Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam pada masa kejayaannya dari abad VII sampai abad XIII pernah berada pada

posisi puncak sebagai sentral peradaban dunia. Umat Islam sangat yakin bahwa kejayaan

peradaban Islam dapat tercapai tidak terlepas dari berkat semangat tauhid yang

melandasinya. Masa kejayaan Islam ditandai dengan munculnya pemikiran-pemikiran

rasional, ilmiah dan filosofis yang berkembang pesat dikalangan umat Islam. Pemikir

Islam dalam mengembangkan gagasan-gagasan rasional filosofinya selalu menunjuk

kepada wahyu. Kemajuan yang dialami oleh dunia Islam ternyata mempunyai daya tarik

bagi orang-orang Eropa yang masih mengalami kemunduran dan kegelapan, maka tidak

heran kalau orang-orang Eropa berguru ke negara-negara Islam untuk mempelajari Ilmu

pengetahuan dan filsafat.

Melalui kontak ini, pemikiran rasional, ilmiah, filosofis, dan bahkan sains Islam

mulai ditransfer kedataran Eropa. Abad modern yang dimulai sejak abad XVII,

merupakan kemenangan supremasi rasionalisme, empirisme, dan positivme dari dogmatis

agama. Dengan demikian abad modern dibarat adalah zaman ketika manusia menemukan

dirinya sebagai kekuatan yang dapat menyelesaikan persoalan-persoalan hidupnya.

Manusia dipandang sebagai mahluk yang bebas, yang independen dari tuhan dan alam.

Manusia modern dibarat sengaja membebaskan diri dari tatanan Ilmiah (theomorphisme),

untuk selanjutnya membangun tatanan antrhopomorpphisme suatu tatanan yang semata-

mata berpusat pada manusia. Manusia menjadi tuan atas nasibnya sendiri, yang

1
mengakibatannya terputus dari spiritualnya. Tetapi Ironisnya, seperti yang dikatan Roger

Garaudy, justru manusia modern Barat pada akhirnya tida bisa menjawab persoalan-

persoalan hidupnya.[1] Mengikuti tasawuf adalah mematikan nafsu kediria secara

berangsur-angsur dan menjadi diri yang sebenarnya, supaya memperoleh kelahiran baru

da selalu menyadari bagaimana keadaan seseorang yang berasal dari eabadian (azal)

namun tak pernah melaksanakan hal itu sebelum terjadi perubahan pada dirinya.[2]

Dalam pembahasan kali ini saya berusaha untuk menyampaikan tentang bagaimana Ilmu

tasawuf dalam kaitannya dengan dunia modern atau dengan kata lain yang ditinjau bukan

hanya apa itu tasawuf ?, tetapi lebih mencoba menggali dari tatanan atau sub-sub manusia

di era modern dan bagaimana perkembangan tasawuf di era modern ini.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pendapat para ulama secara etimologi?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tasawuf di Era Globalisasi

Secara etimologi “ulama” berbeda pendapat tentang asal-usul kata tasawuf,

namun yang paling tepat berasal dari kata suf (bulu domba), baik dilihat dari kontes

kebahasaan, sikap kesederhanaan para sufi maupun aspek kesejarahan. Melihat dari

banyaknya definisi tasawuf secara terminologis sesuai dengan subyektivitas masing-

masing sufi, maka, Ibrahim Basyuni mengklasifiasian definisi tasawuf kedalam tiga

varian yang menunjukkan elemen-elemen.

Pertama, al-bidayah yaitu sebagai unsur dasar dan pemula, mengandung arti

bahwa secara fitri manusia sadar dan mengakui bahwa semua yang ada ini tidak dapat

menguasai dirinya sendiri karena dibalik yang ada terdapat realitas yang mutlak. Elemen

ini dapat disebut sebagai tahap kesadaran tasawuf. Tasawuf adalah mencari hakekat, dan

memutuskan apa yang ada pada tangan mahluk.[3] Elemen kedua al-mujahadah yaitu

sebagai unsur perjuangan keras, karena jarak antara manusia dan realitas mutlak yang

mengatasi semua yang ada bukan jarak fisik dan penuh rintangan serta hambatan, maka

diperlukan kesungguhan dan perjuangan keras untuk dapat menempuh jalan dan jarak

tersebut dengan cara menciptakan kondisi tertentu untuk dapat mendeatkan diri kepada

