Anda di halaman 1dari 5

Kebijakan Menaikan/Menurunkan BI Rate dan Tujuannya

Salah satu kebijakan moneter ini adalah menaikkan atau menurunkan Suku Bunga BI, Seperti
diketahui bahwa BI Rate adalah salah satu instrumen kebijakan tidak langsung yang dapat
digunakan BI untuk menciptakan stabilitas nilai mata uang rupiah (inflasi dan nilai tukar).
Terkait kebijakan suku bunga menurut Gubernur Bank Indonesia yaitu Darmin Nasution
adalah keputusan BI Rate senantiasa mempertimbangkan lima faktor utama, yaitu proyeksi
inflasi dua tahun ke depan dan konsistensinya dengan sasaran inflasi, proyeksi pertumbuhan
ekonomi dua tahun ke depan, proyeksi nilai tukar dan faktor penyebabnya, termasuk aliran
modal asing, serta pengaruhnya pada proyeksi inflasi dan pertumbuhan ekonomi,
perkembangan suku bunga dan kredit perbankan, serta valuasi aset di sektor keuangan. Dua
faktor pertama, diperlukan untuk menjaga konsistensi BI rate dengan pencapaian sasaran
inflasi dengan mempertimbangkan dampaknya pada pertumbuhan ekonomi. Sementara itu,
tiga faktor terakhir diperlukan untuk keseimbangan eksternal, stabilitas moneter dan stabilitas
sistem keuangan, sekaligus untuk penilaian terhadap mekanisme transmisi kebijakan
moneter.  Ini berimplikasi bahwa keputusan BI Rate akan dilakukan secara terukur dan
diubah dalam kondisi yang tepat dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap
kesinambungan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas sistem keuangan.

