Evaluasi lahan adalah suatu proses penilaian sumber daya lahan untuk tujuan tertentu dengan menggunakan suatu pendekatan atau cara yang sudah teruji. Hasil evaluasi lahan akan memberikan informasi dan/atau arahan penggunaan lahan sesuai dengan keperluan. Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini (kesesuaian lahan aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan potensial). Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan berdasarkan data sifat biofisik tanah atau sumber daya lahan sebelum lahan tersebut diberikan masukanmasukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala. Data biofisik tersebut berupa karakteristik tanah dan iklim yang berhubungan dengan persyaratan tumbuh tanaman yang dievaluasi. Kesesuaian lahan potensial menggambarkan kesesuaian lahan yang akan dicapai apabila dilakukan usaha-usaha perbaikan. Lahan yang dievaluasi dapat berupa hutan konversi, lahan terlantar atau tidak produktif, atau lahan pertanian yang produktivitasnya kurang memuaskan tetapi masih memungkinkan untuk dapat ditingkatkan bila komoditasnya diganti dengan tanaman yang lebih sesuai.
b. Klasifikasi Kesesuaian Lahan
Struktur klasifikasi kesesuaian lahan menurut kerangka FAO (1976) dapat dibedakan menurut tingkatannya, yaitu tingkat Ordo, Kelas, Subkelas dan Unit. Ordo adalah keadaan kesesuaian lahan secara global. Pada tingkat ordo kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S=Suitable) dan lahan yang tidak sesuai (N=Not Suitable). Kelas adalah keadaan tingkat kesesuaian dalam tingkat ordo. Berdasarkan tingkat detail data yang tersedia pada masing-masing skala pemetaan, kelas kesesuaian lahan dibedakan menjadi: (1) Untuk pemetaan tingkat semi detail (skala 1:25.000-1:50.000) pada tingkat kelas, lahan yang tergolong ordo sesuai (S) dibedakan ke dalam tiga kelas, yaitu: lahan sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), dan sesuai marginal (S3). Sedangkan lahan yang tergolong ordo tidak sesuai (N) tidak dibedakan ke dalam kelas-kelas. (2) Untuk pemetaan tingkat tinjau (skala 1:100.000-1:250.000) pada tingkat kelas dibedakan atas Kelas sesuai (S), sesuai bersyarat (CS) dan tidak sesuai (N). Kelas S1 (Sangat sesuai) : Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor pembatas bersifat minor dan tidak akan berpengaruh terhadap produktivitas lahan secara nyata.; Kelas S2 (Cukup sesuai) : Lahan mempunyai faktor pembatas, dan factor pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan (input). Pembatas tersebut biasanya dapat diatasi oleh petani sendiri. Kelas S3 (Sesuai marginal) : Lahan mempunyai faktor pembatas yang berat, dan faktor pembatas ini akan sangat berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan yang lebih banyak daripada lahan yang tergolong S2. Untuk mengatasi factor pembatas pada S3 memerlukan modal tinggi, sehingga perlu adanya bantuan atau campur tangan (intervensi) pemerintah atau pihak swasta. Kelas N Lahan yang karena mempunyai faktor pembatas yang sangat berat dan/atau sulit diatasi. Subkelas adalah keadaan tingkatan dalam kelas kesesuaian lahan. Kelas kesesuaian lahan dibedakan menjadi subkelas berdasarkan kualitas dan karakteristik lahan (sifat-sifat tanah dan lingkungan fisik lainnya) yang menjadi faktor pembatas terberat, misal Subkelas S3rc, sesuai marginal dengan pembatas kondisi perakaran (rc=rooting condition). Unit adalah keadaan tingkatan dalam subkelas kesesuaian lahan, yang didasarkan pada sifat tambahan yang berpengaruh dalam pengelolaannya. Contoh kelas S3rc1 dan S3rc2, keduanya mempunyai kelas dan subkelas yang sama dengan faktor penghambat sama yaitu kondisi perakaran terutama factor kedalaman efektif tanah, yang dibedakan ke dalam unit 1 dan unit 2. Unit 1 kedalaman efektif sedang (50-75 cm), dan Unit 2 kedalaman efektif dangkal (<50 cm). Dalam praktek evaluasi lahan, kesesuaian lahan pada kategori unit ini jarang digunakan.