Realitas Mutlak. Elemen ini dapat disebut tahap perjuangan tasawuf. Tasawuf adalah

memutuskan hubungan dengan mahluk dan mempererat hubungan dengan Tuhan.[4]

Elemen ketiga yaitu al-mazaqat artinya manakala manusia telah lulus mengatasi

hambatan dan rintangan untuk mendekati ealitas mutlak, maka ia akan dapat

3
berkomunikasi dan berada sedekat mungkin di hadirat-Nya serta aan merasakan kelezatan

spiritual yang didambakan. Tahap ini dapat disebut tahap pengalama atau penemuan

mistik. Tasawuf adalah berada bersama (menemukan) Allah tanpa perantara.[5] Definisi

terakhir ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Harun Nasution bahwa tasawuf adalah

kesadaran adanya komunikasi dan dialog langsung antara manusia dengan tuhan. [6]

Kesadaran dan oomunikasi langsung dengan tuhan berakar pada ajaran Islam, yakni al-

Ihsan.

Dalam perkembangannya ternyata tasawuf mengalami kecenderungan yang

berbeda-beda sehingga melahirkan pola-pola tasawuf, sebagaimana dikemukakan

Muhammad Mustafa Abu al-‘Ala ketika mengomentari perkembangan jalan tasawuf al-

Munqis min al-Dalal. Menurutnya terdapat empat jenis macam tasawuf. Pertama, tasawuf

‘Isawi, yakni identifikasi diri epada ehidupan ‘Isa as., yaitu tasawuf yang lebih

menekankan psda latihan rohani melalui jalan mengurangi makan sedikit demi sedikit.

Kedua, tasawuf teoretis atau, menurut istilah Abu al-Wafa disebut tasawuf falsafi, yaitu

jenis tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis dan visi rasional, dan

pengungkapannya menggunakan terminologi filosofis.[7] Corak tasawuf ini muncul

pertama kali pada masa Imam al-Syazili (656 H/ 1258 M). Ketiga tasawuf taqlidi, yaitu

corak tasawuf yang menyerupai salah satu diantara keduanya, tetapi tidak mampu

mencapai sasaran salah satunya. Keempat, tasawuf Muhammadi, yaitu tasawuf yang

berkiblat kepada tradisi Nabi Muhammad saw. dan dipandang sebagai metode tasawuf

yang paling valid. Untuk kondisi tasawuf ini yang paling cocok.[8]

4
Keempat corak tersebut masing-masing menempatkan zuhud sebagai maqaam,

akan tetapi tampilan dan intensitas zuhudnya berbeda-beda. Yang pertama cenderung

sampai memaksaan diri, tida memenuhi ha-ha jasmani sebagaimana dilaukan oleh

Ibrahim Ibn Adham. Sedang yang kedua kezuhudannya lebih menekankan kepada aspek

inteletual, bukan pengambilan jarak secara fisik dengan ehidupan dunia sebagaimana

dilauan oleh al-Farabi. Yang ketiga tidak memunyai corak yang jelas, tergantung pada

guru yang dianutnya. Sedang yang kkeemat mengambil corak moderat sebagaimana yang

dilakukan oleh Nabi Muhammad saw.

Selanjutnya, bagi Nasr, tasawuf ibarat jiwa yang menghidupkan tubuh. Dalam

Islam, tasawuf merupaan jantung (the heart) dari pewahyuan Islam. Tasawuf telah

meniupkan semangat ke dalam seluruh struktur Islam, baik dalam manifestasi social dan

intelektual. Nasr, akhirnya sampai pada kesimpulan, bahwa berbagai isu didalam Islam

tida akan bisa dipecahkan tanpa memperhitungkan eran yang dimainkan tasawuf.[9] Nasr

mengkritik orang-orang yang megnabaikan peranan positif tasawuf dalam bidang-bidang

pemerintahan sampai kepada seni sepanjang eprjalanan sejarah Islam. Ia juga

menyesalkan studi-studi barat tentang periode modern dalam sejarah Islam yang

membisu mengenai kenyataan tentang terjadinya pembaharuan-pembaharuan penting di

dalam tubuh tasawuf itu sendiri, khsusunya pada abad ke-19.

