Anda di halaman 1dari 18

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Tuberkulosis

2.1.1 Definisi Tuberkulosis

Penyakit Tuberkulosis: adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh


kuman TB (Mycobacterium tuberculosis), sebagian besar kuman TB menyerang
Paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.

2.1.2 Epidemiologi

Jumlah kematian akibat penyakit tuberkulosis (TB) masih tinggi. Laporan Badan
Kesehatan Dunia (WHO) 2008 menyebutkan jumlah kematian akibat penyakit ini
mencapai 88.113 orang. Sementara jumlah kasus TB adalah 534.439 orang.

Sejak penerapan strategi DOTS pada tahun 1995, Indonesia telah mencapai
kemajuan yang cepat. Angka penemuan kasus 71% dan angka keberhasilan
pengobatan sebesar 88,44%. Angka tersebut telah memenuhi target global yaitu
angka penemuan kasus 70% dan keberhasilan pengobatan 85% (Depkes RI 2010)
Sementara data TB dunia, tahun 2008 ini tercatat 9,2 juta kasus Dari jumlah itu,
1,7 juta meninggal. Meski demikian jumlah tersebut memperlihatkan jumlah
kasus TB menurun sejak 2003 (WHO, 2008).

Indonesia berhasil mencapai angka 89,7 persen dalam penyembuhan penyakit TB.
Angka ini melebihi target global minimal 85 persen yang ditentukan WHO.
Selama ini pemerintah masih menggunakan penyembuhan dengan sistem
pemeriksaan usap tenggorokan (basil tahan asap/BTA) untuk mengetahui adanya
virus TB atau tidak. BTA selama ini menjadi standar pengobatan dalam
penanganan kasus TB yang ditentukan WHO. Tetapi Indonesia mempunyai
terobodan baru berupa active case finding.

Universitas Sumatera Utara


Menurut Dinas Kesehatan Kota Medan, diperkirakan sebanyak 2.000 penderita
Tuberkulosis (TB) ditemukan di Medan. Dimana, satu penderita akan menularkan
kepada 10-15 orang dalam jangka waktu satu bulan. Ketua Lembaga Swadaya
Masyarakat Jaringan Kesehatan Masyarakat (LSM JKM), Delyuzar, menerangkan
bahwa saat ini pihaknya telah melatih kader-kader yang bekerja door to door
untuk mendata para penderita dan memberikan pengarahan kepada masyarakat di
lingkungan masing-masing. Karena, ungkapnya, kader jauh lebih efektif daripada
jumlah tenaga kesehatan yang saat ini terbatas di Pusat Kesehatan Masyarakat
(Puskesmas). Menurut beliau, sampai saat ini baru ditemukan 75% kasus, dan
90% diantaranya yang diobati.

2.1.3 Manifestasi Klinis

Penyakit ini pada fase awal tidak mempunyai simptom. Seandainya dijumpai
simptom tuberkulosis, ini pasien telah memasuki fasa laten. Tanda-tanda awal
terkena infeksi termasuk demam, menggigil, berkeringat pada waktu malam,
simptom flu, simptom gastrointestinal, penurunan berat badan, tiada selera makan,
lemah atau tidak bertenaga.

Tanda-tanda infeksi paru yang kronik termasuk batuk berlanjutan, sakit pada
bagian dada, mengeluarkan sputum yang berdarah, sesak nafas, demam yang
hilang timbul, penurunan berat badan, dyspnoea.

2.1.4 Diagnosis

Pada anak, diagnosis TB dapat didasarkan pada beberapa hal berikut:

2.1.4.1 Kontak dengan kasus sumber

Kontak dekat didefinisikan sebagai tinggal bersama di satu rumah atau mengalami
kontak yang sering dengan kasus sumber yang pemeriksaan dahak
mikroskopiknya positif TB. Kasus sumber yang negatif pemeriksaan dahaknya

Universitas Sumatera Utara


dengan mikroskop namun positif dengan kultur juga infeksius, namun tidak
seberbahaya kasus sumber dengan pemeriksaan dahak mikroskopik yang positif.

