Anda di halaman 1dari 7

TUGAS KAPITA SELEKTA HUKUM TATA NEGARA

Tentang
TINJAUAN KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG
TERHADAP
PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 15P/HUM/2009

Oleh :

M.ALFIAN PURNOMO P

B2A007196

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS DIPONEGORO

FAKULTAS HUKUM

SEMARANG
PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Putusan Mahkamah Agung Nomor 15P/HUM/2009 mengenai uji materiil Pasal
22 huruf c dan Pasal 23 ayat 1 dan 3 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15
Tahun 2009 menimbulkan kontroversi. Salah satu kontroversinya adalah, sebelumnya
MA dalam putusan Nomor 12P/HUM/2009 pernah menolak mengabulkan uji materiil
pasal 23 ayat 1, salah satu pasal yang dikabulkan di putusan yang baru.
Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Hati Nurani Rakyat sontak menuding ada
sesuatu yang tak beres di belakang Putusan 15P/HUM/2009 yang diajukan empat
calon legislator Partai Demokrat yang salah satunya Zaenal Ma'arif. PKS dan Hanura
mempertanyakan, mengapa gugatan yang diajukan calon legislator Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan Hasto Kristiyanto tidak dikabulkan seperti tercantum dalam
12P/HUM/2009
Ketua MA, Harifin Tumpa, menyatakan kedua kasus itu berbeda meski sama-
sama mengajukan satu pasal yang sama. Saat calon Demokrat mengajukan, kata
Harifin, ada fakta baru yakni putusan Mahkamah Konstitusi yang sebelumnya
memerintahkan revisi Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2009 itu.
"Kalau yang pertama (yang diajukan PDIP) waktu itu belum ada putusan MK,"
kata Harifin di kantornya, Jakarta, Kamis 30 Juli 2009. "Kalau yang terakhir itu
(kami) menolak permohonan, berarti bertentangan dengan putusan MK," ujarnya.
Lalu lahirlah putusan 15P/HUM/2009 itu pada 18 Juni 2009. Isinya, MA
menyatakan dua pasal yang diajukan pengujian oleh caleg Demokrat bertentangan
dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu. MA juga
memerintahkan revisi keputusan KPU mengenai penetapan calon terpilih.
Putusan MA ini berimplikasi, penghitungan kursi Dewan Perwakilan Rakyat
pada tahap kedua yang diatur harus mengikutkan suara partai yang di tahap pertama.
Dengan putusan ini, partai yang mendapat suara 50 persen Bilangan Pembagi Pemilih
harus bersaing dengan suara partai-partai yang melebihi BPP. Dan hasilnya, Center
for Electoral Reform menghitung kursi partai-partai besar seperti Demokrat, Golkar
dan PDIP akan menggelembung dan sebaliknya partai seperti PKS dan Hanura
mengempis. VIVAnews.com, grup Surabaya Post, Kamis (23/7)

2
b. Perumusan Masalah
Dari artikel di atas dapat di ambil suatu permasalahan antara lain:
1. Apakah Putusan Nomor 15P/HUM/2009 sesuai dengan kewenangan
Mahkamah Agung?

3
PEMBAHASAN

Dengan adanya Perubahan Ketiga UUD 1945 pada tahun 2001, kekuasaan
kehakiman yang semula dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan
kehakiman menurut undang-undang, berubah menjadi kekuasaan kehakiman
dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di
bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah
Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Agung mempunyai wewenang mengadili pada
tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang
terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh
undang-undang. Mahkamah Agung merupakan pengadilan negara tertinggi dari
keempat lingkungan peradilan yang mempunyai kewenangan mengadili pada tingkat
kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat akhir oleh pengadilan di semua
lingkungan peradilan yang berada di bawahnya; menguji peraturan perundang-
undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang; kewenangan lain yimg
diberikan undang-undang. Dengan demikian sejak Perubahan Ketiga Undang-Undang
Dasar 1945 tanggal 9 Nopember 2001, kekuasaan kehakiman di Indonesia tidak hanya
dipegang oleh Mahkamah Agung namun juga oleh Mahkamah Konstitusi. Sedangkan
Mahkamah Konstitusi mempunyai wewenang mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap
Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai
politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum, serta wajib
memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden
dan/atau Wakil Presiden menurut Undang Undang Dasar.
Dalam hal ini kontroversial ini terjadi karena perbedaan putusan yang diberikan
pada 2 (dua) permohonan uji materiil terhadap peraturan KPU Nomor15 Tahun 2009
lalu. Mahkamah Agung beralasan bahwa penolakan permohonan tersebut didasarkan
atas putusan yang telah dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi, dengan harapan
Mahkamah Agung tidak ingin menentang putusan yang telah final dari Mahkamah
Konstitusi. Sebelumnya, terhadap permohonan uji materiil yang sama yang diajukan
oleh PDIP, bahwasannya permohonan tersebut belum diputus final oleh Mahkamah
Konstitusi.

