Anda di halaman 1dari 7

BLOK 18 LBM 4

ANGGITA NN

FRAKTUR MAKSILA

1. Definisi
2. Etiologi
3. Patofisiologi
4. Klasifikasi
5. Tanda dan gejala
6. Pemeriksaan
7. Penatalaksanaan
8. Komplikasi
9. Prognosis

FRAKTUR MANDIBULA

1. Definisi
a) Rusaknya kontinuitas tulang mandibular yang dapat disebabkan oleh trauma baik
secara langsung atau tidak langsung. Fraktur mandibula dapat terjadi pada bagian
korpus, angulus, ramus maupun kondilus.
b) Putusnya kontinuitas tulang mandibula. Hilangnya kontinuitas pada rahang
bawah (mandibula), yang diakibatkan trauma oleh wajah ataupun keadaan
patologis, dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan benar.
2. Etiologi

Penyebab terbanyak adalah kecelakaan lalu lintas dan sebagian besar adalah pengendara
sepeda motor. Sebab lain yang umum adalah trauma pada muka akibat kekerasan,
olahraga. Berdasarkan penelitian didapatkan data penyebab tersering fraktur mandibula
adalah :
− Kecelakaan berkendara 43%
− Kekerasan 34%
− Kecelakaan kerja 7%
− Jatuh 7%
− Olahraga 4%
− Sebab lain 5%

Fraktur mandibula dapat juga disebabkan oleh adanya kelainan sistemik yang dapat
menyebabkan terjadinya fraktur patologis seperti pada pasien dengan osteoporosis
imperfekta.
3. Patofisiologi

Derajat keparahan fraktur sangat bergantung pada kekuatan trauma. Karena itu fraktur
kominutiva dapat dipastikan terjadi karena adanya kekuatan energi yang besar yang
menyebabkan trauma. Berdasarkan penelitian pada 3002 pasien dengan fraktur
mandibula, diketahui bahwa adanya gigi molar 3 bawah meningkatkan resiko terjadinya
fraktur angulus mandibula sampai 2 kali lipat.

4. Klasifikasi
Klasifikasi fraktur secara umum:

Menurut Penyebab Terjadinya Fraktur

1) Fraktur traumatik
 Trauma langsung (direk),Trauma tersebut langsung mengenai anggota
tubuh penderita.
 Trauma tidak langsung (indirek), Terjadi seperti pada penderita yang
jatuh dengan tangan menumpu dan lengan atas-bawah lurus, berakibat
fraktur kaput radii atau klavikula. Gaya tersebut dihantarkan melalui
tulang-tulang anggota gerak atas dapat berupa gaya berputar,
pembengkokan (bending) atau kombinasi pembengkokan dengan kompresi
yang berakibat fraktur butterfly, maupun kombinasi gaya berputar,
pembengkokan dan kompresi seperti fraktur oblik dengan garis fraktur
pendek. Fraktur juga dapat terjadi akibat tarikan otot seperti fraktur patella
karena kontraksi quadrisep yang mendadak.
2) Fraktur fatik atau stress
Trauma yang berulang dan kronis pada tulang yang mengakibatkan tulang
menjadi lemah. Contohnya pada fraktur fibula pada olahragawan.
3) Fraktur patologis
Pada tulang telah terjadi proses patologis yang mengakibatkan tulang
tersebut rapuh dan lemah. Biasanya fraktur terjadi spontan.

Menurut Hubungan dengan Jaringan Ikat Sekitarnya

1) Fraktur simple/tertutup, disebut juga fraktur tertutup, oleh karena kulit di


sekeliling fraktur sehat dan tidak sobek.
2) Fraktur terbuka, kulit di sekitar fraktur sobek sehingga fragmen tulang
berhubungan dengan dunia luar (bone expose) dan berpotensi untuk menjadi
infeksi. Fraktur terbuka dapat berhubungan dengan ruangan di tubuh yang tidak
steril seperti rongga mulut.
3) Fraktur komplikasi, fraktur tersebut berhubungan dengan kerusakan jaringan atau
struktur lain seperti saraf, pembuluh darah, organ visera atau sendi.

