Anda di halaman 1dari 25

KAJIAN TEKNIS BUDIDAYA DAN

MANAJEMEN PRODUKSI
PENGOLAHAN MINYAK NILAM
DI BEBERAPA SENTRA NILAM JAWA BARAT

Oleh

Dr.H.Roni Kastaman, Ir.MT.

Bandung, Oktober 2003


KATA PENGANTAR

Dalam rangka pengembangan komoditas unggulan Jawa Barat,


Universitas Padjadjaran melalui Lembaga Pengabdian kepada
Masyarakat diminta oleh Dinas Koperasi & UKM Propinsi Jawa Barat
untuk melakukan kegiatan penelitian kaji tindak (Action Research)
pada beberapa sentra produksi minyak nilam sebagai salah satu
komoditas unggulan di Jawa Barat.

Komoditas nilam (Pogostemon cablin) sebagaimana telah


banyak diketahui adalah merupakan tanaman yang menghasilkan
minyak atsiri dengan nilai ekonomi di pasaran luar negeri sangat baik,
mengingat negara penghasil komoditas ini hanya beberapa negara
saja dan salah satunya yang terbesar adalah Indonesia. Dengan
demikian pengembangan komoditas ini merupakan langkah strategis
dalam menumbuh kembangkan sektor agribisnis dan agroindustri di
Indonesia.

Laporan kegiatan kaji tindak ini merupakan bagian salah satu


tugas pendamping dan kelembagaan dari sentra komoditas unggulan
Jawa Barat tahun 2003, yang telah disahkan oleh Kepala Dinas
Koperasi dan UKM Propinsi Jawa Barat.

Laporan ini disusun sebagai salah satu bentuk komitmen atas


penugasan yang diberikan kepada peneliti dalam rangka
mengembangkan sentra unggulan di Jawa Barat khususnya komoditas
nilam.

1
Tiada lain harapan penulis selaku peneliti, semoga tulisan ini
dapat menjadi bahan masukan baik bagi Dinas Koperasi & UKM
maupun “stakeholder” yang terlibat langsung dalam bidang
agroindustri nilam di Jawa Barat.

Bandung, Oktober 2003.


Peneliti,

Dr.H.Roni Kastaman, Ir.MT.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 1

DAFTAR ISI 3

I LATAR BELAKANG 4

II OBSERVASI LAPANGAN 5

III HASIL PENGAMATAN 6

3.1. Observasi Lapangan di Tasikmalaya 6

3.2. Observasi Lapangan di Majalengka 12

3.3. Observasi Lapangan di Kabupaten Garut 15

3.4. Observasi Lapangan di Kabupaten Bandung 17

IV REKOMENDASI UMUM 18

3
I. LATAR BELAKANG

Hampir sekitar 90 % pasokan minyak nilam dunia (+ 1.500 ton)


adalah berasal dari Indonesia terutama dari daerah Propinsi Aceh.
Namun dengan memburuknya situasi keamanan di Propinsi Aceh pada
akhir-akhir ini, pasokan minyak nilam Indonesia juga ikut berkurang.
Sehingga situasi ini membuka peluang bagi daerah-daerah lain di
Indonesia untuk mengembangkan usaha komoditas ini. Minyak nilam
mempunyai prospek usaha yang cerah mengingat komoditas ini di
Amerika dan Eropah bisa mencapai harga USD 50/Kg yang terutama
dimanfaatkan sebagai bahan baku industri pembuatan minyak wangi
(sebagai pengikat bau atau fixative parfum) dan kosmetik. Namun
minyak nilam juga bisa dimanfaatkan untuk bahan anti-septik, anti-
jamur, anti-jerawat, obat eksim dan kulit pecah-pecah, serta berbagai
jenis kegunaan lainnya sesuai kebiasaan masyarakat di negara
pemakai.

