Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bidang Studi di Akademi Seni Rupa dan Desain


terdiri dari beberapa mata kuliah, baik yang bersifat
teori maupun yang bersifat praktek. Agar proes belajar
mengajar berjalan efektif dosen dituntut untuk
menggunakan metode yang tepat dalam menyajikan materi
kuliah, karena keberhasilan mahasiswa dalam belajar
tidak semata-mata tergantung pada faktor-faktor yang
timbul dari dalam diri mahasiswa itu sendiri,
melainkan juga datang dari luar diri mahasiswa. Kerja
sama kedua faktor tersebut baik faktor internal maupun
faktor eksternal, sangat dibutuhkan untuk menunjang
keberhasilan suatu proses belajar mengajar sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai.
Pada dasarnya setiap mahasiswa memiliki
perbedaan secara individu yaitu seperti : Intelegensi,
tingkah laku, minat dan sebagainya. Dengan kesadaran
akan adanya perbedaan dari tiap mahasiswa itulah, maka
dosen secara langsung akan terlibat pada usaha
inisiatif serta daya kreatifnya dalam mengajar, agar
interaksi belajar mengajar antara mahasiswa dan dosen
lebih baik.
Untuk meningkatkan hasil belajar mahasiswa
dalam bidang studi seni rupa dan desain, dosen
biasanya telah melakukan berbagai usaha antara lain

1
dalam mata kuliah Pengetahuan Seni Rupa yang merupakan
salah satu materi kuliah yang harus dipahami oleh
setiap mahasiswa, karena dengan bekal pengetahuan ini
mahasiswa telah memiliki landasan yang kuat di dalam
proses berkarya seni khususnya karya seni rupa dan
desain nantinya.
Namun dari berbagai usaha yang dilakukan, hasil
yang dicapai belum seperti yang diharapkan. Hal ini
mungkin disebabkan oleh beberapa faktor antara lain
yaitu pertama, materi kuliah yang disusun kurang
sistematis dan kurang disertai contoh-contoh kongkret
yang memudahkan mahasiswa untuk belajar. Kedua,
mahasiswa kurang aktif di dalam proses belajar
mengajar, dan ketiga, metode yang digunakan oleh dosen
kurang efektif sehingga proses belajar mengajar kurang
bermakna baik bagi mahasiswa maupun dosen itu
sendiri.
Untuk menanggulangi kekurangan tersebut di
atas dan guna meningkatkan hasil belajar mengajar
mahasiswa dalam mata kuliah pengetahuan seni rupa,
perlu pula diusahakan suatu metode yang tepat didalam
proses belajar mengajarnya. Oleh karena itu dalam
penulisan makalah ini akan diusulkan untuk diuji
cobakan metode pengajaran dengan menggunakan modul
desain ceramah plus alat peraga. Adapun yang dimaksud
pengajaran dengan modul disini adalah cara penyampaian
materi kuliah dengan menggunakan paket pelajaran yang
telah disusun dan diberikan kepada mahasiswa pada saat
dosen mengajar, untuk dipelajari sendiri oleh
mahasiswa. Sedangkan yang dimaksud dengan metode

2
ceramah plus alat peraga disini adalah cara
penyampaian materi kuliah secara lisan kepada
mahasiswa dengan bantuan alat peraga gambar, guna
meningkatkan motivasi mahasiswa untuk belajar.
Berdasarkan perbedaan karakter dari kedua metode
tersebut diatas, maka perlu dibandingkan metode mana
yang lebih efektif penggunaannya terhadap proses
belajar mengajar guna mencapai hasil belajar yang
lebih baik.

B. Masalah
Apakah pengajaran dengan menggunakan modul dapat
meningkatkan hasil belajar mahasiswa ?
Selain menggunakan modul, apakah penggunaan
metode ceramah plus alat peraga dapat juga
meningkatkan hasil belajar mahasiswa ?
Apakah metode pengajaran modul jauh lebih
baik jika dibandingkan dengan metode ceramah plus
alat peraga dalam proes belajar mengajar mahasiswa ?

