Anda di halaman 1dari 5

Konfrensi Asia Afrika yang pertama (KAA I) diadakan di kota Bandung pada tanggal 19 april

1955 dan dihadiri oleh 29 negara kawasan Asia dan Afrika. Konferensi ini menghasilkan 10 butir
hasil kesepakatan bersama yang bernama Dasasila Bandung atau Bandung Declaration.
Dengan adanya Dasa Sila Bandung mampu menghasilkan resolusi dalam persidangan PBB ke 15
tahun 1960 yaitu resolusi Deklarasi Pembenaran Kemerdekaan kepada negara-negara dan bangsa
yang terjajah yang lebih dikenal sebagai Deklarasi Dekolonisasi.
Negara-Negara Peserta yang mengikuti Konferensi Asia Africa KAA 1 di Bandung :
1. Indonesia
2. Afghanistan
3. Kamboja
4. RRC / Cina
5. Mesir
6. Ethiopia
7. India
8. Filipina
9. Birma
10. Pakistan
11. Srilanka
12. Vietnam Utara
13. Vietnam Selatan
14. Saudi Arabia
15. Yaman
16. Syiria
17. Thailand
18. Turki
19. Iran
20. Irak
21. Sudan
22. Laos
23. Libanon
24. Liberia
25. Thailand
26. Ghana
27. Nepal
28. Yordania
29. Jepang

Sepuluh (10) inti sari / isi yang terkandung dalam Bandung Declaration / Dasasila Bandung :

1. Menghormati hak-hak dasar manusia seperti yang tercantum pada Piagam PBB.
2. Menghormati kedaulatan dan integritas semua bangsa.
3. Menghormati dan menghargai perbedaan ras serta mengakui persamaan semua ras dan bangsa
di dunia.
4. Tidak ikut campur dan intervensi persoalan negara lain.
5. Menghormati hak setiap bangsa untuk mempertahankan diri baik sendiri maupun kolektif
sesuai dengan piagam pbb.
6. Tidak menggunakan peraturan dari pertahanan kolektif dalam bertindak untuk kepentingan
suatu negara besar.
7. Tidak mengancam dan melakukan tindak kekerasan terhadap integritas teritorial atau
kemerdekaan politik suatu negara.
8. Mengatasi dan menyelesaikan segala bentuk perselisihan internasional secara jalan damai
dengan persetujuan PBB.
9. Memajukan kepentingan bersama dan kerjasama.
10. Menghormati hukum dan juga kewajiban internasional.

Latar Belakang
    Berakhirnya Perang Dunia II pada bulan Agustus 1945, tidak berarti berakhir pula situasi
permusuhan di antara bangsa-bangsa di dunia dan tercipta perdamaian dan keamanan. Ternyata
di beberapa pelosok dunia, terutama di belahan bumi Asia Afrika, masih ada masalah dan
muncul masalah baru yang mengakibatkan permusuhan yang terus berlangsung, bahkan pada
tingkat perang terbuka, seperti di Jazirah Korea, Indo Cina, Palestina, Afrika Selatan, Afrika
Utara.
    
    Masalah-masalah tersebut sebagian disebabkan oleh lahirnya dua blok kekuatan yang
bertentangan secara ideologi maupun kepentingan, yaitu Blok Barat dan Blok Timur. Blok Barat
dipimpin oleh Amerika Serikat dan Blok Timur dipimpin oleh Uni Sovyet. Tiap-tiap blok
berusaha menarik negara-negara di Asia dan Afrika agar menjadi pendukung mereka. Hal ini
mengakibatkan tetap hidupnya dan bahkan tumbuhnya suasana permusuhan yang terselubung di
antara kedua blok itu dan pendukungnya. Suasana permusuhan tersebut dikenal dengan sebutan
"perang dingin".
    
    Timbulnya pergolakan dunia disebabkan pula oleh masih adanya penjajahan di bumi kita ini,
terutama di belahan Asia dan Afrika. Memang sebelum tahun 1945, pada umumnya benua Asia
dan Afrika merupakan daerah jajahan bangsa Barat dalam aneka bentuk. Tetapi sej ak tahun
1945, banyak daerah di Asia Afrika menjadi negara merdeka dan banyak pula yang masih
berjuang bagi kemerdekaan negara dan bangsa mereka seperti Aljazair, Tunisia, dan Maroko di
wilayah Afrika Utara; Vietnam di Indo Cina; dan di ujung selatan Afrika. Beberapa negara Asia
Afrika yeng telah merdeka pun masih banyak yang menghadapi masalah-masalah sisa
penjajahan seperti Indonesia tentang Irian Barat, India dan Pakistan tentang Kashmir, negara-
negara Arab tentang Palestina. Sebagian bangsa Arab-Palestina terpaksa mengungsi, karena
tanah air mereka diduduki secara paksa oleh pasukan Israel yang dibantu oleh Amerika Serikat.

