Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Setiap manusia memiliki batas-batas tertentu, begitu juga halnya mahasiswa sebagai
manusia memiliki kemampuan yang terbatas untuk menerima pembelajaran. Selain itu
banyak faktor yang mempengaruhi mahasiswa untuk menerima pembelajaran dalam
proses perkuliahan. Diantara lain faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan dalam
menerima proses pembelajaran mahasiswa adalah situasi, waktu dan kondisi. Waktu yang
tidak tepat dalam menerima materi perkuliahan akan menghambat tercapainya tujuan dari
materi perkuliahan yang disajikan oleh dosen kepada mahasiswanya, sehingga proses
perkuliahan menjadi kurang efektif.

Berdasarkan permasalahan di atas peneliti akan mencoba untuk mengkaji lebih dalam
mengenai salah satu faktor yang mempengaruhi kefektifan mahasiswa dalam menerima
proses pembelajaran khususnya mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS). Dalam
proses pembelajarannya STIS membagi waktu perkuliahan dalam 4 sesi, yaitu

Sesi 1 07.30-10.00 WIB

Sesi 2 10.15-12.45 WIB

Sesi 3 13.00-15.30 WIB

Sesi 4 15.45-18.15 WIB

Dalam setiap sesi tersebut setiap mahasiswa memiliki respon yang berbeda-beda
dalam menerima pembelajaran baik mahasiswa ataupun mahasiswi STIS. Peneliti sering
kali melihat respon mahasiswa STIS dalam mengikuti setiap sesi perkulihan tidak
seantusias mahasiswi. Hal ini dapat dilihat dari sering terlambatnya mahasiswa
dibandingkan mahasiswi, sering tertidurnya mahasiswa dibandingkan mahasiswi dalam
proses perkuliahan, mahasiswi sering kali mangacuhkan dosen saat menyampaikan materi
perkuliahan .

Oleh karena itu peneliti ingin melihat apakah terdapat perbedaan respon antara
mahasiswa dan mahasiswi terhadap proses perkuliahan yang berlangsung berdasarkan
pembagian sesi yang ditetapkan oleh STIS. Peneliti ingin melihat sesi yang paling tepat
bagi mahasiswa maupun mahasiswi STIS dalam proses perkuliahan sehingga materi
1
perkuliahan dapat diserap oleh mahasiawa maupun mahasiswi STIS dengan maksimal
dan proses perkuliahan dapat berjalan seefektif mungkin.

1.2 Tujuan

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui sesi perkuliahan yang paling tepat
bagi mahasiswa maupun mahasiswi STIS dalam menerima materi perkuliahan sehingga
proses perkuliahan dapat berjalan dengan efektif. Peneliti mengukur tingkat keefektifan
proses perkuliahan mahasiswa STIS melalui pembagian sesi pada dua kelompok gender.

1.3 Perumusan Masalah

1. Apakah tingkat keefektifan perkuliahan bagi mahasiawi STIS lebih besar


dibandingkan Mahasiswa STIS pada sesi satu?

2. Apakah tingkat keefektifan perkuliahan bagi mahasiswi STIS tidak sama dengan
mahasiswa STIS pada sesi dua?

3. Apakah tingkat keefektifan Perkuliahan bagi mahasiswi STIS tidak sama dengan
mahasiswa STIS pada sesi tiga?

4. Apakah tingkat keefektifan perkuliahan bagi mahasiswi STIS lebih besar


dibandingkan mahasiswa STIS pada sesi empat?

2
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Pengertian Gender

Kekaburan makna atas istilah gender ini telah mengakibatkan perjuangan gender
menghadapi banyak perlawanan yang tidak saja datang dari kaum laki-laki yang merasa
terancam “hegemoni kekuasaannya” tapi juga datang dari kaum perempuan sendiri yang
tidak paham akan apa yang sesungguhnya dipermasalahkan oleh perjuangan gender itu.
Berikut ini beberapa pengertian gender yang didapat dari berbagai sumber.
• Gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan permepuan apabila
dilihat dari nilai dan tingkah laku
• Gender adalah suatu konsep cultural, berusaha membuat perbedaan dalam hal
peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan
perempuan yang berkembang dalam masyarakat.
• Menurur Hilary M. Lips. Gender merupakan harapan-harapan budaya
terhadapa laki-laki dan perempuan. Misalnya : perempuan dikenal dengan lemah
lembut, cantik, emosional, dan keibuan. Sementaara laki-laki dianggap kuat,
rasional, jantan, dan perkasa. Ciri-ciri dari sifat itu merupakan sifat yang dapat
dipertukarkan, misalnya ada laki-laki yang lemah lembut, ada perempuan yang
kuat, rasional dan perkasa. Perubahan cirri dari sifat-sifat terbeut dapat terjadi
dari waktu kewaktu dan dari tempat ketempat yang lain.
Oleh karena gender merupakan suatu istilah yang dikonstruksi secara sosial dan
kultural untuk jangka waktu yang lama, yang disosialisasikan secara turun-temurun

3
maka pengertian yang baku tentang konsep gender ini pun belum ada sampai saat ini,
sebab pembedaan laki-laki dan perempuan berlandaskan hubungan gender dimaknai
secara berbeda dari satu tempat ke tempat lain, dari satu budaya ke budaya lain dan dari
waktu ke waktu. Meskipun demikian upaya untuk mendefinisikan konsep gender tetap
dilakukan dan salah satu definisi gender telah dikemukakan oleh Joan Scoot, seorang
sejarahwan, sebagai “a constitutive element of social relationships based on perceived
differences between the sexes, and…a primary way of signifying relationships of
power.” (1986:1067)

2.1.2 Pengertian Belajar


Belajar merupakan istilah yang tidak asing lagi dalam kehidupan manusia sehari-
hari. Karena telah sangat dikenal sekali mengenai belajar, seakan-akan orang telah
mengetahui dengan sendirinya apakah yang dimaksud dengan belajar. Namun jika
ditanyakan kepada diri kita sendiri, maka akan muncul sebuah pertanyaan apakah yang
dimaksud dengan belajar itu?
Banyak muncul berbagai definisi mengenai belajar.
Berikut ini pendapat para ahli psikologi dalam memandang Belajar:
1. Skinner (1958) memberikan definisi belajar “Learning is a process progressive
behavior adaptation”. Dari definisi tersebut dapat dikemukakan bahwa belajar
itu merupakan suatu proses adaptasi perilaku yang bersifat progresif. Ini berarti
bahwa belajar akan mengarah pada keadaan yang lebih baik dari keadaan
sebelumnya. Disamping itu belajar juga memebutuhkan proses yang berarti
belajar membutuhkan waktu untuk mencapai suatu hasil.
2. McGeoch (1956) memberikan definisi belajar “learning is a change in
performance as a result of practice. Ini berarti bahwa belajar membawa
perubahan dalam performance, yang disebabkan oleh proses latihan.
3. Kimble memberikan definisi belajar “Learning is a relative permanent change in
behavioral potentiality occur as a result of reinforced practice. Dalam definisi
tersebut terlihat adanya sesuatu hal baru yaitu perubahan yang bersifat
permanen, yang disebabkan oleh reinforcement practice.
4. Horgen (1984) memberikan definisi mengenai belajar “learning can be defined
as any relatively, permanent change in behavior which occurs as a result of

4
practice or experience” suatu hal yang muncul dalam definisi ini adalah bahwa
perilaku sebagai akibat belajar itu disebabkan karena latihan atau pengalaman.

Bertitik tolak dari hal tersebut diatas dapat dikemukakan beberapa hal mengenai
belajar
sebagai berikut:
• Belajar merupakan suatu proses yang mengakibatkan adanya perubahan perilaku
(change in behavior or performance). Setelah belajar individu akan mengalami
perubahan dalam perilakunya. Perilaku dalam arti luas dapat overt behavior atau covert
behavior. Karena itu perubahan itu daoat dalam segi kognitif, afektif, dan dalam segi
psikomotor.
• Perubahan perilaku itu dapat actual, yaitu yang menampak, tetapi juga dapat
bersifat potensial, yang tidak menampak pada saat itu, tetapi akan nampak di lain
kesempatan.
• Perubahan yang disebabkan karena belajar itu bersifat relative permanen, yang
berarti perubahan itu akan bertahan dalam waktu yang relative lama, tetapi di pihak lain
perubahan tersebut tidak akan menetap terus menerus, hingga suatu waktu hal tersebut
dapat berubah lagi sebagai akibat belajar.
• Perubahan perilaku baik yang bersifat aktual maupun potensial

2.1.3 Pengaruh waktu terhadap proses perkuliahan


Otak manusia dapat bekerja dengan maksimal menurut jadwal waktu tertentu.
Pembelajaran seharusnya diakukan pada saat energy seseorang berada pada level yang
tinggi. Ada saat-saat level energi tinggi dan rendah selama waktu perkuliahan.
Misalnya, kebanyakan mahasiswa energinya rendah saat pagi hari dan lebih tinggi
setelah makan siang. Dosen harusnya mengambil kesempatan saat level energi sedang
tinggi untuk mengajar materi yang lebih penting di saat tersebut.
Pada umumnya mahasiswa sedikit bermasalah dengan jadwal perkuliahan di pagi
hari. Lain halnya dengan para mahasiswi, justru mereka lebih merasa refresh untuk
mulai aktivitas perkuliahan di pagi hari. Apabila jadwal perkuliahan itu pagi hari, ada
beberapa mahasiswa yang terkadang tertidur di kelas. Sebenarnya hal itu juga tidak
hanya terjadi pada saat jadwal perkuliahan pagi hari, terkadang pada saat perkuliahan
siang hari juga masih ada mahasiswa yang mengantuk di kelas.

