TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Epidemiologi
Jumlah kematian akibat penyakit tuberkulosis (TB) masih tinggi. Laporan Badan
Kesehatan Dunia (WHO) 2008 menyebutkan jumlah kematian akibat penyakit ini
mencapai 88.113 orang. Sementara jumlah kasus TB adalah 534.439 orang.
Sejak penerapan strategi DOTS pada tahun 1995, Indonesia telah mencapai
kemajuan yang cepat. Angka penemuan kasus 71% dan angka keberhasilan
pengobatan sebesar 88,44%. Angka tersebut telah memenuhi target global yaitu
angka penemuan kasus 70% dan keberhasilan pengobatan 85% (Depkes RI 2010)
Sementara data TB dunia, tahun 2008 ini tercatat 9,2 juta kasus Dari jumlah itu,
1,7 juta meninggal. Meski demikian jumlah tersebut memperlihatkan jumlah
kasus TB menurun sejak 2003 (WHO, 2008).
Indonesia berhasil mencapai angka 89,7 persen dalam penyembuhan penyakit TB.
Angka ini melebihi target global minimal 85 persen yang ditentukan WHO.
Selama ini pemerintah masih menggunakan penyembuhan dengan sistem
pemeriksaan usap tenggorokan (basil tahan asap/BTA) untuk mengetahui adanya
virus TB atau tidak. BTA selama ini menjadi standar pengobatan dalam
penanganan kasus TB yang ditentukan WHO. Tetapi Indonesia mempunyai
terobodan baru berupa active case finding.
Penyakit ini pada fase awal tidak mempunyai simptom. Seandainya dijumpai
simptom tuberkulosis, ini pasien telah memasuki fasa laten. Tanda-tanda awal
terkena infeksi termasuk demam, menggigil, berkeringat pada waktu malam,
simptom flu, simptom gastrointestinal, penurunan berat badan, tiada selera makan,
lemah atau tidak bertenaga.
Tanda-tanda infeksi paru yang kronik termasuk batuk berlanjutan, sakit pada
bagian dada, mengeluarkan sputum yang berdarah, sesak nafas, demam yang
hilang timbul, penurunan berat badan, dyspnoea.
2.1.4 Diagnosis
Kontak dekat didefinisikan sebagai tinggal bersama di satu rumah atau mengalami
kontak yang sering dengan kasus sumber yang pemeriksaan dahak
mikroskopiknya positif TB. Kasus sumber yang negatif pemeriksaan dahaknya
• Anak di bawah 5 tahun yang mengalami kontak dekat dengan orang yang
pemeriksaan dahak mikroskopiknya positif TB harus menjalani
pemeriksaan penyaring TB.
• Setiap satu kasus TB terdiagnosis pada anak atau remaja, kasus sumber
dewasanya harus diteliti, terutama orang dewasa yang tinggal di rumah
yang sama.
• Jika seorang anak mengalami TB yang infeksius, maka kontak selama
masa anak-anak harus diteliti dan menjalani pemeriksaan penyaring.
Kasus TB pada anak dianggap infeksius jika pemeriksaan dahak
mikroskopiknya positif atau memiliki kavitas (lubang) pada X-ray
dadanya.
• Gejala TB.
Anak umumnya mengalami gejala kronis seperti batuk yang tak kunjung sembuh,
demam, dan turunnya berat badan atau tidak naiknya berat badan terutama setelah
menjalani program perbaikan gizi (nutritional rehabilitation).
Batuk kronik didefinisikan sebagai batuk yang tak kunjung sembuh dan tidak
membaik selama lebih dari 21 hari (3 minggu). Demam di sini didefinisikan
sebagai demam lebih dari 380C selama 14 hari setelah kemungkinan penyebab
lain dapat disingkirkan.
Tes tuberkulin kulit akan menunjukkan hasil positif jika seorang anak terinfeksi
M. tuberculosis. Namun hasil positif tidak mengindikasikan adanya penyakit.
Untuk mendiagnosis TB, tes ini digunakan bersama dengan pemeriksaan klinis
dan X-ray dada. Tes tuberkulin kulit yang negatif tidak dapat digunakan untuk
menyingkirkan diagnosis TB.