 Sementara itu bangsa-bangsa di dunia, terutama bangsa-bangsa Asia Afrika, sedang dilanda
kekhawatiran akibat makin dikembangkannya pembuatan senjata nuklir yang bisa memusnahkan
umat manusia. Situasi dalam negeri dibeberapa negara Asia Afrika yang telah merdeka pun
masih terjadi konflik antar kelompok masyarakat sebagai akibat masa penjajahan (politik devide
et impera) dan perang dingin antar blok dunia tersebut.
Gerakan Non-Blok (GNB) (bahasa Inggris: Non-Aligned Movement/NAM) adalah suatu
organisasi internasional yang terdiri dari lebih dari 100 negara-negara yang tidak menganggap
dirinya beraliansi dengan atau terhadap blok kekuatan besar apapun. Tujuan dari organisasi ini,
seperti yang tercantum dalam Deklarasi Havana tahun 1979, adalah untuk menjamin
"kemerdekaan, kedaulatan, integritas teritorial, dan keamanan dari negara-negara nonblok"
dalam perjuangan mereka menentang imperialisme, kolonialisme, neo-kolonialisme, apartheid,
zionisme, rasisme dan segala bentuk agresi militer, pendudukan, dominasi, interferensi atau
hegemoni dan menentang segala bentuk blok politik.[1] Mereka merepresentasikan 55 persen
penduduk dunia dan hampir 2/3 keangotaan PBB. Negara-negara yang telah menyelenggarakan
konferensi tingkat tinggi (KTT) Non-Blok termasuk Yugoslavia, Mesir, Zambia, Aljazair, Sri
Lanka, Kuba, India, Zimbabwe, Indonesia, Kolombia, Afrika Selatan dan Malaysia.

Anggota-anggota penting di antaranya Yugoslavia, India, Mesir, Indonesia, Pakistan, Kuba,


Kolombia, Venezuela, Afrika Selatan, Iran, Malaysia, dan untuk suatu masa, Republik Rakyat
Cina. Meskipun organisasi ini dimaksudkan untuk menjadi aliansi yang dekat seperti NATO atau
Pakta Warsawa, negara-negara anggotanya tidak pernah mempunyai kedekatan yang diinginkan
dan banyak anggotanya yang akhirnya diajak beraliansi salah satu negara-negara adidaya
tersebut. Misalnya, Kuba mempunyai hubungan yang dekat dengan Uni Soviet pada masa Perang
Dingin. Atau India yang bersekutu dengan Uni Soviet untuk melawan Tiongkok selama beberapa
tahun. Lebih buruk lagi, beberapa anggota bahkan terlibat konflik dengan anggota lainnya,
seperti misalnya konflik antara India dengan Pakistan, Iran dengan Irak. Gerakan ini sempat
terpecah pada saat Uni Soviet menginvasi Afganistan pada tahun 1979. Ketika itu, seluruh
sekutu Soviet mendukung invasi sementara anggota GNB, terutama negara dengan mayoritas
muslim, tidak mungkin melakukan hal yang sama untuk Afghanistan akibat adanya perjanjian
nonintervensi.

Sejarah
Kata "Non-Blok" diperkenalkan pertama kali[rujukan?] oleh Perdana Menteri India Nehru dalam
pidatonya tahun 1954 di Colombo, Sri Lanka. Dalam pidato itu, Nehru menjelaskan lima pilar
yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk membentuk relasi Sino-India yang disebut dengan
Panchsheel (lima pengendali). Prinsip ini kemudian digunakan sebagai basis dari Gerakan Non-
Blok. Lima prinsip tersebut adalah:

1. Saling menghormati integritas teritorial dan kedaulatan.


2. Perjanjian non-agresi
3. Tidak mengintervensi urusan dalam negeri negara lain
4. Kesetaraan dan keuntungan bersama
5. Menjaga perdamaian

Gerakan Non-Blok sendiri bermula dari sebuah Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika sebuah
konferensi yang diadakan di Bandung, Indonesia, pada tahun 1955. Di sana, negara-negara yang
tidak berpihak pada blok tertentu mendeklarasikan keinginan mereka untuk tidak terlibat dalam
konfrontasi ideologi Barat-Timur. Pendiri dari gerakan ini adalah lima pemimpin dunia: Josip
Broz Tito presiden Yugoslavia, Soekarno presiden Indonesia, Gamal Abdul Nasser presiden
Mesir, Pandit Jawaharlal Nehru perdana menteri India, dan Kwame Nkrumah dari Ghana.

