TERMOKIMIA
I. TUJUAN PERCOBAAN
2.1 Termokimia
Kajian tentang kalor yang dihasilkan atau dibutuhkan oleh reaksi kimia disebut
termokimia. Termokimia merupakan cabang dari termodinamika karena tabung
reaksi dan isinya membentuk sistem. Jadi kita dapat mengukur (secara langsung
dengan cara mengukur kerja atau kenaikan temperatur) energi yang dihasilkan oleh
reaksi sebagai kalor dan dikenal sebagai Joule. Berganti dengan kondisinya, apakah
dengan perubahan energi dalam atau perubahan entalpi. Sebaliknya jika tahu ∆ C
atau ∆ H suatu reaksi kita dapat meramalkan jumlah energi yang dihasilkannya
sebagai kalor.
(Atkins, 1994)
Kimia termo mempelajari perubahan panas yang mengikuti reaksi kimia dan
perubahan-perubahan fisika (pelarutan, peleburan dan sebagainya). Satuan tenaga
panas biasanya dinyatakan dengan kalori, joule atau kilo kalori.
Untuk menentukan perubahan panas yang terjadi pada reaksi kimia, dipakai
kalorimeter. Besarnya panas reaksi kimia dapat dinyatakan pada :
− Tekanan tetap
− Volume tetap
(Sukardjo, 1989)
(Chang, 1995)
Kalor reaksi dapat dinyatakan sebagai perubahan energi produk dan reaktan pada
volume konstan (∆ E) atau pada tekanan konstan (∆ H), sebagai contoh adalah reaksi :
∆ E = Eproduk – Ereaktan
∆ H = Hproduk – Hreaktan
Satuan SI untuk E dan H adalah joule, yaitu satuan energi tetapi satuan umum
yang lain adalah kalori. Umumnya harga E atau H untuk tiap reaktan dan produk
dinyatakan sebagai Joule mol-1 atau kJ mol-1 pada temperatur konstan tertentu, biasanya
298 K.
(Atkins, 1994)
(Dogra, 1990)
(Dogra, 1990)
Merupakan panas reaksi pada pembentukan 1 mol suatu zat dari unsur-unsurnya.
Jika aktivitas pereaksinya 1, hal ini disebut panas pembentukan standar ∆ H°.
(Sukardjo, 1989)
Merupakan panas yang timbul pada pembakaran 1 mol suatu zat. Biasanya panas
pembakaran ditentukan secara eksperimen pada V tetap dalam bomb-kalorimeter.
Sehingga dapat dicari ∆ H :
∆ H=∆ E+P.∆ V
(Sukardjo, 1989)
Pada pencampuran larutan encer dua buah garam dari asam dan basa kuat,
perubahan panasnya nol bila tidak terjadi reaksi antara keduanya.
Misal
KNO :
3(aq) NaBr (aq) KBr(aq) NaNO3(aq)
∆ H° = 0
K(aq) NO3(aq) Na(aq) Br (aq) K(aq) Br (aq) Na(aq) NO 3(aq)
∆ H° = 0
Disini ternyata bahwa pereaksi dan hasil reaksi sama, sehingga ∆ H° = 0. Bila pada
pencampuran tersebut terjadi reaksi kimia, hukum di atas tidak berlaku lagi.
(Sukardjo, 1989)
Panas yang timbul pada penetralan asam kuat dan basa kuat, tetap untuk tiap-tiap
mol H2O yang terbentuk. Bila asam atau basanya lemah, panas netralisasi tidak lagi
tetap, sebab ada panas yang diperlukan untuk ionisasi.
(Sukardjo, 1989)
Panas reaksi yang mengakibatkan dan melibatkan netralisasi asam oleh basa
dikenal sebagai panas netralisasi. Panas netralisasi asam kuat dan basa kuat adalah
konstan, yaitu -55,90 kJmol-1. Tetapi panas netralisasi asam lemah dan basa lemah
kurang dari -55,90 kJmol-1, karena asam atau basa menjadi ion-ion kation dan anion,
sedangkan asam kuat dan basa kuat terdisosiasi sempurna dan reaksinya hanyalah :
Sehingga :
∆ H = ∆ H ionisasi + ∆ H netralisasi
(Dogra, 1990)
Sebagai perubahan entalpi jika 1 mol zat dilarutkan dalam n mol pelarut, panas
integral ini besarnya panas pelarutan tergantung jumlah mol zat pelarut dan zat
terlarut.
