Anda di halaman 1dari 13

PERAN UNI EROPA

DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA SIPRUS


TURKI DAN SIPRUS YUNANI

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


Pengantar Diplomasi
Dosen: Shiskha Prabawaningtyas

Oleh:
Siti Octrina Malikah 209000061

Karya Ilmiah ini adalah karya individu


yang disusun sesuai dengan etika penulisan ilmiah.
Penulis bertanggung jawab atas seluruh isinya.

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL


FAKULTAS FALSAFAH DAN PERADABAN
UNIVERSITAS PARAMADINA
2010

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Sejarah Siprus

Siprus adalah sebuah pulau yang


berada di Laut Tengah yang
masyarakatnya terpengaruh dari dua
jenis negara yaitu Yunani dan Turki.
Secara sejarah, Siprus pernah di
datangi oleh orang-orang dari
Yunani, Asyria, Mesir, Romawi, dan
Turki yang berkunjung dan kemudian
menetap di pulau terbesar ketiga di
laut mediterania tersebut. Siprus
adalah negara yang pertama kali dimasuki oleh ajaran agama Kristen dan mayoritas
masyarakat Siprus pun memeluk agama Kristen Ortodoks. Ketika kekuasaan Byzantium
runtuh, datanglah kekhalifahan Othmaniah yang datang membawa ajaran agama Islam pada
pertengahan abad ke-16, dan kepemimpinan Othmaniah ini memberikan izin tinggal kepada
20.000 penduduk muslim. Ketika itu, tentulah tidak disadari, bahwa pemukiman tersebut
pada akhirnya dapat melahirkan konflik etnis yang berkepanjangan antara keturunan Yunani
yang Kristen dan keturunan Turki yang Islam.

Kekhalifahan Othmaniah lalu mengadakan perjanjian dengan Inggris untuk mengantisipasi


serbuan Rusia setelah di sejumlah wilayah pasukannya dipukul mundur oleh Rusia.
Perjanjian itu menyatakan Siprus di bawah administrasi Inggris, meski tetap termasuk dalam
daerah kekuasaan Turki Othmaniah. Pada masa inilah masyarakat Turki banyak berimigrasi
ke Siprus dan membentuk keluarga sehingga budaya Turki cukup melekat di Siprus. Pada
akhirnya ketika pecah Perang Dunia I, perjanjian itu dibatalkan karena Turki yang memihak
kepada Jerman dan otomatis membuat Inggris membatalkan hak Turki ke atas Siprus. Secara
geografis, Siprus adalah wilayah Asia namun uniknya Siprus memiliki pengalaman sejarah,
kultur dan politik yang lebih dekat ke Eropa daripada Asia.

2
1.2. Konflik Siprus-Yunani dan Siprus-Turki

Siprus sendiri yang pernah dijajah Inggris justru menyebabkan konflik antara Siprus-Yunani
dan Siprus-Turki semakin tajam. Kelompok Siprus-Yunani menginginkan agar Siprus
diintegrasikan saja kepada Yunani. Situasi bertambah kacau ketika Letnan Kolonel Grivas
dari Yunani membentuk pasukan gerliya bernama Ethniki Organosis Kipriakou Agonos
(EOKA) untuk memujudkan cita-cita tersebut. Kelompok Siprus-Turki yang dipimpin oleh
Fazil Kucuk berbalik menuntut agar Siprus diserahkan saja kepada Turki, atau dengan opsi
lain, yaitu dilakukan pemisahan wilayah untuk kedua etnis. Namun, kemudian pada 16
Agustus 1960 diadakan perundingan antara Siprus dan Inggris yang menghasilkan bahwa
pada akhirnya Siprus adalah sebuah negara merdeka. Keputusan ini lantas ditentang oleh
Yunani dan Turki yang menganggap bahwa sebagian wilayahnya masing-masing berada di
Siprus.

Akhirnya, perundingan dilangsungkan di Zurich, antara pemerintah Turki dan Yunani.


