Anda di halaman 1dari 5

MENGENAL PEMIMIPIN DAN HAKIKAT MEMIMPIN

Ahmad Harindah, SE
Mahasasiswa Pasca Sarjana UGM

Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat membutuhkan adanya pemimpin. Di sebuah


Negara, Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan, Desa, bahkan sampai di tingkat kehidupan
rumah tangga diperlukan adanya pemimpinan atau kepala keluarga. Demikian halnya kita
di Maluku Utara yang beberap saat kedepan, ada beberapa Kabupaten/Kota yang akan
melangsungkan Pemilukada. Ini artinya kita juga harus memilih pemimipin. Betapa
pentingnya kedudukan pimpinan dalam mesyarakat, baik dalam skala yang kecil apalagi
dalam skala besar, karenanya terasa betapa perlunya kita memilih dan mencari pemimipin
dengan cermat dan hati-hati karena kita seakan mencari utusan Tuhan (khalifah) . Oleh
karena itu siapa saja yang terpilih menjadi pemimipin tidak boleh dan jangan sampai
menyalahgunakan kepemimpinanannya untuk hal-hal yang tidak benar. Dalam memilih
pemimipin, banyak factor perlu dipertimbangkan, dan dari beberapa kemungkinan yang
dipilih itu adalah yang memiliki prinsip, mengetahui hakikat memimpin dan mampu
memanage nafsu.

Thomas Carlyle pernah menulis, orang berwatak baik, melakukan sesuatu yang benar
hanya karena itu benar, sedangkan orang yang besar menunjukkan kebesarannya
dalam caranya memperlakukan orang kecil.

Stepehen R. Corvey mengemukakan beberapa gambaran ciri pemimipin yang


berprinsip, antara lain adalah :

Berorientasi Pada Pelayanan. Pemimpin yang berprinsip melihat kehidupan ini sebagai
misi, bukan karir. Ukuran keberhasilan mereka adalah bagaimana mereka bisa menolong
dan melayani orang lain. Sitou Timou Tou Hidup adalah untuk menghidupkan orang lain
(Kata Orang Sulawesi Utara). Inti kepemimpinan yang berprinsip adalah kesediaan untuk
memikul beban orang lain. Pemimpin yang tak mau memikul beban orang lain, akan
menemui kegagalan. Tak cukup hanya memiliki kemampuan intelektual, pemimipin harus
menerima tanggungjawab moral, pelayanan dan sumbangsih tanpa pamrih.

Terus Belajar. Pemimpin yang berprinsip menganggap hidupnya sebagai proses belajar
yang tiada henti untuk mengembangkan lingkaran pengetahuan mereka. Disaat yang
sama, mereka juga menyadri betapa lingkaran ketidak tahuan meraka juga membesar.
Mereka terus belajar dari pengalaman, mereka tidak segan mengikuti pelatihan,
mendengarkan orang lain, bertanya, ingin tahu, meningkatkan ketrampilan dan minat
baru.

Memancarkan Energi Positi. Secara fisik, pemimpin yang berprinsip memiliki air muka
yang menyenangkan dan bahagia. Mereka optimis, positif, bergairah, antusias, penuh
harap, dan dapat mempercayai serta dapat dipercaya. Mereka memancarkan energy
positif yang akan mempengaruhi orang-orang disekitarnya. Dengan energi itu mereka
selalu tampil sebagai juru damai, penengah, untuk menghadapi dan mengembalikan
energy destruktif menjadi energy konstruktif dan positif bagi semua orang.

Mempercayai Orang Lain. Pemimpin yang berprinsip mempercayai orang lain, mereka
yakin orang lain mempunyai potensi yang tak tampak. Namun tidak bereaksi secara
berlebihan terhadap kelemahan-kelemahan manusiawi. Mereka tidak merasa hebat saat
menemukan kelemahan orang lain. Ini membuat mereka tidak menjadi naïf.
Hidup Seimbang. Pemimpin yang berprinsip bukan ekstrimis. Mereka tidak menerima
atau menolak sama sekali. Mereka sadar dan penuh pertimbangan dalam tindakan. Ini
membuat diri mereka seimbang, tidak berlebihan, mampu mengusai diri, dan bijak.
Sebagai gambaran, mereka tidak gila kerja, tidak fanatik, tidak menjadi budak rencana-
rencana. Dengan demikian mereka jujur pada diri sendiri, mau mengakui kesalahan dan
melihat keberhasilan sebagai hal yang sejalan berdampingan dengan kegagalan.

