kesehatan yang Lebih Berkualitas diakses pada
www.bappenas.go.id/get-file-server/node/835/ pada tanggal 22 Maret 2011
persepsi bahwa tenaga kesehatan belum sepenuhnya memberikan kepuasan
bagi pasien, misalnya dokter yang dianggap kurang ramah, terbatasnya
informasi kesehatan yang diberikan kepada pasien, atau lamanya waktu
tunggu. Bahkan akhir-akhir ini sering muncul keluhan dan pengaduan
masyarakat atas dugaan terjadinya mal praktek dokter.
Menurut Penulis, distribusi yang tidak merata ini adalah akibat dari kurangnya
insentif yang diterima oleh tenaga kesehatan. Faktanya, insentif tenaga
kesehatan di daerah perkotaan yang sudah memiliki teknologi kedokteran
canggih yang dapat mempermudah mereka untuk melayani pasien justru lebih
tinggi dibandingkan insentif tenaga kesehatan yang berada di daerah pedesaan
maupun pinggiran. Sehingga tenaga kesehatan pun enggan untuk mengabdikan
diri di daerah pedesaan. Oleh karena itu, perlu diperhatikan sarana dan
prasarana yang memadai untuk wilayah-wilayah tersebut dan dibangun
infrastruktur yang memadai sehingga akses kesehatan untuk daerah tersebut
tidak tertinggal dengan daerah yang sudah maju, jalur distribusi serta
pemerataan dan pengadaan tenaga kesehatan untuk daerah-daerah tersebut
distandarisasi, serta kualitas pendidikan tenaga kesehatan ditingkatkan
kualitasnya. Untuk daerah-daerah tersebut reward yang ditawarkan harus besar
sehingga daerah tersebut memiliki daya tarik untuk membina karir tenaga
kesehatan yang menjamin masa depan kehidupan tenaga kesehatan tersebut.
Perlu adanya desentralisasi daerah untuk wewenang dari tingkat pusat ke
daerah, sehingga kinerja dari masing-masing daerah dapat dilakukakan secara
maksimal sesuai kebutuhan masing-masing daerah. Selain itu, biaya
pendidikan kesehatan yang mahal pun menjadikan minimnya tenaga kesehatan
di Indonesia.
4) Usaha Perbaikan
Sejatinya problem kekurangan dan ketidakmerataan distribusi tenaga
kesehatan ini mesti disikapi dengan program-program signifikan dari
pemerintah dalam hal ini Depkes. Masalah ini harus diawali dengan pemetaan
kebutuhan tenaga medis yakni dokter, bidan dan perawat dalam jangka
pendek, menengah dan panjang. Perencanaan waktu ini perlu dilakukan agar
target-target pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan dapat dievaluasi secara
mudah dan terpadu.
Selain jumlah kuantitas SDM yang belum memadai, masalah kesehatan yang
juga harus diselesaikan adalah masalah distribusi tenaga kesehatan yang tidak
merata. Sebagian besar tenaga kesehatan banyak terfokus di pulau Jawa dan
daerah-daerah perkotaan sehingga menyulitkan masyarakat yang berada di
daerah pedesaan dan daerah terpencil lainnya untuk mengakses layanan
kesehatan. Meski berbagai upaya telah dilakukan untuk mendorong agar
tenaga kesehatan khsususnya dokter dan bidan desa bersedia ditempat di
deaerah minim tersebut namun hingga kini masih banyak daerah di Indonesia
yang mengalami defisit SDM kesehatan ini.
Pemerintah dalam hal ini Depkes memang harus bekerja keras menyiasati
pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan terutama bagi daerah cilgaltas
(terpecil, tertinggal dan perbatasan). Upaya pemberian insentif bagi dokter,
bidan desa, perawat dan tenaga kesehatan lainnya bisa menjadi alternatif
Pemerintah untuk merangsang SDM kesehatan ini untuk bersedia ditempatkan
di daerah dacilgaltas. Besaran insentif ini tentu harus dilakukan secara
proporsional sehingga disatu sisi merangsang para tenaga kesehatan untuk siap
mengabdi, disisi lain juga ada kemampuan dana yang cukup dari pemerintah.
Selain jumlah dan distribusinya yang tidak merata, problem tenaga kesehatan
dibayangi pula masalah kualitas dan kompetensi. Peningkatan kualitas dan
kompetensi ini menjadi lebih penting saat dunia kesehatan memasuki situasi
global yang memungkinkan terjadi persaingan. Kualitas menjadi titik penting
bagi peningkatan layanan kesehatan kepada masyarakat. Tanpa kualitas
memadai sulit rasanya kita mengharapkan terjadi perubahan terhadap indeks
kesehatan masyarakat. Maka upaya untuk terus mencetak tenaga kesehatan
yang berkualitas, baik itu dokter, bidan, dan perawat harus menjadi prioritas
utama pemerintah. Uji sertifikasi, uji kompetensi, pelatihan, magang, tugas
lapangan dan lainnya bisa menjadi alat pengukur tentang seberapa jauh
kualitas dan kompetensi tenaga kesehatan.. Selain itu pengakuan terhadap
profesi tenaga kesehatan seperti perawat misalnya akan menjamin
kenyamanan dan kualitas kerja dari SDM kesehatan tersebut.