Anda di halaman 1dari 4

Pengelolaan Air Kotor di Timor Lorosa’e

Sharad Adhikary

Penasihat Kesehatan Lingkungan Hidup Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)

Enam puluh dua persen dari masyarakat Timor Lorosa’e tidak mempunyai akses ke
sistem pembuangan kotoran manusia secara sehat, seperti ditunjukkan di profil
kesehatan pada tahun 1998. Pengelolaan air yang dibuang dalam konteks pedesaan
dan perkotaan seharusnya dipandang secara terpisah. Daerah pedesaan berpenduduk
sedikit.
Sistem sanitasi barangkali merupakan pilihan yang paling bagus untuk kota Dili, yang
mempunyai potensi besar untuk pertumbuhan dan pembangunan cepat dalam waktu
dekat, karena Dili akan menjadi ibu kota Negara Timor Lorosa’e. Tidak seperti
fasilitas-fasilitas pembuangan sampah yang sudah ada, yang terdiri dari tangki
kotoran dan kakus tanah, sistem pembuangan kotoran dapat memberikan fleksibilitas
untuk memuat bertambahnya air sampah melalui sistem persediaan air yang
diperbaharui dan diperbaiki untuk Dili.
Pendekatan partisipatif terhadap pengembangan dan pelaksanaan program-program
sangat diperlukan supaya masyarakat setempat setuju maka akan rela membangun
sistem-sistem tersebut. Cita-cita tersebut dapat dicapai dengan koordinasi dan
pengerahan LSM-LSM Lokal dan Internasional yang bekerja di sektor sanitasi dan
persediaan air. Pemberdayaan kemampuan organisasi-organisasi pemerintah dan
LSM-LSM terhadap perencanaan dan pelaksanaan sistem sanitasi bersama dengan
pendidikan mengenai sanitasi merupakan isu utama untuk keberlanjutan programnya.
Latar Belakang

Profil kesehatan Timor Lorosa’e yang disiapkan pada tahun 1998 menunjukkan bahwa 52%
penduduk tidak mempunyai akses ke air tawar, dan 62% penduduk tidak mempunyai akses ke
sistem pembuangan kotoran yang sehat. Suatu survei terhadap pelayanan air dan sanitasi
menunjukkan bahwa terdapat pengetahuan yang rendah dalam masyarakat terhadap pentingnya
air tawar dan sanitasi untuk mencapai tingkat kesehatan yang lebih tinggi.

Kebutuhan-kebutuhan pedesaan dan perkotaan terhadap sanitasi selalu berbeda dan seharusnya
dipandang secara terpisah. Teknologi sanitasi di tempat merupakan sistem sanitasi yang cocok
dan tidak terlalu mahal untuk rumah tangga-rumah tangga di daerah pedesaan di Timor Lorosa’e,
sedangkan sistem pembuangan kotoran merupakan cara satu-satunya untuk pembuangan air
sampah di Dili, kota yang kemungkinan akan mengalami urbanisasi cepat dan pertambahan air
buangan di masa yang akan datang. Fasilitas sanitasi di tempat di daerah perkotaan yang padat
mungkin akan mengalami masalah-masalah dengan tanah yang terbatas untuk pengumpulan atau
pembuangan sampah, terkontaminasinya tempat air yang dekat dengan WC, kotoran mengalir ke
luar ke got-got, serta masalah sistem sanitasi yang tidak memadai apabila akan digunakan setiap
hari.

 
Masalah-masalah Kesehatan terhadap Air Kotor

Air kotor disebabkan oleh berbagai kegiatan domestik, industrial atau kelembagaan. Aliran air
sampah yang terkendali atau tidak terkendali mungkin akan mencemarkan air yang ada di atas
atau di bawah tanah, apabila air tersebut digunakan untuk air minum. Terkontaminasinya air
minum dari kotoran manusia, yang biasanya disebabkan oleh pembuangan kotoran manusia di
tempat yang tidak tertutup, dan aliran air sampah yang tidak terkendali, menyebabkan beberapa
infeksi bakteri, viral, protozoan dan parasit dan penjalaran penyakit seperti diare, disentri, kolera,
giardiasis, dan demam tipus. Nyamuk dari kelompok jenis Culex Pipiens, yang membawa
penyakit filariasis biasanya berkembang biak dalam kotoran manusia.