Kesepakatan pada akhirnya dicapai di London antara pemerintah kedua Negara tersebut
ditambah perwakilan etnis Siprus-Yunani dan Siprus-Turki. Hasilnya, berdirilah Republik
Siprus yang mewadahi dua etnis, dua bahasa, dan dua kebudayaan yang dipimpin oleh Uskup
Makarios (Siprus-Yunani) terpilih sebagai Presiden dan Fazil Kucuk (Siprus-Turki) terpilih
sebagai wakil presiden. Namun, dikarenakan masing-masing memiliki ego dan sentimen yang
kuat berakibat tidak efektifnya pemerintahan pada saat itu. Setelah kemunculan permasalahan
di kalangan pemerintahan ini, tak lama
kemudian konflik etnis pun pecah.

Sebagai akibat dari pengambilan


kekuasaan oleh perwira-perwira1 Yunani
yang ingin menggabungkan Siprus
dengan Yunani tahun 1974, Turki segera
menduduki bagian utara dari pulau
tersebut. Selanjutnya 38% dari Siprus
diduduki oleh Turki dengan kehadiran
20.000 pasukannya. Akibatnya, penduduk
asal Yunani terpaksa meninggalkan
1
Perwira-perwira yang berasal dari junta militer milik Yunani

3
bagian utara siprus dan 60.000 orang Turki didatangkan dari negara induk untuk merubah
keseimbangan demografi bagian utara Siprus.2 Etnis Siprus-Turki yang kemudian dipimpin
oleh Rauf R. Denktas itu pun pelan-pelan menyadari kenyataan baru bahwa Siprus memang
sulit untuk tidak terbagi. Maka, pada 15 november 1983, di proklamirkan Turkish Republic
of Northern Cyprus (TRNC). Untuk menandai wilayah perbatasan masing-masing, ditapal
batas Siprus-Yunani terdapat papan yang berisi tulisan The Last Divided Capital atau “Ibu
Kota Terakhir yang Terbelah”. Dan, ketika kembali ke wilayah Siprus Turki ada sambutan
papan Welcome.

Akan tetapi, dunia menolak Siprus Utara sebagai sebuah negara yang berdaulat ditambah lagi
blokade yang dilakukan Siprus Selatan mempersulit kegiatan perdagangan Siprus Utara
sehingga menyebabkan Siprus utara yang belum cukup mandiri ini mengalami keterpurukan
secara ekonomi. Siprus Utara yang merasa diperlakukan tidak adil akhirnya meminta bantuan
kepada Turki sebagai negara terdekat sekaligus sebagai negara yang memiliki ikatan budaya
yang kental dengan Siprus Utara.

1.3. Kegagalan Reunifikasi Siprus Utara dan Siprus Selatan

Turki juga memprotes pertimbangan Uni Eropa untuk men jadikan bagian Siprus-Yunani
sebagai anggotanya, sedangkan bagian Siprus-Turki tidak diberikan kesempatan yang sama.
Karena tindakan Turki yang dirasa meresahkan, maka PBB dan Uni Eropa
memberikan peneningkatan tekanan terhadap Turki berkaitan dengan sengketa Rep. of Turk
Siprus sebagai bentuk pembelaan terhadap salah satu anggotanya yaitu Siprus-
Yunani. Pada tahun 1980an
hingga 1990an, pasukan
perdamaian PBB dikirim ke
Siprus namun solusi damai selalu
gagal dicapai.