Melihat Hidup Sebagai Suatu Petualangan. Pemimpin yang berprinsip menikmati hidup.
Mereka melihat hidup ini selalu sebagai sesuatu yang baru. Mereka siap menghadapinya
karena rasa aman mereka datang dari dalam diri, bukan dari luar. Mereka menjadi penuh
kehendak, inisiatif, kreatif, berani, dinamis, dan cerdik. Karena berpegang pada prinsip,
mereka tidak mudah dipengaruhi namun fleksibel dalam menghadapi hampir semua hal.
Mereka benar-benar menjalani kehidupan yang penuh dengan pilihan, dimana dalam
setiap pilihan ada resiko, namun prinsiplah yang memantapkan pilihan meraka.

Sinergistis. Pemimpin yang berprinsip itu sinergistik. Mereka adalah katalis perubahan.
Setiap situasi yang dimasukinya selalu diupayakan menjadi lebih baik. Karena itu mereka
selalu produktif dalam cara-cara baru dan kreatif. Dalam bekerja mereka menawarkan
pemecahan sinergistik, pemecahan yang memperbaiki dan memperkaya hasil, bukan
sekedar kompromi.

Berlatih Untuk Memperbaharui Diri. Pemimpin yang berprinsip secara teratur melatih
empat dimensi kepribadian manusia yaitu fisik, mental, emosi dan spiritual. Mereka selalu
memperbaharui diri secara bertahap. Dan ini membuat diri dan karakter mereka kuat,
sehat, dengan keinginan untuk melayani yang sangat kuat pula.

Sekarang sudahkan anda menjadi pemimpin bagi diri sendiri sebelum memimpin orang
lain, semoga resep diatas dapat pula selalu mengingatkan kita memperbaharui pola pikir
(mindset) yang positif.

Bagaimana Hakikat Memimpin ?

Para pemimpin dan orang yang dipimpin haruslah memahami hakikat memimpin, berikut
ini dikemukan beberapa pandangan yang mendalam tentang hakikat memimpin sebagai
berikut:

Tanggungjawab Bukan Keistimewaan. Ketika seorang diangkat atau ditunjuk untuk


memimpin suatu lembaga atau institusi, maka ia sebenarnya ia mengemban
tanggungjawab yang besar sebagai seorang pemimpin dan harus mampu
mempertanggungjawabkannya. Bukan hanya dihadapan manusia, tapi juga juga
dihadapan Tuhan. Oleh karena itu jabatan dalam semua level tingkatan bukan suatu
keistimewaan sehingga seorang pemimpin atau pejabat tidak boleh merasa manusia yang
istimewah sehingga merasa harus diistimewakan dan sangat marah bila orang lain tidak
mengistimewakan dirinya.

Melayani bukan dilayani dan sewenang-wenang. Pemimpin adalah pelayan bagi yang
dipimpinnya. Karena itu menjadi pemimpin atau pejabat berarti mendapatkan kewenangan
yang besar untuk bisa melayani masyarakat dengan pelayanan yang lebih baik dari
pemimpin sebeliumnya. Oleh karena itu setiap pemimpin harus memiliki visi dan misi
pelayanan terhadap orang-orang yang dipimpinannya guna meningkatkan kesejahteraan
hidup, ini berarti tidak boleh ada keinginan sedikitpun unutk membohongi rakayatnya,
apalagi menjual rakyatnya (Mengatasnamakan rakyat) padahal sebenarnya adalah untuk
kepentingan dirinya sendiri dan keluarga atau golongannya. Bila pemimipin seperti ini
terdapat dalam lingkungan kehidupan kita, maka ini adalah penghianatan yang paling
besar.

Pengorbanan bukan Fasilitas. Menjadi pemimpin atau pejabat bukan untuk menikmati
kemewahan atau kesenangan hidup dengan berbagai fasilitas duniawi yang
menyenagnkan, tapi justru ia harus mau berkorban dan menunjukkan pengorbanan,
apalagi ketika masyarakat dipimpinnya berada dalam kondisi sulit. Karena itu menjadi
terasa aneh bila dalam kondisi sulit, namun dalam anggaran belanja Negara atau belanja
daerah masih terdapat anggaran yang cukup besar untuk pejabat, semisal belanja
pakaian dinas. Padahal akal sehat kita mengatakan bahwa pejabat tersebut kan pasti
mampu membeli pakaian yang mahal dengan uanganya sendiri sebelum ia menjadi
pemimpin atauu pejabat.