5
Ada beberapa penyebab mahasiswa maupun mahasiswi merasa mengantuk atau
tertidur di kelas saat perkuliahan berlangsung, diantaranya:
1. Duduk Diam dalam Waktu yang Lama
Duduk diam di bangku kuliah mengakibatkan peredaran darah melambat, apalagi
kalau kuliahnya 2 atau 3 sesi memang sangat potensial menyebabkan kantuk. Kantuk
jenis ini timbul karena peredaran darah ke otak lambat sehingga supply oksigen sedikit.
Olah raga adalah solusi jangka panjang dan terbaik penyebab ini. Semakin rajin berolah
raga peredaran darahnya semakin lancar dan sebaliknya.
2. Kecapekan
Bergadang mengerjakan tugas yang menumpuk mengakibatkan kurang tidur malam,
apalagi antara pukul 22.00 sampai 02.00 mengakibatkan tubuh gagal membentuk sel
darah merah dan vitamin C dengan cukup. Oleh karena itu, kita bantu dengan suplemen
agar kebutuhan tubuh tetap tercukupi.
3. Begadang dan kurang tidur
Orang dewasa butuh 7-8 jam untuk tidur cukup. Bila seseorang kurang tidur dan
begadang maka akan mengakibatkan tubuh cepat lelah dan gampang tertidur. Terkadang
seseorang begadang karena susah tidur. Kebiasaan minum-minuman kafein, tidur di
depan TV, tidur dengan cahaya terang juga memicu seseorang semakin susah tidur
malam.

2.1.4 Perbedaan Otak Laki-Laki dan Otak Perempuan


Membuat perbedaan antara anak laki-laki dan perempuan menurut struktur dan
fungsi otaknya bukan berarti mengklasifikasikan mereka dari sudut jender semata.
Tetapi, menyadarkan tentang perbedaan alami keduanya untuk memudahkan mencari
formula yang tepat memberikan pelajaran dan pengajaran pada laki-laki dan perempuan.
"Itu karena aliran darah ke dalam otak anak laki-laki bukan saja lebih sedikit, tetapi
juga didesain tersegmentasi"
-- Michael Gurian
Berdasarkan pengamatannya terhadap beberapa rahasia di balik otak anak
perempuan, Michael Gurian menyimpulkan, bahwa sangat bisa dimengerti jika anak
perempuan lebih cakap dalam urusan membaca dan menulis. Differently!: A Guide for
Teachers and Parents, menuturkan bahwa perbedaan struktur otak antara anak laki-laki
dan perempuan sangat berperan besar memengaruhi pola belajar dan kerja otak mereka

6
masing-masing. Namun begitu, sebetulnya perbedaan itu tidak berlaku secata mutlak
pada semua kasus dan tidak ada yang buruk dari semua perbedaan itu.
Seperti halnya otak anak perempuan, otak anak laki-laki pun punya misteri karena
area korteksnya lebih banyak dimanfaatkan sebagai fungsi spesial mekanis, anak laki-
laki akan lebih suka menggerakkan obyek, mulai dari bola, mainan, atau bahkan tangan
dan kakinya sendiri. Otak pada anak laki-laki tidak hanya memiliki lebih sedikit
serotonin, melainkan juga oxytocin atau zat pengikat Zat inilah yang menyebabkan anak
laki-laki bersikap lebih impulsif, yang jelas-jelas berlawanan dengan sikap perempuan,
yang bisa duduk tenang curhat pada sahabatnya. (Michael Gurian)
Seorang anak perempuan tampil lebih baik dalam tugas ganda atau multitasking
dan yang bersifat bertransisi. Sebaliknya, anak laki-laki tidak, karena otak mereka
dibentuk untuk melakukan pembaharuan dan reorientasi setelah sebelumnya harus
melewati tahap istirahat (rest). "Inilah perbedaan nyata yang mudah sekali terlihat. Hal
itu karena aliran darah ke dalam otak anak laki-laki bukan saja lebih sedikit, tetapi juga
didesain tersegmentasi," (Gurian). Tidak heran anak laki-laki mudah sekali mengantuk.
Pada anak perempuan, tahap pembaharuan tidak perlu harus melewati istirahat,
sehingga mereka jarang sekali mengantuk.
Otak anak laki-laki cenderung lebih cocok mengenali simbol, bentuk-bentuk
abstraksi, diagram, gambar dan obyek bergerak ketimbang kata-kata yang monoton.
Bagi seorang anak laki-laki, metode ceramah akan diartikannya sebagai waktu istirahat.
Misteri-misteri yang ada di balik rahasia otak anak laki-laki tersebut akan menyebabkan
mereka:
1. lebih unggul dalam Matematika dan Fisika, terutama ketika subyek itu diajarkan
secara abstrak di depan kelas
2. lebih tertarik pada permainan-permainan (games) ketimbang perempuan
3. mudah terlibat masalah karena sifatnya yang impulsif
4. mudah atau cepat bosan
5. tidak mampu menjadi pendengar yang baik
6. tidak telaten memenuhi tugas
7. kurang cocok belajar secara verbal yang selama ini kerap terjadi di kelas-kelas
(sekolah) konvensional yang lebih mengedepankan pola belajar satu arah
Michael Guriaan dalam bukunya What Could He Be Thinking? How a Man’s Mind
Really Works menjelaskan, perbedaan antara otak laki-laki dan perempuan terletak pada

7
ukuran bagian-bagian otak, bagaimana bagian itu berhubungan serta cara kerjanya.
Perbedaan mendasar antarkedua jenis kelamin itu adalah:
1. Perbedaan spasial
Pada laki-laki otak cenderung berkembang dan memiliki spasial yang lebih kompleks
seperti kemampuan perancangan mekanis, pengukuran penentuan arah abstraksi, dan
manipulasi benda-benda fisik. Tak heran jika laki-laki suka sekali mengutak-atik
kendaraan.

2. Perbedaan verbal
Daerah korteks otak pria lebih banyak tersedot untuk melakukan fungsi-fungsi
spasial dan cenderung memberi porsi sedikit pada daerah korteksnya untuk memproduksi
dan menggunakan kata-kata. Kumpulan saraf yang menghubungkan otak kiri-kanan atau
corpus collosum otak laki-laki lebih kecil seperempat ketimbang otak perempuan. Bila
otak pria hanya menggunakan belahan otak kanan, otak perempuan bisa memaksimalkan
keduanya. Itulah mengapa perempuan lebih banyak bicara ketimbang pria. Dalam sebuah
penelitian disebutkan, perempuan menggunakan sekitar 20.000 kata per hari, sementara
pria hanya 7.000 kata!
3. Perbedaan bahan kimia
Otak perempuan lebih banyak mengandung serotonin yang membuatnya bersikap
tenang. Tak aneh jika wanita lebih kalem ketika menanggapi ancaman yang melibatkan
fisik, sedangkan laki-laki lebih cepat naik pitam. Selain itu, otak perempuan juga
memiliki oksitosin, yaitu zat yang mengikat manusia dengan manusia lain atau dengan
benda lebih banyak. Dua hal inimempengaruhi kecenderungan biologis otak pria untuk
tidak bertindak lebih dahulu ketimbang bicara. Ini berbeda dengan perempuan.
4. Memori lebih kecil
Pusat memori (hippocampus) pada otak perempuan lebih besar ketimbang pada otak
pria. Ini bisa menjawab pertanyaan kenapa bila laki-laki mudah lupa, sementara wanita
bisa mengingat segala detail.