Selanjutnya Nasr merinciberbagai ibadah wajib dan sunat yang akan

menyelamatkan dan manusia ke pantai keesaan.Ibadah-ibadahpokok, seperti salat, zakat,

puasa, naik haji, dan jihad merupakan sarana untuk mensucikan kehidupan manusiadan

memungkinkan untuk hidup dan mati sebagai suatu makhluk sentral yang ditakkdiran

5
mampu memandang keindahan tuhan. Tetapi ibadah-ibadah ini dalam kacamata sufi,

tidak terbatas pada bentuk-bentuk lahiriyahnya belaka, mereka mempunyai dimensi-

dimensi batin dan tingkat-tingkat makna yang dapat dicapai manusia dengan

memfungsikan keimanannya dan meningkatkan intensitas dan kualitas kebajian (ihsan)-

nya.[10].

Nasr berpendapat bahwa tidak semua orang bisa mencapaitingkat t ertinggi dalam

srpiritual tasawuf. Ia membedakan antara golongan khawass (the spritual elites), dan

golongan ‘awamm (the common man). [11] Padas golongan pertama,Nasr mempercayai

adanya incividu-individu istimewa (afrad), yang sangat dipilih oleh Allah SWT sebagai

penunjuk jalan bagi yang lain. Mereka, karena dipilih, tidak mustahil bisa mencapai

maqam atau station tertinggi dalam trasawuf. Sementara ada golongan kedua,(muslimin

umumnya), dipandang cukup untuk menempuh kehidupansesuai dengan ajaran syariat

untuk dapat mencapai ke dalam surga kelak.

Sejalan dengan pemikiran diatas pentingnya rekonsiliasi antara tasawuf syari’at

diatas, adalah pemikiran Nasr tentang “neo-sufisme”. Pengertian dari istilah ini, adalah

suatu jenis kesufian yang merupakan kelanjutan dari ajaran Islam itu sendiri sebagaimana

termaktub dalam qur’an dan sunnah, dan tetap berada dalam pengawasan kedua sumber

utama ajaran Islam itu, kemudian ditambah dengan ketentuan untuk tetap menjaga

keterlibatan dalam masyarakat secara aktif.[12]

Menurut Fazlur Rahman Neo-Sufisme adalah sufisme yang telah diperbaharui.

Sebagian besar sifat ekstatik metafisis dan kandungan mistiko-filosofis yang sebelumnya

dominan dalam tasawuf awal digantikan dengan kandungan yang tidak lain daripada

6
postulat-postulat agama (Islam) ortodoks (salaf). Fazlur Rahman menjelaskan tasawuf

baru tersebut mempunyai ciri utama berupa tekanan kepada motif moral dan penerapan

metode dzikir dan muraqabah atau konsentrasi keruhanian yang mendekati Tuhan, tetapi

sasaran dan konsentrasi itu disejajarkan dengan doktrin salafi dan bertujuan untuk

menjauhkan keimanan kepada aqidah yang benar dan kemurnian moral dari jiwa. [13]

Pemikiran neo-sufisme seperti tergambar diatas juga berkembang di Indonesia. Yaitu

yang dikembangkan oleh Hamka (m. 1981 M) dan Nurcholis Madjid (1. 1939 M). dalam

bukunya tasawuf modern, Hamka telah meletakkan dasar-dasar sufisme baru di tanah air

kita. Melalui buku tersebut, ia memberi uraian terhadap aspek penghayatan esoteris Islam

secara wajar, namun disertakan peringatan bahwa esoterisme itu harus tetap terkendali

oleh ajaran-ajaran standar syari’ah. Lebih lanjut Hamka menghendaki adanya suatu

penghayatan keagamaan esoteris yang mendalam tetapi tidak dengan melakukan

pengasingan diri atau ‘uzlah, melainkan tetap aktif melibatkan diri dalam masyarakat.