Dengan dasar tersebut, ada beberapa poin yang penting:

• Anak di bawah 5 tahun yang mengalami kontak dekat dengan orang yang
pemeriksaan dahak mikroskopiknya positif TB harus menjalani
pemeriksaan penyaring TB.
• Setiap satu kasus TB terdiagnosis pada anak atau remaja, kasus sumber
dewasanya harus diteliti, terutama orang dewasa yang tinggal di rumah
yang sama.
• Jika seorang anak mengalami TB yang infeksius, maka kontak selama
masa anak-anak harus diteliti dan menjalani pemeriksaan penyaring.
Kasus TB pada anak dianggap infeksius jika pemeriksaan dahak
mikroskopiknya positif atau memiliki kavitas (lubang) pada X-ray
dadanya.
• Gejala TB.

Anak umumnya mengalami gejala kronis seperti batuk yang tak kunjung sembuh,
demam, dan turunnya berat badan atau tidak naiknya berat badan terutama setelah
menjalani program perbaikan gizi (nutritional rehabilitation).

Batuk kronik didefinisikan sebagai batuk yang tak kunjung sembuh dan tidak
membaik selama lebih dari 21 hari (3 minggu). Demam di sini didefinisikan
sebagai demam lebih dari 380C selama 14 hari setelah kemungkinan penyebab
lain dapat disingkirkan.

Walaupun TB luar paru-paru (extra pulmonary) seringkali tidak menunjukkan


tanda yang jelas, beberapa tanda cukup spesifik untuk memulai pemeriksaan dan
penanganan sesegera mungkin.
Tanda fisik seperti tonjolan di tulang belakang (gibbus) atau pembesaran kelenjar
getah bening leher yang tidak nyeri dengan pembentukan saluran tempat

Universitas Sumatera Utara


keluarnya nanah (fistula) sangat sugestif untuk TB luar paru-paru. Radang selaput
otak (meningitis) yang tidak menunjukkan respon terhadap antibiotik, cairan pada
rongga antara paru-paru dengan dinding dada (pleural effusion), cairan pada
rongga selaput jantung (pericardial effusion), cairan pada rongga perut (ascites),
pembesaran kelenjar getah bening yang tidak nyeri tanpa pembentukan fistula,
pembengkakan sendi yang tidak nyeri, atau benjolan keras kemerahan di
lengan/kaki (erythema nodosum) juga merupakan tanda-tanda perlunya dilakukan
pemeriksaan TB lebih lanjut.

2.1.4.2 Tes tuberkulin kulit (Mantoux)

Tes tuberkulin kulit akan menunjukkan hasil positif jika seorang anak terinfeksi
M. tuberculosis. Namun hasil positif tidak mengindikasikan adanya penyakit.
Untuk mendiagnosis TB, tes ini digunakan bersama dengan pemeriksaan klinis
dan X-ray dada. Tes tuberkulin kulit yang negatif tidak dapat digunakan untuk
menyingkirkan diagnosis TB.

Tes ini dikategorikan sebagai positif jika ditemukan:

• Indurasi (tonjolan keras) ≥ 5 mm pada anak berisiko tinggi. Definisi risiko


tinggi beberapa di antaranya adalah infeksi HIV dan kurang gizi yang
berat. Kadang pada anak dengan HIV, kurang gizi yang berat, atau
masalah lain yang menurunkan kekebalan tubuh, tes ini akan menunjukkan
hasil negatif palsu karena kekebalan tubuh yang cukup dibutuhkan untuk
memberikan reaksi terhadap tes
• Indurasi ≥ 10 mm pada anak lainnya, baik yang pernah menerima BCG
atau tidak

• X-ray dada

Pada sebagian besar kasus, X-ray dada akan menunjukkan perubahan yang tipikal
untuk TB. Gambaran X-ray paling umum adalah memutihnya suatu area di paru-
paru dalam jangka waktu yang lama (persistent opacification) dengan pembesaran

