Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Minyak bumi merupakan salah satu sumber daya alam yang banyak

digunakan sebagai bahan bakar. Sumber energi ini tidak dapat diperbaharui,

sehingga ketersediaan bahan bakar minyak bumi semakin hari semakin terbatas.

Dengan ketersediaan minyak bumi yang saat ini semakin terbatas, menyebabkan

perhatian terhadap penggunaan minyak nabati sebagai bahan bakar telah bangkit

kembali. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa berbagai minyak nabati

memiliki potensi yang cukup besar sebagai bahan bakar alternatif mesin diesel

(biodiesel), karena memiliki karakteristik yang serupa dengan bahan bakar mesin

diesel yang berasal dari minyak bumi (petrodiesel).

Pemanfaatan minyak nabati secara langsung sebagai bahan bakar mesin

diesel (biodiesel), ternyata masih dijumpai suatu masalah. Masalah yang dihadapi

tersebut terutama disebabkan oleh viskositas minyak nabati yang terlalu tinggi

jika dibandingkan dengan petroleum diesel. Viskositas minyak nabati yang terlalu

tinggi menyebabkan proses penginjeksian dan atomisasi bahan bakar tidak dapat

berlangsung dengan baik, sehingga akan menghasilkan pembakaran yang kurang

sempurna yang dapat mengakibatkan terbentuknya deposit dalam ruang bakar.

Selain itu, proses termal (panas) di dalam mesin menyebabkan minyak nabati

yang merupakan suatu senyawa trigliserida akan terurai menjadi gliserin dan asam

lemak. Asam lemak dapat teroksidasi atau terbakar relatif sempurna, tetapi dari

1
gliserin akan menghasilkan pembakaran yang kurang sempurna dan dapat

terpolimerisasi menjadi senyawa plastis yang agak padat. Senyawa ini juga dapat

menyebabkan kerusakan pada mesin, karena akan membentuk deposit pada

pompa dan nozzle injector. Nozzle injector merupakan bagian yang menerima

bahan bakar yang bertekanan tinggi dan menginjeksikan ke dalam ruang

pembakaran.

Untuk mengatasi masalah tersebut, perlu dilakukan proses konversi minyak

nabati ke dalam bentuk ester (asam lemak metil ester/ FAME) dari asam lemak

minyak nabati melalui reaksi transesterifikasi dengan bantuan katalis. Reaksi

transesterifikasi mempunyai perbandingan koefisien reaksi sebagai berikut:

Trigliserida : Metanol : gliserol : metil ester

1 : 3 : 1 : 3

Belakangan ini telah banyak dilakukan penelitian mengenai produksi biodiesel

di berbagai negara. Hal inilah yang menarik perhatian penulis untuk mengkaji

lebih lanjut mengenai semua hal yang berkaitan dengan produksi biodiesel. Dalam

penelitian ini dilakukan beberapa variasi pada proses transesterifikasi dalam

memproduksi biodiesel dengan berbagai variasi variabel seperti rasio molar

minyak dengan metanol, jenis-jenis alkohol yang digunakan serta lama waktu

pengadukan dari reaksi transesterifikasi untuk menghasilkan persentase hasil

biodiesel terbanyak dari berbagai jenis variasi variabel ini. Dan variasi variabel

dalam penelitian ini akan dianalisa pengaruhnya terhadap persentase hasil

produksi biodiesel.

2
1.2 Tujuan dan Manfaat

Adapun tujuan dari diangkatnya topik ini adalah untuk mempelajari faktor-

faktor yang berpengaruh terhadap persentase biodiesel seperti rasio molar minyak

dengan metanol, jenis-jenis alkohol serta serta lama waktu pengadukan dari reaksi

transesterifikasi untuk menghasilkan persentase hasil biodiesel terbanyak dari

berbagai jenis variasi variabel ini.

Manfaat penulisan seminar mata kuliah ini adalah untuk:

1. Memberikan informasi tentang biodiesel

2. Memberikan informasi tentang cara untuk menghasilkan persentase

biodiesel yang terbanyak.

3. Memberikan pengetahuan tentang pemanfaatan minyak kedelai bekas

sebagai bahan baku untuk memproduksi biodiesel.

4. Memberikan pengetahuan mengenai sumber energi terbarukan dan

solusi dari global warming, khususnya mengenai biodiesel sebagai

bioenergi dan Bahan Bakar Nabati (BBN).

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah penelitian ini adalah “Produksi Biodiesel dari Biomassa

Minyak Kedelai Bekas sebagai Energi Terbarukan dan Prosesnya yang Didaur

Ulang dari Lingkungan”.

3
1.4 Rumusan Masalah

Dari penjelasan di atas dapat dirumuskan permasalahan yang akan

dijabarkan pada bab selanjutnya, yaitu: Apakah biodiesel dapat diproduksi dari

minyak kedelai bekas menjadi bahan bakar pengganti solar dan juga dapat

dimanfaatkan sebagai energi terbarukan ?

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kedelai

Kedelai adalah salah satu tanaman polong-polongan. Kedelai merupakan

sumber utama protein nabati dan minyak nabati dunia. Penghasil kedelai utama

adalah Amerika Serikat. Kedelai yang dibudidayakan sebenarnya terdiri dari

paling tidak dua spesies:

1. Glycine Max (disebut kedelai putih, yang bijinya bisa berwarna kuning,

agak putih, atau hijau). Glycine max merupakan tanaman asli daerah

Asia subtropik seperti Tiongkok dan Jepang Selatan.

2. Glycine Soja (kedelai hitam, berbiji hitam). Glycine soja merupakan

tanaman asli Asia tropis di Asia Tenggara.

Gambar 1. Kedelai yang berbiji putih

Pada tahun 1948 telah disepakati bahwa nama botani kedelai yang dapat

diterima dalam istilah ilmiah, yaitu Glycine Max (L.) Merill. Klasifikasi tanaman

kedelai sebagai berikut:

5
Divisio : Spermatophyta

Classis : Dicotyledoneae

Ordo : Rosales

Familia : Papilionaceae

Genus : Glycine

Species : Glycine Max (L.) Merill1

2.2 Minyak Kedelai

a. Komposisi Kimia Minyak Kedelai

Kadar minyak kedelai relatif lebih rendah dibandingkan dengan jenis

kacang-kacangan lainnya, tetapi lebih tinggi daripada kadar minyak serealia.

Kadar protein kedelai yang tinggi menyebabkan kedelai lebih banyak

digunakan sebagai sumber protein daripada sebagai sumber minyak.

Asam lemak dalam minyak kedelai2 sebagian besar terdiri dari asam

lemak esensial yang sangat dibutuhkan oleh tubuh.

Tabel 1. Komposisi Kimia Minyak Kedelai


Asam Lemak tidak Jenuh (85%) Terdiri dari

1. Asam Linoleat 15-64%

2. Asam Oleat 11-60%

3. Asam Linolenat 1-12%

1
Bie. Makalah Biologi: Tanaman Kedelai.
http://makalahbiologiku.blogspot.com/2010/07/tanaman-kedelai.html. Di akses 24 Maret 2011.
2
Lihat Hossain A. B. M. S., Nasrulhaq Boyce A., Salleh A. and Chandran S. African Journal of
Biotechnology Vol. 9(27), pp. 4233-4240, 5 July, 2010 ISSN 1684–5315 © 2010 Academic
Journals. Biodiesel production from waste soybean oil biomass as renewable energy and
environmental recycled process . Accepted 26 May, 2010. Programme of Biotechnology, Institute
of Biological Sciences, Faculty of Science, University of Malaya, 50603 Kuala Lumpur, Malaysia.
Page 4234 paragraph 2.

6
4. Asam Arachidonat 1,5%
Asam Lemak Jenuh (15%) Terdiri dari

1. Asam Palmitat 7-10%

2. Asam Stearat 2-5%

3. Asam Arschidat 0,2-1%

4. Asam Laurat 0-0,1%


Fosfolipida Jumlahnya sangat kecil (trace)
Lecithin Jumlahnya sangat kecil (trace)
Cephalin Jumlahnya sangat kecil (trace)
Lipositol Jumlahnya sangat kecil (trace)
Sumber: S. Ketaren, 1986.

b. Nilai gizi

Asam lemak esensial dalam minyak dapat mencegah timbulnya athero-

scelorisis atau penyumbatan pembuluh darah.

c. Kegunaan

Minyak kedelai yang sudah dimurnikan dapat digunakan untuk

pembuatan minyak salad, minyak goreng, (cooking oil) serta untuk segala

keperluan pangan. Lebih dari 50 persen produk pangan dibuat dari minyak

kedelai, terutama margarin dan shortening. Hampir 90 persen dari produksi

minyak kedelai digunakan di bidang pangan dan dalam bentuk telah

dihidrogenasi, karena minyak kedelai mengandung lebih kurang 85 persen

asam lemak tidak jenuh.

Minyak kedelai juga digunakan pada pabrik lilin, sabun, varnish,

lacquers, cat, semir, insektisida dan desinfektans.

7
Bungkil kedelai mengandung 40-48% persen protein dan merupakan

bahan makanan ternak yang bergizi tinggi, juiga digunakan untuk membuat

lem, plastik, larutan yang berbusa, rabuk dan serat tekstil sintesis3.

2.3 Biodiesel

a. Pengertian Biodiesel

Biodiesel adalah bioenergi atau bahan bakar nabati yang dibuat dari

minyak nabati, baik minyak baru maupun minyak bekas penggorengan dan

melalui proses transesterifikasi, esterifikasi, atau proses esterifikasi-

transesterifikasi. Biodiesel digunakan sebagai bahan bakar alternatif

pengganti BBM untuk motor diesel4. Biodiesel, lebih tepat disebut FAME

(fatty acid methyl ester), merupakan BBN yang digunakan untuk

menggerakkan mesin-mesin diesel sebagai pengganti solar5. Biodiesel dapat

diaplikasikan baik dalam bentuk 100% (B100)6 atau merupakan hasil

pencampuran FAME dengan solar biasa (biosolar)7.

Biodiesel berbeda dengan biosolar, agar tidak membingunkan, istilah

biosolar harus dibedakan dengan dengan biodiesel. Biosolar adalah hasil

campuran antara 95% solar berbasis fosil hasil kilang minyak tradisional,

seperti balongan dengan 5% FAME8. Kandungan sulfur di dalam FAME

dianjurkan tidak melampaui angka 100 ppm sementara biosolar maksimal

3
S. Ketaren. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI-Press. Hal 261-
262.
4
Erliza Hambali, Siti Mujdalipah, Armansyah Halomoan Tambunan, Abdul Waries Pattiwiri dan
Roy Hendroko. 2007. Teknologi Bioenergi. Jakarta: AgroMedia Pustaka. Hal 8-9.
5
Rama Prihandana, Erliza Hambali, Siti Mujdalipah dan Roy Hendroko. 2007. Meraup Untung
dari Jarak Pagar. Jakarta: Agromedia.
6
Erliza Hambali, Op.cit., hal 9.
7
Rama Prihandana, Op.cit., hal 3.
8
Gan Thay Kong. 2010. Peran Biomassa bagi Energi Terbarukan Pengantar Solusi Pemanasan
Global yang Ramah Lingkungan. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Hal 18.
8
500 ppm; nilai viskositas berada dikisaran 2,3-6,0 mm2/s sementara biosolar

2,0-4,5 mm2/s; cetane number dan titik kabut sama-sama minimal 51 dan

minimal 18°C dan titik nyala biodiesel minimal 100°C sementara biosolar

minimal 55°C9.

Biodiesel memiliki kelebihan dibandingkan dengan solar, yakni:

1. Bahan bakar ramah lingkungan karena menghasilkan emisi yang

jauh lebih baik (free sulphur, smoke number rendah) sesuai dengan

isu global,

2. Cetane number lebih tinggi (>57) sehingga efisiensi pembakaran

lebih baik dibandingkan minyak kasar,

3. Memiliki sifat pelumasan terhadap piston mesin dan dapat terurai

(biodegradable),

4. Merupakan renewable energy karena terbuat dari bahan alam yang

dapat diperbarui10,

5. Untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil,

6. Biodiesel dapat diperbarui dan siklus karbonnya yang tertutup tidak

menyebabkan pemanasan global. Analisa siklus kehidupan

memperlihatkan bahwa emisi CO2 secara keseluruhan berkurang

sebesar 78% dibandingkan dengan mesin diesel yang menggunakan

bahan bakar petroleum.

9
Ibid, hal. 20-22.
10
Erliza Hambali, Op.cit., hal 9.
9
7. Emisi yang keluar dari karbon monoksida, hidrokarbon yang tidak

terbakar, dan partikulat dari biodiesel lebih rendah dibandingkan

bahan bakar petrolum untuk diesel.

8. Bila ditambahkan ke bahan bakar diesel biasa dengan jumlah

sekitar 1-2%, biodiesel ini dapat mengubah bahan bakar dengan

kemampuan pelumas yang rendah, seperti modern ultra low sulfur

diesel fuel , menjadi bahan bakar yang dapat diterima umum11.

Gambar 2. Produksi Biodiesel dari minyak kedelai bekas. Lapisan bagian bawah
mengindikasikan gliserin dan lapisan bagian atas mengindikasikan Biodiesel
ester.
b. Sumber Bahan Baku Biodiesel

Biodiesel dapat dibuat dari minyak nabati, lemak binatang, dan

ganggang. Minyak nabati adalah bahan baku yang umum digunakan di


11
Wulandari Dharsono, Y. Saptiana Oktari,. 2010. Skripsi Universitas Diponegoro Semarang
Proses Pembuatan Biodiesel dari Dedak dan Metanol dengan Esterifikasi In Situ. Hal 7.
10
dunia untuk menghasilkan biodiesel, di antaranya rapessed oil (Eropa),

soybean oil (USA), minyak sawit (Asia) dan minyak kelapa (Filipina).

Tabel 2 Sumber bahan baku Biodiesel pada berbagai Negara dan


total produksinya pada periode tahun 2005-2006
No Negara Sumber Bahan Total Produksi pada Periode tahun 2005-

Baku Biodiesel 2006 (juta metrik ton)


1 Eropa Rapeseed oil 17,88
2 USA Soybean oil 35,66
3 Asia Minyak sawit 38,97
4 Filipina Minyak kelapa 3,26
Sumber: Erliza Hambali et al., 2007.

Pemanfaatan minyak nabati sebagai bahan baku biodiesel memiliki

kelebihan, di antaranya sumber minyak nabati mudah diperoleh, proses

pembuatan biodiesel dari minyak nabati mudah dan cepat, serta tingkat

konversi minyak nabati menjadi biodiesel tinggi (mencapai 95%). Minyak

nabati memiliki komposisi asam lemak berbeda-beda tergantung dari jenis

tanamannya. Zat-zat penyusun utama minyak-lemak (nabati maupun

hewani) adalah trigliserida, yaitu triester gliserol dengan asam-asam lemak

(C8-C24). Komposisi asam lemak dalam minyak nabati menentukan sifat

fisiko-kimia minyak12.

2.4 Alkohol

a. Pengertian Alkohol

Senyawa yang mempunyai gugus OH (hidroksil) yang terikat pada atom

karbon disebut alkohol. Jika ada satu OH disebut monoalkohol dengan

rumus ROH. Jika pada karbon yang mengandung gugus karbinol terdapat
12
Erliza Hambali, Op.cit., hal 10-11.
11
satu gugus alkil (-R), maka alkohol itu disebut alkohol primer. Bila terdapat

dua dan tiga gugus alkil masing-masing disebut alkohol sekunder dan

alkohol tersier. Senyawa yang mengandung lebih dari satu gugus –OH pada

atom karbon yang berbeda disebut polialkohol13. Alkohol berasal dari istilah

Arab: al-kuhul (sesuatu yang mudah menguap) dan golongan alkohol

mencakup: alkanol, alkandiol, alkantriol, alkohol polihidroksi14.

b. Sifat Fisis Alkohol

1) Titik Didih

Karena alkohol dapat membentuk ikatan hidrogen antara molekul-

molekulnya, maka titik didih alkohol lebih tinggi daripada titik didih eter,

yang berat molekulnya sebanding.

2) Kelarutan dalam Air

Alkohol berbobot molekul rendah larut dalam air, sedangkan eter

padanannya tidak larut. Kelarutannya dalam air ini langsung disebabkan

oleh ikatan hidrogen antara alkohol dan air. Bagian hidrokarbon suatu

alkohol bersifat hidrofob yakni menolak molekul-molekul air. Makin

panjang bagian hidrokarbon ini akan makin rendah kelarutan alkohol

dalam air. Bila rantai hidrokarbon cukup panjang, sifat hidrofob ini akan

mengalahkan sifat hidrofil (menyukai air) gugus hidroksil. Alkohol

berkarbon-tiga,1-propanol dan 2-propanol, bercampur (miscible) dengan

air15.

13
Syukri S. 1999. Kimia Dasar 3. Bandung: ITB. Hal 699.
14
Mulyono HAM. 2006. Kamus Kimia. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Hal 12.
15
Fessenden dan Fessenden. 1986. Kimia Organik Edisi Ketiga jilid 1. Jakarta: Erlangga. Hal
260-261.
12
2.5 Katalis

Katalis adalah zat yang dapat mempengaruhi laju/ kecepatan suatu reaksi

dan diperoleh kembali di akhir reaksi; ciri umumnya adalah katalis diperoleh

kembali di akhir reaksi, katalis yang mempercepat laju ke arah hasil juga

mempercepat laju ke arah kebalikannya (pada reaksi kesetimbangan), jumlah

katalis yang digunakan hanya sedikit untuk sejumlah besar pereaksi, dan katalis

berperan hanya pada reaksi tertentu. Berdasarkan pengaruhnya, katalis dapat

dibedakan menjadi katalis positif dan katalis negatif; sedangkan berdasar pada

kerjanya, katalis dapat dibedakan sebagai katalis adsorbsi dan katalis kemisorpsi.

Selain itu menurut fasa katalis dan fasa sistem reaksi dikenal katalis homogen dan

katalis heterogen16.

Katalis dapat mempercepat laju reaksi dengan cara memilih tahap reaksi

yang memiliki energi aktivasi yang lebih rendah sehingga kompleks teraktivasi

lebih mudah terbentuk dan reaksi menjadi lebih cepat. Dengan kata lain

penambahan katalis memberikan jalan baru bagi reaksi yang memiliki energi

aktivasi yang lebih rendah, sehingga lebih banyak molekul yang bertumbukan

pada suhu normal dan laju reaksi semakin cepat.

16
Mulyono HAM, Op.cit., hal 219.
13
Gambar 3. Grafik energi aktivasi suatu reaksi dengan penambahan katalis dan
tanpa penambahan katalis.

Berdasarkan grafik tersebut dapat terlihat bahwa penggunaan katalis

memberikan alternatif mekanisme lain yang energi aktivasinya lebih rendah

sehingga reaksi dapat berjalan dengan lebih cepat. Pembentukan kompleks

teraktivasi akan lebih tercapai dengan penambahan katalis yang menyebabkan

reaksi dapat lebih cepat berjalan.

2.6 Transesterifikasi

14
Pada prinsipnya, proses pembuatan biodiesel sangat sederhana. Biodiesel

dihasilkan melalui proses transesterifikasi minyak atau lemak dengan alkohol.

Alkohol akan menggantikan gugus alkohol pada struktur ester minyak dengan

dibantu katalis. NaOH dan KOH adalah katalis yang umumnya digunakan.

Proses transesterifikasi bertujuan untuk menurunkan viskositas (kekentalan)

minyak, sehingga mendekati nilai viskositas solar. Nilai viskositas yang tinggi

akan menyulitkan pemompaan/ pemasukan bahan bakar dari tangki ke ruang

bahan bakar mesin dan menyebabkan atomisasi lebih sukar terjadi. Hal ini

mengakibatkan pembakaran kurang sempurna dan menimbulkan endapan pada

nosel.

Metode transesterifikasi ini bisa menghasilkan biodiesel hingga rendemen

95% dari bahan baku minyak tumbuhan. Metode transesterifikasi pada dasarnya

terdiri atas 4 tahapan:

1. Pencampuran katalis alkalin (umumnya NaOH atau KOH) dengan

alkohol (metanol atau etanol) pada konsentrasi katalis antara 0,5-1

15
persen berat terhadap minyak dan 10-20 persen berat metanol terhadap

minyak.

2. Pencampuran alkohol dan katalis dengan minyak pada temperatur 55°C

dengan kecepatan pengadukan konstan. Reaksi dilakukan sekitar 30-45

menit.

3. Setelah reaksi berhenti, campuran didiamkan hingga terjadi pemisahan

antara metil ester dan gliserol. Metil ester yang dihasilkan pada tahapan

ini sering disebut sebagai crude biodiesel, karena metil ester yang

dihasilkan mengandung zat-zat pengotor, seperti sisa metanol, sisa

katalis alkalin, gliserol dan sabun.

4. Metil ester yang dihasilkan pada tahap ketiga dicuci menggunakan air

hangat untuk memisahkan zat-zat pengotor dan kemudian dilanjutkan

dengan drying untuk menguapkan air yang terkandung dalam

biodiesel17.

17
Erliza Hambali, Op.cit., hal 27-28.
16
BAB III

PELAKSANAAN PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hossain A.B.M.S.,

Nasrulhaq Boyce A., Salleh A. dan Chandran S. yang terangkum dalam jurnal

yang berjudul “ Biodiesel production from waste soybean oil biomass as

renewable energy and environmental recycled process” alat dan bahan yang

digunakan adalah:

a. Alat

1) Kertas saring

2) Gelas ukur

3) Erlenmeyer 250 mL

4) Erlenmeyer 500 mL

5) Batang pengaduk

6) Alumunium foil

7) Hot plat

8) Termometer

9) Water Bath

10) Labu leher tiga

11) Mixer/ motor pengaduk

12) Corong pisah 250 mL

13) Pipet volum

17
14) Pendingin balik

15) Inkubator

b. Bahan

1) Metanol

2) Etanol

3) Butanol

4) NaOH

5) KOH

6) Na2SO4

7) 500 mL minyak kedelai bekas

3.2 Prosedur Kerja

a. Minyak Kedelai

Minyak goreng kedelai dibeli di Hypermarket dan digoreng 2 jam

menggunakan sumber yang sama di dalam kafetaria Universitas Malaya,

Kuala Lumpur, Malaysia.

b. Persiapan Minyak Bekas Penggorengan

Setelah penggorengan, minyak bekas penggorengan dikumpulkan dari

kafetaria Universitas Malaya. Kemudian, minyak bekas penggorengan

disaring dengan kertas saring untuk menghilangkan residu makanan.

Minyak goreng yang disaring dibersihkan kemudian dikumpulkan pada

beaker glass dan ini kemudian digunakan untuk percobaan.

18
c. Persiapan Kalium dan Natrium Alkoksida

Volume yang sesuai dari alkohol diukur (25 mL; 50 mL; 75 mL; 100

mL) dan dituangkan ke dalam Erlenmeyer 500 mL. Katalis dalam wujud

butiran ditimbang 0,5 gram dan dicampur dengan alkohol. Setelah dicampur

kemudian diaduk sekitar 1 jam sampai seluruh katalis larut. Karena alkohol

sangat mudah menguap, botol ditutup dengan alumunium foil selama

pengadukan untuk mengurangi kerugian dari penguapan alkohol. Penutupan

ini bisa juga mencegah alkoksida dari penyerapan air dari udara.

d. Transesterifikasi

Trans-Esterifikasi juga disebut alkoholisis, adalah panggantian alkohol

dari satu ester oleh yang lain di suatu proses untuk hidrolisis kecuali satu

alkohol digunakan sebagai ganti air. Ini secara luas digunakan untuk

mengurangi kekentalan trigliserida. Trans-Esterifikasi dijelaskan sebagai

berikut:

Jika metanol yang digunakan dalam proses ini maka disebut metanolisis.

Metanolisis dari trigliserida dijelaskan sebagai berikut:

19
e. Persiapan Biodiesel

Minyak yang disaring dimasukkan ke dalam labu leher tiga kemudian

dipanaskan sampai suhu 50°C di dalam penangas air untuk melelehkan

minyak yang menggumpal. Ini penting bukan untuk menjadikan minyak

terlalu panas di atas suhu 65°C, karena pada temperatur ini alkohol menguap

dengan mudah. Minyak yang dipanaskan diukur 100 mL dan dipindahkan

ke dalam corong pisah larutan katalis-alkohol. reaksi dipertimbangkan untuk

terjadi. Reaksi pencampuran kemudian pengadukan menggunakan pengaduk

pada kecepatan pengadukan tetap selama 2 jam.

f. Pemisahan Biodiesel dari By-Product

Produk dari reaksi dibuka untuk memasukkan udara yang akan

menguapkan kelebihan metanol selama 30 menit. Dianjurkan produk

didiamkan selama semalaman. Terdapat dua daerah fasa larutan: bagian fasa

ester ada di bagian atas dan fasa gliserol ada di bagian bawah yang

dihasilkan dari Reaksi Trans-Esterifikasi. Fasa gliserol memiliki densitas

yang lebih besar dari fasa biodiesel. Fasa yang lebih besar/ berat akan

tenggelam ke dasar dan fasa yang lebih ringan akan mengapung di atas.

g. Pemurnian Biodiesel dengan Pencucian

Di bagian atas adalah fasa ester (biodiesel) dipisahkan dari bagian

bawah fasa gliserol melalui pemindahan untuk dimurnikan ke dalam corong

pisah 250 mL. Biodiesel kemudian dimurnikan oleh pencucian dengan air

panas untuk membuang semua residu seperti alkohol yang berlebih, katalis

yang berlebih, sabun dan gliserin. Volume air yang ditambahkan kira-kira

20
30% dari volume biodiesel. Tabung diguncang secara perlahan sampai 1

menit dan letakkan di atas meja untuk membiarkan pemisahan dari lapisan-

lapisan biodiesel dan air. Setelah pemisahan dilanjutkan untuk

membersihkan corong pisah. Proses pencucian diulangi untuk beberapa

waktu sampai pencucian dengan air menjadi selesai. Membersihkan

biodiesel dikeringkan dalam inkubator selama 48 jam, diikuti dengan

menggunakan Natrium Sulfat. Produk akhir dianalisis untuk menentukan

bagian esternya (yang, merupakan produk murni) dan juga bebarapa

peralatan digunakan untuk menentukan hubungan yang ada.. Biodiesel yang

dihasilkan dianalisis dengan teknik GC-MS.

21
BAB IV

HASIL DAN DISKUSI

Hasil menunjukkan bahwa persentase hasil biodiesel tertinggi yang

diperoleh adalah 71,2%. Hasil ini didapatkan pada keadaan reaksi suhu 50°C,

waktu pengadukan 2 jam dengan rasio molar minyak dengan metanol 1:1 dengan

katalis NaOH 0,5 persen berat bahan baku. Gambar 1 menunjukkan persentase

hasil dari biodiesel yang didapatkan dengan meningkatnya perbandingan minyak

dengan metanol.

Gambar 2 menunjukkan persentase hasil biodiesel yang didapatkan dari 3 jenis

alkohol yang berbeda. Hasil menunjukkan peningkatan persentase hasil biodiesel

yang didapatkan dari butanol< etanol< metanol. Hal ini disebabkan oleh:

22
1. Dari segi struktur kimianya, metanol mempunyai struktur kimia yang

lebih sederhana. Sebaliknya, butanol mempunyai struktur kimia yang

lebih kompleks oleh karena itu proses trans-esterifikasi lebih sulit

untuk terjadi.

2. Dari segi katalis, katalis lebih sulit mengkatalisasi pembentukan etil

ester dibandingkan dengan membentuk metil ester. Pada metanolisis,

pembentukan emulsi gliserol lebih cepat dan mudah untuk dipisahkan.

Pada bagian lapisan bawah adalah gliserol dan metil ester pada bagian

lapisan atas. Sebaliknya, pada etanolisis, emulsi lebih stabil dan

sugguh sangat mempersulit pemisahan dan pemurnian dari ester-

esternya.

Gambar 3 menunjukkan persentase hasil biodiesel yang semakin menurun seiring

dengan bertambah lamanya waktu reaksi transesterifikasi.

23
Gambar 4 menunjukkan perbedaan viskositas dari biodiesel yang dihasilkan dari

berbagai variasi variabel mulai dari rasio molar minyak dengan metanol, jenis-

jenis alkohol yang digunakan dan lamanya waktu transesterifikasi.

Gambar 5 menunjukkan perbedaan bilangan asam dari biodiesel yang dihasilkan

dengan berbagai variasi variabel mulai dari rasio molar minyak dengan metanol,

jenis-jenis alkohol yang digunakan dan lamanya waktu transesterifikasi. Bilangan

asam yang tinggi akan menyebabkan pengaruh yang kuat pada karet penyegel dan

24
slang-slang di dalam mesin. Mungkin juga meninggalkan endapan-endapan yang

bisa menyumbat filter bahan bakar atau tekanan dari tetesan bahan bakar. Tingkat

keasaman ini berhubungan dengan dengan daya tahan bahan bakar terhadap

penyimpanan dan tingkat korosifitasnya18.

Tabel 3 memperlihatkan multi unsur kimia yang terdapat di dalam biodisel yang

dihasilkan dari minyak kedelai bekas penggorengan dan tabel 4 memperlihatkan

parameter-parameter kualitas biodiesel yang dihasilkan jika ditinjau dengan 2

parameter secara internasional di enam negara, yaitu viskositas dan bilangan

asamnya.