Di Jawa Barat, tanaman nilam telah dikembangkan di beberapa


daerah seperti Kabupaten Garut, Tasikmalaya, Bandung, Kabupaten
Kuningan dan Kabupaten Majalengka, baik oleh swasta maupun
melalui dukungan Dinas terkait (misalnya : Dinas Koperasi & UKM dan
Dinas Perindag) dengan pertumbuhan yang cukup memuaskan. Oleh
karenanya budidaya tanaman nilam ini perlu diupayakan dengan
dukungan teknologi pengolahan (destilasi) yang lebih efisien dan
berkualitas agar mempunyai daya saing dan lebih efisien dan
berkualitas agar mempunyai daya saing dan lebih ekonomis
dibandingkan dengan sistem konvensional yang ada.

Sejalan dengan hal tersebut Dinas Koperasi & UKM telah


menunjuk beberapa pakar terkait untuk meneliti dan mengembangkan
potensi komoditas unggulan Jawa Barat, yang salah satunya adalah
nilam. Pada kesempatan ini telah dilakukan beberapa observasi di

4
beberapa sentra komoditas nilam untuk mendapatkan gambaran yang
komprehensif mengenai potensi dan pengembangan lebih lanjut
mengenai komoditas ini, baik dari sisi budidaya, teknik produksi
minyak nilam, pemasaran hingga pengembangan produk samping
sebagai salah satu upaya mengatasi dampak dari limbah nilam yang
dihasilkan.

Ada beberapa hal yang ingin diketahui dalam observasi lapangan


berkaitan dengan budidaya dan teknologi penyulingan minyak nilam di
Jawa Barat, antara lain yaitu :
1. Mengevaluasi hasil budidaya tanaman nilam dan kualitas minyak
nilam yang dihasilkan oleh unit destilasi yang dibuat agar dapat
diketahui apakah kondisi saat ini telah sesuai dengan standar mutu
minyak nilam yang telah ditetapkan.
2. Mengevaluasi kinerja perangkat unit destilasi (penyulingan) minyak
nilam yang telah dibuat, sehingga secara teknis penyulingan yang
dilakukan mampu memberikan mutu minyak yang terbaik.
3. Memberikan rekomendasi guna perbaikan teknis budidaya tanaman
dan sistem penyulingan minyak nilam yang baik dan optimal

II. OBSERVASI LAPANGAN

Kegiatan yang telah dilakukan di beberapa daerah antara lain:


1. Survey lapangan, yaitu mencakup pengamatan visual (observasi)
ke daerah penanaman (budidaya) tanaman nilam di Kabupaten
Tasikmalaya, Garut, Majalengka dan Kabupaten Bandung, dengan
maksud untuk mendapatkan gambaran umum lokasi dan evaluasi
kesesuaian lahan budidaya tanaman nilam.
2. Pengamatan visual pada areal budidaya dan unit instalasi
penyulingan minyak nilam di kecamatan Pager Ageung Kabupaten
Tasikmalaya, kemudian di kecamatan Cilawu (perbatasan
Kabupaten Garut – Tasikmalaya), kecamatan Banjaran (kabupaten

5
Bandung) dan kecamatan Argapura (Kabupaten Majalengka),
dengan maksud untuk mendapatkan gambaran teknis dan kinerja
unit penyulingan minyak nilam yang akan digunakan oleh
masyarakat petani di lokasi pengamatan.
3. Pengambilan sample (contoh) daun nilam dan minyak nilam yang
didestilasi dengan peralatan yang ada untuk kemudian dianalisis di
laboratorium kimia, dalam hal ini Fakultas MIPA Universitas
Padjadjaran.
4. Evaluasi teknis budidaya dan mutu minyak nilam yang dihasilkan
serta analisis prospektif pemanfaatan produk samping dari limbah
daun nilam hasil destilasi.