(Dogra, 1990)
Sebagai perubahan entalpi jika 1 mol zat terlarut dilarutkan dalam jumlah larutan
yang tidak terhingga, sehingga konsentrasinya tidak berubah dengan penambahan 1
diplot sebagai jumlah mol zat terlarut dan panas pelarutan dideferensial dapat
diperoleh dengan mendapatkan kemiringan kurva pada setiap konsentrasi. Jadi panas
pelarutan deferensial tergantung pada konsentrasi larutan.
(Dogra, 1990)
(Sukardjo, 1989)
∆ H° = -7960 kal
(Sukardjo, 1989)
Perubahan entalpi pada saat sistem mengalami perubahan fisika / kimia biasanya
dilaporkan untuk proses yang terjadi pada sekumpulan kondisi standar. Dalam
banyak pembahasan kita akan memperhatikan perubahan entalpi standar ∆ H°, yaitu
perubahan entalpi untuk proses yang zat awal dan akhirnya ada dalam keadaan
standar.
(Atkins, 1994)
(Atkins, 1994)
Merupakan penguapan entalpi permol jika cairan murni pada tekanan 1 bar
menguap menjadi gas pada tekanan 1 bar, seperti dalam :
(Atkins, 1994)
Entalpi standar untuk proses dimana padatan menguap, tidak bergantung pada
jalan antara 2 keadaan yang berarti nilai ∆ H° yang sama diperoleh bagaimana pun
perubahan yang dihasilkan.
Walaupun demikian hasil keseluruhan yang sama akan diperoleh jika padatan
dianggap meleleh pada temperatur T dan kemudian menguap pada temperatur
tersebut.
(Atkins, 1994)
Dimana es pada tekanan 1 bar molekul menjadi cair pada tekanan 1 bar.
Contohnya ∆ H°fus seperti dalam :
(Atkins, 1994)
Perubahan entalpi standar jika zat itu melarut dalam pelarut dengan jumlah
tertentu. Entalpi pembatas adalah perubahan entalpi standar jika zat melarut dalam
pelarut dengan sejumlah tak hingga, sehingga interaksi antara dua ion (atau molekul
terlarut) untuk zat bukan elektrolit dapat diabaikan.
(Atkins, 1994)
Dua perubahan entalpi yang sangat penting adalah perubahan entalpi yang
menyertai pembentukan kation dan anion dari atom-atom dan molekul-molekul fase
gas.
A. Entalpi Pengionan ε 1
Pengaruh entalpi standar yang menyertai pelekatan elektron pada suatu atom, ion
atau molekul dalam fase gas adalah entalpi peroleh elektron ∆ H°ea.
(Atkins, 1994)
Merupakan nilai entalpi disosiasi ikatan dari ikatan A-B yang dirata-ratakan dari
suatu senyawa serumpun.
B. Entalpi Pengatoman
Perubahan entalpi standar yang menyertai pemisahan semua atom dalam suatu
zat (dapat berupa unsur atau senyawa)
(Atkins, 1994)
Merupakan entalpi reaksi standar untuk oksidasi zat organik menjadi CO 2 dan
H2O bagi semua yang mengandung C, H, O dan D menjadi N 2 bagi senyawa yang
mengandung N.
(Atkins, 1994)
Entalpi reaksi standar untuk hidrogenasi senyawa organik tak penuh. Dua hal
yang sangat penting adalah hidrogenasi etana dan benzena.
(Atkins, 1994)
Entalpi pembentukan standar (∆ H°f) adalah suatu zat dimana entalpi reaksi
standar untuk pembentukan zat itu dari unsur-unsurnya dalam keadaan referensinya.
