Anda di halaman 1dari 3

1.1.

Latar Belakang
Bentuk Koperasi Sekunder, secara normatif telah diatur dalam Undang-undang
Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian. Pasal 1 Undang-undang tersebut
menyebutkan, Koperasi Sekunder adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan
koperasi. Secara lebih rinci dijelaskan pada bagian Penjelasan Pasal 15 bahwa ”Koperasi
Sekunder meliputi semua koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan Koperasi Primer
dan/atau Koperasi Sekunder berdasarkan kesamaan kepentingan dan tujuan efisiensi.”
Koperasi Sekunder dapat didirikan oleh koperasi sejenis maupun koperasi berbagai jenis
atau tingkatan. Pendirian Koperasi Sekunder dalam berbagai tingkatan selama ini dikenal
dengan sebutan (1) Pusat, (2) Gabungan, dan (3) Induk. Selanjutnya, dalam Pasal 6 ayat
(2) diatur tentang syarat pembentukan Koperasi Sekunder, yakni Koperasi Sekunder
dibentuk oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga) koperasi.
Berdasarkan definisi dan syarat pembentukan tersebut, secara formal Koperasi
Sekunder yang telah ada memiliki hierarki organisasi vertikal yang berbeda-beda antara
Koperasi Sekunder yang satu dengan yang lainnya. Sebagian Koperasi Sekunder
merupakan bentuk integrasi vertikal dengan tiga hierarki (Koperasi Primer, Pusat Koperasi
dan Induk Koperasi), dan sebagian lainnya dengan dua hierarki (Koperasi Primer dan Pusat
atau Gabungan Koperasi). Koperasi-koperasi Sekunder ini terdiri atas sekumpulan
Koperasi Primer dari beragam jenis. Beberapa diantaranya dikenal dengan sebutan
INKOPOL, INKOPAR, IKPRI, IKOPDIT, INKUD, IKPI, GKBI, GKSI, PUSKUD, PUSKOPDIT,
PUSKOPTI, PUSKOPKAR, PUSKSP, dan lain-lain. Hingga saat ini tercatat sebanyak 156
buah Koperasi Sekunder di tingkat nasional (Jakarta) yang terdiri dari 63 buah Koperasi
Sekunder dalam bentuk Induk, 7 buah berbentuk Gabungan, dan 142 buah lainnya dalam
bentuk Pusat (Kementerian Koperasi dan UKM, 2005). Jumlah ini belum termasuk Koperasi
Sekunder yang tersebar di setiap propinsi dan kabupaten di seluruh Indonesia.
Secara konseptual, Koperasi Sekunder adalah sebuah bentuk kelembagaan
koperasi yang terintegrasi dengan beberapa fungsi dan peran umum koperasi. Fungsi dan
peran umum tersebut yang tertuang dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 25 tahun 1992
adalah : (1) membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota
pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan
ekonomi dan sosialnya, dan (2) memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar
kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai sokogurunya.
Berdasarkan fungsi dan peran tersebut maka kehadiran sebuah koperasi akan
menciptakan berbagai manfaat di dalam perekonomian. Keberadaan sebuah Koperasi

1
Sekunder akan menyertakan beberapa anggota koperasi baik Koperasi Primer ataupun
Koperasi Sekunder. Pada sisi kelembagaan, akan tercipta suatu struktur kelembagaan
yang bermanfaat bagi para koperasi anggotanya dan bagi pihak-pihak lain untuk
memperoleh akses ke dalam usaha bisnis. Pada sisi produksi dan penciptaan kapasitas
produksi nasional, kehadiran Koperasi Sekunder dan kelembagaannya akan turut
berkontribusi meningkatkan produksi dan kapasitas produksi usaha koperasi anggotanya.
Hal ini kemudian akan berkontribusi pada peningkatan kapasitas produksi nasional.
Manfaat lain adalah terbuka akses para anggota dan masyarakat luas pada informasi,
teknologi bisnis, peningkatan keterampilan, akses kepada pasar baik di dalam negeri
maupun di luar negeri, peningkatan modal dan peningkatan pendapatan anggota koperasi.
Semua manfaat tersebut diharapkan dapat disumbangkan oleh kehadiran Koperasi
Sekunder.
Secara normatif, fungsi sebuah Koperasi Sekunder yakni untuk membangun dan
mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi koperasi anggotanya adalah fungsi
yang penting. Undang-undang Perkoperasian yang telah disebutkan secara eksplisit
menyatakan bahwa Koperasi Sekunder adalah sebuah bentuk kelembagaan koperasi yang
kuat dan terintegrasi. Kelembagaan koperasi tersebut diharapkan mampu untuk
menjalankan fungsinya yakni membangun dan mengembangkan potensi ekonomi koperasi
anggotanya. Dalam tataran praktis, Koperasi-koperasi Sekunder diharapkan mampu
membentuk jaringan usaha dengan Koperasi-koperasi Primer dan mengembangkan
kerjasama yang saling menguntungkan. Bagaimana sesungguhnya jaringan usaha yang
terbentuk dan kerjasama yang dibangun ? Informasi dan data-data mengenai hal ini masih
sangat terbatas.