Sanitasi di Daerah Pedesaan

Kakus tanah atau tangki kotoran biasanya dibangun di tempat pedesaan, akan tetapi kira-kira
sepertiga penduduk Timor Lorosa’e masih membuang kotorannya secara terbuka. Sekitar 15%
penduduk memakai WC umum. Sebagian besar WC yang didirikan oleh organisasi-organisasi
bantuan internasional tidak digunakan oleh masyarakat setempat.

Perlu untuk mengembangkan dan mengajukan berbagai sistem sanitasi di tempat yang cocok di
berbagai keadaan daerah di pedesaan-pedesaan yang berbeda-beda sifatnya, serta disetujui oleh
masyarakat setempat dan tidak terlalu mahal. Tergantung pada kemampuan masyarakat untuk
membayar, WC dengan kakus berlapis satu atau dua dengan alat penuang-pendirus WC
merupakan macam WC yang paling cocok untuk daerah pegunungan. Lapisan kakus mungkin
diperlukan. Kakus perendam atau tempat saluran untuk mengumpul kotoran yang mengalir
keluar dari tangkinya seharusnya selalu mengikuti pembangunan tangki kotoran. Di dataran
rendah dengan tingkat air tanah yang dangkal, seharusnya dibangun kakus tanah yang
ditinggikan. Kakus perendam atau tempat saluran yang terpisah dapat dibangun sebagai penyalur
air sampah rumah tangga.

Program pendidikan sanitasi dapat mendorong masyarakat untuk membangun WC sendiri.


Perencanaan dan pelaksanaan program-program sanitasi dengan partisipasi masyarakat akan
sangat membantu untuk meningkatkan tuntutan untuk sistem sanitasi dan diterima dan didukung
sepenuhnya oleh masyarakat dan pemakaian WC secara efektif. Banyak LSM-LSM internasional
dan lokal yang bekerja di Timor Lorosa’e. Mendirikan jaringan di tingkat Pusat dan tingkat
Distrik dengan LSM-LSM yang bekerja di bidang persediaan air dan sanitasi dapat
mempertinggi koordinasi antara LSM-LSM dan pemerintah. Program-program kesadaran,
pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan ilmu kesehatan dan sanitasi dapat dikembangkan
dan diadakan di masyarakat dengan inisiatif dan dukungan dari LSM-LSM tersebut.

Pengelolaan Air Sampah di Dili

Kota Dili mempunyai potensi besar untuk pertumbuhan dan pembanguan yang cepat dalam
waktu dekat, karena Dili akan menjadi ibu kota Negara Timor Lorosa’e yang baru. Kota Dili
mungkin akan menarik banyak orang yang pindah ke Dili dari tempat-tempat lain di Timor
Lorosa’e.

Tidak ada sistem pembuangan kotoran di Dili, dan rumah-rumah modern pun dibangun dengan
tangki-tangki kotoran. Kakus tanah di dataran rendah dan tangki kotoran tanpa tempat perendam
atau saluran pengumpul kotoran menyebabkan pencemaran air tanah di tingkat rendah dan
mencemari air permukaan yang mengalir ke got-got. Aliran air kotor secara luas mungkin akan
menambah kelembaban yang meningkatkan jumlah pembawa penyakit.

Fasilitas-Fasilitas penyaluran aliran air permukaan di daerah perkotaan termasuk Dili membawa
sebagian dari air kotor yang keluar dari tangki kotoran dan kakus tanah yang banjir pada waktu
hujan lebat. Kapasitas got-got tidak memadai dan terbuka di beberapa tempat. Pembaharuan got-
got, peningkatan kapasitasnya, dan pemberian tutupan apabila diperlukan merupakan salah satu
langkah penting terhadap pengurangan pencemaran lingkungan hidup di daerah perkotaan di
Timor Lorosa’e. Sistem persediaan air yang sudah ada di Dili akan diperbaharui dan meningkat
kualitasnya dalam waktu dekat.   

Sistem pembuangan kotoran merupakan pilihan yang paling bagus untuk Dili dan dapat
memberikan fleksibilitas dalam memuat bertambahnya jumlah air kotor dalam jangka waktu 10
sampai 15 tahun. Pada tahap awal, sistem pembuangan kotoran dapat dibangun di pusat kota Dili
dengan kemungkinan bahwa sistemnya dapat diperluas di kemudian hari sampai ke pinggir kota
apabila masyarakat setempat sudah mampu membiayainya.

