Anda di halaman 1dari 80

PEMBANGUNAN PERKOTAAN DAN PERDESAAN,

PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN


BAB X

PEMBANGUNAN PERKOTAAN DAN PERDESAAN,


PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

A. PENDAHULUAN

Pembangunan perkotaan dan perdesaan dilakukan secara


terpadu dan saling memperkuat dan merupakan bagian dari
pembangunan daerah. Pada Repelita VI, pembangunan perkotaan dan
perdesaan telah ditingkatkan, dan dicantumkan sebagai Bab
tersendiri dalam Repelita. Upayanya diletakkan pada peningkatan
keserasian dan keseimbangan pembangunan antara keduanya
melalui peningkatan peranserta, pengembangan prakarsa dan
peningkatan cakupan dan kualitas pelayanan serta ketersediaan
prasarana dan sarananya.

Keterkaitan antar kota dan desa perlu dikembangkan agar


memberi manfaat bagi keduanya. Kawasan perkotaan merupakan
pasar bagi pemasaran produk-produk dari daerah perdesaan,

X/3
sebaliknya kawasan perdesaan memerlukan pelayanan prasarana
dan sarana dari perkotaan. Kawasan perkotaan merupakan sumber
modal, informasi, pengetahuan dan teknologi yang dapat
meningkatkan kualitas hidup dan tingkat produktivitas di kawasan
perdesaan. Meningkatnya kualitas kehidupan di perkotaan harus
mampu ikut meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat di
perdesaan.

Pembangunan perkotaan dan perdesaan, pembangunan


perumahan dan permukiman merupakan bagian penting dalam
rangka meningkatkan kualitas lingkungan kehidupan serta
meningkatkan taraf hidup baik di perkotaan maupun di perdesaan.

Dalam rangka mengantisipasi kecenderungan globalisasi


yang semakin menguat, dalam PJP II dimulai dengan Repelita VI,
pembangunan perkotaan dan perdesaan serta pembangunan
perumahan dan permukiman diupayakan agar dapat lebih tangguh
dalam menghadapi perubahan struktur ekonomi, perubahan
tuntutan masyarakat, berkembangnya industri-industri jasa, makin
tingginya mobilitas tenaga kerja antar negara, munculnya kutub-
kutub pertumbuhan regional baru, dan kecenderungan
meningkatnya urbanisasi di kota-kota di sekitar kota besar.
Kawasan perkotaan akan semakin penting peranannya baik sebagai
simpul kegiatan pelayanan dan pusat kegiatan produksi dan
distribusi, pusat industri, pusat jasa dan keuangan, serta pusat
pelayanan umum maupun sebagai pusat inovasi dan kemajuan
sosial budaya. Perkembangan perkotaan dan perdesaan tidak
terlepas dari perkembangan dunia dan akan mendapat pengaruh
dari perubahan dinamis dalam lingkup global. Oleh karena itu,
pembangunan perkotaan dan perdesaan dititikberatkan pada
pemantapan sistem kota-kota dan desa-desa agar lebih kuat dalam

X/4
menghadapi perubahan dinamis tersebut, dan diselenggarakan
dalam sebuah sistem tata ruang yang mantap.

Pertumbuhan dan perkembangan yang pesat di kawasan


perkotaan menyebabkan lebih meningkat pula kebutuhan prasarana
dan sarana dasar perkotaan seperti perumahan, pendidikan,
transportasi, pasar, air bersih, drainase dan pengendalian banjir,
sarana persampahan, pengolahan air limbah dan sebagainya. Oleh
karena itu pembangunan dan pengelolaan prasarana dan sarana
dasar perkotaan dalam Repelita VI diupayakan untuk makin
terpadu dan terencana dan ditingkatkan kemampuannya dalam
melayani daerah di sekitarnya.

Seiring dengan peningkatan pembangunan maka kebijak-


sanaan pembangunan perkotaan dalam Repelita VI adalah
mendorong masyarakat dan dunia usaha untuk berperanserta secara
aktif dalam pembangunan kota-kota baru maupun dalam
pemanfaatan lahan-lahan kota yang telah berkembang lebih efisien,
pembangunan sarana dan prasarana dasar perkotaan seperti
penyediaan prasarana dan sarana transportasi, penyediaan
perumahan, penyediaan air bersih, pengelolaan persampahan, dan
penyediaan lahan. Perhatian yang lebih besar diberikan pada upaya
meningkatkan kualitas lingkungan kumuh perkotaan melalui
program perbaikan perumahan dan permukiman serta program
konsolidasi tanah perkotaan melalui pengembangan rintisan
kemitraan antara pemerintah daerah dan masyarakat termasuk
dunia usaha.

Mengingat corak permasalahan yang kompleks, pembangun-


an perkotaan menuntut tingkat koordinasi yang tinggi dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian pelaksanaannya. Oleh

X/5
karena itu, kemampuan organisasi pengelolaan kota diupayakan
untuk ditingkatkan secara terus menerus.

Dalam pembangunan kawasan perdesaan, diupayakan


pendekatan yang terpadu, antara lain melalui pengelompokan
kawasan perdesaan berdasarkan tingkat perkembangannya, yaitu
menurut desa cepat berkembang, desa potensial berkembang, dan
desa tertinggal. Desa cepat berkembang pada umumnya adalah desa
yang mempunyai akses yang relatif tinggi ke kawasan perkotaan,
masyarakatnya mulai heterogen, dan kegiatan ekonominya tidak
tergantung kepada sektor pertanian saja tetapi mulai menunjukkan
adanya diversifikasi kegiatan ekonomi ke arah non-pertanian. Desa
potensial berkembang adalah desa yang aksesnya ke kawasan
perkotaan terbatas, masyarakatnya masih bergantung kepada sektor
pertanian atau pertambangan, diversifikasi kegiatan ekonominya
masih terbatas, serta penduduknya masih homogen. Desa tertinggal
adalah kawasan perdesaan yang mempunyai keterbatasan sumber
daya alam, keterbatasan sumber daya manusia, dan keterbatasan
aksesibilitas ke pusat-pusat kegiatan ekonomi dan masyarakatnya
banyak yang masih berada di bawah garis kemiskinan.

Untuk mengurangi kesenjangan pertumbuhan dan per-


kembangan antara kawasan perkotaan dan perdesaan dikem-
bangkan pendekatan Pembangunan Kawasan Terpilih Pusat
Pengembangan Antar Desa (KTP2D) yang pada pokoknya adalah
penyediaan prasarana dasar perdesaan, seperti air bersih,
persampahan, dan sanitasi di desa-desa yang cepat berkembang dan
Program Pembangunan Perumahan dan Lingkungan Desa Terpadu
(P2LDT). P2LDT bertumpu pada peranserta masyarakat melalui
asas pembangunan partisipasi dan asas Tribina, yaitu bina manusia,
bina lingkungan dan bina usaha. Pendekatan tersebut wujudnya

X/6
adalah pada penyediaan prasarana dan sarana dasar perdesaan yang
bertumpu kepada konsep dari masyarakat, oleh masyarakat, dan
untuk masyarakat. Pada desa-desa yang potensial berkembang
dilakukan usaha-usaha untuk meningkatkan dan mengembangkan
diversifikasi kegiatan ekonomi serta pembukaan jaringan trans-
portasi untuk meningkatkan aksesibilitas. Upaya untuk mengem-
bangkan desa-desa tertinggal dilakukan melalui sebuah program
khusus yaitu Inpres Desa Tertinggal (IDT).

Secara umum, pembangunan perdesaan dalam Repelita VI


bertujuan untuk memajukan kawasan perdesaan dan masyarakat-
nya, mendukung swasembada pangan, meningkatkan produksi
bahan pangan, penyediaan prasarana dan sarana dasar kepada
masyarakat, penyediaan bahan baku industri, meningkatkan
peranserta masyarakat dalam pembangunan perdesaan, dan
mengembangkan hubungan kawasan perdesaan dan kawasan
perkotaan yang saling menunjang dan saling menguntungkan.