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Deskripsi Teoritis
Pada dasarnya metode mengajar harus ditemukan
oleh dosen sendiri dengan tujuan hendak mengembangkan
pembawaan anak didiknya sebaik-baiknya dalam batas
kemampuan anak didik yang bersangkutan. Metode
mengajar ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain
oleh mahasiswa, dosen, mata kuliah, lingkungan, atau
suasana kelas dan bentuk pengajaran. Oleh karena itu
segala sumber yang tersedia hendaknya dimanfaatkan
untuk membantu mahasiswa di dalam proses belajar
mengajarnya.
Dalam bidang seni rupa, “ Metode yang baik
adalah metode yang secara efektif dapat menumbuhkan
daya serap, cara mengungkapkan gagasan, dan pembawaan
setiap mahasiswa.” Hal ini berarti bahwa belajar
mengajar dapat dicapai melaui proses yang bersifat
aktif, yaitu dalam melakukan proses ini, mahasiswa
dapat menggunakan seluruh kemampuan dasar yang
dimilikinya sebagai dasar untuk melakukan proses ini,
mahasiswa dapat menggunakan seluruh kemampuan dasar
yang dimilikinya sebagai dasar untuk melakukan
berbagai kegiatan agar memperoleh hasil belajar.
Mahasiswa sebaiknya dibimbing sedemikian rupa sehingga
mahasiswa melaksanakan kegiatan belajarnya secara
mental dan tidak hanya jasmaniah ketia dosen
mengajarinya. Seperti yang dikemukakan oleh T. Raka

4
Joni tentang hakikat dari cara belajar siswa/mahasiswa
aktif bahwa:
CBSA/CBMA merupakan pengertian yang sulit
didefinisikan, sebab bagaimanapun belajar dengan
sendirinya terujud dalam keaktifan siswa/mahasiswa,
meskipun tentu saja dengan derajat yang berbeda-
beda. Selanjutnya keaktifan yang dimaksud dapat
menambil bentuk yang beraneka ragam seperti
misalnya mendengarkan (kuliah) mendiskusikan
(hubungan sebab akibat dalam suatu kejadian),
membuat sesuatu (bel listrik), menulis (sesuatu
laporan), dan seterusnya. Keaktifan-keaktifan yang
lebih penting bahwa sulit diamati: menggunakan isi
khasanah pengetahua dalam memecahkan masalah baru,
menyatakan gagasan dengan bahasa sendiri, menyusun
rencana suatu pelajaran atau eksperimen IPA, dan
seterusnya. Akan tetapi kesemuanya itu harus
dipulangkan kepada suatu karakteristik, yaitu
keterlibatan intelektual emosional siswa/mahasiswa
dalam kegiatan belajar mengajar yang bersangkutan:
Asimilasi dan akomodasi kognitif dalam pencapaian
pengetahuan; perbuatan serta pengalan langsung
terhadap balikan (feed back) dalam pembentukan
ketrampilan, motorik maupun kognitif, dan sosial;
dan penghayatan yang disertai internalisasi nilai-
nilai dalam pembentukan sikap dan nilai. Dengan
perkataan lain keaktifan dalam rangka CBSA/CBMA
menunjuk kepada keaktifan mental, meskipun untuk
mencapai maksud ini dalam banyak hal dipersyaratkan

5
keterlibatan langsung dalam berbagai bentuk
keaktifan fisik.
Demikianlah penjelasan tentang segala
sesuatu yang berhubungan dengan keterlibatan cara
belajar siswa/mahasiswa aktif dalam belajar mengajar
maupun hakikatnya. Jadi hal penting yang harus
digaris bawahi dalam usaha meningkatkan kadar
keaktifan mahasiswa di dalam proses belajar mengajar
adalah bahwa, apapun strategi atau metode belajar
mengajar yang dipergunakan, hendaknya diusakan kadar
keterlibatan mental mahasiswa yang setinggi mungkin;
mahasiswa diberi kesempatan luas untuk menyerap
informasi kedalam struktur kognitif (asimilasi) atau
penyesuaian struktur kognitif (akomodasi) dengan
informasi-informasi baru yang diperoleh, sehingga
dicapai tingkat kebermaknaan yang setinggi-
tingginya.
Demikian halnya dalam proses belajar
mengajar dalam bidang seni rupa dan desain,
khususnya pada mata kuliah pengetahuan seni rupa.
Peran serta mahasiswa dalam kegiatan belajar
mengajar secara aktif akan meningkatkan keterlibatan
mental mahasiswa yang bersangkutan dalam proses
belajar mengajar pengetahuan seni rupa. Keterlibatan
mental yang optimal tersebut sekaligus berarti
peningkatan yang optimal pula dari diri mahasiswa
untuk meningkatkan kegiatan belajar mengajar.
Seperti yang dikemukakan oleh Skinner bahwa:
Mahasiswa akan belajar bila ia benar-benar terlibat
secara aktif di dalam proses belajar mengajar, dan

