Anda di halaman 1dari 2

Buka Wawasan dengan Gerobak Baca

Posted on May 31 2010 by fesuma

Kemajuan bangsa dan pencapaian kesejahteraan sosial ekonomi, tak


dapat dipisahkan dari dunia pendidikan. Sumber daya manusia
berkualitas, memiliki ketrampilan dan pengetahuan, serta menguasai
teknologi akan dilahirkan dari dunia pendidikan yang memadai pula.

Ironisnya, program wajib belajar pendidikan dasar yang telah berjalan


lebih dari dua dasawarsa, hingga kini fasilitas penunjang program
pencerdasan bangsa itu, seperti ruang kelas, buku-buku pelajaran,
maupun referensi pustaka lainnya, belum terpenuhi secara maksimal.
Di beberapa tempat masih dijumpai anak-anak yang menempuh
pendidikan dasar, bersekolah di tempat yang sangat bersahaja,
dengan fasilitas penunjang seadanya.

Adalah sosok Anisa, seorang anak perempuan berusia 11 tahun asal


Desa Tegal Rejo, Pekalongan, Jawa Tengah. Anak keempat dari enam
bersaudara ini, setiap hari membantu ibunya, Mak Inah, yang mencari
nafkah sebagai tenaga lepas pada salah satu industri rumah tangga
pembuatan kain batik. Upah ibunya sebagai tukang nyoret batik,
istilah setempat, digabung dengan upah sang ayah sebagai penarik
becak, tak lebih dari 10 ribu rupiah sehari. Uang itu digunakan untuk
menghidupi Anisa dan ke-5 saudaranya. Penghasilan yang jauh dari
mencukupi itu, tentu tak bisa memenuhi keinginan gadis cilik ini untuk
membeli buku, sekedar untuk menambah pengetahuan lain.

Kondisi memprihatinkan seperti yang dialami oleh anak-anak dari


keluarga pra sejahtera itu, membuat nelangsa hati Sri Widiati.

Bersama suami dan dua orang anaknya, Sri Widiati tahun 1985 mendirikan perpustakaan
kecil di rumahnya, di kawasan Panjang Wetan, Pekalongan Utara, berdekatan dengan
perkampungan nelayan. Sebagai wujud bakti kepada sang ibu, perpustakaannya ia beri
nama seperti nama ibundanya, Dimurti. Koleksi awal sebanyak 96 buku, sebagian besar
berupa buku cerita anak-anak, beberapa majalah anak, serta buku-buku umum.

Bagi mereka yang meminjam buku-bukunya, tidak dikenakan biaya


apapun. Saat itu yang penting bagi wanita kelahiran Yogyakarta 50
tahun silam ini, adalah menumbuhkan minat baca di kalangan anak-
anak nelayan. Karena bukan hal yang mudah untuk memberi
pengertian kepada mereka, akan pentingnya membaca untuk
mendapatkan ilmu pengetahuan.
Setelah berjalan cukup lama, usaha keras Sri Widiati mulai
menampakkan hasil. dari tahun ke tahun, pembaca di
perpustakaannya semakin bertambah, begitu pula dengan jumlah
buku koleksinya. ibu dua anak yang juga bekerja sebagai pegawai
negeri sipil kantor Pemda Kota Pekalongan ini, menyisihkan sebagian
penghasilannya untuk menambah koleksi perpustakaannya.

Lima tahun kemudian timbul gagasan di benak Sri Widiati untuk lebih
mendekatkan minat baca masyarakat,dengan cara mendatangi
pembaca secara aktif. Ide ini timbul setelah koleksi pustaka semakin
banyak, sementara tempat penyimpanan tak memadai lagi. Tercatat
hingga november 2004, terdapat koleksi buku fiksi dan non fiksi
sebanyak 5.204 eksemplar, serta 2.015 eksemplar majalah.

Digunakannya nama gerobak baca, adalah untuk menarik masyarakat


mendekati. Gerobak adalah nama yang merakyat, dan merupakan
benda yang unik, serta menarik dari segi bentuknya. Dari segi
perawatan, tak memerlukan perawatan khusus. Awalnya, Sri Widiati
meluncurkan dua unit gerobak baca, masing-masing memiliki koleksi
buku hingga 50 eksemplar. Gerobak baca ini pengelolaannya
dipercayakan kepada kelompok-kelompok baca yang masuk dalam
jaringan perpustakaan masyarakat di Pekalongan. Dari data
pengunjung, tercatat hingga 300 orang yang mendatangi gerobak
baca ini setiap bulannya. Dan setiap dua minggu hingga satu bulan
sekali, buku-buku di gerobag baca ini ditukar dengan koleksi yang lain.

Sri Widiati, berkeinginan untuk terus mengembangkan gerobak baca-nya. Sayangnya


masalah biaya menjadi kendala. Untuk satu gerobag baca, setidaknya dibutuhkan biaya
pembuatan sebesar 750 ribu rupiah, belum termasuk koleksi buku-bukunya. Sri Widiati
menaruh harapan besar, gerobak baca-nya ini di masa mendatang, akan terus
dikembangkan. Tak hanya tersebar di kota Pekalongan saja, ia juga ingin
mengembangkannya ke luar daerah. Ia optimis, budaya baca di kalangan generasi anak-
anak akan terus tumbuh. Dengan daya pikir yang kreatif, banyak cara untuk
mencerdaskan anak bangsa, salah satunya melalui gerobak baca, sang jendela dunia

http://www.spectrumquantum.com/2010/05/buka-wawasan-dengan-gerobak-baca/

Anda mungkin juga menyukai