Dalam pembangunan perkotaan maupun perdesaan keter-


sediaan dan kualitas prasarana dan sarana dasar pembentuk
lingkungan hunian yang memadai masih merupakan masalah yang
menonjol, terutama bagi lingkungan hunian penduduk berpeng-
hasilan rendah. Program perumahan dan permukiman merupakan
salah satu unsur utama peningkatan kesejahteraan masyarakat,
bersama-sama dengan penyediaan pangan dan penyediaan lapangan
kerja. Dalam rangka pertumbuhan ekonomi pembangunan
perumahan dan permukiman dapat memberikan kontribusi yang
cukup berarti karena karakteristik kegiatannya menyediakan
lapangan kerja cukup banyak. Pembangunan perumahan dan
permukiman ditekankan pada upaya pemenuhan kebutuhan
pelayanan dasar, dengan mengutamakan kelompok masyarakat

X/7
berpenghasilan rendah. Upaya pemenuhan kebutuhan dasar tersebut
dalam Repelita VI dilaksanakan melalui kegiatan peningkatan
kualitas hunian dan lingkungan permukiman, pemberian pelayanan
kebutuhan prasarana dasar (air bersih, persampahan, drainase, dan
air limbah), dan program-program perintisan di bidang perumahan,
yaitu pembangunan rumah sederhana (RS), rumah sangat sederhana
(RSS) dan rumah inti, perbaikan kampung, dan pemugaran
perumahan desa, yang kesemuanya bertujuan mendorong
peningkatan produktivitas penduduk di perkotaan maupun di
perdesaan.

Pembangunan perkotaan pada Repelita VI melalui program-


programnya antara lain telah menghasilkan: sistem perkotaan
nasional yang semakin mantap dalam rangka mendukung
pengembangan kawasan-kawasan andalan nasional, peningkatan
kapasitas dan pelayanan prasarana dan sarana di perkotaan yang
mampu meningkatkan pelayanan pada hampir 45 juta jiwa di
perkotaan, peningkatan pelayanan fasilitas ekonomi perkotaan
terutama pasar-pasar dan fasilitas perdagangan di ibu kota
kecamatan termasuk mendukung pengembangan ekonomi kota
termasuk sektor informal di perkotaan, serta penyusunan dan
pengesahan rencana tata ruang wilayah kotamadya dan kota-kota
kabupaten.

Program-program pembangunan perdesaan pada Repelita VI


telah menghasilkan peningkatan kualitas pendidikan masyarakat di
perdesaan antara lain melalui peningkatan jumlah anak sekolah
dasar atau madrasah Ibtidaiyah, penanggulangan buta aksara di
perdesaan, peningkatan kesehatan masyarakat yang antara lain
melalui peningkatan gizi anak sekolah, ibu hamil dan anak balita

X/8
antara lain melalui pelaksanaan program nasional makanan
tambahan anak sekolah (PMT-AS), peningkatan pelayanan
prasarana dan sarana di perdesaan terutama pada desa-desa
tertinggal yang dikembangkan dengan bertumpu pada peranserta
masyarakat serta penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan
melalui kegiatan-kegiatan IDT.

Pembangunan perumahan dan permukiman pada Repelita VI


melalui berbagai programnya sampai dengan tahun keempat telah
menghasilkan pembangunan RS/RSS bagi masyarakat golongan
pendapatan rendah yang melampaui sasaran Repelita VI, perbaikan
perumahan dan permukiman baik di perkotaan maupun di
perdesaan terutama pada desa-desa tertinggal, peningkatan
kesehatan lingkungan permukiman antara lain melalui peningkatan
kapasitas dan pelayanan sarana sanitasi lingkungan, peningkatan
kapasitas dan pelayanan air bersih baik di perkotaan maupun di
perdesaan, dan peningkatan penataan kota dan bangunan antara lain
melalui peremajaan kawasan kumuh, revitalisasi kawasan budaya
dan sejarah.

B. PERKOTAAN DAN PERDESAAN

1. Sasaran, Kebijaksanaan, dan Program Repelita VI

Sasaran pembangunan perkotaan dan perdesaan dalam


Repelita VI adalah terwujudnya keserasian dan keseimbangan
peranan daerah perkotaan dan perdesaan dalam pembangunan
nasional dan pembangunan daerah, serta terwujudnya otonomi
daerah yang nyata, dinamis dan bertanggungjawab; mantapnya
keterkaitan, baik fisik maupun sosial ekonomi, antara daerah

X/9
perkotaan dan perdesaan; tercapainya keseimbangan pertumbuhan
pembangunan antarwilayah, kawasan, desa dan kota; serta
mantapnya lembaga perekonomian di perkotaan dan perdesaan
dalam menciptakan struktur perekonomian yang lebih kuat. Sasaran
lainnya adalah meningkatnya partisipasi aktif masyarakat dalam
pembangunan; meningkatnya taraf hidup dan kesejahteraan
masyarakat termasuk semakin berkurangnya jumlah penduduk
miskin baik di perkotaan maupun di perdesaan; serta meningkatnya
mutu lingkungan hidup di kawasan perkotaan dan perdesaan
sehingga mendukung pembangunan berkelanjutan.

Dalam upaya mencapai sasaran pembangunan perkotaan dan


perdesaan dikembangkan berbagai kebijaksanaan, antara lain
menyelenggarakan pembangunan secara terpadu dengan
menciptakan keterkaitan sosial ekonomi yang serasi dan seimbang
antara desa dan kota; meningkatkan peningkatan desentralisasi dan
pengembangan otonomi daerah melalui pemantapan kelembagaan
dan kemampuan pendanaan pemerintah daerah; serta meningkatkan
kualitas sumber daya manusia di daerah perkotaan dan perdesaan.
Kebijaksanaan lainnya adalah meningkatkan pemanfaatan sumber
daya alam yang lebih efisien melalui penyusunan rencana tata
ruang kota dan kawasan yang dijabarkan ke dalam rencana tata
guna tanah dan air beserta prosedur pelaksanaannya; menanamkan
kesadaran lingkungan hidup yang lebih tinggi pada masyarakat
luas; dan meningkatkan kemitraan dengan melibatkan masyarakat
dan swasta pengusaha dalam rangka peningkatan efisiensi dan
efektifivitas pembangunan di perkotaan dan di perdesaan.

Sasaran dan kebijaksanaan pembangunan perkotaan dan


perdesaan dituangkan lebih lanjut dalam sasaran, kebijaksanaan dan
program bagi pembangunan perkotaan dan perdesaan.

X/10
a. Pembangunan Perkotaan

Sasaran pembangunan perkotaan pada Repelita VI adalah


terselenggaranya pengelolaan pembangunan perkotaan yang lebih
efisien dan efektif dalam pemanfaatan sumber daya alamnya
dengan mengacu pada rencana tata ruang kota yang berkualitas,
termasuk pengelolaan administrasi pertanahan yang lebih tertib dan
adil, dan ditunjang oleh kelembagaan pemerintah yang makin siap
melaksanakan otonomi daerah; makin mantapnya kemitraan
pemerintah daerah dengan masyarakat dan dunia usaha dalam
pelaksanaan pembangunan perkotaan, baik melalui organisasi
kemasyarakatan, lembaga swadaya maupun pengusaha
perseorangan; meningkatnya kesejahteraan masyarakat; berkurang-
nya penduduk miskin di perkotaan; serta meningkatnya kualitas
fisik lingkungan di perkotaan.

Dalam upaya mencapai sasaran-sasaran pembangunan


perkotaan tersebut, kebijaksanaan pembangunan perkotaan dalam
Repelita VI adalah mengembangkan dan memantapkan sistem
perkotaan; meningkatkan kemampuan dan produktivitas kota;
meningkatkan kemampuan sumber daya manusia; memantapkan
kelembagaan dan kemampuan keuangan perkotaan; melembagakan
pengelolaan pembangunan yang terencana dan terpadu; memantap-
kan perangkat peraturan pendukung pembangunan perkotaan; serta
meningkatkan kualitas lingkungan fisik dan sosial ekonomi
perkotaan.