6
dalam setiapa langkah belajar mahasiswa harus
dirangsang untuk berbuat dan berpikir.
Oleh karena itu dalam penyajian materi
kuliah pengetahuan seni rupa perlu dicoba dengan
menerapkan metode modul, karena dalam modul
terkandung konsep=konsep yang melandasi dasar
pengembangn pendidikan yaitu antara lain, pertama,
adanya keterlibatan mental mahasiswa secara optimal.
Kedua, adanya kriteria yang jelas tentang pencapaian
mahasiswa yang dirumuskan dalm bentuk kompetensi
yang akan dicapai, dan diketahui baik oleh dosen
maupun mahasiswa sebelum kegiatan belajar mengajar
dimulai, serta adanya perbedaan individual dalam
pencapaian kompetensi yang ditetapkan. Ketiga,
menggunakan berbagai media yang dapat dimanfaatkan
dalam kegiatan belajar mengajar.
Pengajaran dengan menggunakan modul sesuai
dengan teori beljar bermakna menurut Ausubel
yaitu:”Belajar bermakana ialah suatu cara
mempelajari suatu konsep dengan menghayati sekaligus
makna logis dan makna psikologis”.
Selanjutnya Ausubel menjelaskan bahwa: Makna
logis ialah hubungan antara lambang dan aturan
mengenai bidang ajaran. Sedangkan makna psikologis
ialah hubungan antara lambang, konsep dan aturan
dengan struktur kognitif mahasiswa.
Hal ini berarti bahwa dalam mengembangkan
makna psikologis untuk memahami pengetahuan dan
untuk memecahkan masalah, tergantung kepada
interkasi mahasiswa dengan mata kuliah bersangkutan.

7
Demikianlah secara singkat penjelasan
tentang digunakan modul untuk penyajian materi
kuliah pengetahuan seni rupa. Selanjutnya akan
dibahas tentang penggunaan metode ceramah plus alat
peraga.
Metode ceramah hingga kini masih tetap
banyak digunakan dosen pada berbagai lembaga
pendidikan. Hal ini berarti bahwa metode ceramah
tidak selamanya buruk. Banyak cara yang digunakan
untuk lebih mengefektifkan penggunaan metode ceramah
dalam penyajian materi kuliah, antara lain salah
satunya adalah dengan mempergunakan alat peraga.
Kekurang jelasan atau keterlambatan mahasiswa dalam
menangka isi ceramah akan tertolong melalui media
atau alat peraga tersebut. Penyajian materi kuliah
dengan menggunakan metode ceramah plus alat peraga,
cenderung sesuai dengan teori mengajar menurut
Bruner, antara lain sebagai berikut:
Mengajar adalah penyajian konsep dan masalah
secara bertahap dalam bentuk yang mudah dipahami
dengan menggunakan teknik penyajian:
1. Enaktif berupa geraf kongkrit dalam kegiatan
psikomotorik.
2. Ikonik berupa penggunaan gambar dalam penyajian
konsep, obyek atau prinsip. Penyajian ini bersifat
abstrak.
3. Simbolik berupa pengguanaan bahasa, dalam menyajikan
ide, obyek atau prinsip dengan memperhatikan
perkembangan kejiwaan anak.