Universitas Sumatera Utara


kelenjar getah bening di pangkal paru-paru (hilar) atau di sekitar pangkal saluran
udara (subcarinal). Gambaran perubahan di bagian atas atau tengah paru-paru
lebih umum ditemukan dibanding di bagian bawah. Anak dengan gambaran
seperti ini yang tidak membaik setelah pemberian antibiotik harus menjalani
pemeriksaan TB lebih lanjut. Gambaran X-ray dengan titik-titik putih yang
tersebar di seluruh paru-paru (miliary) sangat sugestif untuk TB.

Pasien remaja umumnya memilikik gambaran X-ray dada serupa dengan pasien
dewasa dengan adanya cairan di rongga pleura (pleural effusion) dan memutihnya
bagian puncak paru-paru dengan pembentukan lubang (cavity). Pemeriksaan X-
ray dada berguna dalam diagnosis TB pada anak. Karena itu X-ray dada harus
diinterpretasikan oleh radiolog atau tenaga kesehatan yang terlatih dalam
interpretasi X-ray.

2.1.4.3 Tes bakteriologis

Pada anak, bahan untuk tes bakteriologis dapat diperoleh dari dahak, pengambilan
cairan (aspirasi) dari lambung, atau cara lainnya seperti biopsi kelenjar getah
bening.
Pemeriksaan bakteriologis berperan penting terutama pada anak dengan:

• Kecurigaan resistensi terhadap obat


• Infeksi HIV
• Kasus yang kompleks atau parah
• Diagnosis yang tidak pasti

Dahak untuk diperiksa dengan mikroskop umumnya dapat diperoleh pada anak ≥
10 tahun. Pada anak di bawah 5 tahun, dahak sangat sulit diperoleh dan sebagian
besar akan menunjukkan hasil negatif. Seperti pada pasien dewasa, pemeriksaan
dahak membutuhkan 3 sediaan: yang diperoleh pada awal evaluasi, pada pagi
berikutnya, dan pada kunjungan berikutnya.

Universitas Sumatera Utara


Aspirasi cairan lambung dengan selang khusus lambung yang dimasukkan dari
hidung (nasogastric tube) dapat dilakukan pada anak yang tidak dapat atau tidak
mau mengeluarkan dahak. Cara lain yang dapat dilakukan adalah induksi dahak.

2.1.4.4 Tes lain

Pengambilan contoh jaringan (aspirasi) dengan jarum halus atau fine needle
aspiration dapat digunakan untuk membantu diagnosis TB luar paru-paru,
terutama TB kelenjar getah bening.
Tes lainnya adalah PCR, suatu teknik untuk mendeteksi adanya materi genetik M.
tuberculosis. Tes ini tidak direkomendasikan untuk anak karena belum cukupnya
penelitian yang dilakukan terhadap tes ini. Selain itu dalam beberapa penelitian
yang telah dilakukan, metode ini menunjukkan hasil yang tidak memuaskan.
Pemeriksaan rumit lain seperti CT scan dan evaluasi saluran udara dengan selang
khusus yang dilengkapi kamera (bronchoscopy) juga tidak direkomendasikan
untuk mendiagnosis TB anak.
Mencoba pemberian obat TB sebagai metode untuk mendiagnosis TB pada anak
juga tidak direkomendasikan. Keputusan untuk memulai pengobatan TB pada
anak harus dipertimbangkan dengan sangat hati-hati, dan jika diputuskan untuk
dilakukan, maka anak harus menjalani pengobatan dengan jangka waktu penuh.

2.1.4.5 Penggunaan Diagnostic Score Charts

Walaupun banyak negara yang menggunakan scoring chart untuk mendiagnosis


TB pada anak, tidak ada satupun yang telah diteliti secara sistematik. Karena itu,
pendekatan ini harus digunakan semata-mata sebagai penyaring, dan bukan
sebagai alat untuk menegakkan diagnosis. Di India, sistem ini tidak
direkomendasikan untuk diagnosis TB anak dalam National TB Control Program
mereka.