c. Pendekatan dalam evaluasi lahan
Berbagai sistem evaluasi lahan dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang berbeda seperti sistem perkalian parameter, sistem penjumlahan parameter dan sistem pencocokan (matching) antara kualitas lahan dan karakteristik lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman. Sistem evaluasi lahan yang digunakan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (dulu bernama Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat), Bogor adalah Automated Land Evaluation System atau ALES (Rossiter dan Van Wambeke, 1997). ALESnmerupakan suatu perangkat lunak yang dapat diisi dengan batasan sifat tanah yang dikehendaki tanaman dan dapat dimodifikasi sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan tentang evaluasi lahan. ALES mencocokkan antara kualitas dan sifat-sifat lahan (Land Qualities/Land Characteristics) dengan kriteria kelas kesesuaian lahan berdasarkan persyaratan tumbuh tanaman. Kriteria yang digunakan dewasa ini adalah seperti yang diuraikan dalam “Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian” (Djaenudin et al., 2003) dengan beberapa modifikasi disesuaikan dengan kondisi setempat atau referensi lainnya, dan dirancang untuk keperluan pemetaan tanah tingkat semi detil (skala peta 1:50.000). Untuk evaluasi lahan pada skala 1:100.000-1:250.000 dapat mengacu pada Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan Tingkat Tinjau (skala 1:250.000) (Puslittanak, 1997).
II. PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS
DITINJAU DARI ASPEK KESESUAIAN LAHAN
Dewasa ini sektor pertanian memegang peranan penting dalam
pelaksanaan pembangunan nasional. Untuk menunjang pertumbuhan dan stabilitas ekonomi, pembangunan sektor pertanian diarahkan untuk meningkatkan produksi pertanian dan nilai tambah, memperluas lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan sebagaian besar anggota masyarakat, yaitu petani. Namun permasalahan yang seringkali terjadi dalam pembangunan pertanian adalah masih rendahnya pendapatan petani yang disebabkan permodalan dan iptek. Pembangunan pertanian diarahkan untuk meningkatkan pendapatan, memperluas lapangan kerja dan kesempatan usaha serta mengisi dan memperluas lapangan pasar baik pasar luar negri maupun dalam negri. Produk buah-buahan ditumbuh kembangkan agar mampu mencukupi kebutuhan dalam negri termasuk agroindustri serta memenuhi kebutuhan pasar luar negri. Salah satu informasi dasar yang dibutuhkan untuk pengembangan pertanian adalah data spasial (peta) potensi sumberdaya lahan, yang memberikan informasi penting tentang distribusi, luasan, tingkat kesesuaian lahan, faktor pembatas, dan alternatif teknologi yang dapat diterapkan. Namun, pada kenyataannya data/informasi sumberdaya lahan tersebut belum tersedia secara menyeluruh pada skala yang memadai. Sampai saat ini, informasi sumberdaya lahan yang tersedia di Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat (Puslitbangtanak) untuk seluruh Indonesia hanya peta pada skala eksplorasi (1:1.000.000), sedangkan data/peta pada skala tinjau (1:250.000) baru sekitar 57% dari total wilayah Indonesia, dan peta pada skala semi detil hingga detil (1:50.000 atau lebih besar) hanya sekitar 13%. Oleh karena keterbatasan data/peta yang tersedia tersebut, maka dalam analisis potensi lahan ini digunakan data sumberdaya lahan yang tersedia untuk seluruh Indonesia, yaitu pada skala eksplorasi (1:1.000.000). Peta tersebut hanya sesuai digunakan sebagai acuan untuk perencanaan atau arahan pengembangan komoditas secara nasional. Sedangkan untuk tujuan operasional pengembangan pertanian di tingkat kabupaten/kecamatan, diperlukan data/peta sumberdaya lahan pada skala 1:50.000 atau lebih besar, yang secara bertahap perlu dibangun.