[14]Dulu di Indonesia, tasawuf lahir dan menjamur hanya terbatas di kalangan

masyarakat pedesaan, seperti di pesantren-pesantren tradisional. Thariqat, salah satu

bentuk pengamalan tasawuf, lebih banyak mewarnai masyarakat lapisanbawah, tapi kini

tasawuf telah mencuat ke atas sebagai kebutuhan hidup masyarakat modern.

Belakangan ini ada fenomena menarik mengenai geliat baru masyarakat perkotaan

terhadap kajian tasawuf. Tren spiritual baru tersebut tentu saja penting dikaji sebagai

upaya menepis formalisme keberagamaan masyarakat kita. Hanya saja, para penggiat

tasawuf diharapkan tidak terjebak pula pada tataran kesalihan simbolik. Amin Syukur

(2003) dalam buku Tasawuf Kontekstual; Solusi Problem Manusia Modern mengurai

bahwa dalam konteks kehidupan modern, khazanah pemikiran Islam sufistik atau tasawuf

7
selayaknya direkonstruksi dalam kerangka untuk menemukan kembali makna dan elan

vital ajaran tasawuf bagi kehidupan manusia modern saat ini. Dengan mengkaji dan

mempertanyakan kembali tentang apa dan bagaimana ajaran tasawuf diharapkan mampu

menjawab dan bisa memberikan kontribusi atas berbagai persoalan kehidupan masa kini

yang penuh tantangan dalam menghadapi arus modernisasi, globalisasi dan informasi.

Di satu pihak, arus modernisasi, globalisasi dan informasi memberi banyak

kemudahan bagi kehidupan manusia. Di lain pihak, bersamaan dengan munculnya

persaingan yang ketat, kerasnya kehidupan, ataupun tawaran yang menggiurkan

seringkali menimbulkan kegelisahan batin dan pergolakan jiwa terganggu. Menurut

Jalaluddin Rakhmat, seorang cendekiawan muslim yang sangat produktif dan ikut pula

mempopulerkan tasawuf. Semaraknya orang-orang modern belajar tasawuf karena

tasawuf merupakan salah satu ajaran Islam yang berusaha secara pasti memanusiakan

manusia.

Kondisi ini masih ditambah oleh adanya keinginan hidup secara instan bagi

sementara orang yang berakibat pada kenekatan yang tidak masuk akal (utopia). Sebagai

sistem ajaran keagamaan yang lengkap dan utuh, Islam tidak saja memberi tempat kepada

jenis penghayatan keagamaan eksoterik (lahiriah), tetapi dimensi esoterik (batiniah) juga.

Tekanan yang berlebihan kepada salah satu dari kedua aspek penghayatan itu

diperkirakan akan menghasilkan kepincangan yang menyalahi prinsip equilibrium

(tawazun) dalam Islam, namun kenyataannya banyak kaum muslimin yang penghayatan

keislamannya lebih mengarah ke bentuk lahiriah saja, atau bisa disebut ahl al-dzawahir,

8
atau kehidupan keagamaannya hanya mengarah ke aspek batiniah, sehingga disebut

sebagai ahl al-bawathin.[15]

Sementara bagi Nurcholis Madjid, sikap zuhud itu tetap diperlukan. Sesekali

menyingirkan diri (’uzlah) mungkin ada baiknya, jika itu di lakukan untuk menyegarkan

kembali wawasan dan meluruskan pandangan yang kemudian dijadian titik tolak untuk

penobatan diri dari aktivitas segar lebih lanjut. Akan halnya tentang stasiun-stasiun atau

maqam dalam tasawuf, Nasr berppendapat bahwa untuk mencapai pendakian spiritual

tasawuf orang harus melalui tahapan-tahapan atau stasiun tersebut. Stasiun-stasiun

tersebut mulai dari bawah taubat, zuhud, wara’, faqr, sabar, tawaal, ridha dan seterusnya.