8
B. Hakikat Modul
Modul merupakan paket pengajaran yang memuat
satu unit konsep bahan pelajaran. Pengajaran dengan
menggunakan modul merupakan usaha penyelengaraan
pengajaran individual, yang memungkinkan mahasiswa
untuk menguasai satu unit bahan pelajaran sebelum
beralih keunit berikutnya. Seperti yang dikemukakan
oleh St. Vembriarto bahwa:
Modul adalah paket pengajaran yang memuat satu
unit konsep dari bahan pelajaran. Pengajaran modul itu
merupakan usaha penyelenggaraan pengajaran individual
yang memungkinkan mahasiswa menguasai satu unit bahan
pelajaran sebelum dia beralih kepada unit berikutnya.
Modul itu disajikan dalam bentuk yang bersifat self-
instructional. Masing-masing mahasiswa dapat
menentukan kecepatan dan intensitas belajarnya
sendiri.
Modul dapat dipandang sebagai program
pengajaran yang terdiri dari komponen-komponen yang
berisi tujuan belajar, bahan pelajaran yang tercakup
dalam lembar kegiatan mahasiswa, lembar kerja
mahasiswa serta sistem evaluasinya. Pengajaran dengan
modul merupakan suatu usaha pembaruan dalam bidang
pengajaran. Ciri-ciri pembaruan melalui pengajaran
dengan modul ini antara lain adalah: Pertama, memberi
kesempatan kepada mahasiswa untuk belajar secara
individual dengan menggunakan paket pelajar yang telah
disusun secara sistematis dibawah bimbingan seorang
dosen.

9
Kedua, adanya rumusan tujuan pengajaran atau
tujuan belajar yang jelas, sehingga memungkinkan
mahasiswa mengetahui tujuan apa saja yang diharapkan
setelah mahasiswa mempelajari materi kuliah tersebut.
Ketiga, memberi kesempatan kepada mahasiswa
untuk maju berkelanjutan menurut kemampuan masing-
masing, sehingga mahasiswa memiliki kesempatan untuk
mengembangkan dirinya secara optimal.
Keempat, mahasiswa lebih aktif didalam proses
belajar, sehingga proses mendengarkan dan mencatat isi
ceramah dosen seperti yang ditemukan dalam sistem
pengajaran tradisional banyak dikurangi.

C. Langkah-langkah dalam Penyusunan Modul


Pendekatan sistematik dalam penyusunan desain,
pengembangan dan validasi modul terdiri atas enam
langkah yang saling berkaitan, Keenam langkah itu
ialah :
1. Perumusan Tujuan-tujuan
Tujuan-tujuan pada suatu modul merupakan spesifikasi
kualifikasi yang seharusnya telah dimiliki oleh
mahasiswa setelah dia berhasil menyelesaikan modul
tersebut. Tujuan yang tercantum dalam modul itu
disebut tujuan instruksional khusus. Secara teknis,
kualifikasi tingkah-laku mahasiswa yang telah
dimiliki sebagai hasil mempelajari suatu modul itu
disebut terminal behavior.
2. Penyusunan Kriteria

10
Pengajaran bertujuan memberikan pengetahuan,
menanamkan sikap, dan memberikan ketrampilan kepada
mahasiswa, Hasil pengajaran itu tampak dalam
tingkah-laku mahasiswa. Tujuan pengajaran (tujuan
instruksional khusus) dalam modul tersebut
dirumuskan dalam bentuk tingkah laku mahasiswa.
Untuk mengetahui secara objektif apakah mahasiswa
telah berhasil menguasai tujuan pengajaran atau
tidak, harus digunakan kriteria test yang valid
untuk mengukur prestasi mahasiswa dalam hal tingkah-
laku yang dipersyaratkan sebagai tujuan yang harus
dicapai oleh mahasiswa. Pada saat penyusunan modul,
kriteria test berfungsi membantu penyusun modul
untuk mengetahui bagian-bagian mana yang lemah yang
harus diperbaiki sehingga dihasilkan modul yang
benar-benar baik. Setelah modul tersebut
dipergunakan, hasil posttest akan berfungsi
diagnostik bagi mahasiswa yang memungkinkan dia
mengetahui kelemahan-kelemahan dalam belajar.
1. Analisa Sifat-sifat Mahasiswa dan Spesifikasi
Entry Behavior
Biasanya mahasiswa yang mulai mengerjakan suatu
modul telah memiliki pengetahuan dan ketrampilan
yang ada hubungannya dengan apa yang dipelajari
dari modul tersebut. Pengetahuan dan ketrampilan
yang telah dimiliki sebelumnya yang dibawanya
dalam situasi belajar yang baru itu disebut entry
behavior. Untuk mengetahui penentuan dan
ketrampilan mana yang telah dimiliki oleh
mahasiswa sebelum mempelajari suatu modul