Keadaan referensinya suatu unsur adalah keadaan yang paling stabil pada temperatur
tertentu atau tekanan 1 bar.
Entalpi pembentukan standar unsur-unsur dalam keadaan referensinya adalah nol
pada semua temperatur, karena entalpi tersebut adalah entalpi dari reaksi “nol”.
(Atkins, 1994)
Entalpi suatu zat bertambah jika zat tersebut dipanaskan, oleh karena itu entalpi
reaksi berubah dengan perubahan temperatur. Karena entalpi setiap zat dalam suatu
reaksi bervariasi dengan cara yang khas.
(Atkins, 1994)
Kapasitas kalor suatu zat bergantung pada kondisinya, misalnya sistem itu
terpaksa mempunyai volume tetap dan tidak dapat melakukan kerja. Jenis apapun
kalor yang diperlukan agar mengubah temperatur dT adalah dq V = Cv dT, dengan
Cv sebagai kapasitas kalor pada volume tetap. Walaupun demikian, karena du = dqv
volume tetap. Jika suatu variabel atau lebih dijaga agar tetap selama perubahan
variabel yang lain maka turunan disebut “turunan parsial” terhadap variabel yang
berubah. Notasi d digantikan dengan δ dalam variabel yang dibuat tetap
ditambahkan subskrip.
Cv =
(Atkins, 1994)
Cp =
(Atkins, 1994)
H(T2) = H(T1) +
dengan
∆ Cp = –
(Dogra, 1990)
Bila perubahan entalpi reaksi pada suhu diketahui, maka perubahan entalpi reaksi
pada suhu lain dapat dihitung bila kapasitas kalor pereaksi dan hasil diketahui untuk
daerah suhu, di antaranya :
Untuk reaksi kimia secara umum seperti yang diberikan pada persamaan :
= Σ vi ………… (2.10.2)
(Robert, 1981)
2.10 Kalorimetri
q=C.∆ t
q = C (tf – ti)
q=m.δ .∆ t
Dimana m merupakan massa dalam gram dari zat yang menyerap kalor dan c = m.δ
(Chang, 1995)
Alat paling penting untuk mengukur kalor adalah kalorimeter bom adiabatik.
Perubahan keadaan yang dapat berupa reaksi kimia berawal dalam wadah bervolume
tetap yang disebut bom.
q=C.∆ T
Untuk mengukur C, kita alirkan arus listrik melalui pemanas dalam kalorimeter dan
kita tentukan kerja listrik yang kita lakukan padanya.
(Atkins, 1994)
(Atkins, 1994)
Suatu reaksi kimia yang diinginkan dapat ditulis sebagai rangkaian dari banyak
reaksi kimia. Jika seseorang mengetahui panas reaksi dari masing-masing tahap di
atas, maka panas reaksi yang diinginkan dapat dihitung dengan menambahkan atau
mengurangi panas reaksi dari masing-masing tahap. Prinsip ini dimana panas reaksi
ditambahkan atau dikurangi secara aljabar, disebut hukum Hess mengenai
penjumlahan panas konstan.
Dasar dari hukum ini adalah entalpi atau energi internal merupakan suatu besaran
yang tidak tergantung pada jalannya reaksi, yaitu :
∆ H = ∆ H1 + ∆ H2 + ∆ H3 ……… atau
qp = q′ p + q′ ′ p + q′ ′ ′ p ………...
(Dogra, 1990)
Asas Black menyatakan jumlah kalor yang masuk sama dengan jumlah kalor
yang dilepaskan pada suatu sistem.
(Mulyono, 2001)
(Petrucci, 1987)
2.14 Entropi
Bila suatu sistem mengalami perubahan isotermal dan reversible, maka besarnya
perubahan entropi ∆ S ditunjukkan oleh :
T
Sistem Sistem
qs
∆ S = S2 – S1 ∆ S= atau dS =
Suatu entropi = kalori per derajat, per jumlah zat yang bersangkutan, misalnya : kal
per derajat per mole. Kalori per derajat dianggap sebagai e . u (entropy unit).
Bila panas dilakukan untuk sistem terisolasi, maka untuk proses intermal reversible.