III. HASIL PENGAMATAN


3.1. Observasi Lapangan di Tasikmalaya
a. Aspek Budidaya
Berdasarkan pengamatan lapangan diperoleh gambaran sebagai
berikut :
1. Lokasi penanaman tersebar di banyak lokasi dengan keragaman
karakteristik lahan, tanah dan tanaman yang signifikan secara
visual. Hal ini terlihat dari tidak seragamnya produktivitas tanaman
yang dihasilkan. Beberapa gambaran visual lokasi pengamatan
teknis budidaya tanaman nilam tersebut adalah seperti yang
disajikan pada gambar berikut :

Gambar 1. Tanaman Nilam Gambar 2. Nilam Tanaman Sela

6
Gambar 3. Budidaya Nilam Gambar 4. Tanaman Nilam Setelah
Sebagai Tumpang Sari Dipanen

Gambar 5. Budidaya Nilam Gambar 6. Pengeringan Daun Nilam


Diantara Tanaman Pisang Dengan Matahari

2. Cara pemanenan belum mengikuti kaidah atau prasyarat bagi


tercapainya mutu minyak nilam yang baik. Hal ini terlihat dari
gambar di atas, dimana cara pemanenan dan pengeringan tidak
terkontrol dengan baik.
3. Kesesuaian lahan nampaknya belum diuji secara laboratorium dan
hal ini terlihat dari belum seragamnya hasil mutu minyak setelah
dianalisis di laboratorium. Oleh karena itu pengujian tanah dan
penentuan kesesuaian lahan baik dari sisi topografi dan zona
klimatisasinya perlu dilakukan untuk masa yang akan datang.

b. Pengamatan Visual dan Kinerja Unit Destilasi


Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, baik di
bengkel yang mengerjakan rancang bangun unit destilasi minyak
nilam, maupun di lapangan tempat uji coba mesin dilaksanakan dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut :

7
1. Sistem pemanasan destilasi tidak seragam (tidak merata) sehingga
hal ini berdampak pada mutu minyak yang dihasilkan tidak
seragam (Gambar 7.) disamping itu dengan sistem destilasi seperti
yang dirancang sekarang ini akan mengkonsumsi energi yang
berlebih dengan sistem perpindahan panas yang tidak merata
karena panas didistribusikan secara serial (Gambar 8.). Untuk
perbaikan di masa yang akan datang perlu dimodifikasi sistem
penyebaran panas secara konsentrik radial, sehingga pemanasan
akan lebih merata.

Gambar 7. Minyak yang Dihasilkan dari Unit Destilasi

Gambar 8. Sistem Penyulingan dengan Pemanasan Serial dari


Tangki 1 ke Tangki Lainnya

2. Cara penampungan minyak seharusnya diperbaiki dengan tidak


menggunakan bahan penampung dan penyimpanan dari bahan

8
plastik. Bahan yang baik setidaknya adalah bahan kaca berwarna
gelap agar tidak mengubah komposisi kimia minyak nilam yang
dihasilkan.
3. Cara pembuangan uap harus diupayakan agar beberapa bagian uap
yang masih mengandung minyak tidak terbuang percuma ke luar
sistem destilasi, dengan demikian harus dimodifikasi sistem
pengeluaran uap yang berbentuk sistem “looping” (arus balik).
4. Bahan pipa-pipa penyalur dan konstruksi lainnya harus seragam
dan terbuat dari bahan “stainless steel” agar tidak berpengaruh
terhadap kualitas minyak.
5. Penyimpanan daun kering dan cara pengeringan daun dari sejak
dipotong dari kebun harus diupayakan seoptimal mungkin untuk
menghindari terjadi fermentasi dan susut rendemen minyak dalam
daun, mengingat sistem destilasi yang digunakan pada disain yang
ada saat ini adalah sistem penyulingan cara kering (menggunakan
daun kering).
6. Sistem pendinginan untuk kondensasi uap – minyak perlu
disempurnakan sehingga aliran air yang masuk ke pendingin dapat
berfungsi secara maksimal dan merata dengan demikian hasil dan
mutu minyak yang diperoleh dapat lebih baik.

c. Hasil Analisis Laboratorium untuk Hasil Minyak Nilam

Dari hasil pengujian sample daun dan minyak nilam di


laboratorium kimia Universitas Padjadjaran, dapat disampaikan
beberapa kesimpulan teknis, baik yang menyangkut aspek tanaman
yang telah dibudidayakan, maupun minyak hasil destilasi dengan
menggunakan mesin yang telah dipasang di daerah sentra produksi
Pager Ageung, Kabupaten Tasikmalaya (hasil uji pada lampiran).
Tanaman Nilam yang digunakan sebagai sumber minyak nilam
dalam hal ini tidak dapat diketahui dengan pasti varietasnya. Hal ini
disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :

9
1. Pada saat pengambilan sample diketahui bahwa terdapat 5 jenis
tanaman dengan varietas yang berbeda (tanpa nama species yang
pasti) yang ditanam pada satu lokasi penanaman.
2. Taman tersebut memiliki nama daerah yang sama, yaitu : Nilam
Aceh, tapi asal yang berbeda, yaitu ; Cisaroni, Bengkulu 1,
Sidikalang, Bengkulu 2 dan Lokal.
3. Akibat dari faktor-faktor diatas, daun yang sekarang dihasilkan
tidak tertutup kemungkinan telah mengalami perubahan dalam arti
terjadi persilangan yang menghasilkan varietas baru yang tidak
diketahui dengan pasti kualitasnya.
4. Dari hal-hal tersebut diatas dapat dilihat satu bukti yang nyata
yaitu rendahnya kadar Patchouli alcohol (20,28 %) yang mana hal
ini menunjukkan bahwa proses biokimia pembentukan senyawa
tersebut tidak berlangsung dengan baik. Hal ini juga
mengindikasikan bahwa telah terjadi ketidakcocokan sistem
budidaya antara faktor genetik (spesies tanaman) dan faktor
pendukung lingkungan ( unsur hara, iklim, dll).

Disamping hal tersebut di atas juga belum dapat diketahui bagaimana


sebenarnya cara budidaya tanaman nilam tersebut dilakukan di
lapangan, apakah mengikuti kaidah budidaya, pola tanam, syarat
tumbuh dan kesesuaian lahannya (baik dari sisi iklim, tanah,
topografi, dan faktor lainnya). Untuk itu perlu kiranya dilakukan
kegiatan pengamatan lebih lanjut dan penyuluhan intensif kepada
petani agar aspek budidaya tanaman dan pemilihan varietas nilam
dapat dilakukan dengan baik, agar dihasilkan minyak dengan kadar
yang baik pula.

Minyak Nilam yang dihasilkan, baik yang diperoleh dari uji daun
maupun dari uji sample minyak yang diperoleh dari destilator yang
ada di pager Ageung, hampir seluruhnya tidak memenuhi dengan

10
lengkap standar spesifikasi perdagangan (SNI: 06-2385-1991). Hal ini
diperkirakan sebagai akibat dari :

1. Daun tanaman tidak memenuhi standar kualitas, yang


kemungkinan diakibatkan oleh :
• Varietas tanaman tidak unggul atau telah terjadi
penyerbukan silang diantara varietas tanaman yang belum
diketahui spesifikasi asalnya dengan jelas.
• Daya dukung ekologi/lahan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan tanaman
• Proses pemeliharaan budidaya
• Kesalahanan proses produksi pasca panen, yang salah
satunya faktornya adalah dekomposisis kandungan minyak
atsiri pada proses pengeringan.
2. Mekanisme proses destilasi yang terjadi dalam mesin / alat destilasi
belum bekerja secara sempurna, akibat laju pemanasan tidak
seragam dan proses penguapan yang kurang sempurna. Proses
Penyulingan yang kurang sempurna ini dapat disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain :
• Kualitas alat (bahan logam) dari sistem penyulingan yang
digunakan kurang baik, sehingga masih terdapat kandungan
logam-logam yang dapat terlarut dan bereaksi dengan
minyak nilam selama proses penyulingan.
• Kebersihan seluruh sistem peralatan yang digunakan,
sehingga terdapat kemungkinan masuknya kotoran yang
bukan dari minyak atsiri ke dalam minyak hasil penyulingan.
Bukti yang paling jelas adalah pada minyak atsiri yang
dihasilkan terdapat sisa-sisa proses karbonisasi (berupa bau
minyak terbakar).
• Tempat penyimpanan / tempat penampungan minyak tidak
sesuai dengan standar (sebaiknya bahan kaca gelap / tidak
tembus cahaya).