11
dipergunakan entry test. Entry behavior pada
masing-masing siswa itu berbeda satu sama lain,
mengetahui variasi entry behavior dikalangan
mahasiswa itu sangat penting. Sebab itu entry
test perlu dilakukan untuk memperkecil kesulitan-
kesulitan dalam proses belajar mengajar.
2. Urutan Pengajaran dan Pemilihan Media
Pemilihan dan urutan media sangat penting untuk
menyusun dan menyajikan bahan dan sumber-sumber
pengajaran secara optimal. Yang dimaksud dengan
media itu meliputi buku pelajaran, foto-foto,
film, perlengkapan belajar, tape, dan sumber-
sumber lainnya. Fungsi media tersebut ialah
membantu siswa dalam mencapai tujuan-tujuan
belajar sebagaimana yang telah dirumuskan dalam
modul.
Modul hendaknya memberikan sebanyak mungkin
kesempatan pengalaman langsung bagi mahasiswa
dalam mempelajari sesuatu. Penerapan asas
tersebut lebih banyak diserahkan kepada keahlian
para penyusun modul. Sangat dianjurkan bagi
penyusun modul untuk mengadakan konsultasi dengan
para ahli bidang studi dan teori belajar.
3. Try Out Modul Oleh Mahasiswa
Kriteria yang terbaik untuk mengevaluasi
efektivitas modul ialah sejauh mana mahasiswa
telah menguasai tujuan-tujuan yang tercantum
dalam modul yang berangkutan. Jadi evaluasi
terhadap perbuatan mahasiswa itu dapat dinilai
sejauh mana sistem penyampaian modul itu

12
mempertinggi prestasi mahasiswa. Hasil kriteria
test yang dicapai oleh mahasiswa pada akhir
pengajaran merupakan feedback 9informasi yang
diperlukan untuk memperbaiki apa yang dicapai
oleh siswa dengan apa yang seharusnya dicapai)
yang sangat berguna baik bagi mahasiswa maupun
bagi dosen sebagai penyusun modul.
4. Evaluasi modul
Tujuan evaluasi ialah untuk mengetahui
efektivitas modul. Untuk itu sekelompok mahasiswa
diminta mempelajari materi modul dan tingkah-
lakunya dalam proses belajar mengajar tersebut
secara teliti diukur untuk mengetahui efektivitas
modul.
Suatu modul dapat pula dievaluasi dari sudut
sumber-sumber yang diperlukan. Dengan perkataan
lain aspek ekonomik merupakan kriteria lain untuk
menilai suatu modul. Ditinjau dari aspek
ekonomik, pengajaran mempunyai sasaran yang ingin
dicapai dengan optimal dengan pengorbanan yang
sekecil-kecilnya, baik dalam arti waktu, tenaga
dan sumber yang diperlukan. Meskipun modul itu
setelah ditest secara luas memperlihatkan
kemantapan, namun dosen sebagai penyusun modul
harus memonitor hasil belajar mahasiswa yang
menggunakan modul tersebut, dengan maksud untuk
selalu mengadakan revisi apabila tujuan-tujuan
pada modul tersebut tidak dapat dicapai oleh
siswa dengan memuaskan.

13
Demikian langkah-langkah dalam penyusunan
modul yang merupakan proses yang bersifat
dinamis. Meskipun proses tersebut terdiri dari
tahapan yang berurutan dari perumusan tujuan
sampai dengan evaluasi modul, namun dalam
kenyataannya tahapan tersebut merupakan proses
yang berkelanjutan dan tahapan tersebut secara
interaktif saling terkait satu sama lain.