Pembangunan perkotaan dalam Repelita VI dilaksanakan


melalui berbagai program, yaitu: a) pemantapan fungsi kota;

X/11
b) pembangunan prasarana dan sarana kota, c) pengembangan
ekonomi perkotaan; d) peningkatan pendidikan, pelatihan, dan
penyuluhan; e) peningkatan peranserta masyarakat; f) pemantapan
keuangan perkotaan; g) pemantapan kelembagaan pemerintahan
kota; dan h) penataan ruang, pertanahan, dan lingkungan perkotaan.

b. Pembangunan Perdesaan

Sasaran pokok pembangunan perdesaan adalah tercapainya


kondisi ekonomi rakyat di perdesaan yang kuat, mampu tumbuh
secara mandiri dan berkelanjutan; tercapainya keterkaitan
perekonomian di perdesaan dan perkotaan; terwujudnya masyarakat
perdesaan yang sejahtera; dan teratasinya masalah kemiskinan di
perdesaan.

Untuk mewujudkan sasaran-sasaran pembangunan perdesaan,


dikembangkan kebijaksanaan pembangunan perdesaan pada
Repelita VI yang meliputi upaya untuk meningkatkan kualitas
tenaga kerja di perdesaan; meningkatkan kemampuan produksi
masyarakat; mengembangkan prasarana dan sarana di perdesaan;
melembagakan pendekatan pengembangan wilayah/kawasan
terpadu; memperkuat lembaga pemerintahan dan lembaga
kemasyarakatan desa.

Kebijaksanaan pembangunan perdesaan dalam Repelita VI


dijabarkan dalam Program pembangunan perdesaan meliputi:
pengembangan pendidikan dan ketrampilan masyarakat,
peningkatan kesehatan masyarakat, c) peningkatan teknologi
perdesaan, d) peningkatan peran serta masyarakat, e) peningkatan
sarana dan prasarana perdesaan, dan f) pemantapan kelembagaan
perdesaan.

X/12
2. Pelaksanaan dan Hasil Pembangunan Sampai Dengan
Tahun Keempat Repelita VI

a. Pembangunan Perkotaan

Pembangunan perkotaan sampai dalam Repelita VI


dilaksanakan melalui 8 program, yaitu (1) program pemantapan
fungsi kota, (2) program pembangunan prasarana dan sarana kota,
(3) program pengembangan ekonomi perkotaan, (4) program
pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan, (5) program peningkatan
peran serta masyarakat, (6) program pemantapan keuangan
perkotaan, (7) program kelembagaan pemerintahan kota, dan (8)
program penataan ruang, pertanahan, dan lingkungan perkotaan.
Pelaksanaan program-program tersebut sampai dengan tahun
keempat Repelita VI adalah sebagai berikut.

1) Program Pemantapan Fungsi Kota

Untuk menjamin penyebaran kegiatan ekonomi, pengendalian


urbanisasi dan efisiensi pembangunan prasarana perkotaan, kota
perlu dikembangkan sesuai dengan fungsi dan strukturnya dalam
sistem kota dengan mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional (RTRWN), Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi
(RTRWP), dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/
Kotamadya (RTRWKab./Kod.) yang berlaku.

Untuk melaksanakan program ini, dalam Repelita VI telah


dikembangkan kegiatan-kegiatan utama berupa: (a) pengiden-
ti fi k a si a n da n pe ma nt a pa n s is t em kot a - kota n a si o n a l y a n g

X/13
dijabarkan dari Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), (b)
penataan kota untuk kota besar yang mempunyai fungsi menunjang
kegiatan ekonomi nasional/wilayah (c) penataan kota menengah serta
kota di sekitar kawasan cepat berkembang yang berfungsi sebagai
kota penyangga, dan (d) pemenuhan kebutuhan prasarana dan sarana
dasar bagi masyarakat yang bertempat tinggal di kota yang terletak
di luar kawasan cepat berkembang.

Upaya untuk memantapkan fungsi kota meliputi pengem-


bangan kota-kota strategis, penetapan pusat-pusat kota baik dalam
Skala nasional, wilayah, dan lokal, penetapan kawasan andalan,
penetapan segitiga pertumbuhan, dan pengkajian kawasan
pengembangan ekonomi terpadu (KAPET). Upaya-upaya tersebut
ditindaklanjuti dengan penyusunan program jangka menengah,
penyusunan rencana tahunan investasi, dan pelaksanaan investasi.

Penyediaan sarana dan prasarana perkotaan diarahkan untuk


mendukung pemantapan peranan kota, baik peranan fungsional
(kota metropolitan, kota besar, kota menengah, dan kota kecil)
maupun peranan administratif (ibukota propinsi, ibukota kabupaten,
kotamadya, ibukota kecamatan).

Untuk lebih mendukung upaya pemantapan fungsi kota,


disiapkan Strategi Nasional Pembangunan Perkotaan serta Rencana
Tindakan Pembangunan Perkotaan yang mengarahkan pembangun-
an perkotaan agar dapat memanfaatkan peluang ekonomi global,
melalui pemanfaatan secara optimal sumber daya dalam negeri.
Dalam hubungan ini, dari semula 87 kota-kota strategis yang
ditetapkan pada awal Repelita VI untuk dikembangkan, pada akhir
Repelita VI telah bertambah menjadi 521 kota-kota strategis, antara
lain untuk mendukung pengembangan 111 kawasan andalan. Kota-

X/14
kota strategis ini diupayakan untuk ditingkatkan dan dimantapkan
peran dan fungsinya. Dari jumlah tersebut terdapat kota-kota di
sejumlah 13 kawasan andalan di Kawasan Timur Indonesia (KTI)
yang diprioritaskan pengembangannya dengan pendekatan
Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET). Selanjutnya,
akan ditingkatkan pengembangan kota-kota kecil dan kota-kota
menengah dalam sistem kota-kota dalam kawasan andalan serta
peningkatan keterkaitan kota dan desa serta kawasan (rural-urban
linkages) yang didukung oleh peningkatan pelayanan prasarana dan
sarananya.

Dalam rangka pemantapan fungsi kota, dalam Repelita VI


telah diupayakan pula untuk meningkatkan pengendalian
pengembangan kota-kota baru melalui koordinasi pemanfaatan
lahan dan pengembangan prasarana serta sarananya antara kota
baru dan kota induknya, terutama di sekitar kota-kota besar agar
kesatuan dan keterkaitan fungsi-fungsi kota antara yang satu
dengan yang lain tetap terjaga.

2) Program Pembangunan Prasarana dan Sarana Kota

Sejalan dengan pengembangan sistem perkotaan nasional,


dikembangkan sistem prasarana dan sarana yang mendukung
mantapnya keterkaitan antar kota dan antara kota dan kawasan dalam
sistem perkotaan nasional tersebut. Sistem prasarana dan sarana
serta sistem kota-kota yang saling terkait tersebut ditunjukkan
dalam Lampiran Peta Prasarana Indonesia.

Pembangunan prasarana dan sarana dasar perkotaan sejak


Repelita V dilaksanakan antara lain melalui Program Pembangunan

X/15
Prasarana Kota Terpadu (P3KT) atau Integrated Urban
infrastructures development program (IUIDP). Penekanan program
ini adalah pada peningkatan kemampuan pemerintah daerah dalam
pengelolaan urusan-urusan yang menjadi tanggungjawabnya secara
otonom dalam pembangunan prasarana. Pemerintah pusat berperan
memberikan pembinaan teknis sedangkan perencanaan dan
implementasinya merupakan tugas dan wewenang pemerintah
daerah.

Dalam Repelita VI, program ini dijabarkan dalam sub-sub


program, sebagai berikut :

a) Peningkatan penyediaan jaringan listrik dan telekomunikasi,


terutama untuk kawasan khusus, seperti kawasan industri dan
kawasan cepat berkembang.
b) Pengembangan prasarana dan sarana transportasi kota untuk
meningkatkan pelayanan kota dalam hal penyediaan
aksesibilitas di dalam kota, kelancaran, keamanan dan
kenyamanan pemakai jalan di dalam kota dengan tarif
terjangkau.
c) Peningkatan pelayanan air bersih kepada masyarakat kota dan
kawasan industri.
d) Peningkatan prasarana penyehatan lingkungan permukiman,
seperti jaringan pematusan, pengolahan limbah dan
persampahan.
e) Pengembangan dan perbaikan fasilitas perumahan termasuk
pengembangan kawasan perumahan berskala besar dan
pembangunan kota baru serta revitalisasi kawasan-kawasan
budaya dan bersejarah.
f) Pengembangan perangkat-perangkat kelembagaan, keuangan
dan pengembangan sumber daya manusia.