III. ZONASI PERTANIAN DAN KESESUAIAN LAHAN
KABUPATEN BANYUWANGI
Banyuwangi merupakan salah satu Kabupaten penting yang
mempunyai sumberdaya alam yang cukup besar, namun sampai saat ini potensi tersebut belum sepenuhnya memberikan kesejahteraan yang memadai bagi masyarakat, oleh karena belum digunakan secara optimal. Langkah yang perlu dilakukan sehubungan dengan pemberdayaaan masyarakat antara lain melalui revitalisasi sektor pertanian dengan menggunakan lahan sesuai daya dukungnya. Jika kegiatan pertanian dalam arti luas dilakukan sesuai dengan kemampuan lahannya maka akan membuka lapangan kerja yang dapat menyerap tenaga kerja yang banyak sehingga dapat menekan jumlah pengangguran, menghasilkan panen yang optimal, meningkatkan pendapatan petani dan anggota masyarakat lainnya, serta diharapkan dapat mengurangi bencana alam akibat penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya. Potensi sumberdaya lahan yang cukup luas, yaitu 578.200 hektar lahan, terdiri dari beragam jenis tanah dan didukung oleh kondisi iklim yang memadai untuk pengembangan pertanian dalam arti luas. Disamping itu penduduk Kabupaten sebagian besar berusaha di sektor pertanian. Namun sampai saat ini sumberdaya tersebut belum dimanfaatkan secara optimal bagi pengembangan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Agar pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya lahan lebih optimal, maka diperlukan suatu kajian wilayah yang mencakup aspek biofisik, ekonomi dan sosial untuk memperoleh wilayah pengembangan lahan potensial. Kajian yang komprehensif ini selanjutnya disusun dalam suatu Peta Zonasi Komoditas Pertanian. Dari data umum yang diperoleh menunjukkan bahwa Kabupaten Banyuwangi berpotensi tinggi untuk komoditas pangan, hortikultura, dan perkebunan. Namun data tersebut masih kasar dan dalam format tabular, untuk keperluan operasional pengembangan pertanian masih diperlukan data dan informasi maik berformat tabular dan spasial yang lebih detail. Sehubungan dengan hal tersebut, maka penyusunan peta zonasi komoditas pertanian dan neraca ketersediaan lahan untuk pertanian skala kabupaten (skala peta 1:50.000) di Kabupaten Banyuwangi secara komputerisasi perlu dilaksanakan agar pengembangan komoditas unggulan dan strategis dapat dilakukan secara terarah sesuai dengan potensi sumberdaya lahannya. Zonasi komoditas dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan perencanaan pembangunan bagi pemerintah daerah, investasi, penentuan teknologi yang tepat dalam upaya mengoptimalkan penggunaan sumberdaya lahan secara baik dan berkelanjutan dalam rangka pengembangan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Lingkup dan rencana kegiatan Penyusunan Zonasi Komoditas Pertanian dan Sistem Informasi Lahan Kabupaten Banyuwangi, meliputi: (a) identifikasi dan karakterisasi sumberdaya lahan, (b) identifikasi penggunaan lahan/vegetasi penutup (present landuse) melalui analisis citra satelit, (c) evaluasi kesesuaian lahan untuk komoditas unggulan tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan, dan (d) penyusunan peta zonasi komoditas dan ketersediaan lahan untuk komoditas unggulan tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan. Penggunaan teknologi penginderaan jauh melalui analisis data citra satelit secara manual dan digital akan dilakukan untuk mengetahui penyebaran dan luas keadaan penggunaan lahan saat ini (existing landuse) dalam rangka menentukan lahan potensial dan tersedia untuk pengembangan pertanian. Dari hasil penelitian ini dapat dikemukakan beberapa kesimpulan berdasarkan kondisi biofisik daerah, sebagai berikut: 1. Dari data umum yang diperoleh menunjukkan bahwa Kabupaten Banyuwangi berpotensi tinggi untuk komoditas pangan, hortikultura, dan perkebunan. Namun data tersebut masih kasar dan dalam format tabular, untuk keperluan operasional pengembangan pertanian masih diperlukan data dan informasi baik yang berformat tabular maupun spasial yang lebih detail. Zonasi komoditas dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan perencanaan pembangunan bagi pemerintah daerah, investor, penentuan teknologi yang tepat dalam upaya mengoptimalkan penggunaan sumberdaya lahan secara baik dan berkelanjutan dalam rangka pengembangan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat 2. Wilayah Kabupaten Banyuwangi mempunyai kondisi iklim yang bervariasi. Berdasarkan data dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) dari 33 stasiun selama 20 tahun (1981-2000), bahwa curah hujan rerata tahunan berkisar antara 926 mm/th (Stasiun Tegaldlimo) hingga 2913 mm/th (Stasiun Banyu Lor). Secara agroklimatologis, Wilayah Kabupaten Banyuwangi terbagi ke dalam 7 (tujuh) zona agroklimat (pembagian menurut Oldeman, 1975), yaitu zona A, B1, B2, C2, C3, D3, D4. 3. Hasil perhitungan luas menunjukkan bahwa wilayah Kabupaten Banyuwangi secara geomorfologi sebagian besar adalah bentuklahan Dataran (788,65 km2 atau 21,9 % luas total), Dataran aluvial (519,06 km2 atau 14,41% luas total), Perbukitan denudasional terkikis ringan (308,08 km2 atau 8,56 % luas total), Perbukitan kars berkembang baik (259,9 km2 atau 7,22 % luas total), Kaki gunungapi (245,62 km2 atau 6,82 % luas total), Lereng gunungapi (204,46 km2 atau 5,68 % luas total), Dataran kaki gunungapi (185,56 km2 atau 5,15 % luas total), Perbukitan denudasional terkikis sedang (180,51 km2 atau 5,01 % luas total), dan dataran aluvial kars (141,15 km2 atau 3,92 % luas total). 4. Penggunaan lahan secara garis besar terdiri dari hutan, sawah, lahan kering, dan penggunaan lainnya. Kawasan hutan di wilayah ini mencapai luasan 180.937 hektar, terdiri dari hutan lindung 36.570 hektar, hutan produksi 78.926 hektar dan sisaya adalah hutan konservasi. Areal persawahan di Kabupaten ini mencapai luasan 66.487 hektar yang sebagian besar terhampar dataran bagian tengah Kabupaten, terutama di Kecamatan-kecamatan Genteng, Glenmore, Srono, Cluring, Rogojampi, Gambiran, Kabat, Sempu, dan Songgon. Lahan kering di wilayah ini menempati luasan 16.215 hektar, di mana penggunaan lahannya terdiri tegalan, kebun campuran, perkebunan rakyat, perkebunan besar dan pemukinan. Perkebunan yang terdiri dari perkebunan rakyat dan perkebunan besar mempunyai luasan 82.143 hektar. Penggunaan lahan lainnya adalah berupa lahan rawa, pantai dan sarana serta prasarana umum mencapai luasan 100.730 hektar. 