Karena sulitnya memperoleh sediaan dahak pada anak, beberapa kriteria klinis
yang sederhana telah diajukan untuk mendiagnosis TB pada anak. Kriteria ini

Universitas Sumatera Utara


didasarkan pada kriteria WHO untuk mendiagnosis TB pada anak. Diagnosis TB
ditegakkan jika diperoleh dari kriteria berikut ini:

• Tes tuberkulin kulit yang positif


• Gejala kronis sesuai TB
• Perubahan fisik sugestif untuk TB
• X-ray dada sugestif untuk TB

Diagnosis TB pada anak didasarkan pada kombinasi gejala klinis, pemeriksaan


dahak jika memungkinkan, X-ray dada, tes Mantoux, dan riwayat kontak.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.1 Alur Diagnosis TB Paru (DepKes, 2006)

Universitas Sumatera Utara


2.1.5 Patofisiologi

2.1.5.1 Infeksi Primer :

Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB.
Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem
pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan
menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan
cara pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru,
saluran limfe akan membawa kuman TB ke kelenjar limfe disekitar hilus paru,
dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai
pembentukan kompleks primer adalah 4 – 6 minggu. Adanya infeksi dapat
dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi
positif.

Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang masuk dan besarnya
respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan
tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun
demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau
dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu mengehentikan
perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan
menjadi penderita Tuberkulosis. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan
mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan (Anthony
2008).

2.1.5.2 Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary TB) :

Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun
sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat
terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca
primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi
pleura.

Universitas Sumatera Utara


2.1.6 Penatalaksanaan

Tujuan utama pengobatan TB pada anak adalah:

• Membunuh sebagian besar bakteri dengan cepat untuk mencegah


perkembangan penyakit dan penularan
• Menghasilkan kesembuhan permanen dengan membunuh bakteri yang
tidak aktif sehingga tidak akan menimbulkan kekambuhan
• Mencapai 2 tujuan di atas dengan efek samping seminimal mungkin
• Mencagah terbentuknya bakteri yang resisten terhadap obat TB dengan
menggunakan kombinasi obat.

Obat yang dipakai:


a. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
- Rifampisin (R)
- INH (H)
- Pirazinamid (Z)
- Streptomisin (S)
- Etambutol (E)
b. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
- Kanamisin
- Amikasin
- Kuinolon
- Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin + asam
klavulanat
- Beberapa obat berikut ini belum tersedia di Indonesia antara
lain :
· Kapreomisin
· Sikloserino PAS (dulu tersedia)
· Derivat rifampisin dan INH
· Thioamides (ethionamide dan prothionamide) (PDPI, 2002)

Universitas Sumatera Utara


Rekomendasi regimen dan dosis pengobatan TB pada anak-anak sama dengan
pada pasien dewasa. Hal ini ditujukan untuk menghindari kebingungan dan
meningkatkan kepatuhan terhadap pengobatan. Namun tetap ada beberapa
perbedaan antara anak dan dewasa yang mempengaruhi pilihan jenis obat.

Pengobatan TB dibagi dalam 2 fase: intensif dan lanjutan. Fase intensif ditujukan
untuk membunuh sebagian besar bakteri secara cepat dan mencegah resistensi
obat. Sedangkan fase lanjutan bertujuan untuk membunuh bakteri yang tidak aktif.
Fase lanjutan menggunakan lebih sedikit obat karena sebagian besar bakteri telah
terbunuh sehingga risiko pembentukan bakteri yang resisten terhadap pengobatan
menjadi kecil.
(World Health Organization. Treatment of Tuberculosis: Guidelines for National
Programmes. Third Edition. 2003.).

Thiacetazone tidak lagi dianjurkan untuk digunakan dalam pengobatan TB karena


risikonya menimbulkan reaksi yang parah pada pasien anak dan dewasa dengan
HIV.