X/16
Keseluruhan sub-sub program ini dikoordinasikan dalam
bentuk kegiatan/paket-paket proyek pembangunan perkotaan atau
Urban Development Program (UDP) yang sebagian besar dibiayai
dari bantuan luar negeri.

Pada akhir Repelita V (tahun 1993/94) telah dilaksanakan 19


paket UDP yang meliputi 140 Dati II dan 236 kota. Pada tahun
pertama Repelita VI (1994/95) terdapat tambahan paket UDP baru,
yaitu di Pulau-Pulau Kawasan Timur Indonesia melalui paket
Eastern Islands UDP, Surabaya, dan Semarang-Surakarta, untuk
meningkatkan pelayanan di 8 Dati II yang meliputi 8 Kota.
Kemudian pada tahun kedua Repelita VI (1995/96) ada tambahan
paket UDP baru yaitu untuk wilayah Kalimantan yang meliputi 5
Dati II. Pada tahun ketiga Repelita VI (1996/97) dilakukan
perbaikan pendekatan UDP dengan menitik beratkan pada
pengembangan kota-kota yang terkait dalam satu sistem dan bukan
lagi penanganan kota secara satu per satu. Sistem kota-kota dalam
UDP ini sejalan dengan pengembangan sistem perkotaan dalam
kawasan-kawasan andalan nasional. Pada tahun ketiga Repelita VI,
juga telah ditambahkan paket UDP baru untuk wilayah Sumatera,
Jawa Barat, Jawa Timur, yang seluruhnya meliputi 101 Dati II dan
126 Kota. UDP di ketiga wilayah ini merupakan kelanjutan
(putaran kedua) dari UDP sebelumnya di kawasan tersebut yang
pelaksanaannya selesai pada Repelita V, dengan memberi
kesempatan bagi Dati II lainnya yang belum masuk dalam UDP
putaran pertama. Selanjutnya pada tahun keempat Repelita VI
(tahun 1997/98) terdapat tambahan paket UDP yang juga
merupakan UDP kelanjutan (putaran kedua) untuk wilayah
Sulawesi, Metro Botabek, dan Bali, yang meliputi 53 Dati II dan 79
Kota. Dengan demikian, secara keseluruhan sampai dengan tahun

X/ 17
keempat pelaksanaan Repelita VI (1997/98) paket UDP telah
mencakup 27 propinsi yang meliputi 223 Dati II dan 326 kota.

Melalui program pembangunan prasarana kota terpadu


(P3KT) diupayakan peningkatan efisiensi dan efektivitas dalam
pelayanan sarana dan prasarana perkotaan. Untuk mendukung
daerah dalam membangun kebutuhan prasarana dan sarananya,
telah disediakan pinjaman pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah yang disalurkan melalui Rekening Pinjaman Daerah (RPD).
Pada akhir tahun Repelita V (1993/94), telah disalurkan pinjaman
RPD sebesar Rp. 666,5 milyar. Pada tahun pertama Repelita VI
(1994/95) telah disalurkan tambahan pinjaman sebesar Rp. 162
milyar. Pada kedua Repelita VI (tahun 1995/96) telah disalurkan
pula tambahan pinjaman RPD sebanyak Rp. 159 milyar. Pada tahun
ketiga Repelita VI (1996/97) disalurkan tambahan pinjaman RPD
sebanyak Rp. 57 milyar. Secara keseluruhan sampai dengan tahun
keempat Repelita VI telah disalurkan pinjaman RPD sebanyak Rp.
1.196 milyar bagi pembangunan PDAM di 138 Dati II, serta
pembangunan prasarana persampahan, air limbah, terminal dan
rumah sakit di 78 Dati II.

Unsur lingkungan hidup dan budaya mulai tahun 1996/97


dikembangkan sebagai bagian dalam pembangunan prasarana
perkotaan. Bali Urban Infrastructure Program (BUIP) adalah paket
proyek pembangunan prasarana dan sarana perkotaan yang
memasukkan aspek peningkatan kualitas lingkungan hidup di
perkotaan (urban environmental management) dan aspek
penyelamatan obyek peninggalan bersejarah serta pelestarian
kawasan budaya.

X/18
Dari segi kebijaksanaan pemberdayaan pemerintah daerah,
sejak tahun 1996/97 telah dikembangkan dalam Inpres Dati II,
komponen Bantuan Prasarana Dasar Perumahan dan Permukiman
(Inpres BPDP) dimana pemerintah daerah tingkat II menjadi
pengelola utama kegiatan tersebut.

Pada tahun kelima Repelita VI direncanakan untuk


dilaksanakan paket UDP untuk kota Bandar Lampung dan sistem
kota-kota yang terkait dalam kawasan andalan yang dilayani oleh
kota tersebut. Direncanakan pula untuk mengembangkan sistem
kota-kota dan pusat kegiatan di Pulau Lombok, Nusa Tenggara
Barat untuk mendukung pengembangan pariwisata. Selain itu,
direncanakan pula untuk mengembangkan kota-kota menengah dan
kota kecil melalui peningkatan kualitas dan cakupan pelayanan
prasarana dan sarana perkotaan, khususnya pelayanan air bersih di
program-program di Kawasan Timur Indonesia.

3) Program Pengembangan Ekonomi Perkotaan

Program pengembangan ekonomi perkotaan bertujuan untuk


merangsang perkembangan investasi di sektor ekonomi andalan
dan mengembangkan kegiatan perekonomian di perkotaan.
Kegiatannya meliputi berbagai sektor pembangunan dan
diselenggarakan baik oleh pemerintah maupun masyarakat dan
dunia usaha dengan tujuan (a) pemantapan ketersediaan fasilitas
pasar, pusat produksi dan fasilitas perdagangan lainnya termasuk
kemudahan prosedur dan perijinan bagi kegiatan usaha di
perkotaan, (b) pemantapan lembaga perekonomian sekaligus
peningkatan kemudahan pencapaian fasilitas keuangan guna
menunjang usaha masyarakat, (c) pembinaan pengusaha skala

X/19
menengah, kecil, dan tradisional termasuk koperasi melalui
pendekatan kemitraan, (d) perluasan kesempatan kerja terutama bagi
tenaga kerja setempat.

Pembangunan sarana perdagangan dan jasa perkotaan


meningkat pesat seiring dengan bertambahnya permukiman baru dan
meningkatnya kemampuan perekonomian masyarakat perkotaan.
Melalui program Inpres Pasar dibangun fasilitas perdagangan di
berbagai kota terutama kota-kota kecamatan, disamping itu pada
kota-kota sedang dan besar dibangun pasar oleh pemerintah daerah,
perusahaan daerah, atau dunia usaha dengan mendayagunakan
potensi masyarakat setempat.

Pengembangan ekonomi perkotaan dilaksanakan melalui


intensifikasi dan ekstensifikasi kegiatan produksi yang berada di
perkotaan. Selain itu, juga dilaksanakan investasi di bidang
prasarana dan sarana transportasi perkotaan untuk memberikan
kemudahan kepada proses koleksi dan distribusi di perkotaan.

Terkait dengan sektor-sektor lainnya, khususnya dengan


sektor perumahan dan permukiman, direncanakan untuk
meningkatkan peluang kerja khususnya yang sifatnya padat karya
untuk meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat berpen-
dapatan rendah di perkotaan. Kegiatan padat karya diperkotaan
yang mulai dilaksanakan tahun 1997/98 akan berlanjut ke tahun
1998/99 untuk mengurangi dampak dari gejolak moneter dan
bencana kekeringan, sekaligus juga meningkatkan fungsi kota dan
memberikan sumber pendapatan bagi masyarakat miskin.

