Anda di halaman 1dari 3

Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu’anhu

Ibnu Qudamah Al Maqdisi rahimahullah berkata, “Umat beliau yang paling utama adalah Abu
Bakar Ash Shiddiq, kemudian ‘Umar Al Faruq, kemudian ‘Utsman Dzu Nurain, kemudian ‘Ali
Al Murtadha, semoga Allah meridhai mereka semuanya…” (lihat Syarah Lum’atul I’tiqad
Syaikh Ibnu Utsaimin, hal. 138 )

Nama aslinya adalah Abdullah bin ‘Utsman bin ‘Aamir dari suku Taim bin Murrah bin Ka’ab.
Beliau adalah orang pertama yang beriman kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dari
kalangan lelaki dewasa. Beliau adalah sahabat yang menemani hijrah beliau. Beliau jugalah
orang yang menggantikan Nabi untuk menjadi imam shalat serta amir jama’ah haji. Ada lima
orang sahabat yang termasuk orang-orang yang dijanjikan surga yang masuk Islam melalui
perantara dakwahnya, mereka itu adalah ; ‘Utsman, Zubair, Thalhah, Abdurrahman bin ‘Auf dan
Sa’ad bin Abi Waqqash. Beliau wafat pada bulan Jumadil akhir tahun 13 hijriyah dalam usia 63
tahun. (lihat Syarah Lum’atul I’tiqad syaikh Utsaimin , hal. 141)

Para ulama berbeda pendapat tentang proses terpilihnya beliau sebagai khalifah. Apakah beliau
terpilih berdasarkan nash [dalil tegas] dari Nabi ataukah berdasarkan bai’at (janji setia) seluruh
para sahabat kepada beliau. Sebagian ulama sejarah yang pakar di bidang hadits berpendapat
bahwa pengangkatan Abu Bakar sebagai khilafah itu berdasarkan nash yang khafi/samar.
Sedangkan ulama yang lain dari kalangan mutakallimin berpendapat bahwa beliau terpilih
dengan proses pemilihan. Para ulama golongan pertama berdalil dengan hadits yang terdapat di
dalam shahih Bukhari dari Jubair bin Muth’im tentang kisah seorang perempuan yang datang
menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau menyuruhnya untuk pulang.
Maka perempuan itu pun mengatakan kepada beliau, “Bagaimana kalau saya tidak dapat
berjumpa dengan anda lagi ?” Seolah-olah yang dimaksudkannya adalah wafatnya beliau. Maka
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menjawab, “Apabila engkau tidak menemuiku maka
temuilah Abu Bakar.” Begitu pula dalil lainnya yang terdapat di dalam Shahihain dari hadits
‘Aisyah radhiyallahu’anha yang mengisahkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
bersabda, “Panggilkan Abdurrahman bin Abu Bakar untukku, aku akan suruh dia untuk menulis
sebuah ketetapan, niscaya tidak akan ada perselisihan terhadap ketetapanku.” Kemudian beliau
mengatakan, “Allah lah tempat berlindung, jangan sampai umat Islam menyelisihi Abu Bakar.”
Selain itu terdapat juga dalil lainnya seperti pengutamaan beliau sebagai imam apabila
Rasulullah tidak bisa menjadi imam, dsb. (lihat Al Is’aad, hal. 71)