Kortikosteroid dapat digunakan dalam penanganan sebagian jenis TB yang


kompleks seperti meningitis TB, komplikasi TB kelenjar getah bening bronkus,
dan TB rongga selaput jantung. Pada kasus meningitis TB yang berat,
kortikosteroid meningkatkan harapan hidup dan menurunkan angka kesakitan.
Jenis yang paling umum digunakan adalah prednisone dengan dosis 2 mg/kg/hari
(maksimum 60mg/hari) selama 4 minggu. Setelah itu dosis harus diturunkan
dalam 1-2 minggu sebelum dihentikan.

Pengobatan TB umumnya dilakukan dengan rawat jalan (outpatient basis). Namun


ada beberapa kondisi yang membutuhkan perawatan di RS. Kondisi-kondisi
tersebut adalah:

• Meningitis TB dan TB milier, lebih baik selama 2 bulan pertama


• Anak dengan gangguan pernapasan
• TB tulang belakang

Universitas Sumatera Utara


• Efek samping pengobatan yang parah, misalnya kuning karena keracunan
pada hati (Roger 2009).

2.1.6.1 Follow Up

Follow-up idealnya dilaksanakan dengan interval sebagai berikut: 2 minggu


setelah awal pengobatan, akhir fase intensif (bulan kedua), dan setiap 2 bulan
hingga pengobatan selesai.

Beberapa poin penting dalam follow-up adalah sebagai berikut:

• Pada follow-up, dosis obat disesuaikan dengan peningkatan berat badan.


• Pemeriksaan dahak mikroskopik pada bulan kedua harus dilakukan untuk
anak yang pada saat diagnosis awal pemeriksaan dahak mikroskopiknya
positif.
• X-ray dada tidak dibutuhkan dalam follow-up.

Setelah pengobatan dimulai, kadang gejala TB atau gambaran X-ray dada menjadi
lebih parah. Hal ini umumnya terjadi seiring peningkatan kekebalan tubuh karena
perbaikan gizi, pengobatan TB itu sendiri, atau terapi antiviral pada anak dengan
HIV. Pengobatan TB harus dilanjutkan, walaupun dalam sebagian kasus
kortikosteroid mungkin dibutuhkan.

2.1.6.2 Efek Samping Pengobatan

Efek samping pengobatan TB lebih jarang terjadi pada anak dibandingkan pada
pasien dewasa. Efek samping yang paling penting adalah keracunan pada hati
(hepatotoksisitas) yang dapat disebabkan oleh isoniazid, rifampicin, dan
pyrazinamide. Tidak ada anjuran untuk memeriksa kadar enzim hati secara rutin
karena peningkatan enzim yang ringan. Isoniazid dapat menyebabkan defisiensi
vitamin B6 (pyridoxine) pada kondisi tertentu sehingga suplemen vitamin B6
direkomendasikan pada anak yang kurang gizi, anak yang terinfeksi HIV, bayi
yang masih menyusu ASI, dan remaja yang hamil (Practical Guidelines for the

Universitas Sumatera Utara


Management of Tuberculosis in Children by National TB Programmes. First
Edition. March 2006).

2.1.7 Pencegahan Penyakit TB

World Health Organization (WHO) merekomendasikan vaksinasi bacille


Calmette-Guérin (BCG) segera setelah bayi lahir di negara-negara dengan
prevalensi TB yang tinggi. Negara dengan prevalensi TB tinggi adalah semua
negara yang tidak termasuk dalam prevalensi TB rendah.

Sedangkan kriteria negara dengan prevalensi TB rendah adalah sebagai berikut:

• Rata-rata tahunan pelaporan TB paru-paru dengan pemeriksaan dahak


mikroskopik positif ≤ 5/100.000 selama 3 tahun terakhir
• Rata-rata tahunan pelaporan meningitis TB pada anak di bawah 5 tahun
• Rata-rata tahunan risiko infeksi TB ≤ 0,1%

Walaupun BCG telah diberikan pada anak sejak tahun 1920-an, efektivitasnya
dalam pencegahan TB masih merupakan kontroversi karena kisaran keberhasilan
yang diperoleh begitu lebar (antara 0-80%). Namun ada satu hal yang diterima
secara umum, yaitu BCG memberi perlindungan lebih terhadap penyakit TB yang
parah seperti TB milier atau meningitis TB.