Pada tahun keempat Repelita VI, terjadi gejolak moneter dan


bencana kekeringan yang memicu pemutusan hubungan kerja dan

X/20
pengangguran di perkotaan. Disektor konstruksi, perumahan dan
permukiman, banyak pekerja kasar dan buruh akan menganggur
akibat adanya pemutusan hubungan kerja. Ditambah lagi dengan
pengangguran dari sektor industri untuk pekerja pabrik dan industri
lainnya. Untuk menanggulangi masalah pengangguran di perkotaan
antara lain akan diarahkan komponen pekerjaan fisik di hampir
semua paket UDP menjadi paket-paket pemeliharaan dan perbaikan
kecil pada prasarana dan sarana perkotaan yang dapat dikerjakan
secara padat karya dan menggunakan peralatan sederhana yang
dapat diproduksi setempat. Pelaksanaan paket padat karya di
perkotaan ini dilakukan pada seluruh propinsi dan khususnya pada
sekitar 131 daerah tingkat II yang terkait dalam UDP tersebut.
Penanganan paket padat karya ini pada dasarnya dititik beratkan
untuk mengatasi pengangguran pekerja konstruksi dan buruh kasar
pada sisa tahun anggaran 1997/98, yang dilanjutkan pada tahun
anggaran 1998/99 dengan diperluas pada para buruh dan pekerja
industri, pabrik terutama buruh-buruh /pekerja wanita.

Selain itu, ditingkatkan pula penyusunan dan diseminasi


informasi perkotaan khususnya peluang-peluang investasi di kota
untuk dapat dikerjasamakan dengan pihak swasta dan masyarakat.

4) Program Pendidikan, Pelatihan, dan Penyuluhan

Program pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan bertujuan untuk


meningkatkan kemampuan aparat pemerintah kota dalam
membangun dan mengelola pembangunan perkotaan secara efisien
dan efektif.

Kegiatan pendidikan formal untuk meningkatkan kemampuan


pengelolaan pembangunan perkotaan telah dilaksanakan baik di

X/2I
dalam maupun di luar negeri (D3, S1, S2 dan S3). Kerjasama
dengan lembaga-lembaga pendidikan di luar negeri antara lain
dengan Amerika Serikat, Belanda, Perancis, Australia, dan Inggris
untuk pengelolaan dan pembangunan perkotaan telah menghasilkan
tenaga-tenaga terdidik yang mempunyai jenjang pendidikan di atas.
Sampai dengan tahun keempat Repelita VI hampir sekitar 1.500
tenaga telah dididik dalam berbagai jenjang pendidikan di lembaga-
lembaga pendidikan di dalam dan di luar negeri.

Selain itu, dikembangkan pula berbagai pendidikan kejuruan


untuk perencanaan dan pengelolaan pembangunan perkotaan,
antara lain dengan ITB, UNDIP dan juga dengan Sekolah Tinggi
yang dikelola oleh departemen teknis untuk jenjang D-3. Sampai
dengan tahun keempat Repelita VI, telah dihasilkan tenaga-tenaga
kejuruan perencanaan dan pengelolaan pembangunan perkotaan
khususnya pembangunan prasarana dan sarana perkotaan sekitar
1.000 orang yang sebagian besar merupakan utusan dari aparat
pemerintah daerah tingkat I dan II.

Kegiatan penyuluhan kepada masyarakat luas mengenai


pembangunan perkotaan terutama diarahkan untuk meningkatkan
kedisiplinan dan mengembangkan kehidupan perkotaan yang tertib
dan sadar hukum, serta dalam mengembangkan peran serta
masyarakat dalam pembangunan kota. Penyuluhan tentang
kebersihan kota dilakukan oleh pemerintah daerah yang didukung
oleh instansi terkait yang dikoordinasikan antara lain dalam
Gerakan Disiplin Nasional (GDN). Penyuluhan dan pembinaan
masyarakat dalam peningkatan kesehatan dan ketertiban dalam
perumahan dan permukiman dilaksanakan antara lain melalui
Gerakan Nasional Perumahan dan Permukiman Sehat (GNPPS).
Penyuluhan kepada masyarakat yang terkait dengan lingkungan dan

X/22
penggunaan sumber daya air yang lebih efisien dan berkelanjutan
dilaksanakan khususnya di kota-kota besar antara lain melalui
Gerakan Sadar Lingkungan (Darling), Gerakan Hemat Air dan
melalui diseminasi berbagai informasi. Sementara itu, penyuluhan
kepada masyarakat yang dikaitkan dengan kesadaran hukum
dilaksanakan dalam kerangka pelaksanaan Gerakan Masyarakat
Sadar Hukum (Kadarkum).

5) Program Peningkatan Peranserta Masyarakat

Program peningkatan peranserta masyarakat bertujuan untuk


menyiapkan pemerintah kota dan pihak swasta agar makin mampu
berperan aktif dalam penyelenggaraan pembangunan perkotaan,
mulai dari tahap perencanaan sampai pada pelaksanaan. Partisipasi
masyarakat dalam pembangunan perkotaan ini termasuk di
dalamnya partisipasi swasta atau dunia usaha.

Kegiatan penyuluhan untuk meningkatkan peranserta


masyarakat dalam pengembangan kemitraan/kerjasama pem-
bangunan antara pemerintah, swasta dan masyarakat dalam
pembangunan serta pengelolaan prasarana dan sarana perkotaan
didukung oleh kerjasama dengan badan-badan internasional dan
bilateral, antara lain dengan ADB, USAID dan sebagainya.

Untuk menarik investasi swasta dan meningkatkan peranserta


masyarakat dalam pembangunan dan pengelolaan prasarana serta
sarana perkotaan, dikembangkan beberapa kota strategis dalam
Repelita VI yang mempunyai potensi untuk itu. Sampai dengan
tahun keempat (1997/98) Repelita VI, sekitar 110 kota dipersiapkan
untuk dikembangkan pelayanan sarana air bersihnya melalui
kerjasama kemitraan dengan swasta, 12 kota untuk pengembangan

X/23
kemitraan dalam pengelolaan persampahan dan 8 kota untuk
penanganan air limbah. Jakarta dan Medan telah mengembangkan
kerjasama kemitraan dengan swasta dalam pengelolaan pelayanan
air bersih sementara itu Surabaya, Tangerang, Malang dan kota-
kota lainnya sedang dalam proses.

Peranan swasta dan masyarakat semakin menonjol dalam


pengembangan kota-kota satelit dan kota baru. Sampai dengan
tahun keempat Repelita VI (1997/98), telah dibangun sekitar 12
kota-kota satelit dan kota baru terutama di sekitar kota-kota besar.
Dengan tersedianya pelayanan yang lebih baik pada kota-kota
satelit dan kota baru tersebut, maka tekanan urbanisasi pada kota
induk diharapkan akan semakin berkurang dan lapangan pekerjaan
baru akan semakin berkembang.

Sejak awal tahun 1990 pola kemitraan swasta dan pemerintah


telah dirintis melalui berbagai pembangunan prasarana untuk
penyediaan air bersih, pengelolaan persampahan, transportasi
khususnya jalan tol, dan telekomunikasi. Perkembangan kemitraan
ini terlihat semakin nyata di berbagai kota besar di Indonesia.

Dalam mengembangkan kerjasama dengan swasta telah


diadakan berbagai kegiatan konperensi dan pelatihan. Pada tahun
kedua Repelita VI (1995/96) telah diadakan 6 kegiatan berupa
konperensi ataupun pelatihan dengan keseluruhan peserta 87 orang.
Pada tahun ketiga Repelita VI (1996/97) kegiatan yang serupa telah
diikuti oleh 233 orang dan pada tahun keempat telah meningkat
menjadi 312 orang. Jenis pelatihan-pelatihan yang dikembangkan
melalui kerjasama dengan lembaga di luar negeri ini meliputi :
Public Private Partnership Seminar, Strategic Public Sector
Negotiation, Workshop Public Private Partnership in Finance and
Provision of Environmental Services.

X/24
Proyek-proyek percontohan pengembangan kawasan yang
bertumpu pada masyarakat (community based area development)
telah dikembangkan antara lain di Yogyakarta, Pontianak, Ujung
Pandang, Medan, dan Bandung, yang didukung oleh berbagai
lembaga multilateral dan bilateral.

Dengan keluarnya Keppres Nomor 4 Tahun 1998 tentang


Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Swasta Dalam
Pembangunan dan atau Pengelolaan Infrastruktur, upaya ini
selanjutnya akan dapat lebih ditingkatkan.