PBB juga mengirim pasukan


perdamaian UNFICYP (United
Nation Force in Cyprus) pada tahun 1964.
UNFICYP mendapat mandat untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional,
menggunakan upaya terbaiknya dalam rangka mencegah pertempuran terjadi kembali dan

2
Boer Mauna, Hukum Internasional: Pengertian Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, (Bandung:
PT Alumni, 2000), hal. 35-36

4
berkontribusi dalam pemeliharaan dan pemulihan hukum dan peraturan serta menjadikan
kondisi di Siprus normal kembali. Dengan ketiadaan political settlement dalam konflik
Cyprus, mandat UNFICYP diperpanjang secara periodik dan masih berlangsung hingga
sekarang meskipun dengan kondisi yang berbeda.3

Dalam rangka pencapaian kesepakatan antara kedua pihak, Siprus-Turki dan Cyprus-Yunani,
PBB mengajukan beberapa resolusi. Resolusi-resolusi tersebut antara lain Resolusi 367
Dewan Keamanan PBB, Resolusi 37/253 Majelis Umum PBB, Perjanjian di bawah Sekjen
PBB Javier Pérez de Cuéllar tahun 1984-1986, Proprosal ‘Set of Idea’ tahun 1992 di bawah
Sekjen PBB Boutros Boutros Ghali, dan Dokumen ‘Annan Plan’ tahun 2002-2004 di bawah
Sekjen Kofi Annan yang mengajukan jalan perdamaian melalui proses reunifikasi dengan
rotasi kepemimpinan4. Namun resolusi-resolusi tersebut belum mampu membawa
kesepakatan bagi kedua belah pihak dan dapat dikatakan resolusi tersebut gagal.
Melalui perundingan-perundingan yang berjalan selama lebih dari 20 tahun, penyelesaian
konflik Siprus belum menghasilkan keputusan yang memuaskan. Bagaimanapun juga,
parameter dasar penyelesaian konflik telah disetujui secara internasional. Siprus akan
menjadi federasi bi-zonal dan bi-komunal. Penyelesaian masalah juga diharapkan dapat
meliputi kerangka konstitusional, pembagian wilayah, pengembalian properti kepada pemilik
sebelum tahun 1974 dan atau pembayaran kompensasi, pengembalian penduduk yang diusir,
demiliterisasi Siprus, hak-hak menetap atau repatriasi penduduk Turki, dan pengaturan
pemeliharaan perdamaian di masa yang akan datang.5

Lewat draft Annan Plan di bawah Sekjeen PBB Kofi Annan, diusulkan penyatuan kembali
Pulau Siprus sebelum bergabung dengan Uni Eropa. Sekjen PBB Kofi Annan mengajukan 5
revisi sejak November 2002, yang terakhir diajukan untuk membagi referendum pada 24
April 2004. Rencana tersebut mengajukan pendirian satu Republik Siprus Bersatu (United
Cyprus Republic), diatur oleh tingkat federal dan dua negara konstituen (negara Siprus-Turki
dan negara Siprus-Yunani). Sebagian besar wewenang akan diserahkan ke negara konstituen
sementara tingkat federal bertanggung jawab terhadap hubungan luar negeri, kebijakan
moneter, keuangan federal, kewarganegaraan, dan imigrasi.

3
http://www.cires.eu, Elena Baracani, The Impact of the EU’s Democratic Anchoring on the Settlement of the
Cyprus Crysis (book on-line)
4
Rotasi kepemimpinan yang dimaksud adalah apabila periode ini presiden berasal dari Siprus-Yunani maka
wakilnya berasal dari Siprus-Turki dan kemudia di periode berikutnya presiden berasal dari Siprus-Turki dan
wakilnya berasal dari Sirus-Yunani
5
http://www.globalissues.org/article/114/the-cyprus-crisis

5
Dalam pelaksanaan rencana tersebut, Annan Plan hanya akan terlaksana jika kedua pihak
menerimanya lewat referendum yang dilaksanakan pada 24 April 2004. Inggris dan Amerika
sebagai kekuatan penjamin tampak mendukung rencana tersebut termasuk Turki. Pemerintah
Yunani memilih untuk netral. Pada April 2004, masyarakat Cyprus-Turki mendukung
rencana tersebut dengan margin hampir 2-1 dan Cyprus-Yunani memilih untuk menentang
rencana tersebut dengan margin sekitar 3-1.