Karena itu kebijakan pemberian BCG disesuaikan dengan prevalensi TB di suatu


negara. Di negara dengan prevalensi TB yang tinggi, BCG harus diberikan pada
semua anak kecuali anak dengan gejala HIV/AIDS, demikian juga anak dengan
kondisi lain yang menurunkan kekebalan tubuh.

Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa vaksinasi BCG ulangan memberikan
tambahan perlindungan, dan karena itu hal tersebut tidak dianjurkan. Sebagian
kecil anak (1-2%) dapat mengalami efek samping vaksinasi BCG seperti
pembentukan kumpulan nanah (abses) lokal, infeksi bakteri, atau pembentukan
keloid. Sebagian besar reaksi tersebut akan menghilang dalam beberapa bulan.

Universitas Sumatera Utara


2.2. Kuman Tuberkulosis

M. tuberculosis berbentuk batang, berukuran panjang 5µ dan lebar 3µ, tidak


membentuk spora, dan termasuk bakteri aerob. Mycobacteria dapat diberi
pewarnaan seperti bakteri lainnya, misalnya dengan Pewarnaan Gram. Namun,
sekali mycobacteria diberi warna oleh pewarnaan gram, maka warna tersebut
tidak dapat dihilangkan dengan asam. Oleh karena itu, maka mycobacteria disebut
sebagai Basil Tahan Asam atau BTA. Beberapa mikroorganisme lain yang juga
memiliki sifat tahan asam, yaitu spesies Nocardia, Rhodococcus, Legionella
micdadei, dan protozoa Isospora dan Cryptosporidium. Pada dinding sel
mycobacteria, lemak berhubungan dengan arabinogalaktan dan peptidoglikan di
bawahnya. Struktur ini menurunkan permeabilitas dinding sel, sehingga
mengurangi efektivitas dari antibiotik. Lipoarabinomannan, suatu molekul lain
dalam dinding sel mycobacteria, berperan dalam interaksi antara inang dan
patogen, menjadikan M. tuberculosis dapat bertahan hidup di dalam makrofaga.
Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam
pada pewarnaan, Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA),
kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup
beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini
dapat Dormant, tertidur lama selama beberapa tahun.
(Jawetz, 2007).

2.3 International Standards of Tuberculosis Care (ISTC)

2.3.1 Pendahuluan

ISTC merupakan standar yang didukung oleh beberapa organisasi penting di


dunia seperti WHO, Dutch Tuberculosis Foundation (KNCV), American Thoracic
Society (ATS), International Union Against Tuberculosis and Lung Disease, US
Centers for Disease Control and Prevention (CDC), Stop TB Partnership, Indian
Medical Association dan lain-lain.

Universitas Sumatera Utara


2.3.2 Tujuan

ISTC bertujuan untuk mendeskripsi suatu standar pelayanan ayng diterima secara
menyeluruh oleh tenaga medis di berbagai tingkat, baik pemerintahan maupun
swasta sewajarnya melaksanakan manajemen pasien yang dicurigai atau
dipastikan menghidapi tuberkulosis. ISTC ini juga berperan untuk memfasilitasi
hubungan kerjasama yang efektif antar provider dalam memberikan pelayanan
bermutu tinggi kepada pasien tuberkulosis tanpa mengira usia, BTA positif atau
negative, tuberkulosis ekstra paru, multiple-drug resistant atau tuberkulosis yang
ko-infeksi dengan HIV.