Keteladanan dan kepoloporan, bukan pengekor. Dalam segala bentuk kebaikan,


seorang pemimpin seharusnya menjadi teladan dan pelopor bukan malah menjadi
pengekor yang tidak memiliki sikap terhadap nilai-nilai kebenaran dan kebaikan. Ketika
seorang pemimpin menyerukan kejujuran kepada rakyat yang dipimpinnya, maka ia telah
menunjukkan kejujuran itu. Ketika ia menyerukan hidup sederhana dalam soal materi,
maka ia tunjukkan hidup kesederhanaan bukan malah kemewahan. Masyarakat sangat
menunutut adanya pemimpin yang bisa menjadi pelopor dan teladan dalam kebaikan dan
kebenaran. Dari penjelasan diatas, kita bisa menyadari betapa penting kedudukan
pemimpin bagi suatu masyarakat, karenanya jangan sampai kita salah memilih pemimpin,
baik dalam tingkatan yang paling rendah samapi pada tingkat tinggi seperti anggota
parlemen, Bupati, Walikota, Gubernur dan seterusnya. Karena itu orang yang sudah
terbukti tidak mampu memimpin, menyalahgunakan kepemimipinan untuk misi yang tidak
benar dan orang-orang yang kita ragukan untuk bisa memimpin dengan baik dan kearah
kebaikan, tidak layak untuk kita percayakan menjadi pemimpin.

Bagaimana Ketika Pemimipin itu Memimpin dengan penuh dengan “Nafsu”..?

(Nafsu yang penulis maksudnya disini adalah nafsu dalam arti positif, atau dalam
pandangan Islam dapat dikatakan “Nafsul Mutmainnah”)

“Aku harus berbuat sesuatu, apapun yang terjadi dan seberapa kecil pun peranku
disana”, ia bertekad pada dirinya. Itulah Prinsip Sejati dari beberapa tokoh besar yang
telah tersohor. Contoh konkrit adalah Nabi Muhammad SAW, beliau tidak hanya berhasil
menyebarkan ajaran Islam keseluruh pelosok dunia, tapi juga berhasil meletakkan nilai-
nilai kehidupan yang universal bagi seluruh manusia dengan Prinsip Sejati yaitu
keteladanan ahlak. Sebagai manusia biasa yang juga memiliki nafsu, beliau lebih
mengutamakan ahlakul karimah yang bersumber dari nafsu Mutmainnah ketimbang
mengutamakan nafsu yang Lauwaamah. Prinisp, keteguhan, kesabaran dan keuletan
beliau dalam berjuang sungguh dapat menjadi inspirasi bagi pemimpin dimanapun dan
siapapun. Belilaulah sesungguhnya pemimpin sejati.

Satu sosok lain, Suster Teresa misalnya. Ketika ia melihat begitu banyak kemiskinan yang
ekstirm, kebodohan yang membutakan nurani dan masa depan yang gelap pekat di India,
maka saat itu ia bertekad apapun yang terjadi dan seberapa kecil perannya disana, dia
harus berbuat. Ia sudah yakin bahwa di daerah sangat miskinlah sesungguhnya ladang
pengabdiannya. Ditengah kuatnya aturan tidak boleh keluar biara, ia terus berjuang. Ia
butuh waktu 1 tahun untuk meyakinkan pemimpin biaranya, agar ia diboleh keluar dari
biaranya itu. Dan dari apa yang dilakukannya sejarah mencatat betapa ia mampu
mengabdi dan mengangkat derajat jutaan orang miskin India. Inilah sesungguhnya
pemimpin sejati. Ia memilik nafsu besar untuk mengurangi kemiskinan yang esktirm. Ia
tidak punya modal apa-apa, ia hanya bermodalkan keyakinan dan ternyata keyakinan itu
mempu memberi energy tak terbatas untuk berjuang.

Ketika Jenderal Soedirman berjuang, ia sakit dan ditandu. Dalam kondisi sakit parah
(konon penyakit paru) ia rela terus berjuang karena ia memiliki nafsu untuk mengusir
penjajah. Nafsunya menular kepada para pejuang lainnya. Akhirnya panjajah harus
angkat kaki dari bumi Indonesia.

Para pemimpin besar adalah orang-orang yang berjuang memperjuangkan sesuatu yang
besar, sesuatu yang jauh melampaui kepentingan atau agenda pribadinya. Bagiku hidup
tidak seperti lilin yang menyala singkat,. “Bagiku hidup bagaikan suluh penerang yang aku
pegang sebentar dan aku buat Ia seterang mungkin sebelum aku serahkan kepada
generasi penerus” kata George Bernard Shaw

Lihat para pemimipin tadi, ingin meninggalkan jejak ingin meninggalkan warisan. Riset
membuktikan bahwa untuk menilai keberhasilan seorang pemimipin, bukanlah pada saat
orang itu menjabat, melainkan setelah orang itu selesai menjabat.