∆ S gas =
Sekeliling : r = reversible
∆ S keliling = -
Total ∆ S =
∆ S total = ∆ S gas + ∆ S keliling
∆ S total = 0
Untuk proses isotermal dan reversible, perubahan entropi total dan sekelilingnya = 0.
Demikian pula perubahan entropi untuk proses siklus / cycle = 0.
Sistem I Sistem II
S1 qT S2
Untuk proses isotermal tetapi reversible,
Karena ∆ S = S2 – S1, maka perubahan entropi tetap sama dengan proses isotermal
dan reversible.
(Sukardjo, 1989)
2.15.1 NaOH
Sifat Fisik :
− bersifat higroskopis
− mudah menguap
− bersifat korosif
Sifat Kimia :
(Mulyono, 2001)
2.15.2 Aquades
Sifat Fisik :
− tidak berwarna
Sifat Kimia :
− bersifat polar
(Basri, 1996)
2.15.3CH3COOH
Sifat Fisik :
Sifat Kimia :
− asam lemah
3.1.1 Alat
c. Termometer
3.1.2 Bahan
b. CH3COOH 0,05 N
Pencampuran
Pencampuran
Pengadukkan
CH3COOH + NaOH
Kalorimeter
VI. PEMBAHASAN
(Atkins, 1994)
Untuk air suhu 75oC dilakukan pengukuran pada menit ganjil dan untuk suhu
10oC dilakukan pengukuran pada menit genap. Tujuan pengukuran suhu secara
bergantian dengan selang waktu 1 menit adalah untuk mengetahui kebenaran Asas
Black, yaitu dalam suatu sistem (kalorimeter), air panas akan melepas kalor dan
suhu turun karena kalor yang dilepas disebut kalor serap oleh air dingin pada
kalorimeter sehingga suhu air dingin akan naik. Suhu akhir masing-masing air
sebelum dicampurkan pada menit ke-11 merupakan T akhir air panas dan T akhir
air dingin.
Pada menit ke-11, kedua air yang berbeda suhu di campurkan dan dilakukan
pengukuran suhu tiap 10 menit. Pencampuran dan pengukuran ini bertujuan untuk
membuktikan fungsi kalorimeter selain sebagai penyerap kalor, juga berfungsi
untuk menjaga atau mempertahankan temperatur (suhu). Setelah pengukuran suhu
air tersebut selesai, lalu dikeluarkan dari kalorimeter. Kemudian suhu dari
kalorimeter diukur kembali sebagai suhu akhir kalorimeter kosong.
Dari percobaan, ternyata suhu awal dan suhu akhir kalorimeter tidak sama,
yaitu 31oC menjadi 32oC. Ini membuktikan bahwa fungsi kalorimeter adalah
untuk menyerap panas yang mengakibatkan terjadinya kenaikkan suhu pada
kalorimeter itu sendiri. Pengukuran suhu air panas dalam kalorimeter mengalami
penurunan, yaitu 55oC, 56oC, 55oC, 52oC, 51oC dan pada suhu air dingin
mengalami kenaikkan, yaitu 17oC, 19oC, 20oC, 22oC, 22oC.
Reaksi :
(Atkins, 1994)
Hal ini membuktikan bahwa kalor lepas dari air panas yang ditandai dengan
penurunan suhu sedangkan air dingin menyerap kalor yang ditandai dengan
kenaikkan suhu. Hasil dari percobaan pencampuran air panas dan air dingin juga
membuktikan bahwa kalorimeter berfungsi untuk menjaga atau mempertahankan
temperatur. Hal ini dapat dilihat dari penurunan suhu yang signifikan dan
berlangsung dalam suhu yang agak lama. Nilai kapasitas kalor kalorimeter dapat
dihitung dengan persamaan Qlepas = Qterima. Dan hasil perhitungan didapatkan nilai
kapasitas kalor kalorimeter adalah 208,2968 J/K
q = C.∆ T
Prinsip pada percobaan ini adalah Azas Black, yang menyatakan bahwa kalor
yang dilepas sama dengan kalor yang diterima. Sedangkan metode yang
digunakan adalah kalorimetri yang berdasarkan pada hal penyeimbangan suhu dua
larutan dalam suatu sistem adiabatik. Kalor netralisasi adalah panas yang timbul
pada penetralan asam atau basa kuat, tetap untuk tiap-tiap mol H2O yang
terbentuk. Bila asam lemah, kalor netralisasi tidak tetap, karena ada kalor untuk
ionisasi.