2.1.5 Memaksimalkan Kerja Otak


Kecerdasan otak merupakan harapan, keinginan dan kebutuhan semua orang. Otak
yang cerdas pada dasarnya sangat ditunjang oleh kemampuan seseorang dalam

8
memaksimalkan kerja otak itu sendiri, sehingga otak mampu menyerap berbagai
informasi yang diterima untuk disimpan di memori otak. Dengan memaksimalkan kerja
otak, berarti kita memaksimalkan kapasitas otak kita. Kapasitas dan kinerja otak kita
sebenarnya lebih dahsyat dari tata surya. Berdasarkan penelitian, seumur hidup manusia
hanya sekitar 20% kapasitas otak yang digunakan, 80% lainnya belum diketahui. Ini
menguatkan indikasi keterkaitan antara kepikunan dengan optimalisasi otak kita. Melihat
kemampuan dan kapasitas otak yang luar biasa, wajar saja kalau ada pernyataan bahwa
tidak ada manusia yang bodoh. Kebodohan merupakan hal yang terimplikasi oleh
kemalasan. Artinya, orang yang merasa tidak cerdas, sebenarnya bukan bodoh, melainkan
kurang memaksimalkan kinerja dan kemampuan otaknya.
Bila kita telaah, optimasi otak berkaitan dengan kerusakan sel-sel otak dan
penurunan fungsi otak yang disebabkan oleh pola hidup kita sendiri. Misalnya kita
jarang atau bahkan mengabaikan hal-hal yang sebenarnya akan memperkuat daya ingat
kita seperti belajar, menghafal sesuatu, atau meningkatkan frekuensi membaca dan
menulis, serta kegiatan yang bersifat mensinergikan gerak tubuh dengan fungsi otak
seperti menari, memainkan alat musik atau kegiatan hobi yang sebenarnya
menyenangkan otak kita, sehingga kondisi senang ini dapat memaksimalkan kerja otak
kita.
Kemampuan otak manusia akan optimal jika fungsi kerja saraf-saraf otak terhubung
dengan baik. Bergerak, bersuara, berpikir dan beristirahat merupakan bentuk aktivitas
yang dapat memaksimalkan kerja otak, sekaligus akan menormalkan fungsi kerja otak.
Artinya, pola hidup seimbang dan teratur merupakan perilaku yang dapat menjaga otak
kita. Sinergi antara gerak tubuh dengan otak, memperbaiki gaya hidup, serta mengelola
emosi merupakan cara memperlakukan otak dengan baik. Hal ini dapat menjaga optimasi
otak dan memperbaiki kerusakan sel-sel otak yang menyebabkan kepikunan. Banyak
kebiasaan-kebiasaan buruk kita yang ternyata memperlemah kerja otak. Kita sering kali
memaksa otak untuk bekerja secara optimal tanpa memperhatikan bahwa otak akan
mampu bekerja dengan maksimal apabila ada kerja sama yang baik antara otak dengan
system tubuh lainnya.
Olahraga penting untuk menjaga kebugaran tubuh dan mengaktifkan fungsi-fungsi
organ tubuh. Jika koordinasi antarorgan tubuh terjalin dengan baik, maka asupan nutrisi
juga lancar, sehingga tidak hanya tubuh yang fit, tetapi juga otak yang “cling”. Saat ini
dikembangkan kegiatan olahraga yang berfungsi mengaktifkan fungsi kerja otak agar

9
tergindar dari kepikunan. Istilahnya GLO (Gerak Latih Otak) atau biasa disebut senam
otak. Inti dari senam otak ini ialah meredakan ketegangan, peregangan saraf dan otot,
pengaturan nafas, serta pemusatan konsentrai. Kita juga dapat melakukan olahraga ringan
seperti jogging, dan catur. Sebagaimana diungkapkan Ahli Geriatri dari Montefiore
Medical Center, Dr Gary Kennedy bahwa mengerjakan teka-teki silang, bermain catur
atau belajar bahasa bisa bermanfaat untuk meningkatkan fungsi kerja otak, sehingga
terhindar dari demensia dan Alzheimer.
Banyak hal yang dilupakan seorang mahasiswa dalam menyerap materi perkuliahan.
Sering kali kita memaksa otak kita untuk bekerja tanpa memberikan energy kepada tubuh
kita terlebih dahulu. Sarapan merupakan energi untuk aktivitas kita. Dengan sarapan,
berarti kita memiliki cadangan energi agar tetap fit dalam beraktivitas. Kenyatannya,
banyak orang menyepelekan sarapan. Padahal, tidak mengkonsumsi makanan di pagi hari
menyebabkan turunnya kadar gula dalam darah. Hal ini berakibat pada kurangnya
masukan nutrisi pada otak yang akhirnya berakhir pada kemunduran otak. Karena itu
pula, di bulan puasa kita dianjurkan untuk bersantap sahur. Tujuannya, agar ada cadangan
energi untuk melakukan aktivitas selama seharian berpuasa. Nutrisi otak tidak hanya
belajar dan menghapal, tapi juga makanan yang akan mentimulasi saraf-saraf kerja otak
agar bekerja secara maksimal. Selain sarapan, mengkonsumsi makanan penambah daya
ingat seperti minum teh juga sangat membantu asupan nutrisi otak.
Tidak jarang dijumpai mahasiswa tertidur dikelas saat jam kuliah sedang
berlangsung. Perkuliahan menjadi tidak optimal, saat tertidur dikelas mahasiswa tentu
saja tidak memperhatikan materiperkuliahan yang disampaikan oleh dosen mereka.
Akibatanya, tujuan yang ingin dicapai dosen dalam perkuliahan tidak tercapai dengan
optimal. Sehingga banyak mahasiswa yang gagal dalam mata kuliah tersebut. Hal ini
disebabkan karena otak yang sudah kelelahan sehingga tidak mampu lagi untuk
menampung materi-materi perkuliahan yang disampaikan oleh dosen. Perlu istirahat yang
cukup agar otak dapat bekerja kembali dengan maksimal. Tidur dan istirahat yang cukup
sangat diperlukan untuk mengembalikan kinerja otak. Tidur tidak sekedar
mengistirahatkan tubuh, tetapi juga mengistirahatkan otak, khususnya serebral korteks.
Serebral korteks ini adalah bagian otak terpenting atau fungsi mental tertinggi, yang
digunakan untuk mengingat, memvisualisasikan dan membayangkan, serta menilai dan
memberikan alasan sesuatu. Bila kita sering melalaikan tidur akan membuat sel-sel otak
banyak yang mati kelelahan. Memaksakan otak bekerja keras tanpa istirahat sama dengan

10
membunuh banyak sel-sel otak kita. Menurut penelitian, 24 jam saja kita tidak tidur,
maka akan muncul gejala gangguan mental serius, seperti cepat marah, kehilangan
memori, berhalusinasi dan berilusi. Ini merupakan reaksi dari kelelahan otak yang
disebabkan pula lelahnya otot atau fisik kita karena tidak tidur. Jika sudah begini,
jangankan memaksimalkan kerja otak, mengontrol emosi pun akan lebih sulit.
Turunnya kreatifitas generasi-generasi muda sekarang ini disebabkan karena
mahasiswa sebagai generasi muda disuguhkan dengan hal-hal yang dapat mempermudah
segala kegiatannya sehingga mahasiswa cenderung malas berfikir. Tanpa disadari
berpikir mampu meningkatkan kerja otak. Berpikir adalah cara terbaik untuk melatih
kerja otak. Kurang berpikir justru membuat otak menyusut dan akhirnya tidak berfungsi
maksimal. Kontinyuitas berpikir yang baik terjadi ketika kita tetap belajar.
Berbicara didalam kelas saat jam kuliah berlangsung sering kali dilakukan oleh
mahasiswa saat materi perkuliahan yang disampaikan dinilai membosankan. Hal ni tentu
mengakibatkan mahasiswa tersebut tidak mengerti apa yang disampaikan oleh dosen
mereka. Namun bila dinilai dari segi positif berbicara juga mampu meningkatkan kerja
otak. Ngobrol, bercerita, curhat atau melakukan percakapan ternyata memiliki efek
positif pada otak. Percakapan intelektual biasanya membawa efek bagus pada kerja otak
yang dipicu oleh proses berpikir yang baik. Sharing masalah dengan orang yang tepat
juga bisa menstimulasi otak kita untuk berpikir solutif dan terkontrol karena masukan
yang tepat akan membuat wawasan berpikir kita semakin kaya. Dengan banyak
menerima informasi yang berbeda, memori otak juga semakin terlatih, menyimpan dan
menyalurkan informasi tersebut dengan terarah. Otak juga bisa jenuh kalau hanya
terkurung dalam kebisuan dan menerima informasi yang monoton. Memanfaatkan
kemampuan bicara kita untuk menerima dan menyampaikan hal yang bermanfaat baik
untuk otak dan hubungan sosial kita. Mengikuti kegiatan sosial juga dapat menjadi sarana
untuk melakukan pembicaraan dan kegiatan yang bermanfaat, sehingga keuntungan
sosialisasi didapat, otak pun tidak cepat rusak.

