Di ajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sosiologi dan Antropologi
Di susun oleh:
Lilis lisniawati
PRODI S1 KEPERAWATAN
A. PENGERTIAN MASYARAKAT
Dalam Bahasa Inggris disebut Society, asal katanya Socius yang berarti
“kawan”. Kata “Masyarakat” berasal dari bahasa Arab, yaitu Syiek, artinya
“bergaul”. Adanya saling bergaul ini tentu karena ada bentuk – bentuk akhiran
hidup, yang bukan disebabkan oleh manusia sebagai pribadi melainkan oleh unsur –
unsur kekuatan lain dalam lingkungan sosial yang merupakan kesatuan.
Ciri-Ciri Masyarakat Desa yang menonjol pada masyarakat desa antara lain:
b. Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa.
d. Cara berusaha (ekonomi) adalah agraris yang paling umum yang sangat
dipengaruhi alam sekitar seperti : iklim, keadaan alam, kekayaan alam,
sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan.
Sebaliknya bila janji itu tidak ditepati, bagi mereka akan menjadi “luka
dalam” yang begitu membekas di hati dan sulit menghapuskannya.
8. Suka gotong-royong
Salah satu ciri khas masyarakat desa yang dimiliki dihampir seluruh kawasan
Indonesia adalah gotong-royong atau kalau dalam masyarakat Jawa lebih dikenal
dengan istilah “sambatan”. Uniknya, tanpa harus dimintai pertolongan, serta
merta mereka akan “nyengkuyung” atau bahu-membahu meringankan beban
tetangganya yang sedang punya “gawe” atau hajatan. Mereka tidak
memperhitungkan kerugian materiil yang dikeluarkan untuk membantu orang
lain. Prinsip mereka: “rugi sathak, bathi sanak”. Yang kurang lebih artinya: lebih
baik kehilangan materi tetapi mendapat keuntungan bertambah saudara.
9. Demokratis
Sejalan dengan adanya perubahan struktur organisasi di desa, pengambilan
keputusan terhadap suatu kegiatan pembangunan selalu dilakukan melalui
mekanisme musyawarah untuk mufakat. Dalam hal ini peran BPD (Badan
Perwakilan Desa) sangat penting dalam mengakomodasi pendapat/input dari
warga.
10. Religius
Masyarakat pedesaan dikenal sangat religius. Artinya, dalam keseharian mereka
taat menjalankan ibadah agamanya. Secara kolektif, mereka juga
mengaktualisasi diri ke dalam kegiatan budaya yang bernuansa keagamaan.
Misalnya: tahlilan, rajaban, Jumat Kliwonan, dll.
2. Masyarakat Perkotaan
a. Pengertian Kota
- Wirth
Kota adalah suatu pemilihan yang cukup besar, padat dan permanen, dihuni
oleh orang-orang yang heterogen kedudukan sosialnya.
- Max Weber
- Dwigth Sanderson
Kota ialah tempat yang berpenduduk sepuluh ribu orang atau lebih.
Dari beberapa pendapat secara umum dapat dikatakan mempunyani ciri-ciri
mendasar yang sama. Pengertian kota dapat dikenakan pada daerah atau
lingkungan komunitas tertentu dengan tingkatan dalam struktur
pemerintahan.
c). Universalisme
Berhubungan dengan semua hal yang berlaku umum, oleh karena itu
pemikiran rasional merupakan dasar yang sangat penting untuk Universalisme.
d). Prestasi
e). Heterogenitas
- Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus
berdantung pada orang lain (Individualisme).
- Pembagian waktu yang lebih teliti dan sangat penting, untuk dapat
mengejar kebutuhan individu.
C. Perbedaan Antara Desa Dan Kota
Dalam masyarakat modern, sering dibedakan antara masyarakat pedesaan
(rural community) dan masyarakat perkotaan (urban community). Menurut Soekanto
(1994), per-bedaan tersebut sebenarnya tidak mempunyai hubungan dengan
pengertian masyarakat sederhana, karena dalam masyarakat modern, betapapun suatu
desa, pasti ada pengaruh-pengaruh dari kota. Perbedaan masyarakat pedesaan dan
masyarakat perkotaan, pada hakekatnya bersifat gradual.
Kita dapat membedakan antara masya-rakat desa dan masyarakat kota yang
masing-masing punya karakteristik tersendiri. Masing-masing punya sistem yang
mandiri, dengan fungsi-fungsi sosial, struktur serta proses-proses sosial yang sangat
berbeda, bahkan kadang-kadang dikatakan "berlawanan" pula. Perbedaan ciri antara
kedua sistem tersebut dapat diungkapkan secara singkat menurut Poplin (1972)
sebagai berikut:
3. Upaya Kesehatan
Meningkatnya secara bermakna jumlah sarana kesehatan yang bermutu,
jangkauan dan cakupan pelayanan kesehatan, pengunaan obat generik dalam
pelayanan kesehatan, pengunaan obat secara rasional pemanfaatan pelayanan
promotif dan preventif, biaya kesehatan yang dikelola secara efisien, serta
ketersediaan pelayanan kesehatan.
5. Derajat Kesehatan
2. Profesionalisme
4. Desentralisasi
Kesimpulan
Ahmadi, Abu, Drs. 2003. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Rineke Cipta.