Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
“Permulaan filsafat adalah kecintaan pada ilmu, pertengahannya adalah
pengetahuan tentang realitas wujud sesuai ukuran kemampuan manusia, dan
pamungkasnya adalah kata dan perbuatan yang sesuai dengan pengetahuan itu.”
Itulah pengertian singkat yang penulis dapatkan dari buku. Sejak zaman romawi
kuno filsafat telah berkembang dari yang mulanya hanya membahas hal – hal yang
sederhana, hingga ke hal – hal yang tidak sederhana lagi. Begitu banyak aliran –
aliran yang muncul sebagai hasil dari buah fikiran filsafat. Bermula dari humanisme,
yang kemudian berkembang menjadi rasionalisme, dan selanjutnya membentuk
empirisme, yang diperbaiki menjadi positivisme, sehingga menghasilkan satu
kesatuan sistem filsafat yang dapat menghasilkan suatu ilmu pengetahuan yang
kemudian dikenal dengan epistemologi. Dan hal itu adalah salah satu materi yang
akan dijelaskan di dalam makalah ini, berikut dengan ontologi, dan aksiologi, yang
kemudian dihubungkan dengan fungsinya dalam pendidikan.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu Epistemologi dan hal – hal yang bersangkutan dengan itu?
2. Apa itu Ontologi dan hal – hal yang bersangkutan dengan itu?
3. Apa itu Aksiologi?
4. Hubungan apa yang ada pada ketiganya dengan pendidikan?
BAB II
PEMBAHASAN

A. EPISTEMOLOGI
1. Pengertian Epistemologi
Epistemologi berasal dari kata Yunani Episteme (pengetahuan, Ilmu
pengetahuan) dan Logos (pengetahuan, informasi). Dapat dikatakan, pengetahuan
tentang pengetahuan. Adakalanya disebut “Teori Pengetahuan1.
Bagi filsafat Yunani kuno, pengetahuan (episteme) berbeda dengan opini
(doxa). Bentuk tertinggi pengetahuan adalah kebijaksanaan (Sophia), yang
merupakan pengetahuan tentang keseluruhan (bagi Plato) dan pengetahuan tentang
prinsip – prinsip pertama atau sebab – sebab pertama segala sesuatu (bagi
Aristoteles). Dimana dalam kebijaksanaan Aristoteles, Intuisi memegang peranan
penting.
Menurut Weigel pengetahuan ada dua macam, yaitu pengetahuan autentik
dan pengetahuan inautentik. Yang pertama berhubungan dengan pengetahuan rohani
bathiniyah, dan yang kemudian dengan hal – hal eksternal.

2. Sumber Pengetahuan
Sumber pengetahuan ialah apa yang menjadi titik tolak pengetahuan yang
sejati dan pasti, sebagaimana ditemukan dalam putusan. Sumber itu hendaknya
dipisahkan dari kondisi pengetahuan, misalnya, situasi bangun. Berhubungan
dengan kebenaran, bahu membahu membentuk suatu kebenaran. syaratnya:
a. Sumber – sumber pengetahuan merupakan objek-objek itu sendiri. Dan
sumber-sumber tersebut harus dapat diverifikasi.
b. Sumber pengetahuan juga merupakan segala sesuatu yang didalamnya
terdapat ‘objek-objek dan subjek yang mengetahui sebelum membuat
keputusan definitif’. Karenanya, pelu dibuat pembedaan antara sumber-
sumber eksternal (perlu kesaksian orang lain) dan sumber-sumber
internal pengetahuan.