• X-ray dada
Pada sebagian besar kasus, X-ray dada akan menunjukkan perubahan yang tipikal
untuk TB. Gambaran X-ray paling umum adalah memutihnya suatu area di paru-
paru dalam jangka waktu yang lama (persistent opacification) dengan pembesaran
Pasien remaja umumnya memilikik gambaran X-ray dada serupa dengan pasien
dewasa dengan adanya cairan di rongga pleura (pleural effusion) dan memutihnya
bagian puncak paru-paru dengan pembentukan lubang (cavity). Pemeriksaan X-
ray dada berguna dalam diagnosis TB pada anak. Karena itu X-ray dada harus
diinterpretasikan oleh radiolog atau tenaga kesehatan yang terlatih dalam
interpretasi X-ray.
Pada anak, bahan untuk tes bakteriologis dapat diperoleh dari dahak, pengambilan
cairan (aspirasi) dari lambung, atau cara lainnya seperti biopsi kelenjar getah
bening.
Pemeriksaan bakteriologis berperan penting terutama pada anak dengan:
Dahak untuk diperiksa dengan mikroskop umumnya dapat diperoleh pada anak ≥
10 tahun. Pada anak di bawah 5 tahun, dahak sangat sulit diperoleh dan sebagian
besar akan menunjukkan hasil negatif. Seperti pada pasien dewasa, pemeriksaan
dahak membutuhkan 3 sediaan: yang diperoleh pada awal evaluasi, pada pagi
berikutnya, dan pada kunjungan berikutnya.
Pengambilan contoh jaringan (aspirasi) dengan jarum halus atau fine needle
aspiration dapat digunakan untuk membantu diagnosis TB luar paru-paru,
terutama TB kelenjar getah bening.
Tes lainnya adalah PCR, suatu teknik untuk mendeteksi adanya materi genetik M.
tuberculosis. Tes ini tidak direkomendasikan untuk anak karena belum cukupnya
penelitian yang dilakukan terhadap tes ini. Selain itu dalam beberapa penelitian
yang telah dilakukan, metode ini menunjukkan hasil yang tidak memuaskan.
Pemeriksaan rumit lain seperti CT scan dan evaluasi saluran udara dengan selang
khusus yang dilengkapi kamera (bronchoscopy) juga tidak direkomendasikan
untuk mendiagnosis TB anak.
Mencoba pemberian obat TB sebagai metode untuk mendiagnosis TB pada anak
juga tidak direkomendasikan. Keputusan untuk memulai pengobatan TB pada
anak harus dipertimbangkan dengan sangat hati-hati, dan jika diputuskan untuk
dilakukan, maka anak harus menjalani pengobatan dengan jangka waktu penuh.
Karena sulitnya memperoleh sediaan dahak pada anak, beberapa kriteria klinis
yang sederhana telah diajukan untuk mendiagnosis TB pada anak. Kriteria ini
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB.
Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem
pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan
menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan
cara pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru,
saluran limfe akan membawa kuman TB ke kelenjar limfe disekitar hilus paru,
dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai
pembentukan kompleks primer adalah 4 – 6 minggu. Adanya infeksi dapat
dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi
positif.
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang masuk dan besarnya
respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan
tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun
demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau
dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu mengehentikan
perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan
menjadi penderita Tuberkulosis. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan
mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan (Anthony
2008).
Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun
sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat
terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca
primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi
pleura.
Pengobatan TB dibagi dalam 2 fase: intensif dan lanjutan. Fase intensif ditujukan
untuk membunuh sebagian besar bakteri secara cepat dan mencegah resistensi
obat. Sedangkan fase lanjutan bertujuan untuk membunuh bakteri yang tidak aktif.
Fase lanjutan menggunakan lebih sedikit obat karena sebagian besar bakteri telah
terbunuh sehingga risiko pembentukan bakteri yang resisten terhadap pengobatan
menjadi kecil.
(World Health Organization. Treatment of Tuberculosis: Guidelines for National
Programmes. Third Edition. 2003.).
2.1.6.1 Follow Up
Setelah pengobatan dimulai, kadang gejala TB atau gambaran X-ray dada menjadi
lebih parah. Hal ini umumnya terjadi seiring peningkatan kekebalan tubuh karena
perbaikan gizi, pengobatan TB itu sendiri, atau terapi antiviral pada anak dengan
HIV. Pengobatan TB harus dilanjutkan, walaupun dalam sebagian kasus
kortikosteroid mungkin dibutuhkan.