2.2 Kerangka Pikir

Penulis melakukan penelitian mengenai tingkat keefektifan mahasiswa STIS dalam


proses perkuliahan. Penulis menggunakan beberapa variabel, seperti tingkat keefektifan
perkuliahan berdasarkan sesi dan alasan keefektifan sesi pada saat perkuliahan. Adapun
kerangka berpikir dalam penelitian sebagai berikut.
11
Sesi Perkuliahan

Gender Tingkat keefektifan

Alasan
efektivitas

Penulis menganggap bahwa peranan gender mempengaruhi tingkat keefektifan


mahasiswa STIS dalam proses perkuliahan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya
kecenderungan respons dari mahasiswa yang lebih rendah dari mahasiswi berdasarkan
pada pembagian sesi perkuliahan.

12
BAB 3

METODOLOGI

3.1 Metode Pengumpulan Data

3.1.1 Sumber Data

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik dengan menggunakan


metode survey. Metode survey adalah metode penelitian yang mengambil sampel dari
suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data pokok.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh melalui
observasi terhadap responden melalui kuesioner. Data primer merupakan hasil dari
kuesionair atau angket yang diisi secara langsung oleh responden (self enumeration).
Kuesioner/angket pada dasarnya merupakan sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi
oleh orang yang diukur ( responden ), sehingga dapat diketahui tentang keadaan/data diri,
pengalaman, pengetahuan sikap atau pendapat, dan lain-lain. Diharapkan dari observasi
tersebut dapat tercakup semua informasi tentang responden yang ingin diketahui dalam
penelitian. Pengumpulan data dilaksanakan pada tanggal 16-18 Juni 2010 terhadap
mahasiswa dan mahasiswi Sekolah Tinggi Ilmu Statistik yang menjadi sampel dari
penelitian yang dilaksanakan.

3.1.2 Populasi dan Sampel

Populasi adalah kumpulan dari seluruh elemen sejenis namun dapat dibedakan satu
sama lain dimana perbedaan yang ada disebabkan oleh adanya nilai karakteristik yang
berlainan. Dalam penelitian ini populasinya adalah mahasiswa dan mahasiswi STIS
tingkat 2. Peneliti mengambil populasinya hanya tingkat 2 STIS dikarenakan oleh
beberapa pertimbangan. Pertimbangan- pertimbangan tersebut misalnya penyesuaian
13
terhadap tujuan penelitian. Dengan tujuan ingin meneliti tingkat keefektifan perkuliahan
sesuai sesi di kampus STIS berdasarkan jenis kelamin. Oleh karena itu, peneliti hanya
memasukkan mahasiswa STIS tingkat 2 agar memudahkan peneliti dengan pertimbangan
bahwa tingkat 1dan tingkat 3 sedang menghadapi ujian akhir semester (UAS) dan tingkat
4 sedang disibukkan dengan kegiatan skripsi.

Dalam penelitian ini, peneliti membagi mahasiswa STIS tingkat 1 dan 2 menjadi 2
populasi independen berdasarkan jenis kelamin. Hal ini disesuaikan dengan tujuan
diadakannya penelitian ini yakni ingin mengetahui tingkat keefektifan perkuliahan sesuai
sesi yang ditetapkan di kampus STIS yang digolongkan berdasarkan jenis kelamin.
Peneliti menentukan populasi 1 adalah populasi mahasiswa STIS tingkat 2, sedangkan
populasi 2 adalah populasi mahasiswi STIS tingkat 2.

Sampel adalah bagian dari populasi yang ingin diteliti, yang ciri-ciri dan
keberadaannya diharapkan dapat mewakili atau menggambarkan ciri-ciri dan keberadaan
populasi yang sebenarnya. Pencacahan dilaksanakan dengan pendekatan kelas, dimana
kelas merupakan sampling unit dan respondennya adalah mahasiswa atau mahasiswi
STIS tingkat 2 yang terpilih sebagai sampel.

3.2 Metode Penarikan Sampel

Metode penarikan sampel yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode
probability sampling yaitu stratified random sampling. Statified random sampling adalah
suatu metode dimana populasi yang berukuran N dibagi menjadi subpopulasi-subpopulasi
yang masing-masing terdiri atas N1, N2,..., NL elemen dan subpopulasi-subpopulasi
tersebut tidak boleh tumpang tindih sehingga N1+N2+...+NL=N. Sehingga dalam survey
ini terdapat 2 strata yaitu mahasiswa dan mahasiswi STIS. Peneliti menggunakan teknik
pengumpulan data stratified random sampling dengan alasan agar sampel yang
dipergunakan dapat mewakili (representative) terhadap populasinya.

Pada populasi seluruh mahasiswa tingkat 2 dibagi-bagi menjadi subpopulasi-


subpopulasi yang masing masing terdiri atas N1 dan N2 unit sampling. Di dalam
penelitian ini hanya menggunakan 2 strata yaitu mahasiswa tingkat 2 sebagai strata 1 dan
mahasiswi tingkat 2 sebagai strata 2. Di antara dua subpopulasi tidak boleh ada yang
tumpang tindih, sehingga N1+ N2=N. Setiap N1 dan N2 dipilih sampel sebanyak n1 dan n2
14
dengan menggunakan metode systematic random sampling. Penarikan sampel secara
sistematik akan mempermudah penarikan sampel dengan hanya menggunakan satu angka
random sedangkan angka random berikutnya akan mengikuti dengan menghitung
intervalnya. Interval sampel didapat dengan rumus berikut:

I=

Dimana:

Nh : Jumlah kelas di strata ke-h

nh : Jumlah kelas yang terpilih sampel di strata ke-h

Penarikan sampel dilakukan dengan cara sistematik linear. Langkah- langkah


penarikan sampel secara sistematik linear adalah sebagai berikut:

Hitung interval sesuai dengan rumus diatas. Tentukan satu angka random( dalam tabel

angka random) pertama R1 yang lebih kecil atau sama dengan interval(R1 I). Angka

random selanjutnya adalah:

R 2 = R1 + I

R3 = R1 + 2I

Rk = R1 + (k-1)I

Rn = R1 + (n-1)I

Setelah terpilih sebanyak nh kelas yang terpilih sebagai sampel pada penarikan
sampel. Pada penarikan tahap ini peneliti menetapkan banyaknya sampel pada penarikan
sampel ini sebanyak 80 sampel dengan 40 sampel untuk mahasiswa dan 40 sampel untuk
mahasiswi STIS tingkat 2.

3.3 Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan pada dasarnya terdiri atas dua bagian, yaitu analisis
deskriptif dan analisis inferensia.

15
Pada tahap awal dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Analisis deskriptif
adalah teknik analisis yang digunakan untuk menggambarkan keadaan suatu hal secara
umum dan bertujuan untuk mempermudah penafsiran atau penjelasan, di antaranya
melalui analisis tabel (tabulasi silang). Tabulasi silang adalah metode analisis yang
sederhana tetapi memiliki daya menerangkan yang cukup kuat untuk menjelaskan
hubungan antar peubah. Analisis deskriptif memberikan gambaran frekuensi tingkat
keefektifan sesi perkuliahan yang berlangsung di kampus STIS berdasarkan jenis
kelamin.

Analisis inferensia merupakan analisis yang menggunakan statistik inferensia yang


berkaitan dengan pengambilan keputusan dari data yang telah dicatat dan diringkas. Pada
dasarnya, kegiatan inferensia adalah kegiatan yang menggambarkan ciri sebuah populasi
berdasarkan data sampel, sehingga apa yang telah disimpulkan pada data sampel akan
dianggap berlaku pada populasi secara keseluruhan. Analisis inferensia yang digunakan
pada penelitian ini adalah uji wilcoxon.

Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan bantuan program aplikasi statistik
Social Package for Social Science (SPSS).

3.4 Metode Nonparametrik

Uji Wilcoxon

Uji wilcoxon bertujuan untuk menguji apakah dua sampel yang berpasangan memiliki
median (nilai tengah) yang sama atau tidak. Uji ini juga dapat digunakan untuk menguji
apakah nilai tengah dua sampel tersebut sama dengan nilai median tertentu.

Uji wilcoxon dikemukakan oleh Frank Wilcoxon (1892-1965) dalam sebuah


papernya. Kemudian uji wilcoxon lebih dipopulerkan lagi oleh Siegel tahun 1956. Uji
wilcoxon ini merupakan penyempurnaan dari uji tanda (sign test) dengan memperlihatkan
arah perbedaan serta memperlihatkan pula besar relatif dari perbedaan tersebut.

Tahapan analisis Uji Wilcoxon adalah :

 Tentukan selisih nilai pasangan yaitu D = X1 – X2.

 Untuk nilai yang sama (D=0) maka data dihilangkan.


16
 Selisih D dirangking tanpa memperhatikan tanda positif atau negatifnya. Untuk
nilai D yang sama maka rangkingnya adalah rata-ratanya.

 Berikan tanda negatif/positif pada nilai D sesuai tanda selisih di awal.