Standar ini juga bertujuan untuk saling melengkapi guideline yang sedia ada. Di
samping itu, ISTC penting untuk melengkapi program local atau nasional sesuai
dengan rekomendasi WHO. Tambahan, standar ini tidak untuk menggantikan
guideline. Secara keseluruhan, ISTC mempunyai total 17 standar yang terdiri atas
6 standar diagnosis, 9 standar terapi dan 2 standar tanggung jawab kesehatan
masyarakat.

2.3.3 Standar Diagnosis

Standar pertama menyatakan bahwa setiap individu dengan batuk produktif


selama 2 – 3 minggu atau lebih yang tidak dapat dipastikan penyebabnya harus
dievaluasi untuk tuberkulosis.

Standar kedua menyatakan bahwa semua pasien yang diduga penderita TB paru
(dewasa, remaja, dan anak-anak yang dapat mengeluarkan dahak) harus menjalani
pemeriksaan sputum secara mikroskopis sekurang-kurangnya 2 kali dan sebaiknya
3 kali. Bila memungkinkan minimal 1 kali pemeriksaan berasal dari pagi hari.

Standar ketiga menyatakan bahwa semua pasien yang diduga penderita TB


ekstraparu (dewasa, remaja dan anak) harus menjalani pemeriksaan bahan yang
didapat dari kelainan yang dicurigai. Bila tersedia fasilitas dan sumber daya, juga
harus dilakukan biakan dan pemeriksaan histopatologi.

Universitas Sumatera Utara


Standar keempat menyatakan bahwa semua individu dengan foto toraks yang
mencurigakan kearah tuberkulosis harus menjalani pemeriksaan dahak secara
mikrobiologi.

Standar kelima menyatakan bahwa diagnosis tuberkulosis paru, BTA negative


harus berdasarkan criteria berikut: Negatif paling kurang pada 3 kali pemeriksaan
(termasuk minimal 1 kali terhadap dahak pagi hari); foto thoraks menunjukkan
kelainan tuberkulosis; tidak ada respon terhadap antibiotik spectrum luas; bila ada
fasilitas pada kasus tersebut harus dilakukan pemeriksaan biakan; pada pasien
dengan atau diduga HIV, evaluasi diagnotik harus disegerakan.

Standar keenam menyatakan bahwa diagnosis tuberkulosis intratoraks pada anak


dengan BTA negative berdasarkan foto toraks yang sesuai dengan tuberkulosis
dan terdapat riwayat kontak atau uji tuberculin / interferon gamma release assay
positif. Pada pasien demikian bila ada fasilitas harus dilakukan pemeriksaan
biakan dari bahan yang berasal dari batuk, bilasan lambung atau induksi sputum.

2.3.4 Standar Pengobatan

Standar ketujuh menyatakan bahwa setiap petugas yang mengobati pasien


tuberkulosis dianggap menjalankan fungsi kesehatan masyarakat yang tidak saja
memberikan paduan obat yang sesuai tapi juga dapat memantau kepatuhan
berobat sekaligus menemukan kasus-kasus yang tidak patuh terhadap rejimen
pengobatan. Dengan melakukan hal tersebut akan dapat menjamin kepatuhan
hingga pengobatan selesai.

Standar kedelapan menyatakan bahwa semua pasien yang belum pernah diobati
harus diberikan paduan obat lini pertama yang disepakati secara internasional
menggunakan obat yang bioavailabilitinya sudah diketahui. Fase awal terditi dari
INH, rifampisin, pirazinamid dan etambutol diberikan selama 2 bulan. Fase
lanjutan yang dianjurkan adalah INH dan rifampisin yang selama 4 bulan
langsung saat menelan obat.

Universitas Sumatera Utara


Standar kesembilan menyatakan bahwa untuk menjaga dan menilai kepatuhan
terhadap pengobatan perlu dikembangkan suatu pendekatan yang terpusat kepada
pasien berdasarkan kebutuhan pasien dan hubungan yang saling menghargai
antara pasien dan pemberi pelayanan. Supevisi dan dukungan harus
memperlihatkan kesenseitifan gender dan kelompok usia tertentu dan sesuai
dengan intervensi yang dianjurkan dan pelayanan dukungan yang tersedia
termasuk edukasi dan konseling pasien.