Hasil Referendum:

Referendum Result Yes No Turnout

Turkish Cypriot Community 64.90% 35.09% 87%

Greek Cypriot Community 24.17% 75.83% 88%

Ballot Total Yes No

Turkish Cypriot Community 50,500 14,700

Greek Cypriot Community 99,976 313,704

Total legitimate ballots in all areas 150,500 328,500

Total legitimate ballots in all areas 30% 70%

Pada 1 Mei 2004, satu minggu setelah referendum, Cyprus bergabung dengan Uni Eropa. Di
bawah ketentuan Uni Eropa, seluruh wilayah pulau tersebut dianggap sebagai anggota Uni
Eropa. Bagaimanapun, ketentuan acquis communautaire, hukum Uni Eropa masih diragukan
di wilayah utara pulau. Seiring kekalahan rencana PBB dalam referendum, tidak ada
keputusan untuk memulai perundingan lagi di antara kedua belah pihak. Sementara kedua
belah pihak telah setuju untuk melanjutkan upaya pencapaian kesepakatan, Sekjen PBB justru
tidak bersedia memulai proses hingga ia yakin benar perundingan-perundingan berikutnya
akan menghasilkan penyelesaian komprehensif berlandaskan rencana yang ia berikan pada
tahun 2004.

6
Namun, hal-hal diatas lantas tidak membuat Siprus-Turki mundur, justru ia semakin
memperkuat pertahananannya guna mendapatkan pengakuan. Siprus-Turki juga tumbuh pesat
beberapa tahun terakhir. Pada 2005 bahkan pernah tumbuh 10,5 persen dan pembangunan
infratruktur sangat terasa kencang di seluruh wilayah kecil tersebut seperti pembuatan jalan,
yang lama diperlebar, untuk perlintasan dibuat overpass. Pendapatan per-kapitanya kini USD
17 ribu, lebih tinggi daripada Turki yang USD 13 ribu. Meskipun, masih lebih rendah
dibandingkan dengan Siprus-Yunani yang sekitar USD 23 ribu. Dalam urusan ekonomi
bisnis, memang Siprus-Yunani dirasa lebih kompeten dan maju dibandingkan Siprus-Turki,
terbukti dengan adanya McDonald’s dan warung kopi global Starbucks berada di wilayah
Siprus-Yunani, hanya sekitar seratus meter dari Kantor Imigrasi Siprus-Turki. Siprus-Turki
banyak mendapat pemblokadean yang dilegitimasi Uni Eropa, mungkin karena hal tersebut
yang akhirnya membuat para pebisnis enggan untuk membuka bisnisnya di Siprus-Turki.

BAB II
PEMBAHASAN

7
2.1. Regionalisme

Regionalisme dapat diartikan sebagai negara-negara yang terletak di area geografis yang
sama, di mana dapat bekerjasama satu sama lain untuk memecahkan suatu permasalahan-
permasalahan bersama dan mencapai tujuan jauh diatas kapasitas yang dapat dicapai oleh
negara. Organisasi regional meliputi organisasi aliansi militer, perjanjian ekonomi, dan
organisasi politik. Piagam PBB mendoroong regionalisme sebagai pelengkap dari organisasi
global ini6. Regionalisme terdeskripsikan lewat berbagai kriteria seperti secara geografis,
militer/politik, ekonomi, dan transnasional. Diluar hal-hal pokok tersebut, regionalisme juga
secara kontemporer dapat dimasukan ke dalam kriteria lain, seperi bahasa, agama,
kebudayaan, kepadatan penduduk, dan iklim7.