1
Ahmad Faruk, filsafat Umum: Sebuah Penelusuran Sistematis.(Ponorogo: STAIN Ponorogo Press,
2009) hal 25
3. Teori Pengetahuan
Dalam arti luas, Teori pengetahuan harus memiliki dan mencakup
penelitian – penelitian psikologis tentang terjadinya pengetahuan dan hakekatnya,
dan juga merupakan studi terhadap kebenaran pengetahuan.
Sedangkan dalam arti sempit, teori pengetahuan itu sama saja dengan studi
kritis tentang ilmu pengetahuan. Sebagai studi kritis mengenai pengetahuan, pada
umumnya Teori pengetahuan merupakan penelitian filosofis tentang kebenaran
objektif pengetahuan kita.
Penelitian filosofis seperti apa? penelitian filosofis tentang kemampuan
untuk mencapai kebenaran dan batas-batas pengetahuan. Kemudian, dapatkah kita
mencapai kepastian tentang kebenaran yang kita inginkan itu? Dan kalau dapat,
sampai sejauh mana kemunkinan itu?
Untuk itu diperlukan adanya syarat-syarat kebenaran yang menjadi acuan
dalam mencari kebenaran tersebut. Dan untuk menjaga agar pencarian kebenaran
tersebut tetap sesuai dengan syarat-syarat yang ada, maka sebuah metode
diperlukan. Metode yang dibutuhkan dalam Epistemologis adalah Metode
epistemologis. Perkembangan ‘pengetahuan’ didorong oleh paham humanisme,
karena sejak dahulu manusia telah menginginkan adanya aturan untuk mengatur
manusia, tujuannya adalah agar manusia tersebut hidup teratur. Hidup teratur itu
memang sudah kebutuhan manusia sejak dahulu. Dan untuk menjamin tegaknya
kehidupan tersebut diperlukan adanya aturan.
Selain itu manusia juga membutuhkan aturan untuk mengatur alam. Oleh
karena itu bagaimana membuat aturan untuk mengatur manusia dan alam? Siapa
yang dapat membuat aturan itu? Orang Yunani kuno menemukan bahwa
manusialah yang membuat aturan itu. Humanisme mengatakan, manusia dapat
mengatur dirinya dan alam. Jadi, manusia itulah yang harus membuat aturan bagi
diri mereka dan sekelilingnya.
Alat terpenting yang diperlukan untuk membentuk aturan itu adalah akal.
Karena, akal dianggap mampu. Dan, akal pada setiap orang bekerja berdasarkan
aturan yang sama. Aturan itu adalah logika alami yang ada pada akal pada setiap
manusia. Akal itulah sumber yang paling dapat disepakati, sehingga kemudian
humanisme melahirkan rasionalisme.
Rasionalisme adalah paham yang mengatakan bahwa akal itulah alat
pencari dan pengukur pengetahuan. Pengetahuan dicari dengan akal, temuannya
diukur dengan akal pula. Dicari dengan akal adalah dicari dengan berpikir logis.
Dan untuk memperkuat pengetahuan tersebut, suatu hasil proses berfikir harus
disertai oleh bukti empiris yang dapat di lihat secara nyata. Dari sinilah kemudian
Empirisme muncul.
Empirisme adalah paham filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar
ialah yang logis dan memiliki bukti empiris. Akan tetapi, pada akhirnya menurut
para ahli, kalau hanya mengandung logika yang rasional dan bukti nyata saja, hal
itu tidak cukup untuk membentuk suatu pengetahuan. Oleh karena itu selanjutnya
‘pengetahuan’ membutuhkan Positivisme, yakni dimana sebuah pengetahuan itu
kebenarannya haruslah logis, ada bukti empirisnya, dan terukur. Positivisme
adalah pelengkap yang memberikan pengukuran pasti terhadap suatu
‘pengetahuan’ tersebut.
B. ONTOLOGI
Ontology adalah ilmu yang mempelajari tentang arti suatu keberadaan.
Berasal dari bahasa Yunani ‘Onto’ yang berarti ada, dan ‘Logos’ yang berarti ilmu
atau study.
Merupakan cabang filsafat yang mencoba melukiskan hakekat ada yang
terakhir, yang satu, yang absolute, bentuk abadi yang sempurna. Dan menunjukkan
bahwa segala hal tergantung padanya bagi eksistensinya. Selain itu, ontology
menghubungkan pikiran dan tindakan manusia yang bersifat individual dan hidup
dalam sejarah dengan realitas tertentu.
Istilah Ontologi muncul sekitar pertengahan abad ke-17, dimana pada saat
itu ungkapan filsafat mengenai yang ‘ada’ (philosopia entis) digunakan untuk hal
yang sama.menuut akar kata Yunani diatas, ontology berarti teori mengenai ada dari
yang berada. Karena itu, terkadang orang menyamakan antara ontology dengan
‘Metaphysics’, walaupun pada kenyataannya ontologi hanyalah merupakan bagian
dari metafisika2.

2
Ibid hal 76-77
Pada masa sekarang yang dibutuhkan dari ontologi adalah, penjelasan dan
penilaian mengenai pemikiran awal ini. Mengatasi semua hambatab dan rintangan
dan memahami tradisi metafisik. Pada taraf yang lebih dalam, kata ‘Ontologi’
menunjukkan eksistensi akan adanya roh.

C. AKSIOLOGI
Aksiologi, adalah ilmu yang membahas tentang ‘Value’ yang logis.

Anda mungkin juga menyukai