Pro dan Kontra

Di dalam melakukan kebijakan pasti akan ada pro dan kontra dari sebagian pengamat
ekonomi yang ada. yang pro menyatakan bahwa BI bijaksana melakukan kebijakan tersebut,
sedangkan yang lainnya menyesalkan. Tentu semuanya didasarkan pada alasan masing-
masing pihak. Sehingga menarik untuk mengulas masalah kebijakan suku bunga BI Rate ini
dalam perspektif untuk pencerahan, dengan harapan nantinya para pembaca dapat
memperoleh sedikit pemahaman atas masalah ini. Bagi pihak yang pro, sepertinya kenaikan
BI Rate tersebut memang sudah lama ditunggu, bahkan sepertinya pihak ini selalu berupaya
mendesak supaya BI tanggap merespon kebutuhan untuk menaikkan suku bunga
indikatornya, jika menginginkan kondisi ekonomi akan baik seperti yang direncanakan. 
Pertimbangannya didasarkan pada beberapa hal yang dianggap sudah mulai
mengkhawatirkan sehingga jika tidak diambil, maka kondisi perekonomian akan tidak sesuai
dengan rencana.  Seperti kecendrungan inflasi yang terus meningkat, dianggap akan memberi
sinyal negatif kepada para penabung karena akan mengerus nilai aset keuangannya.
Akibatnya mereka akan bereaksi dengan mengurangi tabungannya dan akan memindahkan
aset keuangannya ke jenis yang lain atau ke tempat lainnya.  Tentu saja posisi perbankan
akan terganggu terutama keuntungan atau NIM-nya diperkirakan dapat turun. Kondisi
tersebut selanjutnya diangap akan mengakibatkan melemahnya nilai tukar rupiah. Dan
kemudian kepercayaan beberapa pelaku ekonomi, khususnya di pasar keuangan akan
berkurang dan selanjutnya akan mengganggu perekonomian secara keseluruhan. 
Tentu saja bagi pihak yang kontra menganggap  bahwa kerangka pemikiran seperti itu terlalu
sederhana dan tendensius karena hanya dimaksudkan untuk memikirkan kepentingan pihak-
pihak tertentu saja, terutama pemilik uang. Sebenarnya, inflasi yang terjadi yang telah
menghampiri 7 persen belum dapat dianggap bermasalah, paling kurang dari sisi tanggung
jawab BI (core inflation). Sebab inflasi inti tersebut masih cukup rendah dan terkendali, yakni
hanya sekitar hampir 4,8 persen saja.  Karena faktanya ada faktor penentu inflasi lainnya
yang diluar kendali BI seperti, akibat perubahan kondisi alam (anomali), sehingga harga
beberapa komoditas kebutuhan pokok masyarakat meningkat, maupun karena adanya
beberapa kenaikan harga akibat penetapan harga oleh pemerintah (administered prices),
termasuk karena adanya persoalan infrastruktur dalam sistem distribusi yang kurang baik dan
tidak dapat dikendalikan akibat ulah para pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan keadaan
yang sulit.  Apalagi, kondisi beberapa indikator ekonomi utama masih relatif baik dan
terkendali, seperti posisi nilai tukar yang cukup stabil dan masih dalam rentang nilai yang
rasional, serta perkembangan pasar modal yang tetap menjanjikan, tercermin dari IHS yang
tinggi dan cukup stabil. Pihak yang kontra menilai bahwa BI seharusnya belum perlu
menaikkan suku bunga indikatornya, hanya karena alasan desakan untuk antisispasi terhadap
perilaku inflasi yang cendrung meningkat, apalagi dianggap bersifat temporer.  Masalah yang
pasti adalah pada saat posisi bunga indikator BI yang sudah cukup rendah saja, sektor 
perbankan ternyata belum melaksanakan fungsi intermediasinya secara optimal, apalagi jika
BI Rate dinaikkan. Tercermin dari penyaluran dana masyarakat dalam bentuk kredit tidak
tumbuh sesuai harapan, akibat suku bunga kredit perbankan masih sangat tinggi. 
Sepertinya perbankan bersikap bahwa dari pada disalurkan dalam bentuk kredit, maka lebih
aman memanfaatkan dana-dana masayarakat yang dihimpunnya untuk membeli surat-surat
berharga, selain menguntungkan meskipun kecil, tidak berisiko lagi (SBI dan SUN). 
Selain itu, biasanya pada saat ada kenaikan BI Rate tersebut, perbankan segera menaikkan
suku bunga pinjamannya, sedangkan suku bunga simpanannya tidak berubah. Dengan kondisi
demikian, berarti perbankan memperoleh keuntungan seketika, akibat selisih bunga pinjaman
dan kewajibannya yang membesar, karena adanya alasan kenaikan suku bunga BI Rate
tersebut. 
Oleh karena itu, pelaku ekonomi di sektor riil termasuk penabung dan terutama pengusaha
selalu mempersoalkan masalah ini, sehingga mengangap sektor perbankan selalu bertindak
hanya mementingkan kepentingan keuntungannya sendiri.  Yang jelas, masalah besar yang
harus ditanggung BI sendiri dengan menaikkan suku bunga indikatornya tersebut adalah BI
berarti harus mengeluarkan ongkos yang semakin besar dari kebijakannya. Sebagai dampak
turunan dari akan meningkatnya pembayaran bunga surat berharga yang diterbitkan BI (SBI),
jika kondisi kelebihan likuiditas perekonomian selama ini tidak berubah. Kebijakan BI Rate
ini selalu yang menjadi sorotan publik, sebab kebijakan ini merupakan kebijakan yang dapat
secara langsung atau tidak mempengaruhi perilaku para pelaku ekonomi, baik dalam maupun
luar negeri, utamanya perilaku pelaku di pasar keuangan, baik perbankan dan di pasar uang
atau modal. Karena kebijakan BI Rate tersebut memang sepertinya dijadikan acuan atau
jangkar (anchor) bagi pelaku pasar untuk mengetahui arah kebijakan moneter dan keuangan
BI kedepan (forward looking).  Ketika BI menetapkan BI Rate, maka itu akan menjadi awal
mekanissme proses transmisi kebijakan moneter BI bekerja, melalui interaksi antara BI
dengan sektor perbankan, keuangan dan sektor riil (dunia usaha). Jadi saat BI misalnya
menetapkan BI Rate diturunkan maka perbankan selayaknya menangkap sinyal bahwa dia
akan dapat menggerakkan sektor riil dengan menurunkan bunga kreditnya. Sehingga bagi
pengusaha berarti akan dapat meningkatkan kegiatannya produktifnya sebab akan dapat
memperoleh kemudahan kredit. Sedangkan bagi masyarakat umumnya akan berperilaku akan
meningkatkan konsumsinya karena ada indikasi stabil dengan rendahnya tingkat inflasi.
Sehingga  perekonomian bergerak dalam arah yang baik dalam keseimbangannya yang baru. 
Tapi faktanya ternyata tidak demikian. Karena misalnya saat BI menetapkan BI Rate
demikian cukup rendahnya selama beberapa periode yang lalu, ternyata perbankan
menjalankan perannya sesuai pertimbangan untuk keuntungannya sendiri, seakan tidak
mengikuti sinyal kebijakan BI, karena kredit tetap seret, sehingga pengusaha mengeluh tanpa
solusi.  

