Anda di halaman 1dari 8

PERTEMUAN II

PENYALURAN DAYA LISTRIK


2.1 PENDAHULUAN

Untuk menganalisis penyaluran daya listik diperlukan adanya rangkaian setara pengganti
saluran transmisi. Pembahasan di sini dibatasi hanya pada penyaluran arus bolak-balik.

Sebenarnya klasifikasi saluran menurut panjangnya adalah relatif. Klasifikasi


saluran transmisi harus didasarkan pada besar-kecilnya kapasitansi ke tanah. Jadi bila
kapasitansi kecil, dengan demikian arus bocor ke tanah kecil terhadap arus beban, maka
dalam hal ini kapasitansi ke tanah dapat diabaikan dan dinamakan saluran pendek. Tetapi
bila kapasitansi sudah mulai besar sehingga sudah tidak dapat diabaikan, tetapi belum
begitu besar sekali sehingga masih dapat dianggap seperti kapasitansi terpusat (lumped
capacitance) dan ini dinamakan saluran menengah. Bila kapasitansi itu besar sekali
sehingga tidak mungkin lagi dianggap sebagai kapasitansi terpusat dan harus dianggap
terbagi rata sepanjang saluran, maka dalam hal ini dinamakan saluran panjang.

Namun perlu diketahui pula, bahwa makin tinggi tegangan kerja, maka
kemungkinan timbulnya korona juga makin besar. Korona ini akan memperbesar
kapasitansi, dengan demikian memperbesar arus bocor. Jadi ada kalanya walaupun
panjang saluran hanya 50 km misalnya, dan bila tegangan kerja sangat tinggi (Tegangan
Ekstra Tinggi, EHV, apalagi Tegangan Ultra Tinggi UHV), maka kapasitansi relatif besar
sehingga tidak mungkin lagi diabaikan walaupun panjang saluran hanya 50 Km.

2.2 BENTUK UMUM

Saluran transmisi dapat digambarkan sebagai kotak dengan dua jepitan masuk dan dua
jepitan keluar, dan karena memenuhi persyaratan kutub empat, maka saluran transmisi
dapat dilayani sebagai kutub empat.

Suatu rangkaian listrik yang pasif, linier dan bilateral, selalu dapat direpresentasikan
sebagai kutub empat. Pasif berarti tidak ada sumber (internal voltage), linier berarti
impedansinya tidak tergantung pada besarnya arus, dan bilateral berarti impedansinya
sama dilihat dari kedua pihak atau tergantung pada arah arus.

Jadi karena saluran transmisi (termasuk transformator) memenuhi ketiga


syarat-syarat di atas, maka saluran transmisi (dan transformator) dapat direpresentasikan
sebagai kutub empat seperti dapat dilihat pada gambar 2.1.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Dr. Ir. Hamzah Hillal M.Sc ANALISA SISTEM TENAGA LISTRIK II 6
Gambar 2.1 Kutub empat

Pada gambar 2.1, A, B, C, D adalah konstanta-konstanta umum dari rangkaian itu.


Relasi tegangan dan arus untuk suatu kutub empat adalah:

VS = A VR + B IR

IS = C VR + D IR (2.1)

dan

VR = D VS - B IS

IR = -C VS + A IS (2.2)

dimana:

VS = tegangan pada ujung kirim atau ujung generator,

IS = arus pada ujung kirim atau ujung generator,

VR = tegangan pada ujung terima atau ujung beban,

IR = arus pada ujung terima atau ujung beban,

A, B, C, D = konstanta-konstanta saluran yang besarnya tergantung pada representasi


saluran seperti diberikan pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Konstanta saluran pada berbagai representasi saluran

Representasi
A B C D
Saluran
Pendek 1 Z 0 1
Menengah ZY Z 2Y Y ZY
nominal T 1+ Z+ 1+
2 4 2
Menengah ZY Z Y 2Z ZY
nominal π 1+ Y+ 1+
2 4 2
Pajang cosh γl Z k sinh γl sinh γ 1 cosh γl
Zk
dimana:

Z = impedansi seri saluran

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Dr. Ir. Hamzah Hillal M.Sc ANALISA SISTEM TENAGA LISTRIK II 7
Y = admitansi shunt saluran

Z k = impedansi karakteristik saluran = Z


Y

2.3 SIFAT-SIFAT KUTUB EMPAT

Kutub empat memunyai beberapa sifat antara lain:

a. Untuk kutub empat yang simetris diperoleh A = D,

b. Pada kutub empat beriaku relasi AD - BC = 1,

c. Pada kutub empat hubungan seri seperti pada gambar 2.2 berlaku konstanta umum
ekivalen dari penggabungan sebagai berikut:

A = A1 A2 + B2 Cl

B = A2 B1 + B2 D1

C = A1 C2 + Cl D2

D = B1 C2 + D1 D2

Gambar 2.2 Hubungan seri dua buah kutub empat

Jadi rangkaian dua kutub empat yang diseri, juga merupakan kutub empat.
Konstanta umum ekivalen dari n buah kutub empat yang dihubung seri diberikan
oleh operasi matriks di bawah ini:

 A B   An Bn   An −1 Bn−1  A B1 
C D  = C D2  C n −1 
Dn −1 
LL  1
D1 
(2.3)
   n C1

dan bila n=2, maka:

 A B   A2 B2   A1 B1   A1 A2 + B2 B1 A2 B1 + B2 D1 
C D  = C D2  C1
=
D1   A1C 2 + C1 D2 B1C 2 + D1 D2 
   2

d. Sedangkan pada kutub empat hubungan paralel seperti pada gambar 2.3 berlaku
konstanta umum ekivalen dari penggabungan sebagai berikut:

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Dr. Ir. Hamzah Hillal M.Sc ANALISA SISTEM TENAGA LISTRIK II 8
A1 B2 + A2 B1 B1 B2
A= ; B= ;
B1 + B2 B1 + B2

( A1 − A2 )( D1 − D2 ) B1 D2 + B2 D1
C = C1 + C 2 − ; D= (2.4)
B1 + B2 B1 + B2

Gambar 2.3 Hubungan paralel dua buah kutub empat

Contoh 2.1: suatu saluran transmisi fasa tiga, 370 km. Beban saluran 125 MW pada 215
kV dan faktor daya = 1,0. dengan konstanta saluran sebagai berikut: A1 = D1 = 0,8904 /
1,340 ; B1 = 186,78 / 79,460 ohm; dan C1 = 0,00113 / 90,420 mho. Tentukanlah tegangan
pada ujung beban. Pertanyaan yang sama bila saluran tersebut dikompensasi dengan
reaktor shunt pada ujung beban dengan konstanta sebagai berikut: A2 = D2 = 1; B2 = 0;
dan C2 = -j 0,000822.

Solusi:

a. Penentuan tegangan pada ujung beban sebelum kompensasi.

VR = 215 kV (L-L) = 124,13 kV (L-N)

125 x 10 3
IR = = 335,68 /00 Amp
3 x 215

VS = A1 VR + B1 IR

186,78 ∠79,46 x 335,68


= 0,8904 /1,340 x 124,13 +
1000

= 110,52 /1,340 + 62,70 /79,460 = 110,49 + j 2,58 + 11,47 + j 61,42

= 121,96 + j 64 = 137,73 / 27,690 kV (L-N)

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Dr. Ir. Hamzah Hillal M.Sc ANALISA SISTEM TENAGA LISTRIK II 9
= 238,55 / 27,690 kV (L-N)

b. Penentuan tegangan pada ujung beban setelah kompensasi. Konstanta umum dari
gabungan seri saluran dan reaktor shunt,

A = A1 A2 + B1 C2

B = A1 B2 + B1 D2

C = A2 C2 + C1 D2

D = B2 C1 + D1 D2

Jadi:

A = 0,8904 /1,340 x 1 + 186,78 /79,460 x (-j 0,000822) = 1,0411 /-10,40

B = 0,8904 /1,340 x 1 + 186,78 /79,460 x 1 = 186,78 / 79,460 ohm

C = 1 x 0,00113 / 90,420 + (-j 0,000822) (0,8904 / 1,340 ) = 0,0004 / 88,740 ohm

D = 0 x 0,00113 / 90,420 + 0,8904 / 1,340 x 1 = 0,8904 / 1,340

VR = A VR + B IR

= 1,0411 /-0,40 x 124,13 + 186,78 / 79,460 x 335,68 x 10-3

= 129,23 /-0,40 + 62,70 / 79,460 = 129,23 - j 0,90 + 11,47 + j 61,42

= 140,7 + j 60,52 = 153,16 /23,270 kV (L-N)

= 265,27 /23,270 kV (L-N)

2.4 ALIRAN DAYA PADA SALURAN TRANSMISI

Pandanglah saluran transmisi dengan konstanta umum ABCD seperti pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 Saluran transmisi dengan konstanta umum ABCD

Daya pada ujung beban:

^
S R = PR + jQ R = V R I R , (2.5)

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Dr. Ir. Hamzah Hillal M.Sc ANALISA SISTEM TENAGA LISTRIK II 10
dan dari persamaan (2.1) diperoleh:

^ ^
V A ^ VS A ^
I R = S − V R atau I R = ^ − ^ V R ,
B B B B

sehingga daya pada ujung beban dapat ditulis:

^ )
A VS V R
SR = − ^
| VR | +
2
^
(2.6)
B B
^
Karena, V R =| V R | ∠0 0 , V S =| V S | ∠δ 0 atau V S =| V S | ∠ − δ 0 , A =| A | ∠α ,

dan B =| B | ∠β , maka persamaan (2.6) menjadi:

| VS || V R | | A|
SR = ∠( β − δ ) − | V R | 2 ∠( β − α ) (2.7)
|B| |B|

Bila VS dan VR masing-masing menyatakan tegangan jala-jala dalam kV, maka


daya fasa tiga pada ujung terima adalah:

| VS || V R | | A|
PR = cos( β − δ ) − | V R | 2 cos( β − α ) MW
|B| |B|

| VS || V R | | A|
QR = sin( β − δ ) − | V R | 2 sin( β − α ) MVAr (2.8)
|B| |B|

Sedangkan persamaan daya pada ujung kirim dapat ditulis:

^ ^
D VS VR
SS = ^
| VS | +
2
^
(2.9)
B B
^
Dengan memisalkan: V S =| V S | ∠0 0 , V R =| V R | ∠ − δ atau V R =| V R | ∠δ ,

D =| D | ∠∆ , dan B =| B | ∠β , maka persamaan (2.9) menjadi:

|D| | VS || VR |
SS = | VS |2 ∠( β − ∆) + ∠( β + δ )
|B| |B|

Bila VS dan VR masing-masing menyatakan tegangan jala-jala dalam kV, maka


daya fasa tiga pada ujung kirim adalah:

| VS || VR | |D|
PS = cos( β + δ ) + | VS |2 cos( β − ∆) MW
|B| |B|

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Dr. Ir. Hamzah Hillal M.Sc ANALISA SISTEM TENAGA LISTRIK II 11
| VS || VR | |D|
QS = sin( β + δ ) + | VS |2 sin( β − ∆) MVAr (2.10)
|B| |B|

2.5 BESARAN SISTEM TENAGA LISTRIK

Di dalam menganalisis suatu rangkaian sistem tenaga listrik, digunakan besaran per
satuan untuk menggantikan besaran-besaran yang ada. Hal ini dilakukan untuk
mempermudah perhitungan. Besaran per satuan didefinisikan sebagai berikut:

Besaran yang sebenarnya


Besaran dasar dengan dimensi yang sama

Dengan demikian nilai dari besaran per satuan merupakan nilai yang telah
dinormalisasikan terhadap besaran dasar yang telah dipilih.

Terdapat 4 besaran yang sering diperhitungkan di dalam menganalisis sistem


tenaga listrik, yaitu: daya, tegangan, arus dan impedansi. Dengan memilih 2 buah
besaran secara sembarang (misalnya daya dan tegangan) sebagai besaran dasar,
secara langsung dapat diperoleh besaran-besaran dasar yang lain.

Dalam perhitungan sistem tenaga listrik, tegangan nominal saluran serta peralatan
selalu diketahui, oleh sebab itu dipilih sebagai besaran dasar. Besaran dasar yang kedua
yang biasa dipilih sebagai pedoman adalah daya (kVA).

Rumus-rumus di bawah ini memberikan hubungan untuk berbagi besaran:

kVA φ 3 dasar
Arus dasar, A = (2.11)
3 x tegangan dasar, kVLL

(tegangan dasar, kVLL / 3 ) 2 x1000


Impedansi dasar = (2.12)
kVAφ 3 /3 dasar

(tegangan dasar, kVLL ) 2 x1000


Impedansi dasar = (2.13)
kVA φ 3 dasar

Setelah besaran-besaran dasar ditentukan, maka besaran besaran itu


dinormalisasikan terhadap besaran dasar. Dengan demikian impedansi per satuan dari
rangkaian didefinisikan sebagai berikut:

Impedansi sebenarnya
Z pu = (2.14)
Impedansi dasar

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Dr. Ir. Hamzah Hillal M.Sc ANALISA SISTEM TENAGA LISTRIK II 12
Seringkali impedansi per satuan suatu komponen dalam suatu sistem dinyatakan
dalam dasar yang berbeda dari yang telah dipilih sebagai dasar untuk bagian dari suatu
sistem di mana komponen tersebut dihubungkan. Karena seluruh impedansi dalam suatu
sistem harus dinyatakan pada dasar impedansi yang sama dalam perhitungan, maka
diperlukan suatu cara untuk mengubah impedansi per satuan dari satu dasar ke dasar
yang lain sebagai berikut:

2
 kV dasar   kVA baru dasar 
Z baru − pu = Z diberikan− pu  diberikan  x   (2.15)
 kVbaru dasar   kVA diberikan dasar 

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam sistem per satuan adalah:

a. kVA dasar sama untuk keseluruhan sistem.

b. kV dasar berlainan untuk tiap bagian dari sistem dan tergantung pada perbandingan
tegangan dari transformator.

c. Nilai dasar biasanya dipilih sedemikian rupa sehingga arus nominal harganya
mendekati 1.0 p.u. untuk penyederhanaan perhitungan.

d. Bila tahanan dan reaktansi dari suatu peralatan diketahui dalam % atau p.u.,
nilai dasar yang digunakan adalah nilai nominal kVA dan kV dari peralatan
tersebut.

e. Impedansi (dalam p.u) dari transformator sama, tidak tergantung pada nilai impedansi
(dalam Ohm) apakah dinyatakan terhadap sisi tegangan rendah atau tinggi.

f. Bila impedansi dari transformator diketahui dalam p.u., kVA dasar yang digunakan
adalah nominal dari transformator tersebut dan kV dasar yang digunakan adalah kV
yang digunakan untuk memperoleh impedansi tersebut dalam Ohm.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Dr. Ir. Hamzah Hillal M.Sc ANALISA SISTEM TENAGA LISTRIK II 13

Anda mungkin juga menyukai