[16]

Menurut Abu Al-’Abbas Ahmad Inb Muhammad A-lQassar, beliau adalah salah

seorang ahli tasawuf juga, dia terenal dengan kemuliaan spiritualnya, kebijaannya yang

sesungguhnya, banyaknya bukti, praktek kezuhudan dan keramat. Suatu riwayat

menjelaskan dia pernah berkata:”Semua manusia, baik mereka ingin atau tidak, harus

mendekatkan diri mereka kepada Alloh karena jika tidak, maka mereka aan menderita”.

[17]

9
BAB III

PENUTUP

B. Kesimpulan

Secara etimologi “ulama” berbeda pendapat tentang asal-usul kata tasawuf,

namun yang paling tepat berasal dari kata suf (bulu domba), baik dilihat dari kontes

kebahasaan, sikap kesederhanaan para sufi maupun aspek kesejarahan. Nasr dengan

gagasan Islam tradisionalnya, tampaknya mengajukan sebuah kebutuhan untuk

menghidupkan kembali sains-sains tradisional dan sains kosmologis ini akan memainkan

ditengah dunia modern. Tasawuf sabagai salah satu disiplin Ilmu keislaman tida bisa

keluar dari keranga itu. Rumusan tasawuf ajaran klasik, hususnya yang menyangkut

konsepp zuhud sebagai maqam (derajat) yang diartikan sebagai sikap menjauhi dunia dan

isolasi terhadap keramaian duniawi, arena semata-mata ingin bertemu dan makrifat

kepada Alloh SWT.

B. Saran

Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak

kekurangan. Oleh karena itu, penulis menerima segala kritik yang bersifat

membangun demi kesempurnaan makalah ini.

10
DAFTAR PUSTAKA

Ali Maksum, Tasawuf Sebagai Pembebasan Manusia Modern, (Surabaya., Yogyakarta:

PUSTAKA PELAJAR, 2003

Ali Ibnu Usman Al-Julabi Al-Hujwiri, kasyf al-Mahjub”Menyelami Samudra Tasawuf,

(yogyakarta, Pustaka Sufi, 2003) .

Amin Syukur, Zuhud diAbad Modern, (Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR, 1997)

Http://www.surya.co.id/web Powered by Joomla., Tanggal 03 Maret 2008

Sayyid Husain Nasr, Tasauf Dulu dan Sekarang, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1991)

[1] Ali Maksum, Tasawuf Sebagai Pembebasan Manusia Modern, (Surabaya.,


Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR, 2003), Hlm. 3.

[2]Sayyid Husain Nasr, Tasauf Dulu dan Sekarang, (Jakarta: Pustaka Firdaus,
1991), Hlm. 9.

[3] Amin Syukur, Zuhud diAbad Modern, (Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR,


1997), Hlm.12.

[4] Ibid, Hlm.12,

[5] Ibid., Hlm. 12.

[6] Ibid., Hlm. 12.

[7] Amin Syukur, Zuhud diAbad Modern, (Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR,


1997), Hlm.14.

[8] Ibid., Hlm. 12.

Ali Maksum, Tasawuf Sebagai Pembebasan Manusia Modern, (Surabaya.,


[9]
Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR, 2003), Hlm. 110.

11
[10] Ibid.,Hlm.111.

[11] Ibid.,Hlm.111.

[12]Ali Maksum, Tasawuf Sebagai Pembebasan Manusia Modern, (Surabaya.,


Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR, 2003), Hlm. 110.

[13] Ibid., Hlm.113.

[14] Ibid., Hlm.114.

[15] http://www.surya.co.id/web Powered by Joomla., Tanggal 03 Maret 2008.

[16]Ali Maksum, Tasawuf Sebagai Pembebasan Manusia Modern, (Surabaya.,


Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR, 2003), Hlm.

[17] Ali Ibnu Usman Al-Julabi Al-Hujwiri, kasyf al-Mahjub”Menyelami Samudra


Tasawuf, (yogyakarta, Pustaka Sufi, 2003), Hlm.188.

12

Anda mungkin juga menyukai