 Jumlahkan rangking dari selisih negatif/positif.

 Pengujian dilakukan dengan menggunakan statistik T.

 n adalah jumlah selisih yang tidak nol.

Sampel Kecil (n ≤ 25)

 Gunakan tabel nilai kritis T uji Rangking Bertanda Wilcoxon.

 Statistik T dihitung dengan menjumlahkan rangking bertanda positif atau


negatif yang menghasilkan jumlah paling sedikit.

 Kaidah uji ini : Tolak H0 jika T ≤ Tα

Sampel Besar (n >25)

♥ Dapat didekati dengan distribusi Z, dimana :

n( n +1)
E (T ) =
4

n(n +1)( 2n +1)


σ 2 (T ) =
24

17
♥ Statistik uji Z :

T − E (T )
z=
σT

18
BAB 4

PEMBAHASAN

4.1 Analisis Deskriptif

Berdasarkan pengamatan peneliti bahwa perkuliahan pada sesi 4 bagi mahasiswi


memiliki keefektifan yang lebih besar daripada mahasiswa di kampus STIS ini, sedangkan
perkuliahan pada sesi 1, 2 dan 3 memiliki keefektifan yaang sama besar bagi mahasiswa
maupun mahasiswi di kampus STIS ini. Setelah dilakukan penelitian mulai dari pengumpulan
data melalui kuesioner, pengolahan data, serta analisis, maka dapat disajikan hasil analisis
sebagai berikut.

Distribusi data sampel dari tingkat keefektifan perkuliahan sesi 1 mahasiswa STIS
berdasarkan jenis kelamin dapat ditunjukkan pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Tingkat Keefektifan Perkuliahan Sesi 1 Mahasiswa


STIS Tingkat 2 Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin
Keefektifan Perkuliahan Total
Perempuan Laki-laki
Sangat efektif 11 15 26
Efektif 21 14 35
Kurang efektif 8 10 18
Tidak efektif 0 1 1
Total 40 40 80

19
Sumber : Data observasi

Berdasarkan data sampel diatas terlihat bahwa mahasiswi dan mahasiswa dominan
untuk memilih sesi 1 sebagai jadwal perkuliahan yang efektif, yakni sebanyak 35 orang.
Namun, jumlah yang dominan untuk keefektifan sesi 1 tersebut terdapat pada mahasiswi
daripada mahasiswa, yakni sebanyak 21 orang. Untuk mahasiswa yang memilih tingkat tidak
efektif bagi perkuliahan sesi 1 hanya satu orang, sedangkan mahasiswi tidak ada yang
memilih tingkat tersebut. Oleh karena itu terlihat bahwa jadwal perkuliahan sesi 1 itu lebih
efektif bagi para mahasiswi dibandingkan mahasiswa STIS.

Grafik tingkat keefektifan perkuliahan sesi 1 mahasiswa STIS berdasarkan jenis


kelamin dapat dilihat pada grafik di bawah ini.

20
Grafik 1. Tingkat Keefektifan Perkuliahan Sesi 1 Mahasiswa
STIS Berdasarkan Jenis Kelamin

25

20

15
perempuan

10 laki-laki

0
sangat efektif efektif kurang efektif tidak efektif

Sumber : Data Observasi

Dari grafik diatas dapat terlihat bahwa jumlah yang paling dominan untuk
perkuliahan sesi 1 terletak pada tingkat efektif dimana jumlah mahasiswi yang lebih besar
daripada mahasiswa. Pada grafik tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa data
distribusi dari tingkat keefektifan perkuliahan pada sesi 1 bagi mahasiswa/mahasiswi STIS
tingkat 2 tidak berdistribusi normal. Sehingga untuk analisis lebih lanjut (analisis inferensia)
peneliti menggunakan metode nonparametrik.

Analisis deskriptif lebih lanjut dapat dilihat pada output SPSS berikut ini.

Output SPSS
Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Variance


Perempuan 40 2 4 3.08 .694 .481
Laki_laki 40 1 4 3.08 .859 .738
Valid N (listwise) 40

Dari output tersebut dapat terlihat bahwa nilai minimum mahasiswi yang memilih
tingkat keefektifan perkuliahan sesi 1 terletak pada kode 2, dimana kode tersebut
menandakan perkuliahan yang kurang efektif, sedangkan nilai maksimum terletak pada kode
4, dimana kode tersebut menandakan perkuliahan yang efektif. Sedangkan nilai minimum
21
mahasiswa yang memilih tingkat keefektifan perkuliahan sesi 1 terletak pada kode 1, dimana
kode tersebut menandakan perkuliahan yang tidak efektif, sedangkan nilai maksimum
terletak pada kode 4, dimana kode tersebut menandakan perkuliahan yang efektif. Rata-rata
tingkat keefektifan perkuliahan yang dipilih oleh mahasiswa maupun mahasiswi, yakni
sebesar 3,08 atau terletak pada kode 3, dimana kode tersebut menandakan bahwa perkuliahan
yang berlangsung pada sesi 1 adalah efektif.

Distribusi data sampel dari tingkat keefektifan perkuliahan sesi 2 mahasiswa STIS
berdasarkan jenis kelamin dapat ditunjukkan pada tabel di bawah ini.

Tabel 2. Tingkat Keefektifan Perkuliahan Sesi 2 Mahasiswa


STIS Tingkat 2 Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin
Keefektifan Perkuliahan Total
Perempuan Laki-laki
Sangat efektif 15 7 22
Efektif 22 31 53
Kurang efektif 2 2 4
Tidak efektif 1 0 1
Total 40 40 80
Sumber : Data Observasi

Berdasarkan data sampel diatas terlihat bahwa mahasiswi dan mahasiswa dominan
untuk memilih sesi 2 sebagai jadwal perkuliahan yang efektif, yakni sebanyak 53 orang.
Namun, jumlah yang dominan untuk keefektifan sesi 2 tersebut terdapat pada mahasiswa
daripada mahasiswi, yakni sebanyak 31 orang. Untuk mahasiswi yang memilih tingkat tidak
efektif bagi perkuliahan sesi 2 hanya satu orang, sedangkan bagi mahasiswa tidak ada yang
memilih tingkat tersebut. Oleh karena itu terlihat bahwa jadwal perkuliahan sesi 2 itu sama
efektifnya bagi mahasiswa maupun mahasiswi STIS.

22
Grafik tingkat keefektifan perkuliahan sesi 2 mahasiswa STIS berdasarkan jenis
kelamin dapat dilihat pada grafik di bawah ini.

Grafik 2. Tingkat Keefektifan Perkuliahan Sesi 2


Mahasiswa STIS Berdasarkan Jenis Kelamin
35

30

25
perempuan
20

15 laki-laki

10

0
sangatefektif efektif kurangefektif tidakefektif

Sumber : Data Observasi

Dari grafik diatas dapat terlihat bahwa jumlah yang paling dominan untuk perkuliahan
sesi 2 terletak pada tingkat efektif dimana jumlah mahasiswa yang lebih besar daripada
mahasiswi. Pada grafik tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa data distribusi dari
tingkat keefektifan perkuliahan pada sesi 2 bagi mahasiswa/mahasiswi STIS tingkat 2 tidak
berdistribusi normal. Sehingga untuk analisis lebih lanjut (analisis inferensia) peneliti
menggunakan metode nonparametrik.

Analisis deskriptif lebih lanjut dapat dilihat pada output SPSS berikut ini.

Output SPSS

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Variance


Perempuan 40 1 4 3.28 .679 .461
Laki_Laki 40 2 4 3.13 .463 .215
Valid N (listwise) 40

23
Dari output tersebut dapat terlihat bahwa nilai minimum mahasiswi yang memilih
tingkat keefektifan perkuliahan sesi 2 terletak pada kode 1, dimana kode tersebut
menandakan perkuliahan yang tidak efektif, sedangkan nilai maksimum terletak pada kode 4,
dimana kode tersebut menandakan perkuliahan yang efektif. Sedangkan nilai minimum
mahasiswa yang memilih tingkat keefektifan perkuliahan sesi 2 terletak pada kode 2, dimana
kode tersebut menandakan perkuliahan yang kurang efektif, sedangkan nilai maksimum
terletak pada kode 4, dimana kode tersebut menandakan perkuliahan yang efektif. Rata-rata
tingkat keefektifan perkuliahan yang dipilih oleh mahasiswa dan mahasiswi, yakni sebesar
3,13 dan 3,28 atau terletak pada kode 3, dimana kode tersebut menandakan bahwa
perkuliahan yang berlangsung pada sesi 2 adalah efektif.

Distribusi data sampel dari tingkat keefektifan perkuliahan sesi 3 mahasiswa STIS
berdasarkan jenis kelamin dapat ditunjukkan pada tabel di bawah ini.