Kerjasama regional tersebut sudah barang tentu memerlukan pengaturan secara regional pula.
Negara-negara yang biasanya tergabung dalam suatu kerjasama regional dapat bersumber
dari beberapa kepentingan dengan pandangan serta perasaan kedaerahan dan identitas yang
sama seperti yang dikatakan oleh Michael Leifer dalam tulisannya Regionalism The Global
Balance and Southeast Asia bahwa :
“The actual manifestation of regionalist behavior on the part of state may derive from
a variety of sources. It may arise from a common sense of place and identity, from the
prospect of mutual advantage in corporation and from a perception of common
external danger. But, however, a common sense of region represented in institutional
from by sovereign state contiguous to one another is, above all a political
expressions.”8

(Suatu wujud nyata manifestasi dari perilaku regional suatu negara dapat berasal dari
berbagai sumber. Dapat timbul dari rasa persamaan identitas dan tempat tinggal, dari prospek
keuntungan timbal balik dalam kerjasama dan permasaan persepsi mengenai bahaya eksternal
bersama. Namun secara logika merupakan sebuah regional yang diwakili oleh institusi dari
sebuah negara yang berdaulat, yang bersifat menular satu dengan yang lainnya, adalah sebuah
bentuk dari ekspresi politis)

2.2. Uni Eropa sebagai Organisasi Regional paling berpengaruh di Eropa

Uni Eropa sebagai organisasi supranasional yang merupakan organisasi antar-pemerintahan


mempunyai legitimasi yang cukup kuat untuk mempengaruhi konstelasi politik dalam negeri

6
David Weigall, International Relations, (London: Arnold Publisher, 2002), hal. 191.
7
Theodore A. Couloumbis dan James H. Wolfe, Introduction to International Relations, (New Jersey:
Prentice-Hall Inc., 1982), hal.295-296.
8
Michael Leifer, Regionalism in Southeast Asia, (CSIS: 1975), hal. 55

8
setiap anggotanya. Tujuan dari Uni Eropa itu sendiri adalah menciptakan kemajuan dan
perkembangan politik dan ekonomi di negara-anggotanya untuk mencapai pembangunan
yang seimbang dan berkelanjutan. Ada suatu tanggung jawab yang cukup berat bagi Uni
Eropa yaitu untuk mempertahankan konsistensinya terhadap tujuan didirikannya Uni Eropa
itu sendiri.

Uni Eropa mempunyai kelebihan dari segi hard power dan soft power sehingga mampu
menarik negara-negara di kawasan Eropa sangat tertarik untuk bergabung dengan Uni Eropa.
Hard power yang dimaksudkan di sini artinya tindakan nyata yang memaksa atau memiliki
sanksi untuk memaksa penegakan aturannya, sementara soft power merupakan media yang
tidak nyata namun tetap mengikat anggota-anggota Uni Eropa misalnya ideologi dan
kekuatan budaya. Turki sendiri memandang Uni Eropa menguasai sebuah kekuatan yang
amat luar biasa dan berpikir bahwa jika Turki bergabung menjadi anggota Uni Eropa maka ia
pun akan terpengaruh dampak positif dari keanggotaan tersebut. Turki menyadari keuntungan
yang didapatkan saingannya, Yunani, sehingga ia melakukan perbaikan dan perubahan
budaya yang sangat signifikan dengan tujuan memperoleh predikat keanggotaan tersebut9.

Uni Eropa tidak mungkin akan berdiam diri saat menyaksikan ada konflik di tubuh salah satu
anggotanya karena apabila ia berdiam diri saja maka kemungkinan masalah internal salah
satu anggotanya tersebut kemudian akan meluas dan mengganggu stabilitas negara
tetangganya. Saat permasalahan domestik ini semakin menyebar maka akan sangat
berkemungkinan mengganggu stabilitas sistem Uni eropa itu sendiri. Maka, Uni Eropa
cenderung selalu turun tangan dalam mengatasi semua masalah negara-negara anggotanya
dengan maksud agar masalah tersebut dapat diselesaikan dengan lebih baik dan lebih cepat
sebelum semakin memburuk sesuai dengan kapabilitas yang dimiliki Uni Eropa dan power
yang dimilikinya atas integrasi negara-negara anggotanya.