D. Pelaksanaan Modul Pada Suatu Jam Pelajaran


Jalannya pengajaran modul pada suatu jam
pelajaran melalui tahapan sebagai berikut :
Pertama, dosen dengan bantuan beberapa
mahasiswa mempersiapkan segala perlengkapan yang akan
dipergunakan untuk menyelesaikan suatu modul.
Kedua, dosen memberikan pengarahan singkat
tentang tugas mahasiswa dalam pengajaran modul pada
jam pelajaran tersebut.
Ketiga, mahasiswa membaca teks lembaran
kegiatan dan mengerjakan tugas pada lembaran kerja;
pada saat itu dosen berkeliling mengamati kegiatan
mahasiswanya sambil memberikan bantuan secara
perorangan apabila diperlukan.
Keempat, dosen memberikan kunci lembaran kerja
kepada mahasiswanya yang telah menyelesaikan tugas-
tugas dalam lembaran kerja; mahasiswa memeriksa hasil
pekerjaan mereka berdasarkan kunci yang telah
diperolehnya, dan memperbaiki jawaban-jawaban yang
salah dengan mempelajari kembali teks pada lembaran
kegiatan.

14
Kelima, kepada para mahasiswa yang telah
menyelesaikan modul inti dengan baik, lebih cepat
daripada teman-temannya, dosen memberikan modul
pengayaan untuk dikerjakan modul pengayaan menurut
prosedur yang sama dengan prosedur pengerjaan modul
inti.
Keenam, dosen memberikan lembaran test pada
akhir pertemuan untuk mengevaluasi penguasaan siswa
atas modul yang baru saja dipelajarinya, setelah
mahasiswa selesai mengerjakan test, dosen memberi
kunci lembaran test kepada mahasiswa; tahap evaluasi
dengan test ini dapat pula diberikan pada akhir minggu
setelah siswa menyelesaikan beberapa buah modul inti;
tahap evaluasi dengan test tersebut dapat dikerjakan
secara individual maupun secara klasikal.

E. Hakikat Metode Ceramah Plus Alat Peraga


Metode ceramah merupakan metode mengajar yang
sampai saat ini masih banyak digunakan oleh para dosen
dalam mengajar, karena metode ini selain murah juga
mudah dilakukan hanya dengan modal suara. Seperti yang
dikemukakan oleh Roestiyah N.K. bahwa :
Metode ceramah ialah cara mengajar dengan
penuturan secara lisan tentang sesuatu bahan yang
telah ditetapkan dan dapat menggunakan alat-alat
pembantu, terutama tidak untuk menjawab pertanyaan
murid. Adapun alat-alat pembantu dapat berupa gambar,
potret, benda, barang tiruan, film, peta dan
sebagainya.

15
Jadi jelaslah bahwa pada metode ceramah
aktivitas ditekankan pada dosen. Untuk mencapai hasil
belajar yang baik dosen harus memilih kata-kata
sedemikian rupa dengan suara yang jelas dan dapat
menarik perhatian mahsiswa. Mahasiswa mendengarkan
penuturan dosen dan mencatat hal-hal yang dianggap
penting dari materi pelajaran yang disampaikan secara
lisan.

F. Komparasi Metode Pengajaran Modul Dengan Metode


Ceramah
Untuk mengkomparasikan dalam hal apakah
pengajaran dengan metode modul lebih unggul dari pada
pengajaran dengan metode ceramah adalah dengan
menggunakan prinsip-prinsip pengajaran yang baik pada
umumnya sevagai kriteria. Komparasi dapat dilihat di
bawah ini.

Belajar akan Pengajaran Pengajaran


lebih efesian dengan dengan
dan efektif metode metode
apabila : ceramah modul

1. Mahasiswa diberi -- Lebih baik


motivasi yang kuat untuk
mencapai tujuan
pengajaran. Sebab itu
mahasiswa harus
dibangkitkan minatnya
dalam proses belajarnya.

16
2. Mahasiswa dapat -- Lebih baik
belajar menurut
kecepatan pemahamannya
masing masing
3. Mahasiswa secara -- Lebih baik
aktif terlibat dalam
proses belajar
4. Dosen mempunyai -- Lebih baik
kesempatan lebih banyak
untuk menolong siswa
secara individual dalam
pemecahan masalah atau
menjawab pertanyaan pada
waktu mereka belajar
5. Mahasiswa dapat -- Lebih baik
menerapkan belajarnya
pada situasi kehidupan
nyata.
6. Mahasiswa -- Lebih baik
memperoleh informasi
berulang-ulang tentang
kemajuan belajar yang
telah dicapainya.
7. Dosen mengetahui -- Lebih baik
metode-metode belajar
manakah yang lebih
efesien dan mereka
memilki ketrampilan dan
fasilitas untuk
menggunakan metode yang

17
efesien itu
8. Dosen dapat -- Lebih baik
menyelesaikan
pengajarannya terhadap
kejadian-kejadian yang
tidak diharapkan
sebelumnya misalnya
keterlambatan pengiriman
buku dan alat-alat
pelajaran lainnya.

