Anda di halaman 1dari 3

Kebijakan BBM Dan Iklan Politik

Aksi demo masyarakat terhadap kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM, merebak hampir seluruh kota-kota
besar di Indonesia, bahkan cenderung "menggoyang" pemerintahan SBY-Kalla...

Aksi demo masyarakat terhadap kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM, merebak hampir seluruh kota-kota
besar di Indonesia, bahkan cenderung "menggoyang" pemerintahan SBY-Kalla. Salahkah para demonstran
menentang kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM?
Berbagai polemik bermunculan dari mulai tidak atau adanya janji SBY, bahwa SBY tidak akan menaikkan harga
BBM sampai dengan Pemilu 2009, sampai dengan kepolisian yang melanggar HAM, yang membabakbelurkan
mahasiswa Universitas Nasional di kampusnya sendiri karena menentang kenaikan harga BBM.

Ada yang bangga bahwa inilah wujud demokrasi Indonesia, dan ada yang bangga citra popularitas pemerintahan
SBY-Kalla rusak akibat kebijakannya sendiri. Pilihan lebih baik mengorbankan popularitas pemerintahan SBY-Kalla
dari pada korbankan Ekonomi. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono siap tidak populer karena kebijakan menaikkan
harga bahan bakar minyak bersubsidi agar perekonomian negara tetap dalam kondisi baik.

Bagi Presiden, menaikkan harga BBM adalah sebuah risiko politik yang harus diambil beliau. Sebuah kesempatan
untuk "curi start" bagi para kandidat Presiden untuk pemilihan umum 2009 yang sudah di ambang pintu.

Walaupun pemerintah mengompensasikan kebijakan kenaikan harga BBM, dengan mengeluarkan kebijakan
pemerintah untuk memberikan bantuan langsung tunai (BLT) kepada kelompok miskin pasca kenaikan harga BBM
dinilai sebagai kebijakan yang paling tepat.

Meskipun program BLT ini banyak menuai kecaman, termasuk dari mantan Presiden Megawati, pemerintah akan
terus melaksanakan program ini. Pemerintah beranggapan kebijakan ini sudah tepat, mengalihkan subsidi barang
(BBM) ke subsidi orang. Kalau subsidi barang tentu distortif, siapa yang beli barang dapat subsidi. Beli barang
banyak dapat subsidi banyak. Beli barang sedikit dapat subsidi sedikit. Lebih baik kita subsidi orang, orang miskin
yang kita subsidi, itu yang benar, penjelasan Andi Mallarangeng, Jubir Presiden.

Pernyataan Andi ini menanggapi kritikan mantan Presiden Megawati yang mengatakan pemerintah seperti sinterklas
karena membagikan uang dalam bentuk bantuan langsung tunai. Untuk ini Megawati memerintahkan fraksi PDIP di
DPR, untuk mengajukan hak interpelasi menanggapi kasus kenaikan BBM dan BLT, sebuah strategi politik
Megawati mendukung demo-demo kenaikan BBM untuk mencuri simpati menjelang Pilpres.

Sesuai dengan pasal 14 ayat (2) Undang-Undang APBN.P 2008 subsidi BBM memang harus dikurangi dengan
alasan:
-Meroketnya harga minyak di pasar dunia, yang sampai mencapai US $125 per barrel.
-Kenyataan bahwa subsidi BBM lebih banyak dinikmati oleh orang kaya.
-Terlalu tingginya harga BBM domestik dengan negara tetangga.

Walaupun upaya penghematan subsidi BBM telah dilakukan: penghematan belanja departemen, peningkatan lif ting
(produksi) minyak dari 916 kiloliter menjadi 927 kiloliter, mengoptimalkan penerimaan negara non migas menjadi
Rp. 20 triiiun, efisiensi dan penghematan Pertamina Rp.7 triliun, penghematan di kantor pemerintah dan PLN,
terakhir keluar dari keanggotaan organisasi pengekspor minyak (OPEC), yang menghemat iuran keanggotaan OPEC.

Namun risiko masih mengancam, terganggunya program pengentasan kemiskinan, besar subsidi BBM masih Rp.
727,6 miliar per hari, menurunnya pamor pemerintah SBY-Kalla, terutama kepercayaan internasional terhadap
kemampuan finansial negara. Kompensasi dari kenaikan harga BBM, beberapa program sistematis dan simultan
untuk masyarakat miskin antara lain : Bantuan Langsung Tunai untuk 19,1 juta rumah tangga miskin, program
keluarga harapan, Raskin, Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Jaminan Kesehatan Masyarakat, program
pemberdayaan masyarakat serta penguatan Usaha Mikro dan Kecil (UMK), berupa Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Iklan Politik
Terbitnya kebijakan pemerintah dengan menaikkan harga BBM, berikut program antisipasinya, tetap saja menuai pro
dan kontra, dari mulai demonstrasi masyarakat yang tidak berkesudahan, sampai dengan iklan politik yang menjadi
polemik antara juru bicara Presiden dengan Wiranto, tentang ada tidaknya Presiden berjanji tidak menaikkan BBM.
Melalui iklan politik yang dimuat di sejumlah media massa se-Indonesia, Ketua Umum Partai Hanura Wiranto baru-
baru ini mengumumkan bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mengingkari janji kerena menaikkan
harga bahan bakar minyak atau BBM. Iklan yang "menagih janji" Yudhoyono itu dinilai mendiskreditkan Presiden
dan tidak menunjukkan cerminan politik yang santun dan beretika. "Dalam momen seperti sekarang, mestinya semua
elemen bersatu, jangan malah mendiskreditkan seseorang," kata Ketua Fraksi Partai Dernokrat (FPD) DPR Syarif
Hasan.