Sistem pembuangan kotoran terdiri dari koneksi pipa-pipa (pipa-pipa penyaluran kotoran) ke
rumah-rumah untuk pengumpulan dan pengangkutan air buangan ke tempat pengolahan sampah.
Jumlah kotoran dalam air dikurangi secara besar-besaran dengan berbagai proses pengolahan.
Oleh karena di Dili cuacanya panas, kotoran dapat diolah secara ekonomis di tempat
penampungan stabilisasi sampah. Sekarang tempat-tempat penampungan demikian digunakan di
skala kecil untuk mengolah kotoran yang diambil dari tangki-tangki kotoran oleh perusahaan
swasta yang dikontrak UNTAET di Dili. Setelah pengolahan, kotoran dari proses terakhir
pengolahan dengan jumlah zat-zat pencemaran yang rendah sekali dapat dibuang ke laut.

Di Asia Tenggara, biaya per kapita untuk sambungan pipa-pipa pembuangan kotoran di daerah
perkotaan pada tahun 1985, mulai dari $45 USD sampai $400 USD dengan biaya rata-rata $80
USD. Apabila kita menganggap biaya demikian masih berlaku di Dili sekarang, dengan laju
pertumbuhan jumlah pendukuk sekitar 3% per tahun, biaya perkiraan untuk pembangunan sistem
tersebut dengan perkiraan 214 000 jumlah penduduk di 20 tahun ke depan (berdasarkan jumlah
penduduk sekarang 118 529), adalah sekitar $17 juta USD. Apabila pembangunan sistem
pembuangan kotoran direncanakan dalam dua tahap, tahap pertama untuk pusat kota Dili, dan
tahap kedua untuk daerah-daerah di pinggir kota Dili, biaya pembangunan per tahap dapat
sampai $10 juta USD untuk pusat kota Dili, dan $7 juta USD untuk pinggir-pinggir kota. Biaya
tinggi tersebut untuk suatu sistem pembuangan kotoran dapat dibenarkan dengan menghitung
manfaat kesehatan dalam jangka panjang, yang dapat dicapai dengan mengurangi penyakit-
penyakit yang berhubungan dengan air buangan.
Perlunya sistem pembuangan sampah di Dili seharusnya diprioritaskan dan diajukan oleh
masyarakat Dili/Timor Lorosa’e, dan juga oleh bagian-bagian teknis dan administratif di ETTA,
termasuk Departemen Pelayanan Kesehatan dan Divisi Pelayanan Air dan Sanitasi, badan-badan
pendukung dari luar, dan LSM-LSM baik yang lokal maupun yang internasional. Dukungan
tersebut dapat tercapai dengan mengadakan seminar atau lokakarya untuk membantu
meningkatkan profil suatu sistem pembuangan sampah, dan menekankan pentingnya suatu
sistem pembuangan sampah di Dili.

Kesimpulan

Program persediaan air dan sanitasi seharusnya selalu dikaitkan karena dua-duanya saling
melengkapi. Sanitasi dan pengelolaan air sampah biasanya mendapat perhatian yang rendah
dibandingkan dengan kegiatan-kegiatan pembangunan yang lain. Akan tetapi sanitasi merupakan
salah satu jasa dasar yang dibutuhkan oleh masyarakat dan kekurangan jasa tersebut atau
pengelolaannya yang tidak baik berpengaruh langsung kepada masyarakat.

Timor Lorosa’e dalam waktu dekat akan menjadi negara yang mandiri. Oleh karena itu, proses-
proses pemberdayaan kemampuan di pemerintahan dan LSM-LSM seharusnya juga menentukan
tugas-tugas yang diperlukan untuk membuat rencana-rencana strategis dan memulai pelatihan
sumber daya manusia untuk pengelolaan air sampah dan sistem persediaan air. Pendidikan
terhadap ilmu kesehatan dapat menyadarkan dan mendorong masyarakat untuk menuntut sistem
sanitasi yang lebih baik. Proses partisipatif dalam pendidikan dan kesadaran mengenai ilmu
kesehatan sebelum pelaksanaan fasilitas-fasilitas pelayanan sanitasi secara fisik akan membantu
dalam mencapai persetujuan dan penggunaan sistem-sistem tersebut oleh masyarakat dalam
jangka panjang.

Anda mungkin juga menyukai