(Sukardjo, 1989)
Pada penentuan kalor netralisasi ini digunakan asam lemah dan basa kuat,
karena adanya hokum ketetapan kalor netralisasi, yaitu kalor netralisasi untuk
asam atau basa kuat bernilai tetap. Pada percobaan ini digunakan CH3COOH
sebagai asam lemah dan NaOH sebagai basa kuat. 50 mL CH3COOH 0.5 N di
masukkan ke dalam erlenmeyer I, dan 50 mL NaOH 0,5 N di masukkan ke dalam
erlenmeyer II. Masing-masing Erlenmeyer diberi termometer dan di ukur suhu
awal dari asam dan basa tersebut. Setelah di dapat suhu awal, kedua larutan
dicampur, diaduk, kemudian dimasukkan ke dalam kalorimeter dan dilakukan
pengukuran suhu tiap menit selama 10 menit. Pencampuran dilakukan agar
larutan asam dan basa ternetralisasi sehingga bisa didapat kalor netralisasinya.
Sedangkan pengadukan bertujuan untuk mempercepat adanya transfer elektron
dari ion-ion yang ada didalam larutan.
Nilai kalor netralisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti massa asam
dan basa, perubahan kalorimeter dan zat-zat yang berfungsi sebagai penyerap
kalor dalam sistem kalorimeter.
Faktor-faktor tersebut dapat dinyatakan dalam persamaan Hukum Black, yaitu
Qlepas = Qterima. Dalam sistem ini, campuran asam dan basa akan melepas kalor saat
ionisasi asam lemah maupun basa kuat.
Qlepas = Qterima
Nilai kalor campurandari asam dan basa juga dapat dihitung dengan :
Reaksi :
(Chang, 1991)
Dalam reaksi ini CH3COOH terdisosiasi sebagian dalam air membentuk CH3COO-
dan H+, sedangkan NaOH terdisosiasi sempurna dalam air membentuk Na+ dan OH-. Dari
suhu awal sistem ke suhu akhir sistem mengalami penurunan sebesar 1 K, berarti reaksi
bersifat endoterm. Maka campuran CH3COOH dan NaOH merupakan sistem yang
menerima kalor dan kalorimeter berfungsi sebagai pelepas kalor.
Mekanisme reaksi :
CH3COOH CH3COO- + H+
b. Disosiasi natrium hidroksida
c. Reaksi netralisasi
(Chang,1991)
Garam CH3COO- Na+ yang terbentuk bersifat basa. Ini dikarenakan reaksi antara
basa kuat dengan asam lemah, dimana basa kuat terdisosiasi sempurna dalam air,
sedangkan asam lemah terdisosiasi sebagian dalam air sehingga pH menjadi lebih basa.
Dari perhitungan, didapatkan kalor jenis netralisasi (cn) sebesar 208,2968 J/gK dan
kalor netralisasi (Q) sebesar 832,2426 J.
VII.1 Kesimpulan
Robert, and Caselo Mc. 1981. Basic Prinsiples of Org Chemistry. CS: New York
9.1 Perhitungan
Ditanya : Ck = ……………?
Jawab :
ρ =
m = ρ .V
mp = 0,99099 g/mL . 50 mL md = 0,99054 g/m . 50 mL
∆ Tk = T1 – T0
= 306 K – 304 K
=2K
Qlepas = Qterima
2K.ck = 416,5936 J
ck =
ck = 208,2968 J/K
V NaOH = 50 mL V CH3COOH = 50
mL
Ditanya : Qn = ……?
Jawab :
m NaOH =
= 1 gram
m CH3COOH =
= = 1,5 gram