6) Program Pemantapan Keuangan Perkotaan

Program pemantapan keuangan perkotaan bertujuan untuk


meningkatkan pendapatan pemerintah kota dan efisiensi
penggunaannya.

Program pemantapan keuangan perkotaan dirinci dalam


beberapa sub-program yaitu: (1) penyempurnaan dan perbaikan
sistem bantuan kepada pemerintah kota berdasarkan kebutuhan
pembangunan di perkotaan dan potensi sumber dana lokal serta
kemampuannya untuk meminjam, (2) peningkatan pendapatan kota
untuk kepentingan pembangunan perkotaan, (3) penyempurnaan
dan penyederhanaan mekanisme pinjaman untuk pembiayaan
pembangunan, dan (4) mobilisasi tabungan masyarakat setempat
dan dunia usaha.

Dalam menjabarkan program-program diatas, telah dilakukan


penyusunan rencana tindakan perbaikan pendapatan daerah
(RETIPATDA) atau Revenue Improvement Action Plan (RIAP).

X/25
RETIPATDA ini diterapkan terutama di kota-kota yang terlibat
dalam pelaksanaan program pembangunan prasarana kota terpadu
(P3KT). Pemerintah Daerah Tingkat II bertanggungjawab dalam
penyusunan RETIPATDA ini. Pada akhir Repelita V (1993/94)
telah disusun RETIPATDA untuk 63 Dati II.

Dari awal Repelita VI sampai dengan tahun keempat Repelita


VI telah diselesaikan penyusunan RETIPATDA untuk 4 0 Dati II
yakni untuk kota-kota di wilayah Kawasan Timur Indonesia,
Surabaya, Semarang-Surakarta, di wilayah Sumatera, Jawa Barat,
Jawa Timur, di wilayah Sulawesi, Metro-Botabek, dan Bali.

Selain penyusunan RETIPATDA dilakukan penyempurnaan


sistem alokasi dana pinjaman untuk pemerintah kota dan daerah
serta mekanismenya untuk pemerintah daerah atau perusahaan
daerah. Untuk menangani program pemantapan keuangan
perkotaan dilakukan pelatihan-pelatihan. Pada akhir Repelita V
telah diselenggarakan pelatihan untuk 280 orang dari 140 Dati II.
Dari awal sampai dengan tahun keempat Repelita VI, telah
diselenggarakan pelatihan untuk 426 orang dari 223 Dati II.

Selain itu juga, telah dilaksanakan beberapa pelatihan dan


proyek percontohan yang dibina oleh Departemen Keuangan,
khususnya dalam kegiatan Keuangan Perkotaan (Municipal
Finance Project/MFP) bekerjasama dengan USAID. Berbagai
modul baru yang berkaitan dengan penyempurnaan sistem
pembiayaan pembangunan perkotaan dikembangkan antara lain
melalui Municipal Bonds yang dikembangkan di Semarang,
Denpasar dan kota lainnya.

X/26
Dalam tahun kelima Repelita VI, direncanakan untuk
melanjutkan peningkatan kemampuan aparat daerah dalam
penyusunan dan pelaksanaan RETIPATDA dengan mengembang-
kan alternatif sumber-sumber pendanaan baru yang dapat
diupayakan daerah antara lain dari masyarakat termasuk dunia
usaha.

7) Program Kelembagaan Pemerintah Kota

Program kelembagaan pemerintah kota bertujuan untuk


mendorong pelaksanaan pembangunan perkotaan secara mandiri
oleh pemerintah kota. Dalam program ini antara lain telah dilakukan
peningkatan status pemerintahan kota administratif menjadi
kotamadya di Mataram, Denpasar, dan Bitung. Secara umum
kegiatannya meliputi peningkatan kemampuan aparat pemerintah
kota, peningkatan kerjasama antar pemerintahan kota antara lain
melalui Badan Kerja Sama, Antar Kota Seluruh Indonesia (BKS-
AKSI), dan penyiapan kelembagaan bagi terselenggaranya kerjasama
pemerintah kota dengan masyarakat dan dunia usaha. Dalam rangka
ini termasuk pula kerjasama antar kota antar negara seperti Jakarta-
Casablanca, Jakarta-Tokyo, Bandung-Braunsweig, Surabaya –
Darwin, dan lain-lain.

Dalam rangka penyempurnaan kelembagaan pemerintah kota,


di beberapa kota dibentuk dan dikembangkan dinas-dinas baru
sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya. Dalam kaitan dengan
pelaksanaan P3KT dilakukan penyusunan Rencana Tindakan
Pengembangan Kelembagaan Daerah atau Local Institution
Development Action Plan (LIDAP) terutama di kota-kota yang
terlibat dalam program ini. Pemerintah Daerah Tingkat II
bertanggung jawab dalam penyusunan LIDAP ini. Pada akhir
Repelita V (1993/94) telah disusun LIDAP untuk 60 Dati II. Dari

X/27
awal sampai dengan tahun keempat Repelita VI, penyusunan
LIDAP telah mencapai 167 Dati II termasuk di dalamnya kota-kota
di wilayah Kawasan Timur Indonesia, Surabaya, Semarang-
Surakarta, wilayah Sumatera, Jawa Barat, Jawa Timur dan di
wilayah Sulawesi, Jabotabek, serta Bali.

Program ini direncanakan akan ditingkatkan dalam tahun


kelima Repelita VI melalui pemantapan kerangka institusi dalam
penyusunan dan pelaksanaan LIDAP untuk mendorong pemerintah
daerah mengembangkan inovasi dan prakarsa lokal (local
initiatives and innovations).

8) Program Penataan Ruang, Pertanahan, dan


Lingkungan

Program ini bertujuan untuk memelihara lingkungan


perkotaan dan mendukung pembangunan yang berkelanjutan.
Kegiatan yang dilakukan antara lain adalah penyusunan rencana
tata ruang kota dan rencana detail tata ruang kota; peningkatan
pengawasan pelaksanaan rencana tata ruang kota; peningkatan
administrasi, pelayanan, dan tertib hukum pertanahan; penyusunan
rencana tata bangunan dan lingkungan (RTBL); penghijauan; dan
Program Kali Bersih (Prokasih).

Pada tahun 1996/97, 74 kotamadya telah mempunyai


Rencana Induk Pembangunan Prasarana. Sampai dengan tahun
1996/97 dari 113 kotamadya di Indonesia, 37 kotamadya telah
menyiapkan Rencana Program Pembangunan Jangka Menengah.
Penyusunan rencana tata ruang kawasan perkotaan tersebut
sebagian besar dilakukan oleh pemerintah daerah sendiri dengan
pembinaan teknis oleh Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional
(BKTRN).

X/28
Penghargaan ADIPURA diberikan untuk meningkatkan
peranserta masyarakat dalam memelihara kebersihan dan
keindahan kawasan perkotaan yang didukung oleh ketertiban dan
kedisiplinan masyarakat. Dari awal Repelita VI sampai dengan
tahun keempat, penghargaan ADIPURA telah diberikan kepada 264
kota.

b. Pembangunan Desa

Program-program pembangunan perdesaan dalam Repelita VI


ini meliputi pengembangan pendidikan dan keterampilan
masyarakat, peningkatan kesehatan masyarakat, peningkatan
teknologi perdesaan, peningkatan peranserta masyarakat,
peningkatan sarana dan prasarana perdesaan, dan pemantapan
kelembagaan perdesaan.

1) Program Pengembangan Pendidikan dan


Ketrampilan Masyarakat

Program ini meliputi upaya-upaya: a) pelaksanaan program


wajib belajar sembilan tahun, dan pemberantasan buta huruf
melalui pelaksanaan kelompok belajar paket A dan B; b)
pengembangan keterampilan masyarakat sehingga mampu
memasuki pasar kerja yang ada di desa maupun di kota; c)
penyediaan tenaga penyuluh/pembimbing lapangan baik dari unsur
pemerintah maupun non pemerintah dalam bidang produksi,
pengolahan dan pemasaran barang dan jasa, seperti pertanian,
kehutanan, pertambangan, industri kecil, perdagangan, pariwisata
dan sebagainya; d) pengembangan program pendidikan dan
keterampilan bagi pengembangan usaha ekonomi setempat yang

X/29
berorientasi pasar; dan e) penyuluhan bagi masyarakat perdesaan
dalam rangka peningkatan keserasian lingkungan hidup di desa.
Dalam program ini, perhatian khusus diberikan kepada anak usia
didik dan remaja serta pemuda putus sekolah, terutama di desa-desa
tertinggal.