Tabel 3. Tingkat Keefektifan Perkuliahan Sesi 3 Mahasiswa


STIS Tingkat 2 Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin
Keefektifan Perkuliahan Total
Perempuan Laki-laki
Sangat efektif 1 2 3
Efektif 11 10 21
Kurang efektif 23 24 47
Tidak efektif 5 4 9
Total 40 40 80
Sumber : Data Observasi

Berdasarkan data sampel diatas terlihat bahwa mahasiswi dan mahasiswa dominan
untuk memilih sesi 3 sebagai jadwal perkuliahan yang kurang efektif, yakni sebanyak 47
orang. Namun, jumlah yang dominan untuk perkuliahan sesi 3 yang kurang efektif tersebut
terdapat pada mahasiswa daripada mahasiswi, yakni sebanyak 24 orang. Untuk mahasiswi
yang memilih tingkat tidak efektif bagi perkuliahan sesi 3 ada lima orang, sedangkan bagi
mahasiswa ada empat orang yang memilih tingkat tersebut. Oleh karena itu terlihat bahwa
jadwal perkuliahan sesi 3 itu kurang efektif baik bagi mahasiswa maupun mahasiswi STIS.

24
Grafik tingkat keefektifan perkuliahan sesi 3 mahasiswa STIS berdasarkan jenis
kelamin dapat dilihat pada grafik di bawah ini.

Grafik 3. Tingkat KeefektifanPerkuliahanSesi 3


Mahasiswa STIS BerdasarkanJenis Kelamin
25

20

15
perempuan
laki-laki
10

0
sangatefektif efektif kurangefektif tidakefektif

Sumber : Data observasi

Dari grafik diatas dapat terlihat bahwa jumlah yang paling dominan untuk perkuliahan
sesi 3 terletak pada tingkat kurang efektif dimana jumlah mahasiswa maupun mahasiswi
hampir sama besar. Pada grafik tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa data distribusi
dari tingkat keefektifan perkuliahan pada sesi 3 bagi mahasiswa/mahasiswi STIS tingkat 2
tidak berdistribusi normal. Sehingga untuk analisis lebih lanjut (analisis inferensia) peneliti
menggunakan metode nonparametrik.

Analisis deskriptif lebih lanjut dapat dilihat pada output SPSS berikut ini.

25
Output SPSS

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Variance


Perempuan 40 1 4 2.20 .687 .472
Laki_Laki 40 1 4 2.25 .707 .500
Valid N (listwise) 40

Dari output tersebut dapat terlihat bahwa nilai minimum mahasiswi dan juga
mahasiswa yang memilih tingkat keefektifan perkuliahan sesi 3 terletak pada kode 1, dimana
kode tersebut menandakan perkuliahan yang tidak efektif, sedangkan nilai maksimum
terletak pada kode 4, dimana kode tersebut menandakan perkuliahan yang efektif. Rata-rata
tingkat keefektifan perkuliahan yang dipilih oleh mahasiswa dan mahasiswi, yakni sebesar
2,25 dan 2,20 atau terletak pada kode 2, dimana kode tersebut menandakan bahwa
perkuliahan yang berlangsung pada sesi 3 adalah kurang efektif.

Distribusi data sampel dari tingkat keefektifan perkuliahan sesi 4 mahasiswa STIS
berdasarkan jenis kelamin dapat ditunjukkan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4. Tingkat Keefektifan Perkuliahan Sesi 4 Mahasiswa


STIS Tingkat 2 Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin
Keefektifan Perkuliahan Total
Perempuan Laki-laki
Sangat efektif 1 2 3
Efektif 4 9 13
Kurang efektif 16 14 30
Tidak efektif 19 15 34
Total 40 40 80
Sumber : Data observasi

Berdasarkan data sampel diatas terlihat bahwa mahasiswi dan mahasiswa dominan
untuk memilih sesi 4 sebagai jadwal perkuliahan yang tidak efektif, yakni sebanyak 34 orang.
Namun, jumlah yang dominan untuk perkuliahan sesi 4 yang tidak efektif tersebut terdapat
pada mahasiswi daripada mahasiswa, yakni sebanyak 19 orang. Untuk mahasiswi yang
memilih tingkat efektif bagi perkuliahan sesi 4 ada empat orang, sedangkan bagi mahasiswa

26
ada 9 orang yang memilih tingkat tersebut. Oleh karena itu terlihat bahwa jadwal perkuliahan
sesi 4 itu tidak efektif baik bagi mahasiswa maupun mahasiswi STIS.

Grafik tingkat keefektifan perkuliahan sesi 4 mahasiswa STIS berdasarkan jenis


kelamin dapat dilihat pada grafik di bawah ini.

Grafik 4. Tingkat Keefektifan Perkuliahan Sesi 4 Mahasiswa


STIS Berdasarkan Jenis Kelamin

20
18
16
14
12
perempuan
10
laki-laki
8
6
4
2
0
sangat efektif efektif kurang efektif tidak efektif

Sumber : Data observasi

Dari grafik diatas dapat terlihat bahwa jumlah yang paling dominan untuk perkuliahan
sesi 4 terletak pada tingkat tidak efektif dimana jumlah mahasiswi lebih besar daripada
mahasiswa. Pada grafik tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa data distribusi dari
tingkat keefektifan perkuliahan pada sesi 4 bagi mahasiswa/mahasiswi STIS tingkat 2 tidak
berdistribusi normal. Sehingga untuk analisis lebih lanjut (analisis inferensia) peneliti
menggunakan metode nonparametrik.

Analisis deskriptif lebih lanjut dapat dilihat pada output SPSS berikut ini.

Output SPSS

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Variance


Perempuan 40 1 4 1.68 .764 .584
Laki_Laki 40 1 4 1.95 .904 .818
Valid N (listwise) 40

27
Dari output tersebut dapat terlihat bahwa nilai minimum mahasiswi dan juga
mahasiswa yang memilih tingkat keefektifan perkuliahan sesi 3 terletak pada kode 1, dimana
kode tersebut menandakan perkuliahan yang tidak efektif, sedangkan nilai maksimum
terletak pada kode 4, dimana kode tersebut menandakan perkuliahan yang efektif. Rata-rata
tingkat keefektifan perkuliahan yang dipilih oleh mahasiswa dan mahasiswi, yakni sebesar
1,68 dan 1,95 atau terletak pada kode 1 dan 2, dimana kode tersebut menandakan bahwa
perkuliahan yang berlangsung pada sesi 4 adalah kurang efektif dan tidak efektif.

4.2 Analisis Inferensia

Uji Wilcoxon

A. Pengujian Keefektifan Perkuliahan Pada Sesi 1

Hipotesa

H0 : Tingkat keefektifan perkuliahan mahasiswi STIS sama dengan mahasiswa STIS


pada sesi 1

H1 : Tingkat keefektifan perkuliahan mahasiswi STIS lebih tinggi dibandingkan


mahasiswa STIS pada sesi 1

( Untuk Sampel Besar n > 25 )

Tingkat signifikansi=10% (α=10%)

Statistik Uji :
T − E (T )
z=
σT

Wilayah kritik : Tolak H0 jika nilai z > zα atau p-value ≤ α dengan α = 10%

Perhitungan :

Tabel 1. Hasil Penelitian Berdasarkan Sesi 1


No urut Perempuan Laki-laki Selisih Rank
1 3 3 0 -
2 3 4 -1 -12
3 2 2 0 -
4 4 3 1 12
5 3 3 0 -
28
6 3 3 0 -
7 3 4 -1 -12
8 3 4 -1 -12
9 3 2 1 12
10 4 4 0 -
11 3 4 -1 -12
12 4 1 3 27
13 3 2 1 12
14 3 4 -1 -12
15 2 3 -1 -12
16 3 4 -1 -12
17 3 4 -1 -12
18 4 3 1 12
19 3 4 -1 -12
20 2 3 -1 -12
21 3 3 0 -
22 2 2 0 -
23 3 4 -1 -12
24 3 4 -1 -12
25 3 3 0 -
26 2 3 -1 -12
27 3 3 0 -
28 4 2 2 25
29 4 4 0 -
30 2 3 -1 -12
31 4 4 0 -
32 3 2 1 12
33 4 2 2 25
34 2 3 -1 -12
35 4 2 2 25
36 2 2 0 -
37 4 3 1 12
38 3 4 -1 -12
39 3 2 1 12
40 4 4 0 -

n= 27

T(+)= 186

T(-)= 192

n( n +1) 27 ( 28 )
E (T ) = = = 189
4 4

29
n( n + 1)( 2n + 1) 27 (28 )( 55 )
σ 2 (T ) = = = 1732 ,5
24 24

σ = 41 ,6233

T − E (T ) 186 −189
z= = = −0,0721
σT 41,6233

zα = 1,28

Keputusan : Terima H0 karena z < zα dengan α = 10% yakni -0,0721 < 1,28

Kesimpulan : Dengan tingkat kepercayaan 90% diperoleh bahwa tingkat keefektifan


perkuliahan mahasiswi STIS sama dengan mahasiswa STIS pada sesi 1.