Dr. Dwi Suryanto, Ph.D mengemukanan, para pemimipin besar menjadi sukses karena
mereka memiliki agenda tunggal. Satu agenda yang jika tercapai akan membawa
kesuksesan pada bidang-bidang lainnya. Soeharto (terlepas dari pro kontra tentang jasa-
jasanya) dianggap sukses dengan agenda tunggalnya (Pembangunan Lima Tahun)
PELITA dan swasembada pangan. Hasilnya tidak ada yang kelaparan atau harus makan
nasi aking seperti sekarang.

Ketika pemimpin memiliki tema tunggal, ia jadikan agenda itu sebagai misinya, sebagai
curahan nafsunya. Ia tidak terbelenggu pada ukuran populer seperti nilai saham yang
naik, pengembalian investasi yang fantastis atau bahkan ingin terpilih lagi sebagai
pemimipin seperti marak saat ini. Begitu ia mencurahkan semangat, nafsu dan
pengabdiannya pada tema tunggal, kekuatan yang terpencar bagaikan sinar laser yang
mampu menembus apa pun. Temanya mudah dipahami oleh pengikutnya, semangatnya
menjadi begitu menular, dan bicaranya begitu mengisnpirasi sehingga kepemimpinannya
efektif.

Bandingkan dengan pemimpin reaktif yang banyak betebaran disekitar kita. Mereka tidak
punya agenda jelas, baru mengajurkan sesuatu setelah akibat buruknya dirasakan, baru
menganjurkan menanam pohon setelah terjadi longsor, atau baru mengajurkan larangan
membuang sampah sembarangan setelah terjadi banjir dimana-mana, atau kita biasa
mengatakan tiba saat tiba akal.

Para pemimipin sejati bagaikan air. Air mengalir dari atas ke bawah membagikan
kesegaran, kesuburan, kemakmuran. Air juga mampu menampung dan membawa segala
sampah, kotoran dan limbah lainnya. Kemudian air dan kotoran yang hitam dan pekat tadi
mangalir jauh sampai kelaut sehingga menjadi jernih lagi, dan air laut itu pula yang
menguap dan menjadikan hujan yang menyegarkan. Bagi air tema pengabdiannya hanya
satu, menyegarkan, menghidupkan kembali dan setelah itu kembali kepada ibu laut
(Ibu/Sumber dari segala sumber air) sambil membawa apa pun yang diceburkan kesana.

Pemimpin hendaknya seperti air itu. Dipacu otaknya, jiwa dan raganya, untuk mengabdi
kepada sesama. Ia siap menyegarkan, menghidupkan sekaligus mampu menanggung
keluhan, kesakitan, dan kepedihan hati pengikutnya. Ia ingin ketika ia kembali kepada
Tuhannya, ia menerima raport yang cemerlang dan menerimanya dengan tangan
kanan. Ia menyadari betatapun gemerlapnya dunia ini, tidak mampu menandingi
nikmatnya di akherat. Bahkan tempat cambuk diakherat, nyatanya lebih bagus dari
pada dunia, mobil mewah, gedung gedung mewah dan permata-permatanya.

Pemimipin sejati, tidak terbelenggu oleh apapun, ia mengabdi pada nuraninya, pada
panggilan jiwanya Pemimipin seperti itu yang dikatakan Grenlaaf sebagai Serveant
Leadership. Atau ada yang mengatakan kemimpinan tingkat lima, kempemimpinan
transformasional.
Ketika ia berjuang dengan ikhlas, rela hati dan kebesaran jiwa, selalu saja terjadi
keajaiban. Orang-orang tiba-tiba mempu melihat prestasinya. Ia ternyata menjadi begitu
menonjol diantara pemimipin biasa lainnya. Tiba-tiba ia bagaikan mercu suar yang mampu
memandu orang orang-orang yang sedang berputus asa dan tak tau arah. Ia Ternyata
mampu membangkitkan harapan. Dan orang-orang yang dipimpinnya pun dengan
sukarela mengikuti perintah dan harapnnya. Mereka menyadari bahwa kepada pemimipin
seperti itulah mereka rela mengorbankan segalanya, dan inilah sukses besar seorang
pemimipin.

Dan ia bukanlah pemimpin semu, ia tidak akan pernah menghianati amanat orang lain.

Di dasar hatinya yang terdalam terdapat roh yang begitu rindu


untuk bertemu dengan Penciptanya untuk melaporkan tugas-
tugas yang sudah diembannya di dunia yang fana ini.
Sumber : Leadershep 2009
April 2011

Anda mungkin juga menyukai