11
d. Solusi Dan Saran Perbaikan
Berdasarkan hasil kajian data data diatas dapat disimpulkan :
1. Perlu dilakukan analisis total terhadap parameter sistem agribisnis
yang ada, yang terdiri dari :
a. Analisis daya dukung lingkungan (seperti kesesuaian unsur
hara, pH, iklim, topografi, dll)
b. Analisis tanaman (kepastian varietasnya)
c. Analisis sistem penyulingan ( kadar logam terlarut, tempat
penampungan minyak, termodinamika penyulingan, sistem
perpindahan panas, dll)
2. Dari ketiga faktor diatas, salah satu cara yang paling cepat untuk
dilakukan adalah penggunaan bibit nilam (secara in – situ) dengan
varietas yang jelas dan kualitas yang baik pada kebun percontohan
untuk digunakan sebagai pembanding kualitas. Untuk mendapatkan
bahan tanaman yang baik dapat dilakukan melalui pengambilan
varietas tanaman langsung dari sumber asal, diuji coba tanamkan
di lokasi percontohan dan pengamatan pertumbuhan secara
intensif. Dengan demikian diharapkan akan terjadi varietas
tanaman yang mampu beradaptasi dengan baik dengan
lingkungannya yang baru dengan kualitas dan kuantitas minyak
yang baik. Untuk mendapatkan mutu minyak hasil destilasi perlu
dilakukan penyetelan ulang mesin dan bila memungkinkan
dilakukan modifikasi sistem penyulingan sehingga diperoleh cara
pemanasan daun (sistem penguapan), yang seragam dengan
derajat pemanasan yang terkendali. Sistem pemanasan juga dapat
dilakukan dengan cara penguapan pada daun basah dan pada daun
kering. Namun untuk itu diperlukan studi lebih lanjut.

3.2. Observasi Lapangan di Majalengka


a. Aspek Budidaya
Areal budidaya tanaman nilam untuk kabupaten Majalengka saat
ini terpusat di dusun Calingcing kecamatan Argapura. Luas areal

12
budidaya yang ada saat ini sekitar 70 hektar tersebar di beberapa
dusun dengan pola penanaman tumpang sari dengan tanaman
tahunan di kaki gunung yang ada di sekitarnya.
Dari hasil observasi lapangan dapat diketahui bahwa varietas tanaman
yang dibudidayakan oleh petani sudah seragam (varietas Sidikalang)
dimana proses awal budidaya dilakukan dengan menguji coba
kesesuaian varietas tanaman tersebut bekerjasama dengan Balitro.

Gambar 9. Lokasi dan Varietas Nilam yang Dibudidayakan

b. Pengamatan Visual dan Kinerja Unit Destilasi


Pada awalnya unit destilasi yang ada di lokasi pabrik
menggunakan cara destilasi daun basah, akan tetapi pada uji coba
awal ada kelemahan pada sistem pemanasan sehingga pada akhirnya
unit destilasi dimodifikasi kembali untuk penanganan bahan baku daun
kering. Elemen pemanas yang digunakan saat ini adalah batu bara
atau minyak tanah (dengan menggunakan kompor pemanas khusus
sebagaimana terlihat pada gambar).

13
Tungku Batu bara Tangki Destilasi

Tangki Penampung Minyak Set Up Destilasi

Pengeringan Daun Nilam

Gambar 10. Unit Peralatan Destilasi di Pabrik Pengolahan


Minyak Nilam Majalengka

14
Hasil uji coba pada unit destilasi yang ada menunjukkan tingkat
persentase pachouli alkohol (PA) yang dihasilkan telah memenuhi
syarat minimal standar produksi nilam dimana PA yang diperoleh
sekitar 34% (standar yang syaratkan harus lebih besar dari 30%).
Rendemen minyak hasil destilasi dengan unit destilasi yang ada saat
ini baru mencapai 2,6% dari berat kering daun yang diproses.
Kinerja yang ada saat ini masih dapat ditingkatkan antara lain
dengan memperbaiki sistem pemanasan dan cara pemotongan daun
dan ranting yang akan didestilasi.