Tinjauan Kebijakan Moneter

BI rate di naikan diharapkan akan berdampak bagi para masyarakat untuk semakin gemar
menabung, dan jika tingkat antusiasme untuk menabung masyarakat tinggi maka akan
berdampak untuk mengurangi dan memperlambat laju inflasi, Namun kenaikan BI Rate itu
diharapkan tidak akan mendorong perbankan menaikkan suku bunga kreditnya. Apabila
perbankan merespon kenaikan bunga BI Rate maka rencana penurunan suku bunga kredit
bank oleh Bank Indonesia menjadi nihil. Bila suku bunga tinggi, maka investasi otomatis
berkurang. Pasalnya investor akan kesulitan membayar suku bunga yang tinggi itu. Karena
itu perbankan diharapkan akan dapat mengerem atau tidak menaikan suku bunga kredit.
Kenaikan BI Rate itu sebenarnya menunjukkan pertumbuhan ekonomi berjalan dengan baik
yang menunjukkan adanya perbaikan ekonomi. Tingkat bunga rupiah yang tinggi itu
mendorong investor asing akan masuk ke pasar domestik, karena keuntungan yang diperoleh
makin besar

Respon Kebijakan Fiskal

Suku bunga Bank Indonesia naik, di harapkan meningkatkan animo masyarakat akan
menabung dan uang yang diterima dari hasil tabungan tersebut akan di gunakan untuk
pemberian pinjaman kepada masyarakat yang sebagai pelaku bisnis untuk pembiayaan
sebagai modal UKM dan Usaha lainnya yang diharapkan akan meningkatkan perekonomian,
dan mengurangi adanya pengangguran, dengan mendirikan unit usaha yang baru maka akan
mengurangi jumlah pengangguran karena mendirikan unit usaha sama saja dengan membuka
lapangan kerja. Jika UKM dan usaha lainya berhasil akan memiliki penghasilan dan
pendapatan, dan pendapatan tersebut akan dibebankan pajak, dan pajak yang akan di
bayarkan oleh pelaku bisnis UKM merupakan sumber pendapatan iternal negara dan sumber
dari pajak tersebut akan di gunakan untuk memperbaiki dan membangun infrastruktur
pembangunan negara, dan jika penerimaan pajak dari pelaku bisnis ini besar maka tidak perlu
melakukan pinjaman atau utang luar negeri lagi. Selain itu dengan memberikan

Hasil Kebijakan

Walaupun terdapat pro dan kontra untuk kebijakan ini, tetapi kebijakan ini masih cukup
terbukti untuk menahan laju inflasi, tetapi di lain sisi kebijakan ini percuma dilakukan jika
suku bunga rate Bank Indonesia ini dimanfaatkan oleh bank-bank dengan menaikan suku
bunga pinjaman dan tidak menaikan suku bunga tabungan, sehingga pendapatan yang akan
diperoleh bank-bank akan meningkat dan membuat masyarakat tidak bergairah untuk
menabung karena bunga yang didapatkan kecil, sedangkan harga bahan-bahan pokok terus
merangkak naik. Dan sebaliknya jika bunga pinjaman tidak dinaikan akan berakibat pelaku
bisnis akan meminjam modal di Bank-bank untuk mendirikan usaha sehingga terbukanya
lapangan kerja baru yang bermanfaat untuk mengurangi pengangguran.
Daftar Pustaka

http://202.146.4.121/read/artikel/150688/sitemap.html
http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/ekonomi/10/08/05/128437-pengamat-
perkirakan-bi-rate-2011-turun-7

http://www.antaranews.com/berita/248207/bi-perkuat-kebijakan-moneter

http://id.wikipedia.org/wiki/Kebijakan_moneter

Anda mungkin juga menyukai