Berdasarkan kriteria di atas, dapat disimpulkan


bahwa pengajaran dengan metode modul lebih unggul pada
tujuh dari delapan kriteria yang dipergunakan.

G. Hakikat Pengetahuan Seni Rupa


Mata kuliah Pengetahuan Seni Rupa memberikan
pengetahuan dasar agar mahasiswa memiliki pengetahuan
teori, orientasi dan perbandingan tentang pengetahuan
seni pada umumnya, khususnya seni rupa serta uraian
tentang estetika. Hubungan seni dengan masyarakat,
seni murni (fine art) dan seni terapan (applied art),
pengertian desain, dan seni kriya agar mahasiswa
menyadari hubungan antara ma kuliah yang diberikan,
mampu menjelaskan unsur desain (garis, bentuk, ruang,
tekstur, dan warna) serta prinsip desain
(keseimbangan, irama, keselarasan, pusat perhatian dan
kesatuan) untuk diaplikasikan dalam bentuk karya seni

18
rupa nantinya. Jadi pada hakikatnya pengetahuan seni
rupa merupakan landasan utama yang perlu dipahami oleh
setiap mahasiswa sebelum mereka mulai berkarya
menciptakan suatu bentuk yang dapat dikatakan sebagai
karya seni rupa atau desain.

19
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasakan deskripsi teoritis tersebut di atas
dapat diambil kesimpulan antara lain :
Pertama, penyajian materi kuliah yang
menggunakan modul menuntut keterlibatan mental
mahasiswa yang lebih tinggi, karena modul merupakan
paket pengajaran yang bersifat self-instructional,
atau dengan kata lain modul memiliki daya informasi
pengetahuan yang cukup kuat, dimana unsur asosiasi,
struktur dan urutan bahan pelajaran dibentuk
sedemikian rupa sehingga mahasiswa secara spontan
dapat mempelajarinya. Materi kuliah yang tertuang
dalam lembar kegiatan mahasiswa disusun secara
berurutan. Unsur asosiasi cukup kuat sebab modul
banyak melibatkan alat, media baca, realitas gambar,
bagan dan lain-lain. Sehingga mahasiswa diharapkan
dapat belajar secara individual dengan aktif tanpa
bantuan maksimal dari dosen. Dengan dibebaskannya
dosen dari tugas memberi ceeramah sehari-hari kepada
mahasiswa, dosen akan mempunyai lebih banyak
kesempatan untuk menolong mahasiswa secara individual
dan akan dapat mengusahakan pendidikan menjadi lebih
dinamis dan kreatif. Pengajaran modul tidak akan
meniadakan peranan dosen, juga tidak akan membuat
tugasnya menjadi lebih mudah, melainkan pengajaran
modul itu akan memberikan dimensi baru dan berbeda