Standar kesepuluh menyatakan bahwa respon terapi semua pasien harus di


monitor. Pada pasien TB paru penilaian terbaik adalah dengan pemeriksaan
sputum ulang (2x) paling kurang pada saat menyelesaikan fase awal (2 bulan),
bulan kelima dan pada akhir pengobatan. Pasien dengan BTA+ diberikan obat
dengan modifikasi yang tepat (sesuai standar 14 dan 15). Penilaian respon terapi
pada pasien TB paru ekstraparu dan anak-anak, paling baik dinilai secara klinis.
Pemeriksaan foto toraks untuk evaluasi tidak diperlukan dan dapat menyesatkan
(misleading).

Standar kesebelas menyatakan bahwa pencatatan tertulis mengenai semua


pengobatan yang diberikan respons bakteriologis dan efek samping harus ada
untuk semua pasien.

Standar keduabelas menyatakan bahwa pada daerah dengan angka prevelans HIV
yang tinggi di populasi dengan kemungkinan co infeksi TB-HIV, maka konseling
dan pemeriksaan HIV diindikasikan untuk seluruh tuberkulosis pasien sebagai
bagian dari penatalaksanaan rutin. Pada daerah dengan prevalens HIV yang
rendah, konseling dan pemeriksaan HIV hanya diindikasikan pada pasien
tuberkulosis dengan keluhan dan tanda tanda yang diduga berhubungan dengan
HIV dan pada pasien tuberkulosis dengan riwayat resiko tinggi terpajan HIV.

Standar ketigabelas menyatakan bahwa semua pasien TB-HIV harus


dievaluasikan untuk menentukan apakah mempunyai indikasi untuk diberi terapi
antiretroviral dalam masa pemberian OAT. Perencanaan yang sesuai untuk

Universitas Sumatera Utara


memperoleh obat antiretroviral harus dibuat bagi pasien yang memenuhi indikasi.
Semua pasien TB-HIB harus mendapat kotrimoksasol sebagai profilaksis untuk
infeksi lainnya.

Standar keempatbelas menyatakan bahwa penilaian terhadap kemungkinan


resistensi obat harus dilakukan pada semua pasien yang berisiko tinggi
berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, pajanan dengan sumber yang
mungkin sudah resisten dan prevalens resistensi obat pada komunti. Pada pasein
dengan kemungkinan MDR harus dilakukan pemeriksaan kultur dan uji
sensitivitas terhadap INH, rifampisin dan etambutol.

Standar kelimabelas menyatakan bahwa pasien TB dengan MDR harus diterapi


dengan paduan khusus terdiri atas obat-obat lini kedua. Paling kurang diberikan 4
macam obat yang diketahui atau di anggap sensitif dan diberikan selama paling
kurang 18 bulan. Untuk memastikan kepatuhan diperlukan pengukuran yang
berorientasi kepada pasien. Konsultasikan dengan pakar di bidang MDR harus
dilakukan.

2.3.5 Standar Tanggungjawab Kesehatan Masyarakat

Standar keenambelas menyatakan bahwa semua petugas yang melayani pasien


tuberkulosis harus memastikan bahwa individu yang punya kontak dengan pasien
tuberkulosis harus di evaluasi (terutama anak usia dibawah 5 tahun dan
payandang HIV yang punya kontak infeksius harus di evaluasi baik untuk
pemeriksaan TB yang laten mau pun yang aktif.

Standar ketujuhbelas menyatakan bahwa semua petugas harus melaporkan baik


tuberkulosis kasus baru maupun kasus pengobatan ulang dan keberhasilan
pengobatan ulang dan keberhasilan pengobatan kepada kantor dinas kesehatan
setempat sesuai dengan ketentuan hukum dan kebijakkan yang berlaku.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai