Anda di halaman 1dari 7

Di muat di majalah SWA edisi Maret-April 2008

“Teamwork is the fuel that allows common people to attain


uncommon results”
Andrew Carnegie
By : Yuswohady

Sebuah “marketing dream team” (MDT) merupakan impian setiap organisasi.


Persis seperti dibilang Andrew Carnegie, dengan MDT potensi masing-masing
marketer di dalam tim saling mengisi, berkolaborasi, dan bersinergi membentuk
kekuatan maha dahsyat, bergulung-gulung layaknya luncuran bola salju yang
mendonkrak kinerja dan produktivitas organisasi. Melalui MDT perusahaan
mampu mencapai extraordinary growth (e.g.: J.Co., Extra Joss); merek yang
sudah lapuk dibangkitkan lagi layaknya mummi (e.g.: Sampoerna Hijau, Puyer
Bintang Tujuh); atau produk dengan extraordinary value melenggang mulus di
pasar (e.g.: iPhone, Prius).

Pertanyaannya: Bagaimana seharusnya MDT diciptakan dan dibangun.  Berikut


ini adalah “rule of thumb” yang memberikan gambaran umum bagaimana
seharusnya sebuah MDT. Meminjam judul film koboi klasik yang dibintangi Clint
Eastwood, saya membaginya ke dalam tiga bagian: THE GOOD (“bagus”); THE
BAD (“jelek”); dan THE UGLY (“sangat buruk”).

THE GOOD
Clear Mission. Sebuah MDT selalu ditandai oleh adanya kesamaan misi, nilai-
nilai, dan tujuan (shared mission, values, purpose) dari setiap marketer yang
terlibat di dalam tim. Kesamaan misi, nilai, dan tujuan itu menjadi semacam
“lem” yang demikian kokoh merekatkan setiap marketer yang terlibat di
dalamnya. Tak hanya itu, kesamaan misi, nilai, dan tujuan juga menjadi
“kompas” yang mengarahkan seluruh anggota tim (orang product development,
brand specialist, promosi, riset konsumen, field sales, channel specialist,
advertising/PR  agency, dsb) untuk berbaris dalam satu formasi untuk mencapai
tujuan tim. Karena peran strategis ini, saya melihat kesamaan misi, nilai, dan
tujuan merupakan elemen paling fundamental bagi kesuksesan sebuah MDT.
Strong Leadership. Kredibilitas, determinasi, dan kapabilitas eksekusi dari si
pemimpin tim merupakan faktor krusial lain dari keberhasilan sebuah MDT. Si
pemimpin tim lah yang mengalokasi sumber daya tim agar mencapai strategic
focus; melakukan fungsi empowerment ke seluruh anggota tim; menciptakan
energi dan nyali di tengah beragam onak-duri yang dihadapi tim; dan dia pulalah
yang mengelola perubahan dan dinamika di alam tim agar tujuan tim terwujud
secara sempurna. Melihat kasus Marketing Dream Team Championship kali ini,
terlihat jelas betapa peran pemimpin tim begitu krusial bagi keberhasilan MDT.
Sebut figur-figur seperti Jhonny Andrean (J.Co.), Ronny Liyanto (Poligon), atau
Willy Tandra (Leo) merupakan sosok sentral yang menentukan keberhasilan tim
mereka.

Work in Start-Up Mode. Sebuah MDT haruslah memiliki empat hal yang
menjadi “nyawanya”: creativity, innovativeness, flexibility, adaptability. Untuk
itulah, secara pola pikir (mindset), sebuah tim harus memposisikan diri sebagai 
sebuah “start-up”. Namanya start-up, ia harus memiliki imaginasi liar;
penciuman tajam terhadap dinamika pasar; berani mengambil resiko, berani
lepas dari belenggu birakrasi, dan tak gampang hanyut oleh kesuksesan (legacy)
masa lampau. Tom Kelley, pendiri IDEO, konsultan disain produk terkemuka
dunia, menyebut proses ini sebagai: menciptakan “greenhouse” tempat tumbuh
suburnya kreativitas dan inovasi

THE BAD
Team Fatigue. Ini terjadi jika sebuah MDT menjadi mandul tak bisa berbuat
apa? Energi dari masing-masing anggota tim terkuras habis, energi tim
melempem, semua orang under-motivated, dan akhirnya performa tim jeblok.
Kenapa begitu? Dalam banyak kasus, proses “vicious circle” ini terjadi karena tak
kunjung datangnya kesuksesan-kesuksesan awal (early wins). Kesuksesan-
kesuksesan awal merupakan sesuatu yang krusial bagi sebuah tim karena dengan
kesuksesan awal ini energi, konfiden, dan mental keberhasilan setiap anggota tim
akan mampu dibangun. Kesuksesan awal inilah yang menjadi “modal” berharga
bagi tim untuk menggulirkan langkah-langkah berikutnya dan menuai sukses-
sukses kecil berikutnya, sebelum kesuksesan paripurna mampu dituntaskan.

THE UGLY
Apollo Syndrom. Sindrom ini terjadi jika ”the sum of parts is less than the
whole”, 1 + 1 bukannya 3, tapi justru 1,5. Dengan kata lain, MDT tersebut
kehilangan “daya sinergis”-nya. Bagaimana ini terjadi? Pertama jika masing-
masing anggota tim sibuk berdebat dengan membawa aspirasi dan kepentingan
masing-masing sehingga tak kunjung mengerucut menjadi keputusan yang solid.
Kedua, jika tim tersebut mengalami “pelapukan” di mana aktivitas menjadi rutin,
birokrasi dan prosedur begitu ketat mencengkeram, dan semua anggota tim
mulai kehilangan passion-nya. Ketiga, ketika aktivitas tim didominasi oleh
aktivitas planning, tapi sangat lemah dalam execution. Dengan kata lain, tim
tersebut “over promise”, tapi “under deliver”. Ini yang membuat anggota tim jadi
frustasi.

Bacalah kasus di atas dengan baik.


Tugas anda :

Baca biografi tentang Leader atau Manajer suatu perusahaan, dan


ceritakan bagaimana mereka mengelola karyawan atau tim nya (min.
3 Leader atau manajer)

Anindya Novyan Bakrie

Dia adalah tipekal leader yang

Strong Leadership. Kredibilitas, determinasi, dan kapabilitas eksekusi dari si


pemimpin tim merupakan faktor krusial lain dari keberhasilan sebuah MDT. Si
pemimpin tim lah yang mengalokasi sumber daya tim agar mencapai strategic
focus; melakukan fungsi empowerment ke seluruh anggota tim; menciptakan
energi dan nyali di tengah beragam onak-duri yang dihadapi tim; dan dia pulalah
yang mengelola perubahan dan dinamika di alam tim agar tujuan tim terwujud
secara sempurna. Melihat kasus Marketing Dream Team Championship kali ini,
terlihat jelas betapa peran pemimpin tim begitu krusial bagi keberhasilan MDT.
Sebut figur-figur seperti Jhonny Andrean (J.Co.), Ronny Liyanto (Poligon), atau
Willy Tandra (Leo) merupakan sosok sentral yang menentukan keberhasilan tim
mereka.

THE GOOD
Clear Mission. Sebuah MDT selalu ditandai oleh adanya kesamaan misi, nilai-
nilai, dan tujuan (shared mission, values, purpose) dari setiap marketer yang
terlibat di dalam tim. Kesamaan misi, nilai, dan tujuan itu menjadi semacam
“lem” yang demikian kokoh merekatkan setiap marketer yang terlibat di
dalamnya. Tak hanya itu, kesamaan misi, nilai, dan tujuan juga menjadi
“kompas” yang mengarahkan seluruh anggota tim (orang product development,
brand specialist, promosi, riset konsumen, field sales, channel specialist,
advertising/PR  agency, dsb) untuk berbaris dalam satu formasi untuk mencapai
tujuan tim. Karena peran strategis ini, saya melihat kesamaan misi, nilai, dan
tujuan merupakan elemen paling fundamental bagi kesuksesan sebuah MDT.

Kenapa saya memilih kedua diatas karena dia mampu


mengembangkan pangsa pasar nya dengan cepat dan tidak
sombong menjadi seorang pemimpin. Dia mendirikan
organisasi untuk anak-anak yang pintar tapi tidak sanggup
membiayai perkuliahan mereka. Itu adalah tindakan social
yang patut di pertahankan bagi seorang leader, jarang ada
leader yang bisa memikirkan kehidupan social orang banyak.

Mr Christian Adrianto

Pengalamannya sebagai Karyawan, Pengusaha dan Pebisnis jaringan membuat


Mr Christian Adrianto menguasai berbagai bidang, yaitu :
 Motivasi
 Marketing
 Leadership (Training Kepemimpinan)
 Bisnis
 Firewalk Training, dll
Dan Keunggulan beliau adalah selalu berjuang semaksimal mungkin untuk
menjadi teladan dan semaksimal mungkin mempraktekkan apa yang
diajarkannya.
Mr Christian Adrianto mempunyai seminar dan training “TRAIN FOR
MOTIVATOR”. Training yang mempunyai visi untuk menciptakan banyak
motivator di Indonesia untuk membuat Revolusi di Negara ini. Mr Christian
Adrianto Telah berbicara di hadapan 100.000 peserta seminar dan dipercaya
banyak perusahaan Nasional dan International memberi in house training,
sebagai Motivator dengan tingkat kepuasan 100% dan tingkat repeat order yang
tinggi dari peserta seminarnya.
William Soeryadjaya, pendiri PT Astra Internasional
Memang, membuka lapangan kerja, adalah salah satu impiannya yang tetap
membara dari dulu hingga kini. Sebuah impian dan obsesi yang dilandasi
kepeduliannya kepada sesama. "Salah satu hasrat saya dari dulu adalah
membuka lapangan kerja," katanya. Apalagi kondisi Indonesia saat ini, yang
dilanda krisis ekonomi, yang berakibat bertambahnya pengangguran. 

Impian inilah yang mendorong Omm Wilem membeli 10 juta saham PT Mandiri
Intifinance. Di sini, ia mengumpulkan dana untuk diinvestasikan ke dalam
pengembangan usaha petani-petani kecil dan small and medium enterprises
(usaha-usaha kecil dan menengah). Agar dapat menciptakan lapangan-lapangan
kerja baru dan meningkatkan daya beli masyarakat, yang pada akhirnya akan
mengangkat bangsa ini dari keterpurukan.

Namun, yang patut dipuji dari sikap William semasa kejayaannya di Astra
adalah kepeduliannya terhadap rekannya, pengusaha kecil. Dalam suatu
tulisannya di harian Suara Karya, "Peranan Pengusaha Besar Dalam Kerja Sama
dengan Pengusaha Kecil demi Suksesnya Pelita IV", mengetengahkan bentuk-
bentuk kerja sama antara yang besar dan yang kecil. Misalnya, menjadikan
perusahaan besar sebagai market dari perusahaan kecil dalam bentuk
leadership dan menjadi perusahaan kecil sebagai bagian dari service network
produk perusahaan besar.

Sikapnya yang lain, yang juga patut ditiru, adalah kepeduliannya terhadap
dunia pendidikan. William merelakan tanahnya di Cilandak, Jakarta Selatan,
terjual dengan harga "miring" bagi pembangunan gedung Institut Prasetya
Mulya, lembaga pendidikan yang dimaksudkan mencetak tenaga-tenaga
manajer yang andal. Sejumlah konglomerat juga ikut membidani lembaga.
William sendiri kala itu duduk sebagai Wakil Ketua Dewan Pembina.

Sikap religiusnya pun merupakan salah satu contoh yang baik dalam
menjalankan roda usahanya. Penganut Protestan yang teguh ini percaya betul
bahwa keberhasilan yang diperolehnya , selain kerja kerasnya bersama semua
karyawan, juga berkat rahmat dari Tuhan, bukan semata dari dirinya.

Semangatnya dalam menempuh bisnis pun patut dijadikan panutan. Kalau ia


terjegal dalam kancah bisnis, itu bukanlah akhir dari perjalanan bisnisnya,
melainkan justru awal dari kebangkitannya.
William Soeryadjaya, pendiri PT Astra Internasional Inc (sejak tahun 1990,
Tbk), meninggal dunia hari Jumat (2/4/2010) pukul 22.43 di Rumah Sakit
Medistra, Jakarta Selatan. William sebelumnya beberapa kali dirawat karena
sakit. Terakhir, ia dirawat tanggal 10 Maret dan sejak hari Kamis (1/4/2010)
dirawat di unit rawat intensif (ICU). Jenazah disemayamkan di rumah duka
RSPAD Gatot Subroto, Jakarta Pusat, hingga Senin (5/4/2010).

William yang lahir di Majalengka, Jawa Barat, 20 Desember 1922, adalah


pribadi yang rendah hati dan bersahaja. Keberhasilannya membangun Astra
Internasional tidak pernah diklaim sebagai keberhasilan dirinya. Ketika ditanya
mengenai keberhasilannya, ia mengatakan, ”Keberhasilan Astra berkat kerja
keras semua karyawan dan rahmat Tuhan, bukan karena keberhasilan saya
pribadi.”

William juga seorang visioner yang seakan mengerti ke mana bisnis akan
bergerak. Ia juga adalah salah satu pelopor modernisasi industri otomotif
nasional. Ia membangun jaringan bisnis dengan core product di sektor otomotif.
Namun, memang, pertumbuhan bisnisnya tidak pernah lepas dari campur
tangan pemerintah.

Keberhasilannya dalam berbisnis menjadikan ia menduduki banyak jabatan


penting di sejumlah perusahaan, terutama yang berbasis otomotif.

William menjadi orang pertama Asia yang menjadi anggota Dewan Penyantun
The Asia Society yang didirikan John D Rockefeller III di New York, AS, tahun
1956. Ia menarik diri dari dunia bisnis tahun 1992 ketika Bank Summa milik
anaknya, Edward, kolaps dan harus dilikuidasi sehingga memaksanya melepas
100 juta lembar saham Astra Internasional guna melunasi kewajibannya. Beliau
meninggal pada usia 78 tahun tepatnya hari Jumat (2/4/2010).

Anda mungkin juga menyukai