20
terhadap peranan dosen. Dalam pengajaran modul dosen
juga berfunsi sebagai diagnotician yaitu dia harus
mampu mengamati dan menangkap kelemahan-kelemahan
mahasiswa dalam belajar, seperti : hilangnya minat,
sikap acuh tak acuh, belum memiliki pengetahuan yang
dipersyaratkan untuk mempelajari suatu modul, tidak
berhasil mencapai terminal behavior yang diharapkan
dan lain sebagainya. Dosen juga bertugas mengarahkan
pengajaran, yaitu menyusun program pengajaran yang
dapat memenuhi kebutuhan tiap mahasiswa, tujuannya
agar masing-masing mahasiswa berhasil menguasiai
materi kuliah secara maksimal. Selain itu salah satu
funsi dosen yang penting adalah membangkitkan dan
memelihara minat mahasiswa serta bertindak sebagai
manusia sumber bagi para mahasiswanya yang mengalami
kesulitan dalam mempelajari modul-modulnya.
Kedua, pada penyajian materi kuliah yang
menggunakan metode ceramah plus alat peraga,
keterlibatan dosen sama atau lebih dominan daripada
mahasiswanya, yaitu dosen lebih banyak ceramah dan
mahasiswa hanya mendengarkan, mencatat apa-apa yang
dijelaskan dosen agar dapat mengambil kesimpulan tanpa
memikirkan bahwa ada masalah dalam pelajaran tersebut.
Dosen tidak dapat mengetahui dengan mudah, apakah
mahasiswanya mengetahui atau dapat mengikuti
penjelasan atau ceramah yang dilakukan oleh dosennya,
karena tidak semua mahasiswa memiliki daya tangkap
yang baik, sering terjadi dari apa yang telah
dijelaskan oleh dosen, hanya sebagian saja yang dapat

21
ditangkap oleh mahasiswa, sehingga sering terjadi
salah pegertian.
Ketiga, berdasarkan teori dan konsep tersebut
di atas dapat disimpulkan bahwa pengajaran pengetahuan
seni rupa yang menggunakan modul akan lebih baik
hasilnya daripada yang menggunakan metode ceramah plus
alat peraga.

A. Saran
Dalam proses belajar mengajar Pengetahuan Seni
Rupa khususnya materi Prinsip Desain dan Unsur Desain
yang menggunakan metode pengajaran modul munjukkan
bahwa berdasarkan teori-teori yang ada hasil belajar
mahasiswa akan lebih baik. Namun modul harus tetap
terus diujicobakan dan disempurnakan agar dapat
diketahui efektivitasnya terhadap proses belajar
mengajar di ruang kelas dan hasil belajar mahasiswa
dapat dicapai secara maksimal.
Untuk lebih memperlancar dan meningkatkan
proses belajar mengajar dengan menggunakan metode
pengajaran modul. Hendaknya didukung oleh kelengkapan
sarana belajar yang memadai dan peranan doses sebagai
fasilitatornya, agar minat dan motivasi mahasiswa
dalam belajar meningkat. Misalnya dengan pengadaan
ruang kuliah yang memadai, lingkungan belajar dan
peralatan atau media yang sesuai dengan materi
pembelajaran.

22
DAFTAR PUSTAKA

Arsana, Nyoman. Dasar-dasar Melukis. Jakarta : Direktorat


Jendral Pendidikan Dasar dan Menegah Depdikbud,
1983.

Dermawan, Budiman. Penuntun Pelajaran Pendidikan Seni


Rupa. Bandung : Ganeca Exac, 1989.

Mappa, Samsu., Amir Achsin, dan S.L. La Sulo. Teori


Belajar Mengajar. Jakarta : Depdikbud, Direktorat
Jendral Pendidikan Tinggi, P2LPTK, 1984.

Munandir (penterjemah). Belajar dan Membelajarkan.


Jakarta : CV Rajawali, 1991.

N.K., Roestiyah. Didaktik Metodik. Jakarta : PT Bina


Aksara, 1989.

N., Sudirman et al. Ilmu Pendidikan. Bandung : CV Remadja


Karya, 1989.

Raka Joni, T. Cara Belajar Siswa Aktif : Implikasinya


Terhadap Sistem Penyampaian. Jakarta : Depdikbud,
Direktorat Pendidikan Tinggi, P2LPTK, 1984.

Sakri, Adjat. Pendidikan Seni Rupa. Jakarta : Departemen


Pendidikan dan Kebudayaan, 1990.

Sudjana, Nana. Teknologi Pengajaran. Bandung : Sinar


Baru, 1989.

______________’ Penelitian dan Penilaian Pendidikan.


Bandung : Sinar Baru, 1989.

______________’ Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.


Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 1991.

Vebriarto, St. Pengantar Pengajaran Modul. Yogyakarta :


Yayasan Pendidikan Paramita, 1985.

23
Wijaya, Cece., Djaja Djajuri, dan Tabrani Rusyan. Upaya
Pembaruan dalam Pendidikan dan Pengajaran. Bandung :
CV Remadja Karya, 1988.

24

Anda mungkin juga menyukai