1.2. Dimensi Permasalahan


Sesuai landasan hukumnya, koperasi telah dianggap sebagai sebuah gerakan
ekonomi rakyat maupun sebagai badan usaha yang berperan serta untuk mewujudkan
masyarakat yang maju, adil dan makmur. Koperasi perlu membangun dirinya dan dibangun
menjadi kuat dan mandiri berdasarkan prinsip-prinsip dan jati diri koperasi sehingga mampu
berperan sebagai sokuguru perekonomian nasional. Landasan hukum ini telah menjadikan
koperasi sebagai pilar ekonomi nasional. Oleh karena itu, sebagai pilar ekonomi,
pengembangan koperasi baik pada waktu sekarang maupun pada waktu yang akan datang
adalah hal yang mutlak dan masih diperlukan.
Fungsi Koperasi Sekunder secara spesifik menurut Undang-undang Nomor 25
Tahun 1992 adalah (1) berfungsi sebagai jaringan untuk menciptakan skala ekonomis dan
posisi tawar, dan (2) berfungsi sebagai ”subsidiaritas” dimana bisnis yang dilaksanakan
anggota (Koperasi Primer) tidak dijalankan oleh Koperasi Sekunder sehingga tidak saling

2
mematikan. Juga menurut Undang-undang tersebut, Koperasi Sekunder didirikan oleh dan
beranggotakan Koperasi Primer dan/atau Koperasi Sekunder berdasarkan kesamaan
kepentingan dan tujuan efisiensi.” Koperasi Sekunder dapat didirikan oleh koperasi sejenis
maupun koperasi berbagai jenis atau tingkatan. Koperasi Sekunder dibentuk oleh
sekurang-kurangnya 3 (tiga) koperasi”. Undang-undang tersebut memberikan peluang
kepada gerakan koperasi untuk mendirikan koperasi pada berbagai tingkatan sesuai
kebutuhannya. Hal ini kemudian menyebabkan terbentuknya banyak Koperasi Primer dan
Koperasi Sekunder.
Selama ini Koperasi-koperasi Sekunder baik Tingkat Nasional (Induk dan
Gabungan) maupun Tingkat Propinsi (Pusat dan Gabungan) terus terbentuk dan
bertumbuh dengan berbagai aktivitas. Namun sejauhmana eksistensi dan keterkaitan
antara Koperasi Sekunder dengan Koperasi Primer anggotanya hingga sekarang belum
diketahui pasti. Juga belum ketahui sejauhmana Koperasi Sekunder menjalankan fungsi-
fungsinya kepada Koperasi Primer anggotanya dan sebaliknya Koperasi Primer
menjalankan kewajibannya kepada Koperasi Sekunder. Secara spesifik, permasalahan
dalam penelitian ini adalah hanya mengetahui kondisi Koperasi Sekunder baik Tingkat
Nasional maupun Tingkat Propinsi dan bagaimana hubungan atau keterkaitan antara
Koperasi Sekunder dengan Koperasi anggotanya yang meliputi keterkaitan bisnis maupun
aktivitas kelembagaan.

1.3. Tujuan Kajian


Tujuan dari kajian ini adalah :
1. Mengetahui keragaan Koperasi Sekunder dan Koperasi anggotanya.
2. Mengetahui keterkaitan antara Koperasi Sekunder dengan Koperasi
anggotanya.

1.4. Ruang Lingkup


Ruang lingkup kajian meliputi beberapa aspek antara lain :
1. Identifikasi eksistensi Koperasi Sekunder Tingkat Nasional, Koperasi
Sekunder Tingkat Propinsi, dan Koperasi Primer anggota yang mencakup
kelembagaan dan usaha.
2. Analisis hubungan keterkaitan antara Koperasi Sekunder Tingkat Nasional
dengan Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi, Koperasi Sekunder Tingkat
Propinsi dengan Koperasi Primer anggota.

Anda mungkin juga menyukai