2.3. Permasalahan Siprus-Turki mencakup Regional hingga Global

Permasalahan Siprus yang belum terselesaikan tidak hanya menimbulkan kesulitan hubungan
Turki-UE, tetapi juga terhadap kerjasama NATO-UE, terutama di lingkup kerjasama

9
Edward McMahon dan Scott Baker, Piecing a Democratic Quilt?: Regional Organizations and Universal
Norms, (USA: Kumarian Press, Inc., 2006), hal. 21-22

9
strategis. Permasalahan bilateral antara Siprus dan Turki sangat mempengaruhi agenda
kegiatan keduanya, Turki-EU dan EU-NATO. Perubahan iklim internasional menimbulkan
adanya peningkatan kebutuhan akan kolaborasi antara Amerika Serikat dan Eropa dalam
konteks NATO dan ESDP, tetapi ternyata permasalahan Siprus yang belum terselesaikan ini
juga berpengaruh terhadap peningkatan kerjasama NATO dan ESDP kearah yang lebih baik.
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa permasalahan Siprus ini bukan hanya melibatkan
hubungan Turki-UE dan Turki-Yunani, tetapi melibatkan isu yang lebih luas misalnya
hubungan antara NATO dan UE. Oleh karena itu permasalahan Siprus ini bukan hanya
mengenai pulau tersebut, tetapi juga mencakup wilayah regionalnya dan secara internasional.
Namun urgensi yang paling utama jelaslah teletak di pundak Uni Eropa selaku organisasi
regional terkuat dan paling berpengaruh di Benua Eropa.

Permasalahan yang melibatkan Yunani ini telah menjadi konflik regional bahkan
internasional jika dikaitkan dengan keanggotaan Turki di NATO yang akhirnya mau tidak
mau permasalahan ini juga terhembus hingga ke NATO. Untuk menyelesaikan permasalahan
yang telah berlangsung lebih dari 40 tahun ini memang tidak mudah, namun peran serta Uni
Eropa memang akan berdampak cukup besar dan berkemungkinan untuk menyelesaikan
permasalahan ini.

2.3. Peran Uni Eropa mengatasi Permasalahan Siprus-Turki

Permasalahan yang terjadi di Siprus saat ini bisa dikatakan telah menjadi faktor terbesar yang
secara negatif mempengaruhi hubungan antara Turki dan Uni Eropa. Hubungan antara Turki
dan Uni Eropa semakin memanas dengan hadirnya permasalahan ini karena dengan masalah
ini pintu gerbang bagi Turki untuk masuk ke Uni Eropa akan semakin dipersulit terbukti
dengan begitu banyaknya pembaharuan atas perbincangan mengenai keinginan bergabungnya
Turki ke Uni Eropa dikarenakan permasalahan Siprus ini. Ada kemungkinan permasalahan
bergabungnya Turki ke Uni Eropa tidak akan sesulit sekarang ini andaikan tidak ada
permasalahan Siprus yang menyebabkan ditundanya beberapa poin persyaratan keanggotaan
Turki di Uni Eropa.

Permasalahan yang terjadi di Siprus saat ini juga telah menjadi agenda pembahasan di Uni
Eropa karena ini menyangkut Siprus sebagai negara anggota dan Turki yang telah disetujui
untuk dipertimbangkan menjadi anggota Uni Eropa begitu Turki mampu memenuhi seluruh
butir persyaratan yang diajukan Uni Eropa. Bagaimanapun juga, mengenai proses
keanggotaan Turki di Uni Eropa merupakan permasalahan politik. Sentimen dikarenakan

10
Siprus telah menjadi faktor yang rumit sejak intervensi militer Turki pada tahun 1974.
Publikasi yang dilakukan oleh Agenda 2000 pada tahun 1997 mencatat tingkat hubungan
yang minim antara Turki-UE10. Mekipun sejak tahun 2004 Siprus telah menjadi anggota Uni
Eropa, tetapi Uni eropa kurang menganggap Siprus Utara sebagai bagian dari Uni Eropa
dikarenakan masih banyaknya intervensi dari Turki yang notabene non-UE.