Pengembangan pendidikan di perdesaan pada pokoknya


meliputi pendidikan dasar yang meliputi pendidikan enam tahun
pada sekolah dasar (SD) atau madrasah ibtidaiyah (MI) dan selama
tiga tahun pada sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) atau
madrasah tsanawiyah (MTs), dan pendidikan luar sekolah antara
lain melalui kegiatan-kegiatan pemberantasan buta aksara atau
Kelompok Belajar Paket A tidak setara SD, Paket A setara SD dan
Paket B setara SLTP, kejar Usaha, Magang dan kursus-kursus yang
diselenggarakan oleh masyarakat.

Pelaksanaan pendidikan dasar di perdesaan telah mencapai


angka partisipasi murni pada jenjang SD dan MI sebesar 93,4
persen dan angka partisipasi kasar sebesar 107,3 persen.

Peranan pesantren dalam pelaksanaan pendidikan dasar di


perdesaan sangat penting, sehingga dukungan pada MI telah
ditingkatkan pula melalui program Inpres SD.

Untuk mendukung pelaksanaan wajib belajar sembilan tahun


di perdesaan dilaksanakan pembinaan kelompok belajar (Kejar)
Paket A dan Paket B, Kejar Usaha dan Magang. Kejar Paket A
merupakan kegiatan yang ditujukan untuk menurunkan jumlah
penduduk buta aksara. Sampai dengan tahun keempat Repelita VI,
sekitar 7,8 juta orang telah dientaskan dari buta aksara. Selain itu
sampai dengan tahun keempat Repelita VI, kegiatan paket Kejar B
yang setara SLTP telah diikuti oleh sebanyak 1,030 juta orang.

X/30
Kegiatan pengembangan ketrampilan masyarakat perdesaan
untuk menyiapkannya agar mampu memasuki pasaran kerja
dilaksanakan dengan upaya pelatihan dan magang di bidang
produksi, pengolahan, pemasaran barang dan jasa yang didukung
oleh pengembangan sektor-sektor terkait, terutama dengan
pertanian, kehutanan, pertambangan, industri kecil, perdagangan
dan pariwisata.

Upaya penyuluhan bagi masyarakat perdesaan dalam rangka


peningkatan keserasian lingkungan hidup di desa dilaksanakan
dengan melibatkan kelompok anak usia didik dan remaja serta
pemuda putus sekolah, terutama yang berada di desa-desa
tertinggal. Pada tahun ketiga Repelita VI, kegiatan Program
Pembangunan Lingkungan Desa Terpadu (P2LDT) telah
melibatkan masyarakat yang tersebar di 5.498 desa. Sebagai bagian
dari bantuan umum Inpres Dati II, kegiatan P2LDT dipadukan
dengan kegiatan lainnya termasuk pula dengan Inpres Desa
Tertinggal dan P3DT.

Pengembangan sumber daya manusia di perdesaan dipacu


agar masyarakat perdesaan mempunyai kesiapan untuk menghadapi
segala perubahan khususnya perubahan yang disebabkan oleh
globalisasi. Peningkatan sumber daya manusia di kawasan
perdesaan antara lain dilakukan melalui penyebaran para sarjana
seperti tenaga kerja mandiri profesional (TKMP) dan sarjana
penggerak pembangunan di perdesaan (SP3) untuk membantu
pelaksanaan program pengembangan masyarakat di beberapa desa.
Untuk pembangunan perumahan dan permukiman di perdesaan,
dari tahun pertama sampai dengan tahun keempat Repelita VI, telah
dilatih sekitar 3.000 Tenaga Penyuluh Masyarakat dalam

X/31
pembangunan perumahan dan permukiman yang terdiri dari para
santri, pramuka dan para pemuda. Disamping itu, dikembangkan
pula kader pembangunan desa (KPD) di seluruh desa, serta kader
konservasi alam dan kelompok pelestari sumber daya alam
(KPSDA) di beberapa desa yang berfungsi sebagai penggerak,
pembina, dan pembimbing masyarakat dalam menumbuhkan dan
mengembangkan prakarsa dan keswadayaan masyarakat desa.

2) Program Peningkatan Kesehatan Masyarakat

Program ini meliputi berbagai kegiatan, antara lain :


peningkatan gizi masyarakat melalui penganekaragaman pangan
dan penyuluhan cara hidup sehat, peningkatan kebersihan
lingkungan, dan peningkatan aktifitas pos pelayanan terpadu
(Posyandu) dengan perhatian khusus diberikan kepada kesehatan
ibu hamil serta anak balita.

Peningkatan gizi masyarakat perdesaan dilaksanakan dengan


dukungan dari program perbaikan gizi, yang mencakup kegiatan-
kegiatan : penyuluhan gizi masyarakat, usaha perbaikan gizi
keluarga (UPGK), usaha perbaikan gizi institusi (UPGI), fortifikasi
bahan pangan dan penerapan serta pengembangan sistem
kewaspadaan pangan dan gizi. Pada tahun 1996/97 dilaksanakan
program nasional makanan tambahan anak sekolah (PMT-AS) pada
seluruh SD/MI di desa-desa tertinggal di luar Jawa dan Bali, yang
mencakup 175 kabupaten, 14.445 desa IDT, 18.518 SD/MI dan
mencakup 2,3 juta murid. Dengan dukungan Instruksi Presiden
No. 1 Tahun 1997 mulai tahun 1997/98 program ini diperluas ke
semua propinsi dan mencakup 7,2 juta murid di 49.539 SD/MI
negeri maupun swasta yang tersebar di 26.421 desa IDT, di 297
kabupaten. Program ini akan dilanjutkan pada tahun 1998/99 yang
mencakup 8,8 juta murid di 28.376 desa IDT.

X/32
Peningkatan kesehatan ibu hamil dan anak balita di perdesaan
dilaksanakan antara lain melalui upaya penanggulangan masalah
anemia gizi besi (AGB) dengan cara pemberian tablet besi bagi ibu
hamil resiko tinggi di desa-desa tertinggal, pemberian suplementasi
zat besi pada balita, pemberian vitamin A dosis tinggi kepada anak
balita dua kali setahun serta penyuluhan gizi pada ibu hamil, serta
upaya-upaya pendukung lainnya.

Dalam rangka peningkatan kesehatan masyarakat perdesaan


dilaksanakan penempatan dokter dan bidan desa melalui pola
pegawai tidak tetap (PTT). Khusus untuk bidan desa sampai dengan
tahun keempat Repelita VI telah ditempatkan sekitar 62 ribu bidan
di hampir semua desa di Indonesia. Rincian kegiatan peningkatan
kesehatan ibu hamil dan anak balita serta pelayanan kesehatan
perdesaan dapat dilihat pada penjelasan program pelayanan
kesehatan masyarakat pada Bab XX Peranan Wanita, Anak dan
Remaja, dan Pemuda.

Penyuluhan gizi masyarakat di perdesaan dilaksanakan


melalui posyandu yang tersebar di seluruh desa. Pada tahun
1996/97, jumlah posyandu yang melaksanakan penyuluhan gizi
adalah sebanyak 257.000 unit, yang didukung oleh berbagai kader
penggerak. Selain melalui posyandu, dilaksanakan pula penyuluhan
gizi masyarakat perdesaan melalui PKK, kelompok arisan warga,
kelompok pendengar siaran radio dan sebagainya.

Peningkatan kebersihan lingkungan dikaitkan dengan oleh


paket P2LDT maupun dengan program penyediaan air bersih di sub
sektor kesehatan yang dilakukan di sebagian desa-desa di luar Jawa
dan Bali.