3.3. Observasi Lapangan di Kabupaten Garut


a. Aspek Budidaya
Sentra nilam di Kabupaten Garut pada saat ini baru dalam tahap
awal pengembangan, yaitu di sekitar daerah Pakenjeng, Malangbong
dan Cilawu. Fokus utama pada daerah tersebut adalah pengembangan
bibit dan budidaya varietas unggul agar sesuai untuk kondisi
setempat. Salah seorang yang merupakan pionir dalam
pengembangan tanaman nilam khususnya dalam hal pembibitan
adalah Pa Djadja (staf Dinas Perkebunan & Kehutanan Kabupaten
Garut). Beliau saat ini secara rutin telah dapat mengembangkan bibit-
bibit yang baik dan telah disebar pada beberapa lokasi budidaya di
kabupaten Garut.
Pembibitan yang dikelola oleh Pa Djadja saat ini dapat
memenuhi kebutuhan bagi kelompok tani dengan rata-rata produksi
bibit per periode tanaman sekitar 1 – 2 bulan antara 20.000 hingga
30.000 bibit.

15
Pa Djadja dengan Staf Pengepakan Bibit

Areal Pembibitan Pemilahan Bibit

Areal Kebun Bibit Pekarangan Kebun Bibit Secara Masal

Gambar 11. Areal Kebun Pembibitan Nilam di Cilawu

16
b. Unit Destilasi
Untuk sentra nilam di kabupaten Garut saat ini belum
menggunakan unit destilasi yang modern. Kebanyakan kelompok tani
masih menggunakan peralatan yang sederhana dengan menggunakan
drum dan sumber pemanas dari kayu bakar. Sehingga minyak yang
dihasilkan masih di bawah standar yang ditentukan. Saat ini beberapa
kelompok tani tengah mengupayakan membangun unit destilasi
modern dengan bahan stainless dan sumber pemanas kompor /
burner yang lebih baik.

3.4. Observasi Lapangan di Kabupaten Bandung


Pengamatan dilakukan pada salah satu pengusaha agribisnis
yang tertarik untuk mengembangkan tanaman nilam, yaitu di desa
Arjasari kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung. Perusahaan yang
dikelola oleh swasta ini baru sebatas uji coba unit destilasi sedangkan
kebun untuk budidaya tanaman nilam belum memadai dan masih
dalam tahap penyiapan. Untuk saat ini pemenuhan bahan baku
penyulingan daun nilam diperoleh dari berbagai daerah, antara lain :
Garut dan Tasikmalaya. Unit destilasi yang digunakan adalah
sebagaimana disajikan pada gambar berikut.

Gambar 12. Unit Destilasi yang Digunakan

17
Gambar 13. Areal Kebun Percobaan Tanaman Nilam
Di Arjasari Kecamatan Banjaran

IV. REKOMENDASI UMUM


Berdasarkan hasil pengamatan keseluruhan di beberapa
lokasi observasi dapat direkomendasikan beberapa hal sebagai
berikut :
1. Perlu dilakukan analisis kesesuaian lahan mulai dari jenis tanah,
kesuburan tanah, topografi, ketinggian tempat dan zona
klimatisasinya agar diperoleh pertumbuhan tanaman nilam yang
paling baik.
2. Perlunya perbaikan budidaya tanaman nilam yang lebih baik
untuk mendapatkan mutu minyak yang seragam. Setidaknya
ada beberapa hal yang menyangkut budidaya tanaman yang
perlu diperhatikan, antara lain sebagai berikut :
Nilam dapat tumbuh baik pada tanah regosol, latosol dan
aluvial. Bertekstur lempung berpasir atau lempung bedebu
dengan pH tanah antara 6 – 7. dan tidak boleh tergenang
air. Tanaman nilam dapat tumbuh dari mulai dataran
rendah sampai ketinggian di atas 1000 m dpl, tapi akan
tumbuh optimum pada ketinggian 100 m s/d 400 m dpl,
suhu yang paling cocok untuk tanaman nilam adalah