18
Tilani Hamid dan Andi Triyanto. JURNAL TEKNOLOGI, Edisi No.1, Tahun XVII, Maret 2003,
51-59. ISSN 0215-1685. Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa “Barco” Dengan Variasi
Volume Metanol. Departemen Teknik Gas dan Petrokimia FTUI Universitas Indonesia, Depok
16424. Hal 58.

25
Tabel 3. Unsur Kimia (ppm) dalam Produksi Biodiesel dari Perbedaan Rasio
Molar Minyak dengan Alkohol

Tabel 4. Parameter untuk Kualitas Biodiesel

26
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil kajian literatur di atas dapat disimpulkan bahwa:

1. Rasio molar minyak dengan metanol yang sama akan menghasilkan

biodiesel yang tertinggi dibandingkan dengan rasio molar minyak dengan

metanol yang lebih sedikit, terutama jumlah metanol yang digunakan lebih

sedikit dibandingkan dengan minyak yang akan diproduksi menjadi

biodiesel. Banyak peneliti menemukan rasio molar minyak dengan metanol

yang optimum untuk semakin meningkatkan biodiesel yang diperoleh

adalah 1:6, yang artinya jika kita menggunakan 100 mL minyak atau lemak

(sebagai bahan baku untuk menghasilkan biodiesel) maka metanol yang

digunakan adalah 600 mL.

2. Metanol merupakan jenis alkohol yang terbaik untuk menghasilkan

persentase biodiesel yang terbanyak, dan menurut saya hal inilah yang

menyebabkan nama lain biodiesel adalah FAME (Fatty Acid Methyl Ester).

3. Waktu pengadukan 2 jam merupakan waktu yang optimum untuk

menghasilkan persentase hasil biodiesel yang tertinggi dibandingkan

dengan waktu pengadukan selama 6 jam.

27
B. Saran

Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut untuk menghasilkan Bahan Bakar

Nabati Biodiesel yang semakin baik kualitasnya, terutama untuk kekurangannya

dibandingkan Bahan Bakar Minyak solar dalam hal Emisi gas NOx yang lebih

tinggi dibandingkan dengan Bahan Bakar Miyak Solar.

28
DAFTAR PUSTAKA

Bie. Makalah Biologi: Tanaman Kedelai.


http://makalahbiologiku.blogspot.com/2010/07/tanaman-kedelai.html. Di
akses 24 Maret 2011.

Erliza Hambali, Siti Mujdalipah, Armansyah Halomoan Tambunan, Abdul Waries


Pattiwiri dan Roy Hendroko. 2007. Teknologi Bioenergi. Jakarta:
AgroMedia Pustaka.

Fessenden dan Fessenden. 1986. Kimia Organik Edisi Ketiga jilid 1. Jakarta:
Erlangga.

Gan Thay Kong. 2010. Peran Biomassa bagi Energi Terbarukan Pengantar
Solusi Pemanasan Global yang Ramah Lingkungan. Jakarta: PT. Elex
Media Komputindo.

Hossain A. B. M. S., Nasrulhaq Boyce A., Salleh A. and Chandran S. African


Journal of Biotechnology Vol. 9(27), pp. 4233-4240, 5 July, 2010 ISSN
1684–5315 © 2010 Academic Journals. Biodiesel production from waste
soybean oil biomass as renewable energy and environmental recycled
process . Accepted 26 May, 2010. Programme of Biotechnology, Institute of
Biological Sciences, Faculty of Science, University of Malaya, 50603 Kuala
Lumpur, Malaysia.

Mulyono HAM. 2006. Kamus Kimia. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Rama Prihandana, Erliza Hambali, Siti Mujdalipah dan Roy Hendroko. 2007.
Meraup Untung dari Jarak Pagar. Jakarta: Agromedia.

S. Keraten. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI-
Press.

Syukri S. 1999. Kimia Dasar 3. Bandung: ITB.

Tilani Hamid dan Andi Triyanto. JURNAL TEKNOLOGI, Edisi No.1, Tahun
XVII, Maret 2003, 51-59. ISSN 0215-1685. Pembuatan Biodiesel dari
Minyak Kelapa “Barco” Dengan Variasi Volume Metanol. Departemen
Teknik Gas dan Petrokimia FTUI Universitas Indonesia, Depok 16424.

Wulandari Dharsono, Y. Saptiana Oktari,. 2010. Skripsi Universitas Diponegoro


Semarang Proses Pembuatan Biodiesel dari Dedak dan Metanol dengan
Esterifikasi In Situ.

29

Anda mungkin juga menyukai