Efek samping pengobatan TB lebih jarang terjadi pada anak dibandingkan pada
pasien dewasa. Efek samping yang paling penting adalah keracunan pada hati
(hepatotoksisitas) yang dapat disebabkan oleh isoniazid, rifampicin, dan
pyrazinamide. Tidak ada anjuran untuk memeriksa kadar enzim hati secara rutin
karena peningkatan enzim yang ringan. Isoniazid dapat menyebabkan defisiensi
vitamin B6 (pyridoxine) pada kondisi tertentu sehingga suplemen vitamin B6
direkomendasikan pada anak yang kurang gizi, anak yang terinfeksi HIV, bayi
yang masih menyusu ASI, dan remaja yang hamil (Practical Guidelines for the
Walaupun BCG telah diberikan pada anak sejak tahun 1920-an, efektivitasnya
dalam pencegahan TB masih merupakan kontroversi karena kisaran keberhasilan
yang diperoleh begitu lebar (antara 0-80%). Namun ada satu hal yang diterima
secara umum, yaitu BCG memberi perlindungan lebih terhadap penyakit TB yang
parah seperti TB milier atau meningitis TB.
Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa vaksinasi BCG ulangan memberikan
tambahan perlindungan, dan karena itu hal tersebut tidak dianjurkan. Sebagian
kecil anak (1-2%) dapat mengalami efek samping vaksinasi BCG seperti
pembentukan kumpulan nanah (abses) lokal, infeksi bakteri, atau pembentukan
keloid. Sebagian besar reaksi tersebut akan menghilang dalam beberapa bulan.
2.3.1 Pendahuluan
ISTC bertujuan untuk mendeskripsi suatu standar pelayanan ayng diterima secara
menyeluruh oleh tenaga medis di berbagai tingkat, baik pemerintahan maupun
swasta sewajarnya melaksanakan manajemen pasien yang dicurigai atau
dipastikan menghidapi tuberkulosis. ISTC ini juga berperan untuk memfasilitasi
hubungan kerjasama yang efektif antar provider dalam memberikan pelayanan
bermutu tinggi kepada pasien tuberkulosis tanpa mengira usia, BTA positif atau
negative, tuberkulosis ekstra paru, multiple-drug resistant atau tuberkulosis yang
ko-infeksi dengan HIV.
Standar ini juga bertujuan untuk saling melengkapi guideline yang sedia ada. Di
samping itu, ISTC penting untuk melengkapi program local atau nasional sesuai
dengan rekomendasi WHO. Tambahan, standar ini tidak untuk menggantikan
guideline. Secara keseluruhan, ISTC mempunyai total 17 standar yang terdiri atas
6 standar diagnosis, 9 standar terapi dan 2 standar tanggung jawab kesehatan
masyarakat.
Standar kedua menyatakan bahwa semua pasien yang diduga penderita TB paru
(dewasa, remaja, dan anak-anak yang dapat mengeluarkan dahak) harus menjalani
pemeriksaan sputum secara mikroskopis sekurang-kurangnya 2 kali dan sebaiknya
3 kali. Bila memungkinkan minimal 1 kali pemeriksaan berasal dari pagi hari.
Standar kedelapan menyatakan bahwa semua pasien yang belum pernah diobati
harus diberikan paduan obat lini pertama yang disepakati secara internasional
menggunakan obat yang bioavailabilitinya sudah diketahui. Fase awal terditi dari
INH, rifampisin, pirazinamid dan etambutol diberikan selama 2 bulan. Fase
lanjutan yang dianjurkan adalah INH dan rifampisin yang selama 4 bulan
langsung saat menelan obat.
Standar keduabelas menyatakan bahwa pada daerah dengan angka prevelans HIV
yang tinggi di populasi dengan kemungkinan co infeksi TB-HIV, maka konseling
dan pemeriksaan HIV diindikasikan untuk seluruh tuberkulosis pasien sebagai
bagian dari penatalaksanaan rutin. Pada daerah dengan prevalens HIV yang
rendah, konseling dan pemeriksaan HIV hanya diindikasikan pada pasien
tuberkulosis dengan keluhan dan tanda tanda yang diduga berhubungan dengan
HIV dan pada pasien tuberkulosis dengan riwayat resiko tinggi terpajan HIV.