18
sekitar 18oC s/d 27oC, dengan kelembaban 60 s/d 70%.
Tanaman nilam membutuhkan curah hujan yang cukup
tinggi antara 2300 s/d 3000 mm/tahun.
Kriteria Bahan Stek
Pemilihan Bibit untuk bahan untuk stek yang baik dengan
persyarata sebagai berikut :
a. Tanaman induk telah berumur 6 – 12 bulan dan
bebas dari hama penyakit
b. Pemotongan stek dilakukan pada pagi hari
menggunakan pisau yang steril dengan panjang
sekitar 20-30 cm serta mempunyai 3-4 mata tunas
c. Cara pemotongan meruncing tepat di bawah atau di
atas buku.
d. Segera dilakukan penyemaian sebab tanaman nilam
cepat layu
e. Untuk kebutuha satu hektar diperlukan antara
40.000 s/d 50.000 stek
Tempat Persemaian
Tanah untuk keperluan bedengan diolah dan dicampur
pasir dengan perbandingan tanah dan pasir 2 : 1, Ukuran
bedengan : lebar 80-120 cm, tinggi 25-30 cm, dan
panjang bergantung kondisi lapangan. Di atas bedengan
diberi pupuk kandang atau kompos secara merata.
Bedengan harus diberi pohon naungan atau di atas
bedengan diberi atap daunkelapa, alang-alang dan
sebagainya. Penanaman stek bibit di bedengan dilakukan
pada sore hari. Untuk merangsang pertumbuhan
perakaran dapat digunakan hormon tertentu.
Persiapan Lahan/Pengolahan Lahan
Pengolahan lahan dapat dimulai 1-2 bulan sebelum tanam,
dengan pencangkulan tanah sedalam kira-kira 30 cm.
Ukuran bedengan tinggi 20-30 cm, lebar 1-1,5 meter dan

19
panjang disesuaikan dengan lainnya berkisar 40-50 cm,
untuk memudahkan perawatan tanaman. Satu minggu
menjelang tanam buatlah lubang tanam dengan ukuran 15
x 15 x 15 cm. Jarak tanam antara lubang satu dengan
yang lainnya 50 x 50 cm.
Cara Tanam
setiap lubang tanam dapat diisi 1-2 stek, bibit yang
mempunyai akar sangat rimbun harus dikurangi agar
pertumbuhan nilam tidak bengkok.
Penyulaman Tanaman
Penyulaman dilakukan apabila didapati kondisi tanaman
kurang segar layu atau bahkan mati, penyulaman
dilakukan sekitar 3 minggu setelah tanam/
Penyiraman Tanaman
Pemberian air harus disesuaikan dengan umur tanaman
nilam. Pada fase-fase pertumbuhan akhir sudah harus
dikurangi pemberian airnya. Menjelang panen sampai
dengan pemetikan daun, tanah harus dikeringkan untuk
mencegah turunnya mutu daun dan mempertingi daya
simpan.
Penyiangan Tanaman
Gulma yang tumbuh disekitar tanaman nilam harus
dibersihkan. Waktu penyiangan dilakukan sebelum
pemupukan, yakni menjelang umur 1 bulan, 3 bulan dan 5
bulan.
Pemupukan
Jenis pupuk yang digunakan adalah pupuk organik (alami)
dan popok non organik (buatan). Pupuk nilam
mencangkup : pupuk dasar, pupuk susulan dan bila perlu
pupuk daun.
a. Pupuk dasar, berupa pupuk kandang diberikan pada
waktu membuat persemaian, dan pada bedengan

20
dikebun pada waktu 2 minggu menjeleng tanam.
Pemberian pupuk kandang sekitar 10-20 ton/ha.
b. Pupuk susulan. Disesuaikan dengan pertumbuhan
dan perkembangan nilam sebagai berikut : Umur 1
bulan : 75 Kg Urea/ha, 50 Kg Za/ha dan 50 kg TSP
dan 25 kg KCl. Umur 3 bulan : 50 kg Urea, 50 kg
ZA/ha dan 25 Kg KCl/ha. Umur 5 bulan : 25 kg
urea/ha, 25 kg ZA/ha dan 12,5 kg KCl/ha.
c. Pupuk daun (Gandasil D, Atonik, Bayfolan dll). Umur
1 bulan 1 liter/ha, Umur 3 bulan 1liter/ha.
Pembumbunan
Tanah dicangkul tipis di sekeliling tanaman dengan jarak ±
20 cm. Setiap kali pembumbunan akan berbentuk
guludan, dan sekaligus terbentuk pula saluran drainase
yang berfungsi untuk menyalurkan kelebihan air.