Terlepas benar tidaknya Presiden pernah berjanji untuk tidak menaikkan harga BBM pada APBN Tahun 2008,
memang pada saat ini adalah timing yang tepat untuk mulai "curi start" memikat konstituen menjelang pemilihan
Presiden tahun 2009. Iklan politik memikat konstituen tidak saja datang dari Wiranto sebagai Ketua Partai Hati
Nurani Rakyat, tetapi juga sudah dimuat berbagai media cetak dan elektronik, seperti Sutrisno Bachir Ketua Umum
Partai Amanat Nasional (PAN), dengan strategi memikat konstituen "Hidup adalah Perbuatan" dan Prabowo
Subianto sebagai Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) tentang petani dan nelayan. Tentu lain
pula iklan politik Sutiyoso, Megawati dan Jusuf Kalla.

Wiranto memang sudah gerah dengan kebijakan pemerintah tentang kemiskinan, sehingga Wiranto memasang Iklan
"Sekarang Saatnya Rakyat Bicara Soal Kemiskinan", dengan membuka sayembara Nasional "Wiranto Mendengar
Aspirasi Rakyat", isu yang diangkat adalah "Ayo Perangi Kemiskinan".

Program pemerintah tentang penanggulangan dampak kenaikan harga BBM, ditujukan untuk rakyat miskin
sebenarnya adalah program "sejenak" karena inti persoalan yang merupakan Roots Cases atau akar masalahnya
adalah kenaikan harga minyak dunia sehingga subsidi BBM yang membengkak, oleh sebab itu diperlukan solusi
yang mencakup solusi jangka panjang.

Mencari Solusi
Sebenarnya ada banyak pilihan yang bisa diambil pemerintah menyikapi kenaikan harga minyak dunia untuk
menutupi membengkaknya defisit selain membatasi BBM. Alternatif kebijakan yang akan memberikan solusi secara
lebih mendasar, baik lewat APBN maupun tata niaga BBM.

Pertama, pengurangan anggaran subsidi bank rekap yang masih mencapai puluhan triliun rupiah. Selama
pemerintahan SBY, soal ini tidak pernah dibahas. Padahal itu hanya dinikmati segelintir konglomerat dan bankir
nakal.

Kedua, mengoptimalkan tawaran moratorium utang untuk memperoleh kelonggaran anggaran secara signifikan.
Kesungguhan dalam mengurangi beban pembayaran utang berpontensi menghemat anggaran lebih dari Rp 25 triliun.

Ketiga, mengefisienkan Pertamina antara lain dengan menghilangkan penggunaan jasa trading companies alias
broker, baik dalam ekspor maupun impor minyak. Keberadaan mereka sangat merugikan masyarakat karena
meningkatkan harga beli hingga 30 sen dolar AS per barel minyak mentah atau BBM. Padahal, Indonesia setidaknya
mengimpor 400.000 barel minyak mentah per hari dan 210.000 barel BBM per hari. Bayangkan berapa banyak uang
negara yang dinikmati broker itu. Mereka menerima uang 12.000.000 dolar Amerika serikat setiap hari.

Keempat, melakukan pengawasan ketat agar tidak terjadi manipulasi hasil produksi yang diduga dilakukan
kontraktor migas khususnya asing. Sudah jadi rahasia umum jika kontraktor migas khususnya asing sering
memanipulasi hasil produksi sehingga pemerintah tak pernah menikmati keuntungan dengan naiknya harga minyak
dunia.

Kelima, rencana penghematan subsidi bahan bakar minyak dengan membatasi pemakaian seharusnya diikuti dengan
revitalisasi sarana transportasi massal. Tanpa revitalisasi, rencana pembatasan BBM tidak akan bisa menyongkong
program penghematan energi daiam jangka panjang.

Keenam, membagi beban antara pemerintah pusat, daerah, swasta dan masyarakat untuk mengurangi tekanan dalam
APBN 2008. Mekanisme berbagi beban di swasta dapat dilakukan dengan penerapan pengenaan pajak tambahan
kepada perusahaan minyak seiring dengan naiknya harga minyak mentah dunia. Langkah-langkah tersebut bisa
ditempuh pemerintah selain membuat kebijakan blunder lainnya dengan membatasi penggunaan BBM.

Memang, siapa pun pemerintahnya, jika dihadapkan pada situasi seperti saat ini, maka kenaikkan harga BBM adalah
solusi yang diambil. Tanpa kenaikan harga BBM, yang terjadi justru stagnasi roda pemerintahan karena tidak
mencukupinya APBN yang ada. Namun satu hal harus diingat pemerintah, menaikkan harga BBM merupakan solusi
jangka pendek untuk menyelesaikan persoalan sesaat karena itu harus diikuti kebijakan penghematan energi jangka
panjang yang bisa menyelesaikan persoalan kebutuhan energi untuk jangka waktu yang lebih lama.

Anda mungkin juga menyukai