Kekhalifahan Abu Bakar berlangsung selama dua tahun tiga bulan dan sembilan hari. Semenjak
13 Rabi’ul Awwal 11 hijriyah hingga 22 Jumadil akhir tahun 13 hijriyah. Syaikh Muhammad bin
Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Sahabat yang paling berhak menjadi khilafah
sesudah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Abu Bakar radhiyallahu’anhu karena beliau
adalah sahabat paling utama dan paling terdepan dalam hal jasanya kepada Islam. Dan juga
karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengutamakan beliau sebagai imam shalat
(apabila beliau berhalangan). Dan juga karena para sahabat radhiyallahu’anhum telah sepakat
untuk mendahulukannya dan memba’iatnya, sedangkan Allah tidak akan pernah mengumpulkan
mereka dalam kesesatan. Kemudian orang yang paling berhak sesudah beliau adalah ‘Umar
radhiyallahu’anhu, karena dia adalah orang paling utama sesudah Abu Bakar, dan juga karena
Abu Bakar telah berjanji untuk melimpahkan kekhilafahan kepadanya. Kemudian diikuti oleh
‘Utsman radhiyallahu’anhu dengan dasar keutamannya dan keputusan ahlu syura untuk
mendahulukan beliau, yaitu orang-orang yang disebutkan dalam sebuah bait sya’ir :

‘Ali, ‘Utsman, Sa’ad dan Thalhah

Zubair dan Dzu ‘Auf, mereka itulah para tokoh yang bermusawarah

Kemudian diikuti oleh Ali radhiyallahu’anhu karena keutamaan yang beliau miliki dan
kesepakatan para sahabat yang ada di masanya. Keempat orang itulah khulafaur rasyidun yang
telah mendapatkan anugerah hidayah yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda
tentang mereka, “Wajib bagi kalian untuk mengikuti Sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin
yang mendapatkan hidayah sesudahku, gigitlah ia dengan gigi-gigi geraham kalian.” (Syarah
Lum’atul I’tiqad, hal. 142-143)

Khalifah ‘Umar bin Al Khaththab radhiyallahu’anhu

Nama beliau adalah Abu Hafsh. Kunyah Abu Hafsh ini didapatkan beliau dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam karena Nabi melihat sifat tegas yang dimilikinya. Abu Hafsh adalah julukan
bagi singa. Beliau adalah orang pertama yang dijuluki sebagai Amirul Mukminin secara luas
oleh umat. Beliau juga dijuluki dengan Al Faruq, karena sikap beliau yang sangat tegas dalam
memisahkan kebenaran dari kebatilan. Dialah sahabat pertama yang berani berterus terang
memeluk Islam. Dengan keislamannya inilah dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
semakin bertambah kuat. Masuk Islamnya Umar merupakan bukti dikabulkannya do’a beliau,
“Ya Allah, muliakanlah Islam dengan salah satu di antara dua Umar yang lebih Kau cintai;
Umar bin Khaththab atau Amr bin Hisyam/Abu Jahal.” (lihat Fawa’id Dzahabiyah, hal. 10)

Beliau berasal dari suku Adi bin Ka’ab bin Lu’ai. Beliau masuk Islam pada tahun keenam setelah
Nabi diutus (bukan 6 hijriyah, sebagaimana tercantum dalam kitab Al Is’aad fi Syarhi Lum’atil
I’tiqad, hal. 71, mungkin penulis lupa atau bisa jadi salah cetak, wallahu a’lam). Beliau masuk
Islam setelah sekitar 40 orang sahabat lelaki dan 11 wanita telah masuk Islam sebelumnya
mendahului beliau. Abu Bakar menyerahkan urusan kekhalifahan untuk mengatur umat Islam
kepada beliau. Beliau pun menunaikan tugas khalifah dengan baik hingga akhirnya mati syahid
terbunuh pada bulan Dzulhijjah tahun 23 hijriyah dengan usia 63 tahun (lihat Syarah Lum’atul
I’tiqad Syaikh Utsaimin, hal. 141) Kekhalifahan beliau berlangsung selama 10 tahun, 6 bulan
lebih 3 hari. Semenjak tanggal 23 Jumadil Akhir 13 hijriyah hingga 26 Dzulhijjah tahun 23
hijriyah (Al Is’aad fi Syarhi Lum’atil I’tiqad, hal. 71, Syarah Lum’ah, hal. 143)

Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu’anhu

Kuniyah beliau adalah Abu Abdillah. Sang pemilik dua cahaya. ‘Utsman bin ‘Affan. Beliau
berasal dari suku Umayyah bin Abdu Syams bin Abdu Manaf. Beliau masuk Islam sebelum Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke Darul Arqam. Beliau adalah seorang yang kaya. Beliau
menjabat sebagai khalifah sesudah ‘Umar bin Al Khaththab radhiyallahu’anhuma berdasarkan
kesepakatan ahlu syura. Beliau terus menjabat khalifah hingga terbunuh sebagai syahid pada
bulan Dzulhijah tahun 35 hijriyah dalam usia 90 tahun menurut salah satu pendapat ulama. (lihat
Syarah Lum’ah, hal. 141)
Salah satu prinsip yang diyakini oleh Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah barangsiapa yang
mendahulukan Ali bin Abi Thalib di atas ‘Utsman dalam hal keutamaan maka dia adalah orang
yang melontarkan ucapan yang jelek dan apabila ada orang yang menilainya (orang yang berkata
jelek itu) sebagai ahli bid’ah maka tidak boleh diingkari, inilah madzhab Imam Ahmad bin
Hambal sebagaimana diterangkan dalam As Sunnah karya Al Khalaal. Dan apabila ada yang
mendahulukan ‘Ali di atas Utsman dalam hal hak menjabat khilafah maka dia telah sesat, bahkan
lebih sesat daripada keledai tunggangannya, sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah rahimahullah. Kekhalifahan beliau berlangsung selama 12 tahun kurang 12 hari,
beliau wafat dalam keadaan mati syahid pada tanggal 18 Dzulhijah tahun 35 hijriyah (lihat Al
Is’aad, hal. 71-72)

Khalifah Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu

Kuniyah beliau adalah Abul Hasan. Putera paman Rasulullah Abu Thalib. Beliau juga dijuluki
dengan Abu Turab oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau adalah orang pertama yang
masuk Islam dari kalangan remaja. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerahkan
kepadanya bendera jihad pada saat perang Khaibar yang dengan perantara perjuangannyalah
Allah memenangkan umat Islam dalam pertempuran. Beliau dibai’at sebagai khalifah setelah
khalifah ‘Utsman terbunuh. Beliau menjadi khalifah secara syar’i hingga wafat dalam keadaan
mati syahid pada bulan Ramadhan tahun 40 hijriyah dalam usia 63 tahun. Kehalifahan Ali
berlangsung selama 4 tahun 9 bulan, sejak 19 Dzulhijah tahun 35 hijriyah hingga 19 Ramadhan
tahun 40 hijriyah. Dengan demikian kehalifahan empat orang khalifah ini berlangsung selama 29
tahun 6 bulan dan 4 hari. Kemudian Al Hasan bin Ali dibai’at menjadi khalifah setelah wafatnya
ayahnya. Kemudian pada bulan Rabi’ul Awwal tahun 41 hijriyah beliau menyerahkan urusan
kekhalifahan kepada Mu’awiyah bin Abu Sufyan radhiyallahu’anhuma (dan kemudian
Mu’awiyah menjadi raja pertama dalam sejarah perjalanan pemerintahan Islam) sehingga
genaplah usia khilafah menjadi 30 tahun, membuktikan kebenaran sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, “Kekhalifahan sesudahku berlangsung selama 30 tahun” (HR. Ahmad, Abu
Dawud dan Tirmidzi dan dinilai hasan sanadnya oleh Al Albani) Peristiwa itu juga membuktikan
kebenaran sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya cucuku ini adalah
pemimpin yang akan mendamaikan dua kelompok besar umat Islam yang bertikai.” (HR.
Bukhari) Oleh sebab itulah tahun 41 hijriyah disebut sebagai ‘Aamul Jama’ah (tahun persatuan)
(lihat Syarah Lum’ah, hal. 141 dan 143, Al Is’aad, hal. 72)

Anda mungkin juga menyukai