Menurut Bentuk Fraktur

1) Fraktur komplit, Garis fraktur membagi tulang menjadi dua fragmen atau
lebih. Garis fraktur bisa transversal, oblik atau spiral. Kelainan ini dapat
menggambarkan arah trauma dan menentukan fraktur stabil atau unstabile.
2) Fraktur inkomplit, Kedua fragmen fraktur terlihat saling impaksi atau
masih saling tertancap.
3) Fraktur komunitif, Fraktu yang menimbulkan lebih dari dua fragmen.
4) Fraktur kompresi, Fraktur ini umumnya terjadi di daerah tulang kanselus.

Menurut R. Dingman dan P.Natvig pada tahun 1969 fraktur pada mandibula dibagi
menjadi beberapa kategori, yakni :
a) Menurut arah fraktur (horizontal/vertikal) dan apakah lebih menguntungkan
dalam perawatan atau tidak
b) Menurut derajat keparahan fraktur (simpel/tertutup/mengarah ke rongga mulut
atau kulit)
c) Menurut tipe fraktur (Greenstick/kompleks/kominutiva/impaksi/depresi)
d) Menurut ada atau tidaknya gigi dalam rahang (dentulous, partially dentulous,
edentulous). Klasifikasi berdasarkan gigi pasien penting diketahui karena akan
menentukan jenis terapi yang akan kita ambil. Dengan adanya gigi,
penyatuan fraktur dapat dilakukan dengan jalan pengikatan gigi dengan
menggunakan kawat. Berikut derajat fraktur mandibula berdasarkan ada tidaknya
gigi :
 Fraktur kelas 1 : gigi terdapat di 2 sisi fraktur, penanganan pada fraktur
kelas 1 ini dapat melalui interdental wiring (memasang kawat pada gigi)
 Fraktur kelas 2 : gigi hanya terdapat di salah satu fraktur
 Fraktur kelas 3 : tidak terdapat gigi di kedua sisi fraktur, pada keadaan ini
dilakukan melalui open reduction, kemudian dipasangkan plate and screw,
atau bisa juga dengan cara intermaxillary fixation.
e) Menurut lokasi (regio simfisis, regio kaninus, regio korpus, angulus, ramus,
prosesus kondilus, prosesus koronoid)

Dengan melihat cara perawatan, maka pola fraktur mandibula dapat digolongkan
menjadi:
1) Fraktur Unilateral
Fraktur ini biasanya hanya tunggal, tetapi kadang terjadi lebih dari satu
fraktur yang dapat dijumpai pada satu sisi mandibula dan bila hal ini
terjadi, sering didapatkan pemindahan fragmen secara nyata. Suatu fraktur
korpus mandibula unilateral sering terjadi.
2) Fraktur Bilateral
Fraktur bilateral sering terjadi dari suatu kombinasi antara kecelakaan
langsung dan tidak langsung. Fraktur ini umumnya akibat mekanisme yang
menyangkut angulus dan bagian leher kondilar yang berlawanan atau daerah
gigi kanius dan angulus yang berlawanan.
3) Fraktur Multipel
Gabungan yang sempurna dari kecelakaan langsungdan tidak langsung dapat
menimbulkan terjadinya fraktur multipel. Pada umumnya fraktur ini terjadi karena
trauma tepat mengenai titik tengah dagu yang mengakibatkan fraktur pada
simpisis dan kedua kondilus.
4) Fraktur Berkeping-keping (Comminuted)
Fraktur ini hampir selalu diakibatkan oleh kecelakaan langsung yang cukup
keras pada daerah fraktur, seperti pada kasus kecelakaan terkena peluru saat
perang. Dalam sehari-hari, fraktur ini sering terjadi pada simfisis dan
parasimfisis. Fraktur yang disebabkan oleh kontraksi muskulus yang
berlebihan. Kadang fraktur pada prosesus koronoid terjadi karena adanya
kontraksi refleks yang datang sekonyong-konyong mungkin juga menjadi
penyebab terjadinya fraktur pada leherkondilar. Oikarinen dan Malstrom
(1969), dalam serangkaian 600 fraktur mandibula menemukan 49,1% fraktur
tunggal, 39,9% mempunyai dua fraktur, 9,4% mempunyai tiga fraktur, 1,2%
mempunyai empat fraktur, dan 0,4% mempunyai lebih dari empat fraktur.