Gerakan ini sempat kehilangan kredibilitasnya pada akhir tahun1960-an ketika anggota-
anggotanya mulai terpecah dan bergabung bersama Blok lain, terutama Blok Timur. Muncul
pertanyaan bagaimana sebuah negara yang bersekutu dengan Uni Soviet seperti Kuba bisa
mengklaim dirinya sebagai negara nonblok. Gerakan ini kemudian terpecah sepenuhnya pada
masa invasi Soviet terhadap Afghanistan tahun 1979.

Pertemuan GNB
Normalnya, pertemuan GNB berlangsung setiap tiga tahun sekali. Negara yang pernah menjadi
tuan rumah KTT GNB di antaranya Yugoslavia, Mesir, Zambia, Aljazair, Sri Lanka, Kuba,
India, Zimbabwe, Indonesia, Kolombia, Afrika Selatan, dan Malaysia. Biasanya setelah
mengadakan konferensi, kepala negara atau kepala pemerintahan yang menjadi tuan rumah
konferensi itu akan dijadikan ketua gerakan untuk masa jabatan tiga tahun.

Pertemuan berikutnya diadakan di Kairo pada 1964. Pertemuan tersebut dihadiri 56 negara
anggota di mana anggota-anggota barunya datang dari negara-negara merdeka baru di Afrika.
Kebanyakan dari pertemuan itu digunakan untuk mendiskusikan konflik Arab-Israel dan Perang
India-Pakistan.

Pertemuan pertama GNB terjadi di Beograd pada September 1961 dan dihadiri oleh 25 anggota,
masing-masing 11 dari Asia dan Afrika bersama dengan Yugoslavia, Kuba dan Siprus.
Kelompok ini mendedikasikan dirinya untuk melawan kolonialisme, imperialisme dan neo-
kolonialisme.

Pertemuan pada tahun 1969 di Lusaka dihadiri oleh 54 negara dan merupakan salah satu yang
paling penting dengan gerakan tersebut membentuk sebuah organisasi permanen untuk
menciptakan hubungan ekonomi dan politik. Kenneth Kauda memainkan peranan yang penting
dalam even-even tersebut.

Pertemuan paling baru (ke-13) diadakan di Malaysia dari 20-25 Februari 2003. Namun, GNB
kini tampak semakin tidak mempunyai relevansi sejak berakhirnya Perang Dingin.

Prinsip dasar Non-Blok

Untuk artikel ini silakan lihat Dasasila Bandung

Non-Blok didirikan berdasarkan prinsip-prinsip dasar yang disepakati dalam Konferensi Tingkat
Tinggi Asia-Afrika yang dikenal dengan sebutan Dasasila Bandung [2] [3] [4]

Tempat dan tanggal KTT GNB

 KTT I – Belgrade, 1 September 1961 – 6 September 1961


 KTT II – Kairo, 5 Oktober 1964 – 10 Oktober 1964
 KTT III – Lusaka, 8 September 1970 – 10 September 1970
 KTT IV – Aljir, 5 September 1973 – 9 September 1973
 KTT V – Kolombo, 16 Agustus 1976 – 19 Agustus 1976
 KTT VI – Havana, 3 September 1979 – 9 September 1979
 KTT VII – New Delhi, 7 Maret 1983 – 12 Maret 1983
 KTT VIII – Harare, 1 September 1986 – 6 September 1986
 KTT IX – Belgrade, 4 September 1989 – 7 September 1989
 KTT X – Jakarta, 1 September 1992 – 7 September 1992
 KTT XI – Cartagena de Indias, 18 Oktober 1995 – 20 Oktober 1995
 KTT XII – Durban, 2 September 1998 – 3 September 1998
 KTT XIII – Kuala Lumpur, 20 Februari 2003 – 25 Februari 2003
 KTT XIV – Havana, 11 September 2006 – 16 September 2006[5]

Anda mungkin juga menyukai