5. Berdasarkan hasil-hasil studi sebelumnya dan hasil verifikasi di lapangan, tanah di Kabupaten Banyuwangi menurut sistem Taksonomi Tanah terbagi menjadi 6 ordo, yaitu Alfosol, Entisol, Inseptisol, Ultisol, Mollisol, dan Oxisol. 6. Berdasarkan studi literatur dan hasil pengamatan lapangan, fisiografi Kabupaten Banyuwangi terbagi menjadi 9 wilayah, yaitu: (1) Pantai dan Marin, (2) Rawa antar Pasang Surut, (3) Dataran Aluvial, (4) Lembah Aluvial, (5) Kipas dan Lahar, (6) Teras dan Bukit lipatan, (7) Bukit lipatan, volkan, intrusi dan bukit angkutan, (8) Perbukitan, dan (9) Pegunungan. Dari sembilan wilayah fisiografi tersebut kemudian dipilah-pilah menjadi 52 satuan lahan berdasarkan bentuk lahan (landform), lereng, relief, bahan induk/lithologi dan klasifikasi tanah, tekstur lapisan atas/lapisan bawah dan curah hujan 7. Hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk komoditas unggulan pangan di Kabupaten Banyuwangi adalah sebagai berikut: Tanaman padi umumnya tergolong tidak sesuai sekitar 348.075 ha atau 59,97 % dari total luas wilayah. Sedangkan tergolong katagori sangat sesuai (S1) mencapai luasan 202.312 hektar atau 34,86 persen dari total wialayah Kabupaten. Sedangkan yang tergolong cukup sesuai hanya 1.755 hektar atau 0,30 persen dari total wilayah, dan sesuai marjinal 28.296 hektar atau 4,87 persen dari total wilayah Kesesuaian lahan untuk tanaman jagung umumnya tergolong tidak sesuai (N) , yaitu sekitar 308.388 hektar atau 53,13 persen dari total luas wilayah. Kelas sangat sesuai mecapai luasan 203.547 hektar atau 35,07 persen dari total wialayah Kabupaten. Sedangkan yang tergolong cukup sesuai (S2) hanya 1.308 hektar atau 0,23 persen dan sesuai marjinal 67.196 hektar atau 11,58 persen Kesesuaian lahan untuk tanaman kedelai sebagian besar lahan tergolong tidak sesuai (N) yakni sekitar 307.617 hektar atau 53,00 persen dari total wilayah. Sedangkan yang tergolong sesuai terdiri dari sangat sesuai (S1) mencapai luasan 203.547 hektar (35,07 persen), cukup sesuai (S2) 3.518 hektar atau 0,61 persen, dan sesuai marjinal (S3) 65.756 ha (11,33 persen) Kesesuaian lahan untuk tanaman kacang hijau sebagian besar lahan tergolong tidak sesuai (N) yakni sekitar 310.530 hektar atau 53,50 persen dari total wilayah. Sedangkan yang tergolong sesuai terdiri dari sangat sesuai (S1) mencapai luasan 203.547 hektar (35,07 persen), cukup sesuai (S2) 1.308 hektar atau 0,23 persen, dan sesuai marjinal (S3) 65.054 ha (11,21 persen) 8. Hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk komoditas unggulan hortikultura/buah-buahan di Kabupaten Banyuwangi adalah sebagai berikut: Kesesuaian lahan untuk tanaman jeruk siam di Kabuapten Banyuwangi umumnya tergolong tidak sesuai (N) , yaitu sekitar 308.176 hektar atau 53,09 persen dari total luas wilayah. Kelas sangat sesuai (S1) mecapai luasan 198.275 hektar atau 34,16 persen, cukup sesuai (S2) hanya 6.102 hektar atau 1,05 persen, dan sesuai marjinal (S3) 67.886 hektar atau 11,70 persen Kesesuaian lahan untuk tanaman manggis menunjukkan, bahwa sebagian besar lahan tergolong tidak sesuai (N) yakni sekitar 479.321 hektar atau 82,58 