5. Tanda dan gejala


Tanda-tanda:
a) Dislokasi, berupa perubahan posisi rahang yg menyebabkan maloklusi atau tidak
berkontaknya rahang bawah dan rahang atas
b) Pergerakan rahang yang abnormal, dapat terlihat bila penderita menggerakkan
rahangnya atau pada saat dilakukan
c) Rasa sakit pada saat rahang digerakkan
d) Pembengkakan pada sisi fraktur sehingga dapat menentukan lokasi daerah fraktur.
e) Krepitasi berupa suara pada saat pemeriksaan akibat pergeseran dari ujung tulang
yang fraktur bila rahang digerakkan.
f) Laserasi yg terjadi pada daerah gusi, mukosa mulut dan daerah sekitar fraktur.
g) Diskolorisasi perubahan warna pada daerah fraktur akibat pembengkakan
h) Disability, terjadi gangguan fungsional berupa penyempitan pembukaan mulut.
i) Hipersalivasi dan Halitosis, akibat berkurangnya pergerakan normal mandibula
dapat terjadi stagnasi makanan dan hilangnya efek “self cleansing” karena
gangguan fungsi pengunyahan.
j) Num bnes s, kelumpuhan dari bibir bawah, biasanya bila fraktur terjadi di bawah
nervus alveolaris.
k) Nyeri hebat di tempat fraktur
l) Tak mampu menggerakkan dagu bawah
m) Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah, bengkak,
kripitasi, sepsis pada fraktur terbuka, deformitas.

Manifestasi klinis:
Pasien dengan fraktur mandibula umumnya datang dengan adanya deformitas
pada muka, baik berupa hidung yang masuk kedalam, mata masuk kedalam dan
sebagainya. Kondisi ini biasa disertai dengan adanya kelainan dari fungsi organ – organ
yang terdapat di muka seperti mata terus berair, penglihatan ganda, kebutaan, anosmia,
kesulitan bicara karena adanya fraktur mandibula, maloklusi sampai kesulitan bernapas
karena hilangnya kekuatan untuk menahan lidah pada tempatnya sehingga lidah menutupi
rongga faring

6. Pemeriksaan
Diagnosis pasien dengan fraktur mandibula dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang.

Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan pertama – tama melakukan


inspeksi menyeluruh untuk melihat adanya deformitas pada muka, memar dan
pembengkakan. Langkah berikut yang dilakukan adalah dengan mencoba merasakan
tulang rahang dengan palpasi pada pasien. Setelah itu lakukan pemeriksaan gerakan
mandibula. Setelah itu dilanjutkan dengan memeriksa bagian dalam mulut. Pasien dapat
diminta untuk menggigit untuk melihat apakah ada maloklusi atau tidak. Setelah itu dapat
dilakukan pemeriksaan satbilitas tulang mandibula dengan meletakkan spatel lidah
diantara gigi dan lihat apakah pasien dapat menahan spatel lidah tersebut.

Untuk pemeriksaan penunjang, yang paling penting untuk dilakukan adalah


adalah rontgen panoramik, sebab dengan foto panoramik kita dapat melihat keseluruhan
tulang mandibula dalam satu foto. Namun pemeriksaan ini memberikan gambaran yang
kurang detil untuk melihat temporo-mandibular joint, regio simfisis dan alveolar.

Pemeriksaan penunjang lainnya: X.Ray, Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans,
Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler, CCT kalau banyak kerusakan otot.

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah dengan foto rontgen polos. Dapat
dilakukan untuk melihat posisi oblik-lateral, oklusal, posteoanterior dan periapikal. Foto
oblik-lateral dapat membantu mendiagnosa fraktur ramus, angulus dan korpus posterior.
Namun regio kondilus, bikuspid dan simfisis seringkali tidak jelas. Foto oklusal
mandibula dapat memperlihatkan adanya diskrepansi pada sisi medial dan lateral fraktur
korpus mandibula. Posisi posteroanterior Caldwell dapat memperlihatkan adanya
dislokasi medial atau lateral dari fraktur ramus, angulus, korpus maupun simfisis.
Pemeriksaan CT-scan juga dapat digunakan untuk membantu diagnosa fraktur
mandibula.CT-scan dapat membantu untuk melihat adanya fraktur lain pada daerah
wajah termasuk os.frontal, kompleks naso-ethmoid-orbital, orbital dan seluruh pilar
penopang kraniofasial baik horizontal maupun vertikal. CT-scan juga ideal untuk melihat
adanya fraktur kondilus.