BAB III
PENUTUP

10
Charlotte Bretherton dan John Vogler, The Europian Union as a Global Actor, (Newyork: Routledge, 2006),
hal. 50 dan 54

11
Kehadiran aktor eksternal kini semakin dibutuhkan dalam penyelesaian konflik internasional.
Keterlibatan aktor eksternal, khususnya organisasi regional dan organisasi internasional
sebagai pihak yang netral diharapkan dapat menjadi mediator bagi dua pihak yang
bersengketa. Dalam krisis Siprus, yang berlangsung sejak awal abad 20 ini, salah satu aktor
eksternal yang memegang peranan penting dalam upaya penyelesaian konflik adalah Uni
Eropa. Uni Eropa sebagai organisasi regional paling berpengaruh dan mempunyai hard
power dan soft power terkait integrasi anggotanya merupakan organisasi yang paling tepat
untuk menyelesaikan masalah ini dikarenakan kedekatan wilayah geografis, latar belakang
budaya dan pengalamannya dalam menyelesaikan konflik di kawasan Eropa selama bertahun-
tahun.

Uni Eropa mempunyai bargaining position yang mampu memberikan posisi tawar kepada
masing-masing negara yang bersengketa agar permasalahan dapat terselesaikan dengan lebih
cepat dan tanpa membuang-buang waktu seperti sebelum-sebelumnya. Turki mempunyai
keinginan yang sangat besar untuk bisa bergabung sebagai anggota Uni Eropa, sebenarnya
Uni Eropa bisa menjadikan hal ini sebagai stimulator tercapainya kesepakatan atas Pulau
Siprus bukannya menjadikan hal ini untuk menghambat Turki masuk ke Uni Eropa demi
mendukung ketidakinginan Uni Eropa beranggotakan Turki. Uni Eropa seharusnya berhenti
mempolitisasi permasalahan hukum antara Siprus-Turki dan merealisasikan konsistensinya
terhadap tujuan Uni Eropa itu sendiri yaitu untuk menciptakan stabilitas ekonomi dan politik
di negara-negara anggotanya dengan membuat kesepakatan-kesepakatan yang
menguntungkan kedua belah pihak, baik Turki ataupun Siprus.

Permasalaha Siprus-Yunani dan Siprus-Turki yang sudah berlangsung sejak lama memang
bukanlah hal yang sederhana untuk diselesaikan. Namun, usaha yang dilakukan pihak-pihak
eksternal, dalam hal ini Uni Eropa, seharusnya lebih memberikan mediasi yang netral dan
tidak memihak pada negara manapun. Sekali lagi saya tegaskan, apabilan Uni Eropa
memainkan peran sesuai dengan kapasitasnya dengan memanfaatkan situasi yang ada antara
Turki-UE tanpa adanya keinginan untuk mempolitisasi dalam permasalahan ini maka konflik
segitiga antara Turki-UE-Siprus akan lebih mudah diselesaikan.

DAFTAR PUSTAKA

Buku:
12
Bretherton, Charlotte dan John Vogler. The European Union as a Global Actor. Newyork:
Routledge, 2006
Mauna, Boer. Hukum Internasional: Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamina
Global. Bandung: P.T. Alumni, 2005
McMahon, Edward dan Scott Baker Piecing a Democratic Quilt?: Regional Organizations
and Universal Norms. USA: Kumarian Press, Inc., 2006

Artikel dan halaman web:


www.agora-dialogue.com
www.cires.eu
www.europa.eu/lisbon_treaty/faq/index_en.htm#1
www.globalissues.org/article/114/the-cyprus-crisis
www.todayszaman.com
Amanda Paul. Cyprus and the audacity of hope. 7 Februari 2010
Amanda Paul. The Turkey-EU-Cyprus triangle. 18 April 2010

Jurnal:
Prof. Dr. Atila Eralp. The Last Chance in Cyprus Negotiations and the Turkey-EU
Relationship. “Thesis”. Hellenic Foundation for European and Foreign Policy. Februari 2010
Steve Wood. The EU and Turkey: Political Machinations in a Three-Level Game. “Working
Paper 139”. Australian National University: National Europe entre. November 2004

13

Anda mungkin juga menyukai