Hasil perhitungan dengan SPSS sebagai berikut.

Wilcoxon Signed Ranks Test

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Laki_laki - Perempuan Negative Ranks 11a 16.91 186.00

Positive Ranks 16b 12.00 192.00

Ties 13c

Total 40

a. Laki_laki < Perempuan

b. Laki_laki > Perempuan

c. Laki_laki = Perempuan

30
Test Statisticsb,c

Laki_laki -
Perempuan

Z -.078a

Asymp. Sig. (2-tailed) .938

Monte Carlo Sig. (2-tailed) Sig. 1.000

90% Confidence Interval Lower Bound 1.000

Upper Bound 1.000

Monte Carlo Sig. (1-tailed) 90% Confidence Interval Lower Bound .492

Upper Bound .508

Sig. .500

a. Based on negative ranks.

b. Wilcoxon Signed Ranks Test

c. Based on 10000 sampled tables with starting seed 2000000.

Dari hasil output SPSS terlihat bahwa nilai asympthotic signifikansi untuk uji satu
arah diperoleh sebesar 0,469 yang diperoleh dengan membagi dua pada asympthotic
signifikansi dua arah. Nilai asympthotic satu arah tersebut lebih dari nilai alpha yakni sebesar
0,1 (p-value > 0,1), sehingga diperoleh kesimpulan yang sama dengan perhitungan manual
yakni terima H0.

B. Pengujian Keefektifan Perkuliahan Pada Sesi 2

Hipotesa

H0 : Tingkat keefektifan perkuliahan mahasiswi STIS sama dengan mahasiswa STIS


pada sesi 2

H1 : Tingkat keefektifan perkuliahan mahasiswi STIS tidak sama dengan mahasiswa


STIS pada sesi 2

( Untuk Sampel Kecil n ≤ 25 )

Tingkat signifikansi=10% (α=10%)

Statistik Uji : Gunakan table G( pada Sidney Siegel)

Wilayah Kritik: Tobs ≤ Tabel G

31
Perhitungan:

Tabel.2 Hasil Penelitian Berdasarkan Sesi 2


No urut Perempuan Laki-laki Selisih Rank
1 4 3 1 9.5
2 3 3 0 -
3 3 3 0 -
4 3 3 0 -
5 3 3 0 -
6 4 3 1 9.5
7 3 3 0 -
8 4 3 1 9.5
9 4 3 1 9.5
10 4 3 1 9.5
11 3 3 0 -
12 4 3 1 9.5
13 4 3 1 9.5
14 4 3 1 9.5
15 1 3 -2 -20
16 4 3 1 9.5
17 4 4 0 -
18 4 3 1 9.5
19 4 4 0 -
20 3 3 0 -
21 3 3 0 -
22 3 3 0 -
23 4 3 1 9.5
24 3 3 0 -
25 4 3 1 9.5
26 3 3 0 -
27 3 3 0 -
28 3 4 -1 -9.5
29 3 3 0 -
30 3 4 -1 -9.5
31 3 3 0 -
32 4 2 2 20
33 3 3 0 -
34 3 3 0 -
35 2 3 -1 -9,5
36 3 4 -1 -9,5
37 3 2 1 9.5
38 3 3 0 -
39 2 4 -2 -20
40 3 4 -1 -9.5

32
n=21

T(+)= 143,5

T(-)= 87,5

Ttabel=59

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Laki_Laki - Perempuan Negative Ranks 14a 10.25 143.50

Positive Ranks 7b 12.50 87.50

Ties 19c

Total 40

a. Laki_Laki < Perempuan

b. Laki_Laki > Perempuan

c. Laki_Laki = Perempuan
Keputusan: Tidak tolak H0 karena Tobs > Ttabel

Kesimpulan : Dengan tingkat kepercayaan 90% diperoleh bahwa tingkat keefektifan


perkuliahan mahasiswi STIS sama dengan mahasiswa STIS pada sesi 2.

Hasil perhitungan dengan SPSS sebagai berikut.

Wilcoxon Signed Ranks Test

33
Test Statisticsb,c

Laki_Laki -
Perempuan

Z -1.054a

Asymp. Sig. (2-tailed) .292

Monte Carlo Sig. (2-tailed) Sig. .372

90% Confidence Interval Lower Bound .364

Upper Bound .380

Monte Carlo Sig. (1-tailed) 90% Confidence Interval Lower Bound .178

Upper Bound .191

Sig. .184

a. Based on positive ranks.

b. Wilcoxon Signed Ranks Test

c. Based on 10000 sampled tables with starting seed 299883525.

Dari hasil output SPSS terlihat bahwa nilai asympthotic signifikansi untuk uji dua
arah diperoleh sebesar 0,292. Nilai asympthotic signifikansi tersebut lebih dari alpha 0,1 (p-
value > 0,1), sehingga diperoleh kesimpulan yang sama dengan perhitungan manual yakni
terima H0.

C. Pengujian Keefektifan Perkuliahan Pada Sesi 3

Hipotesa

H0 : Tingkat keefektifan perkuliahan mahasiswi STIS sama dengan mahasiswa STIS


pada sesi 3

H1 : Tingkat keefektifan perkuliahan mahasiswi STIS tidak sama dengan mahasiswa


STIS pada sesi 3

( Untuk Sampel Kecil n ≤ 25 )

Tingkat signifiknsi=10% (α=10%)

Statistik Uji : Gunakan tabel G( pada Sidney Siegel)


34
Wilayah Kritik: Tobs ≤ Tabel G

Perhitungan:

Tabel 3. Hasil Penelitian Berdasarkan Sesi 3


No urut Perempuan Laki-laki Selisih Rank
1 2 2 0 -
2 1 2 -1 -9.5
3 2 2 0 -
4 2 3 -1 -9.5
5 1 1 0 -
6 2 2 0 -
7 2 2 0 -
8 3 2 1 9.5
9 2 2 0 -
10 3 2 1 9.5
11 2 1 1 9.5
12 3 3 0 -
13 2 3 -1 -9.5
14 2 2 0 -
15 4 3 1 9.5
16 2 2 0 -
17 2 3 -1 -9.5
18 1 2 -1 -9.5
19 3 3 0 -
20 2 2 0 -
21 2 2 0 -
22 1 2 -1 -9.5
23 2 2 0 -
24 2 2 0 -
25 3 1 2 19.5
26 3 2 1 9.5
27 2 2 0 -
28 2 2 0 -
29 2 2 0 -
30 2 3 -1 -9.5
31 2 1 1 9.5
32 3 2 1 9.5
33 2 2 0 -
34 3 2 1 9,5
35 3 3 0 -
36 3 4 -1 -9,5
37 2 4 -2 -19,5
38 2 3 -1 -9,5
39 3 3 0 -
40 1 2 -1 -9,5
35
n=20

T(-)= 114,5

T(+)=95,5

Ttabel=52

Keputusan: Tidak tolak H0 karena Tobs > Ttabel

Kesimpulan : Dengan tingkat kepercayaan 90% diperoleh bahwa tingkat keefektifan


perkuliahan mahasiswi STIS sama dengan mahasiswa STIS pada sesi 3.

Hasil perhitungan dengan SPSS sebagai berikut.

Wilcoxon Signed Ranks Test

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Laki_Laki - Perempuan Negative Ranks 9a 10.61 95.50

Positive Ranks 11b 10.41 114.50

Ties 20c

Total 40

a. Laki_Laki < Perempuan

b. Laki_Laki > Perempuan

c. Laki_Laki = Perempuan

36
Test Statisticsb,c

Laki_Laki -
Perempuan

Z -.389a

Asymp. Sig. (2-tailed) .697

Monte Carlo Sig. (2-tailed) Sig. .818

90% Confidence Interval Lower Bound .811

Upper Bound .824

Monte Carlo Sig. (1-tailed) 90% Confidence Interval Lower Bound .389

Upper Bound .405

Sig. .397

a. Based on negative ranks.

b. Wilcoxon Signed Ranks Test

c. Based on 10000 sampled tables with starting seed 926214481.

Dari hasil output SPSS terlihat bahwa nilai asympthotic signifikansi untuk uji dua
arah diperoleh sebesar 0,697. Nilai asympthotic signifikansi tersebut lebih dari alpha 0,1 (p-
value > 0,1), sehingga diperoleh kesimpulan yang sama dengan perhitungan manual yakni
terima H0.