3. Perlu dilakukan pemilihan atau seleksi bibit yang baik dan


seragam kemudian diadaptasikan secara intensif untuk
memberikan hasil rendemen minyak nilam yang semaksimal
mungkin.
4. Perlu diperhatikan model rancangan unit destilasi terutama pada
bagian pemindah panas dan bahan tangki destilasinya agar tidak
mengurangi mutu minyak yang dihasilkan.
5. Dari hasil pengamatan di lapangan diketahui adanya masalah
pada limbah daun nilam sisa destilasi. Jumlah timbunan limbah
yang makin menumpuk menyebabkan dampak negatif pada
tanah, tanaman, air dan lingkungan di sekitarnya. Oleh karena
itu perlu upaya penanganan limbah menjadi produk samping
yang memiliki nilai tambah signifikan. Hasil kajian sementara di
laboratorium. Limbah daun nilam sisa penyulingan ini dapat
digunakan untuk berbagai produk potensial seperti :

21
• Arang briket
• Kompos
• Bahan campuran obat nyamuk dan racun tikus
• Bahan campuran serat untuk bahan bangunan
Hasil kajian laboratorium telah memberikan gambaran potensi
pemanfaatan produk samping tersebut. Kajian lebih lanjut
adalah bagaimana mengimplementasikannya menjadi produk
komersial. Dengan demikian dari proses produksi nilam ini
diupayakan dapat diperoleh industri hulu hingga hilir yang
memiliki nilai ekonomi yang dapat diandalkan. Beberapa contoh
produk hulu dan produk hilir yang telah dikaji dari agroindustri
nilam ini adalah seperti yang disajikan pada Gambar 14.

6. Perlu adanya pelatihan dan penyuluhan intensif mulai dari cara


budidaya, aspek teknologi destilasi dan manajemen mutu
minyak menjelang di pasarkan.

22
Daun Nilam

Minyak Nilam Limbah


↓ ↓

Campuran Parfum Campuran Dekomposer Bahan kompos


Bahan arang briket

Gambar 14. Derifat Produk Hulu dan Hilir Agroindustri Nilam

23
Lampiran Hasil Analisis Laboratorium

DATA HASIL PENGUJIAN DAUN KERING DAN DAN MINYAK NILAM


KELOMPOK TANI INTI MITRA USAHA JAYA
KECAMATAN PAGER AGEUNG - TASIKMALAYA

Data Hasil Pengujian Sampel


Nilam Aceh Nilam Aceh Nilam Aceh Nilam Aceh Nilam Aceh Minyak Sandar Mutu
No Parameter
Var. Var. Bengkulu Var. Sidikalang Var. Bengkulu Var. Lokal Nilam
Cisaroni Var. ………
1 2 3 4 5 6 7 8 9
• Warna Kuning Kuning Kuning agak Kuning Kuning Kuning Kuning Muda-
muda Coklat Tua
• Berat Jenis, 25 0C 0,9401 0,9329 0,9645 0,9455 0,9546 0,9446 0,943 – 0,983
• Indeks Bias, 25 0C 1,5033 1,5053 1,5061 1,5066 1,5031 1,5023 1,506 – 1,516
• Putaran optik - 47 0 - 48 0 - 46 0 - 49 0 - 48 0 - 44 0 (-470) - (-660)
• Kelarutan dalam 1: 9 1: 7,5 1: 7,5 1: 6 1: 7 1: 8,5 Larut jernih
Alkohol 90 % 1:1-10
• Bilangan Asam 4,11 4,21 4,53 4,42 4,01 4,51 Max 5,0
• Bilangan ester 8,27 7,27 6,35 6,22 6,00 6,27 Max 10,0
• Patchouli Alkohol 25,31 24.87 24,52 23,24 26,33 20,28
(%, GC)

24

Anda mungkin juga menyukai