persen dari total wilayah. Sedangkan sangat sesuai (S1) hanya mencapai luasan 10.228 hektar (1,76 persen), cukup sesuai (S2) 12.215 hektar atau 2,10 persen, dan sesuai marjinal (S3) seluias 78.675 hektar (13,55 persen) Kesesuaian lahan untuk tanaman durian umumnya tergolong tidak sesuai (N) , yaitu sekitar 479.321 hektar atau 82,58 persen dari total luas Kabupaten Banyuwangi. Kelas sangat sesuai (S1) mecapai luasan 10.228 hektar atau 1,76 persen, cukup sesuai hanya 12.215 hektar atau 2,10 persen, dan sesuai marjinal 78.675 hektar atau 13,55 persen Kesesuaian lahan untuk tanaman mangga sebagian besar lahan tergolong tidak sesuai (N) yakni sekitar 297.296 hektar atau 51,22 persen dari total wilayah. Sedangkan yang tergolong sangat sesuai (S1) mencapai luasan 9.573 hektar (1,65 persen), cukup sesuai (S2) 202.465 hektar (34,88 persen), dan sesuai marjinal (S3) seluas 71.104 hektar (12,25 persen) Kesesuaian lahan untuk tanaman pisang umumnya tergolong tidak sesuai (N) , yaitu sekitar 296.836 hektar atau 51,14 persen dari total luas wilayah. Kelas sangat sesuai (S1) mecapai luasan 182.405 hektar atau 31,43 persen, cukup sesuai hanya 31.638 hektar atau 5,45 persen, dan sesuai marjinal 69.559 hektar atau 11,98 persen Kesesuaian lahan untuk tanaman Rambutan umumnya tergolong tidak sesuai (N) , yaitu sekitar 495.175 hektar atau 85,31 persen dari total luas Kabupaten Banyuwangi. Kelas sangat sesuai mecapai luasan 4.431 hektar atau 0,76 persen, cukup sesuai hanya 17.818 hektar atau 3,07 persen, dan sesuai marjinal 63.015 hektar atau 10,86 persen 9. Hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk komoditas unggulan perkebunan di Kabupaten Banyuwangi adalah sebagai berikut: Kesesuaian lahan untuk kelapa umumnya tergolong tidak sesuai (N) sekitar 299.330 hektar atau 51,57 persen dari total wilayah. Sedangkan yang tergolong sangat sesuai (S1) mencapai 198.275 hektar atau 34,16 persen, cukup sesuai (S2) seluas 7.132 ha atau 1,23 persen, dan sesuai marginal (S3) seluas 75.702 hektar atau 13,04 persen Kesesuaian lahan untuk tanaman tebu umumnya tergolong tidak sesuai (N), yaitu sekitar 317.652 hektar atau 54,73 persen dari total luas wilayah. Sedangkan sangat sesuai mecapai luasan 196.574 hektar atau 33,87 persen, cukup sesuai seluas 17.531 hektar atau 3,02 persen, dan sesuai marjinal 48.682 hektar atau 8,39 persen Kesesuaian lahan untuk tanaman vanili umumnya tergolong tidak sesuai (N) , yaitu sekitar 496.716 hektar atau 85,58 persen dari total luas wilayah. Kelas sangat sesuai hanya mecapai luasan 12.964 hektar atau 2,23 persen, cukup sesuai hanya 9.980 hektar atau 1,72 persen, dan sesuai marjinal 60.780 hektar atau 10,47 persen Kesesuaian lahan untuk tanaman kopi di Kabuapten Banyuwangi sebagian besar tergolong tidak sesuai (N) , yaitu sekitar 489.839 hektar atau 84,39 persen dari total luas Kabupaten Banyuwangi. Kelas sangat sesuai mecapai luasan 12.964 hektar atau 2,23 persen, cukup sesuai seluas 16.665 hektar atau 2,87 persen, dan sesuai marjinal 60.971 hektar atau 10,50 persen Kesesuaian lahan untuk tanaman cengkeh sebagian besar tergolong tidak sesuai (N) yakni sekitar 495.792 hektar atau 85,42 persen