D. Pengujian Keefektifan Perkuliahan Pada Sesi 4

Hipotesa

H0 : Tingkat keefektifan perkuliahan mahasiswi STIS sama dengan mahasiswa STIS


pada sesi 4

H1 : Tingkat keefektifan perkuliahan mahasiswi STIS lebih tinggi dibandingkan


mahasiswa STIS pada sesi 4

( Untuk Sampel Besar n > 25 )

Tingkat signifiknsi=10% (α=10%)

Statistik Uji :
T − E (T )
z= 37
σT
Wilayah kritik : Tolak H0 jika nilai z > zα dengan α = 10%

Perhitungan :

Tabel 4. Hasil Penelitian Berdasarkan Sesi 4


No urut Perempuan Laki-laki Selisih Rank
1 3 2 1 10.5
2 1 2 -1 -10.5
3 1 3 -2 -23.5
4 1 3 -2 -23.5
5 1 1 0 -
6 3 3 0 -
7 1 1 0 -
8 2 1 1 10.5
9 2 1 1 10.5
10 2 3 -1 -10.5
11 2 2 0 -
12 2 1 1 10.5
13 1 1 0 -
14 1 1 0 -
15 3 2 1 10.5
16 1 1 0 -
17 1 4 -3 -27
18 1 2 -1 -10.5
19 2 1 1 10.5
20 1 1 0 -
21 1 2 -1 -10.5
22 1 2 -1 -10.5
23 2 2 0 -
24 1 3 -2 -23.5
25 2 1 1 10.5
26 1 2 -1 -10.5
27 3 3 0 -
28 2 3 -1 -10.5
29 2 1 1 10.5
30 4 2 2 23.5
31 2 1 1 10.5
32 2 2 0 -
33 1 3 -2 -23.5
34 2 4 -2 -23.5
35 1 2 -1 -10.5
36 2 2 0 -
38
37 1 1 0 -
38 2 3 -1 -10.5
39 1 2 -1 -10.5
40 2 1 1 10.5

n= 27

T(+)= 128,5

T(-)= 249,5

n( n +1) 27 ( 28 )
E (T ) = = = 189
4 4

n ( n +1)( 2n +1) 27 ( 28 )( 55 )
σ 2 (T ) = = =1732 ,5
24 24

σ = 41 ,6233

T − E (T ) 249 ,5 −189
z= = = 2,522
σT 41,6233

Keputusan : Tolak H0 karena z > zα dengan α = 10% yakni, 2,522 > 1,28

Kesimpulan : Dengan tingkat kepercayaan 90% diperoleh bahwa tingkat keefektifan


perkuliahan mahasiswi STIS lebih tinggi daripada mahasiswa STIS pada sesi 4.

Hasil perhitungan dengan SPSS sebagai berikut.

Wilcoxon Signed Ranks Test

39
Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Laki_Laki – Perempuan Negative Ranks 11a 11.68 128.50

Positive Ranks 16b 15.59 249.50

Ties 13c

Total 40

a. Laki_Laki < Perempuan

b. Laki_Laki > Perempuan

c. Laki_Laki = Perempuan

Test Statisticsb,c

Laki_Laki -
Perempuan

Z -1.531a

Asymp. Sig. (2-tailed) .126

Monte Carlo Sig. (2-tailed) Sig. .133

90% Confidence Interval Lower Bound .127

Upper Bound .138

Monte Carlo Sig. (1-tailed) 90% Confidence Interval Lower Bound .062

Upper Bound .070

Sig. .066

a. Based on negative ranks.

b. Wilcoxon Signed Ranks Test

c. Based on 10000 sampled tables with starting seed 1314643744.

Dari hasil output SPSS terlihat bahwa nilai asympthotic signifikansi untuk uji satu
arah diperoleh sebesar 0,063 diperoleh dengan membagi dua nilai asympthotic signifikansi
pada output SPSS diatas. Nilai asympthotic signifikansi tersebut kurang dari alpha 0,1 (p-
value < 0,1), sehingga diperoleh kesimpulan yang sama dengan perhitungan manual yakni
tolak H0.

BAB 5

PENUTUP

40
5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap 40 sampel mahasiswa dan 40


sampel mahasiswi yang dianggap telah mewakili populasi untuk mengetahui apakah terdapat
perbedaan tingkat keefektifan perkuliahan pada setiap sesi dengan berdasarkan jenis kelamin
terhadap mahasiswa STIS tingkat 2, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Banyaknya jumlah yang dominan untuk perkuliahan sesi 1 terletak pada tingkat efektif
dengan jumlah mahasiswi yang lebih besar daripada mahasiswa. Hasil tersebut
dikarenakan beberapa alasan, yakni sebagian mahasiswa masih merasa mengantuk dan
belum siap untuk menerima perkuliahan secara efektif.

2. Pada perkuliahan sesi 2 diperoleh hasil bahwa perkuliahan pada sesi tersebut termasuk
dalam kategori efektif baik bagi mahasiswa maupun mahasiswi STIS tingkat 2. Hasil
tersebut dikarenakan mahasiswa merasa sudah siap untuk melakukan aktifitas
perkuliahan dan menerima pembelajaran, dan sama halnya dengan mahasiswi yang
masih merasa mampu dalam mengikuti perkuliahan pada sesi tersebut. Selain itu,
sebelum sesi 2 dimulai baik mahasiswa maupun mahasiswi sudah makan pagi sehingga
membuat kerja otak menjadi optimal.

3. Pada perkuliahan sesi 3 diperoleh hasil bahwa perkuliahan pada sesi tersebut termasuk
dalam kategori kurang efektif baik bagi mahasiswa maupun mahasiswi STIS tingkat 2.
Hasil tersebut dikarenakan mahasiswa merasa sudah letih untuk melakukan aktifitas
perkuliahan dan menerima pembelajaran, dan sama halnya dengan mahasiswi yang
sudah merasa dalam mengikuti perkuliahan pada sesi tersebut.

4. Pada perkuliahan sesi 4 diperoleh hasil bahwa perkuliahan pada sesi tersebut termasuk
dalam kategori tidak efektif baik bagi mahasiswa maupun mahasiswi STIS tingkat 2.
Hasil tersebut dikarenakan fungsi kerja otak pada jam-jam seperti itu sudah mengalami
tingkat kejenuhan dari segala aktivitas yang dilakukan, baik bagi mahasiswa maupun
mahasiswi STIS.

41
5.2 Saran

Berdasarkan hasil survey yang telah dilakukan bahwa jadwal perkuliahan pada sesi 4
di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik ini berada pada tingkat yang tidak efektif dalam proses
pembelajaran, sehingga diharapkan agar perkuliahan pada sesi ini bias ditinjau ulang
dengan memberikan mata kuliah yang memiliki bobot ringan atau dengan jumlah SKS
yang sedikit. Hal ini bertujuan agar proses pembelajaran masih dapat di terima dengan
baik oleh para mahasiswa/mahasiswi STIS meskipun fungsi kerja otak sudah mulai
menurun.

42
DAFTAR PUSTAKA

Siegel, Sidney. Statistik Nonparametrik untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta:PT Gramedia Pustaka
Utama,1985.

Prastisto, Arif. Statistik Menjadi Mudah dengan SPSS 17. Jakarta:Elex Media Komputindo,
2010.

IR, Wijaya. Statistika Nonparametrik (Aplikasi Program SPSS). Bandung:Alfabeta, 2000.

http://muhammadwinafgani.wordpress.com
http://www.msani.net/archives/35

http://www.balinter.net/news_16_Info_Kesehatan__Kebiasaan_Yang_Dapat_Merusa
k_Kerja_Otakhtml

http://niahidayati.net/memaksimalkan-kerja-otak.html

http://wineto.site90.net/index.php?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=21

http://strategimanajemen.net/2009/05/11/4-rahasia-kunci-tentang-cara-otak-kita-
bekerja/

http://edukasi.kompas.com/read/2010/02/04/14433517/Inilah..Rahasia.di.Balik.Otak.
Anak.Laki.laki

http://www.kikil.org/forum/showthread.php?tid=20782
43
http://anakranto.wordpress.com/2010/02/05/perbedaan-otak-anak-laki-laki-dan-
perempuan-apa-pengaruhnya/

http://ikikatta.blogspot.com/2010/05/fakta-ilmiah-alasan-laki-laki-diam.html

http://www.indomp3z.us/archive/index.php?t-44688.html

http://www.dakdem.com/kesehatan/7-tips-hidup-sehat/77-inilah-kerja-otak-saat-
orgasme

http://www.lifestyle.dnaberita.com/22%20November%202009%20LIFESTYLE
%20Ngantuk.php

http://www.adipedia.com/beberapa-penyebab-remaja-sulit-bangun-pagi/

http://www.uprian.com/2010/04/marketer-tips-belajar-mempertajam.html

http://www.mediaindonesia.com/mediahidupsehat/index.php/read/2010/02/28/2219/2/
Otak-Makin-Cerdas-Berkat-Tidur-Siang

44

Anda mungkin juga menyukai