7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada fraktur mandibula mengikuti standar penatalaksanaan
fraktur pada umumnya. Pertama periksalah A(airway), B(Breathing) dan C(circulation).
Bila pada ketiga topik ini tidak ditemukan kelainan pada pasien, lakukan penanganan
terhadap fraktur mandibula pasien. Bila pada pasien terdapat perdarahan aktif,
hentikanlah dulu perdarahannya. Bila pasien mengeluh nyeri maka dapat diberi analgetik
untuk membantu menghilangkan nyeri. Setelah itu cobalah ketahui mekanisme cedera
dan jenis fraktur pada pasien berdasarkan klasifikasi oleh Dingman dan Natvig.
Bila fraktur pada pasien adalah fraktur tertutup dan tidak disertai adanya dislokasi
atau ada dislokasi kondilus yang minimal, maka dapat ditangani dengan pemberian
analgetik, diet cair dan pengawasan ketat. Pasien dengan fraktur prosesus koronoid dapat
ditangani dengan cara yang sama. Pada pasien ini juga perlu diberikan latihan mandibula
untuk mencegah terjadinya trismus.
Kunci utama untuk penanganan fraktur mandibula adalah reduksi dan stabilisasi.
Pada pasien dengan fraktur stabil cukup dengan melakukanwir ing untuk menyatukan
gigi atas dan bawah. Untuk metode ini dapat dilakukan berbagai tindakan. Yang paling
banyak dilakukan adalah dengan menggunakanwir e dengan Ivy loops dan dilakukan
MMF (maxillomandibular fixation).
Dapat juga dipasangar chbar dan dilakukan IMF (intermaxillary fixation),
dilakukan fiksasi eksternal, dipasangscrew, pemasangan Gunning splint juga banyak
dilakukan karena bisa memfiksasi namun pasien tetap dapat menerima asupan makanan.
Pada fraktur kominutiva maupun fraktur – fraktur yang tidak stabil atau fraktur
dengan dislokasi segmen ditangani dengan pembedahan dengan ORIF (open reduction
internal fixation) baik yang rigid maupun non rigid.

8. Komplikasi
Komplikasi setelah dilakukannya perbaikan pada fraktur mandibula umumnya
jarang terjadi. Komplikasi yang paling umum terjadi pada fraktur mandibula adalah
infeksi atau osteomyelitis, yang nantinya dapat menyebabkan berbagai kemungkinan
komplikasi lainnya.
Tulang mandibula merupakan daerah yang paling sering mengalami gangguan
penyembuhan fraktur baik itu malunion ataupun non-union. Ada beberapa faktor risiko
yang secara spesifik berhubungan dengan fraktur mandibula dan berpotensi untuk
menimbulkan terjadinya malunion ataupun non-union. Faktor risiko yang paling besar
adalah infeksi, kemudian aposisi yang kurang baik, kurangnya imobilisasi segmen
fraktur, adanya benda asing, tarikan otot yang tidak menguntungkan pada segmen fraktur.
Malunion yang berat pada mandibula akan mengakibatkan asimetri wajah dan dapat juga
disertai gangguan fungsi. Kelainan-kelainan ini dapat diperbaiki dengan melakukan
perencanaan osteotomi secara tepat untuk merekonstruksi bentuk lengkung mandibula.
Faktor – faktor lain yang dapat mempengaruhi kemungkinan terjadinya
komplikasi antara lain sepsis oral, adanya gigi pada garis fraktur, penyalahgunaan
alkohol dan penyakit kronis, waktu mendapatkan perawatan yang lama, kurang patuhnya
pasien dan adanya dislokasi segmen fraktur.

9. Prognosis

PERTANYAAN SKENARIO

1. Obat apa yang diberikan pada pasien tersebut?


o Analgesic
o Anti inflamasi
o Antibiotic bila perlu
2. Rontgen apa yang tepat pada kasus ini?dan analisis rontgennya?
o Panoramic
3. Pertolongan pertama yang dilakukan pada kasus?
o Trakeostomi

Anda mungkin juga menyukai