dari total wilayah. Sedangkan yang tergolong sangat sesuai (S1) seluas 10.708 hektar atau 1,84 persen, cukup sesuai (S2) seluas 12.860 hektar atau 2,22 persen, dan sesuai marginal (S3) seluas 61.079 hektar atau 10,52 persen Kesesuaian lahan untuk tanaman kakao sebagian besar lahan tergolong tidak sesuai (N) yakni sekitar 489.839 hektar atau 84,39 persen dari total wilayah Kabupaten. Sedangkan yang tergolong sangat sesuai (S1) hanya 12.964 ha (2,23 persen), cukup sesuai (S2) seluas 16.665 ha atau 2,87persen, dan sesuai marjinal (S3) 60.971 ha (10,50 persen) 10. Hasil evaluasi pewilayahan komoditas unggulan pangan, hortikultura, dan perkebunan di Kabupaten Banyuwangi adalah sebagai berikut: Wilayah Kabupaten Banyuwangi seluas 294.529 hektar atau lebih dari 50 persen masuk dalam wilayah yang tidak berpotensi untuk pengembangan komoditas pangan. Sedangkan lahan yang berpotensi untuk wilayah pengembangan komoditas pangan mencapai sekitar 49 persen dari 580.438 hektar total wilayah. Sebagian besar wilayah yang berpotensi didominasi oleh lahan lahan berpotensi tinggi untuk dikembangkan 4 komoditas unggulan pangan, yaitu mencapai luasan 202.312 hektar atau 34,86 persen dari total wilayah. Hal tersebut mengindikasikan, bahwa kabupaten Banyuwangi sangat potensial sebagai sentra pengembangan komoditas unggulan pangan, yaitu padi, jagung, kedelai dan kacang hijau. Kabupaten Banyuwangi seluas 248.310 hektar atau lebih dari 42,78 persen masuk dalam wilayah yang tidak berpotensi untuk pengembangan komoditas unggulan hortikultura. Sedangkan lahan yang berpotensi mencapai sekitar 57 persen dari 580.438 hektar total wilayah Kabupaten Banyuwangi. Sebagian besar wilayah yang berpotensi didominasi oleh lahan-lahan berpotensi sedang- tinggi untuk 3 komoditas buah-buahan, yaitu mencapai luasan 197.040 hektar atau 33,95 persen dari total wilayah. Hal tersebut mengindikasikan, bahwa perlu adanya skala prioritas pengembangan dari 6 komoditas unggulan buah-buahan yang dievaluasi. Kabupaten Banyuwangi seluas 276.236 hektar atau lebih dari 47,59 persen masuk dalam wilayah yang tidak berpotensi (TD) untuk pengembangan komoditas unggulan perkebunan. Sedangkan lahan yang berpotensi mencapai sekitar 52 persen dari 580.438 hektar total wilayah Kabupaten Banyuwangi. Sebagian besar wilayah yang berpotensi didominasi oleh lahan-lahan berpotensi untuk 2 komoditas perkebunan (E1), yaitu mencapai luasan 191.302 hektar atau 32,96 persen dari total wilayah. Wilayah lainnya pada umumnya mempunyai potensi rendah sampai sedang untuk kombinasi komoditas unggulan perkebunan. Hal tersebut mengindikasikan perlu adanya skala prioritas pengembangan dari 6 komoditas unggulan perkebunan yang dievaluasi. DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2009. Zonasi Pertanian dan Kesesuaian Lahan.
http://bappeda.banyuwangikab.go.id/studi-dan-kajian/zonasi- pertanian-dan-kesesuaian-lahan.html. Diakses: 10 Maret 2011; 20.16 WIB
Ritung S, Wahyunto, Agus F, dan Hidayat H. 2007. Panduan Evaluasi
Kesesuaian Lahan dengan Contoh Peta Arahan Penggunaan Lahan Kabupaten Aceh Barat. Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre (ICRAF), Bogor, Indonesia.