4
Keputusan MA bernomor 15P/HUM/2009 tertanggal 18 Juni 2009 ini
mengabulkan permohonan uji materi terhadap Peraturan KPU No 15/2009 yang
mengatur cara penghitungan kursi yang diajukan oleh empat orang pemohon caleg
Partai Demokrat, yakni Zaenal Maarif, Josef B Badeoda, Utomo A Karim, dan Mirda
Rasyid.
MA mengabulkan permohonan para pemohon dengan menyatakan pasal 22
huruf c dan Pasal 23 ayat 1 dan 3 Peraturan KPU No 15/2009 bertentangan dengan
pasal 205 ayat 4 UU No 10/2008, sehingga tidak sah dan tidak berlaku untuk umum.
MA memerintahkan KPU membatalkan dan mencabut pasal yang bertentangan
tersebut dan merevisi serta menunda penetapan caleg terpilih.
Pada penghitungan tahap pertama, parpol yang mendapat kursi adalah parpol
yang mencapai seratus persen BPP. Kemudian, sisa suara dari tahap pertama masuk
pada penghitungan tahap kedua. Sesuai dengan peraturan KPU Nomor 15/2009 pasal
22 huruf c, pada penghitungan tahap kedua sisa suara yang mencapai 50 persen BPP
akan memperoleh kursi.
MA mengabulkan permohonan para pemohon dengan menyatakan pasal 22
huruf c dan Pasal 23 ayat 1 dan 3 Peraturan KPU No 15/2009 bertentangan dengan
pasal 205 ayat 4 UU No 10/2008, sehingga tidak sah dan tidak berlaku untuk umum.
MA memerintahkan KPU membatalkan dan mencabut pasal yang bertentangan
tersebut dan merevisi serta menunda penetapan caleg terpilih.
Dalam hal ini sesuai dengan putusan MA, KPU diperintahkan agar
penghitungan kursi tahap kedua memperhitungkan seluruh suara parpol, bukan sisa
suara setelah dibagi dengan BPP pada tahap pertama.
Cara penghitungan yang berubah ini akan menyebabkan calon yang sudah yakin
terpilih, bakal gagal dilantik; sebaliknya banyak caleg yang tidak terpilih menjadi
girang karena kemungkinan lolos. Di antaranya Caleg Partai Demokrat Zaenal Ma'arif
yang yakin akan terpilih menjadi anggota DPR 2009-2014.
Mahkamah Agung merupakan kekuasaan kehakiman yang memiliki kekuasaan
negara yang merdeka menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan
keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya negara hukum Indonesia.
Mahkamah Agung sendiri merupakan Pengadilan Negara Tertinggi dari semua
lingkungan peradilan, yang dalam melaksanakan tugasnya terlebas dari pengaruh
pemerintah dan pengaruh lainnya. yang pengaturannya terdapat dalam Undang-
Undang Dasar 1945 Pasal 24 dan Pasal 25.

5
Adapun tugas dan wewenang Mahkamah Agung antara lain
1. Memeriksa dan memutus permohonan kasasi
2. Memeriksa dan memutus sengekta tenang kewenangan mengadili
3. Memeriksa dan memutus permohonan peninjauan kembali putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Ketentuan Pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945 menentukan bahwa
(1) Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji
peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang dan terhadap
Undang-Undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh
Undang-Undang.
(2) Hakim Agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela,
adil, profesional dan berpengalaman di bidang hukum
(3) Calon Hakim Agung diusulkan Komisi Yudisial kepada DPR untuk
mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai Hakim Agung
oleh Presiden
(4) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh Hakim
Agung
(5) Susunan, kedudukan, keanggotaan dan hukum acara Mahkamah Agung serta
badan peradilan dibawahnya diatur dengan Undang-Undang.

6
Kesimpulan

Sesuai dengan pemaparan tersebut di atas, sejak Putusan Mahkamah Agung


Nomor 12P/HUM/2009 merupakan putusan yang diputus di luar kewenangan dari
Mahkamah Agung. Dalam hal ini wewenang Mahkamah Agung memang dapat
menguji materiil suatu undang-undang terhadap undang-undang, namun dengan
adanya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi
kewenangan tersebut telah beralih kepada Mahakamah Konstitusi yang antara lain
yaitu:
1. Mengadili tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final
untuk :
i. Menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar
1945
ii. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangnnya diberikan oleh Undang-Undang Dasar 1945
iii. Memutus pembubaran partai politik
iv. Memutus perselisihan tentang hasil pemilu
2. Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR
bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan
pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi,
penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan terela, dan/atau
tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Berdasarkan azas hukum mengenai peraturan perundang-undangan yang
menyatakan bahwa ”Peraturan perundang-undangan yang lebih umum akan segera
tidak diberlakukan jika terdapat peraturan perundang-undangan lain yang lebih
khusus.”
Dalam hal ini Undang-Undang Dasar 1945 merupakan peraturan umum sedangkan
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 Tentang Mahkamah Konstitusi cakupannya
lebih khsus. Maka yang diberlakukan adalah Undang-Undang Mahkamah Konstitusi
Tahun 2004, dan Mahkamah Agung tidak berwenang dalam memberikan putusan
tersebut karena sesuai dalam Pasal 10 yang menyatakan bahwa ”Mahkamah
Konstitusi berwenang mengadili untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-
Undang Dasar 1945. ”

Anda mungkin juga menyukai