X/33
3) Program Peningkatan Teknologi Perdesaan

Program ini mencakup kegiatan-kegiatan pengembangan dan


penerapan teknologi tepat guna terutama yang dapat memacu
pengembangan agrobisnis di perdesaan, pengembangan dan
pemutakhiran pola usaha tani secara terpadu, dan pengembangan
serta penggunaan teknologi lingkungan khususnya dalam air bersih,
sanitasi dan lingkungan permukiman.

Dalam Repelita VI, pengembangan dan penerapan teknologi


di perdesaan antara lain dilakukan dengan mengembangkan serta
memanfaatkan energi alternatif terutama bagi kawasan perdesaan
yang terpencil seperti energi surya, energi angin, serta energi air
dan sumber tenaga mikrohidro yang dicoba di beberapa desa.
Dengan tersedianya energi di perdesaan tersebut, akan merangsang
kegiatan-kegiatan ekonomi termasuk pula kegiatan agrobisnis di
perdesaan. Dalam kaitan dengan teknologi pertanian, dengan
didukung oleh sektor pertanian, dikembangkan pula upaya-upaya
pembibitan unggul serta cara bertanam yang menjamin efisiensi
dan produktifitas yang lebih tinggi.

Pengembangan dan penerapan teknologi pertanian di


perdesaan diarahkan untuk mendukung upaya memantapkan
swasembada pangan yang basisnya berada di perdesaan.

Penerapan teknologi yang tepat di daerah perdesaan akan


mengarahkan pembangunan desa yang berwawasan industri dan
meningkatkan keterkaitan kota dan desa yang menguntungkan
masyarakat desa.

X/34
4) Program Peningkatan Peran Serta Masyarakat

Program ini berkaitan erat dengan program pemantapan


kelembagaan perdesaan. Program ini terutama bertujuan untuk
menyiapkan dan meningkatkan kemampuan amber daya manusia
dalam pembangunan perdesaan yang partisipatif.

Dalam Repelita VI, program ini antara lain diwujudkan


melalui kegiatan pembangunan prasarana dan sarana perdesaan
melalui pendekatan peranserta masyarakat seperti dalam
penyediaan air bersih perdesaan, irigasi perdesaan dan juga dalam
paket P3DT. Proyek Water Supply and Sanitation for Low Income
Community (WSSLIC) dengan bantuan Bank Dunia, kemudian
proyek-proyek air bersih perdesaan dengan bantuan Bank
Pembangunan Asia, pemerintah Australia, dan sebagainya.
menggunakan pendekatan peranserta masyarakat di perdesaan.

Sampai dengan tahun keempat Repelita VI, kegiatan


penyediaan air bersih perdesaan yang dilakukan melalui
pendekatan peranserta masyarakat telah berhasil mencapai 85 %
sasaran Repelita VI atau mencakup 18.900 desa dengan penduduk
yang terlayani lebih dari 14 juta jiwa. Pada tahun kelima Repelita
VI, direncanakan untuk ditingkatkan dengan tambahan 3.200 desa
yang mencakup penduduk sekitar 2 juta jiwa.

Kegiatan pemugaran perumahan dan permukiman perdesaan,


sampai dengan tahun keempat Repelita VI, telah meliputi lebih dari
300.000 unit rumah di perdesaan yang dipugar dengan bertumpu
pada peranserta masyarakat. Pada tahun kelima Repelita VI
direncanakan untuk dipugar lebih dari 40.000 unit rumah.

X/35
Peningkatan peranserta masyarakat di perdesaan didukung
pula dengan semakin mantapnya kelembagaan masyarakat
perdesaan, antara lain LKMD, KUD, PKK, dan juga kelompok-
kelompok masyarakat lainnya, seperti : pesantren, kelompok
agama, kelompok remaja, kelompok petani dan pemakai air,
Karang Taruna dan sebagainya.

5) Program Peningkatan Prasarana dan Sarana


Perdesaan

Program peningkatan prasarana dan sarana perdesaan


bertujuan untuk meningkatkan pelayanan prasarana dan sarana
dasar perdesaan yang terjangkau oleh masyarakat perdesaan secara
merata. Program ini dilakukan untuk mendukung peningkatan
produktivitas masyarakat perdesaan dan peningkatan kualitas
lingkungan hidup di perdesaan. Program ini dalam Repelita VI
mencakup antara lain Program Pembangunan Perumahan dan
Lingkungan Desa Terpadu (P2LDT) yang merupakan komponen
dalam Inpres dati II dan Program Pembangunan Prasarana
Pendukung Desa Tertinggal (P3DT).

Program pengembangan prasarana dan sarana di desa dimulai


dengan identifikasi pembangunan prasarana dan sarana
perhubungan desa, identifikasi peran masyarakat, dan pembentukan
unit pengelola sarana (UPS) dan kelompok pengelola sarana (KPS)
untuk menentukan kebutuhan prasarana dan sarana perhubungan,
serta penyusunan rencana pembangunan prasarana dan sarana
perhubungan desa.

P2LDT telah dilakukan sejak Repelita II dan meliputi


kegiatan pemugaran perumahan perdesaan, penyediaan air bersih,

X/36
pembangunan dan peningkatan sarana lingkungan permukiman
perdesaan, dan perbaikan fasilitas lainnya antara lain pasar desa,
pendidikan, dan peribadatan.

Pada akhir Repelita V, rumah yang telah dipugar mencapai


240.000 unit rumah di 20.000 desa. Dari awal Repelita VI sampai
dengan tahun keempat Repelita VI, telah dipugar sejumlah 136.702
unit perumahan desa pada 11.332 desa. Pencapaian ini masih di
bawah sasaran Repelita VI yang meliputi 300.000 unit dan 20.000
desa. Selanjutnya, upaya ini akan menjadi tanggung jawab dari
pemerintah daerah tingkat II, mengingat komponen P2LDT telah
menjadi salah satu komponen dalam Inpres Dati II.

Sasaran Repelita VI dalam penyediaan air bersih perdesaan


dalam P2LDT ini mencakup 22.000 desa. Sampai dengan tahun
keempat Repelita VI, telah dilaksanakan penyediaan air bersih
perdesaan pada 18.869 desa. Pada tahun kelima Repelita VI
diupayakan sejumlah 3.200 desa sehingga diharapkan sasaran
Repelita VI dapat tercapai.

Dalam rangka perbaikan kualitas lingkungan permukiman


perdesaan, sasaran Repelita VI mencakup 7.000 desa. Sampai
dengan tahun keempat Repelita VI, telah dilaksanakan perbaikan
sarana penyehatan lingkungan permukiman perdesaan pada 10.369
desa. Mengingat peningkatan kebutuhan pembangunan, pada tahun
kelima Repelita VI akan diupayakan penambahan perbaikan
tersebut pada 370 desa.

Untuk menunjang program IDT, mulai tahun 1995/96


dilaksanakan pembangunan prasarana pendukung desa tertinggal
(P3DT). Kegiatan ini diarahkan untuk mendukung pengembangan

X/37
sektor ekonomi di desa tertinggal melalui pembangunan prasarana
yang meliputi pembangunan jalan, jembatan, tambatan perahu serta
sarana air bersih dan sanitasi lingkungan. Sampai dengan tahun
keempat Repelita VI, dialokasikan dana sebesar Rp. 80 miliar
untuk menjangkau 939 desa yang berada di 91 kabupaten/
kotamadya di 21 propinsi di luar Jawa dan Bali. Hasil fisik selama
dua tahun (tahun 1996/97 dan 1997/98) terdiri dari: jalan sepanjang
3.463,2 kilometer; 775 unit jembatan; 52 unit tambatan perahu, dan
13 unit alat penyeberangan. Di samping itu, telah dilakukan
pembangunan prasarana lingkungan yang meliputi sanitasi
lingkungan dan air bersih yang telah menjangkau 9.633 desa yang
tersebar di 26 propinsi (kecuali DKI Jakarta). Selanjutnya
penjelasan yang lebih rinci dapat dilihat pada Program Desa
Tertinggal pada Bab Pembangunan Daerah dan Transmigrasi (Bab
IX).

6) Program Pemantapan Kelembagaan Perdesaan

Upaya pemantapan kelembagaan perdesaan diarahkan untuk


meningkatkan peran lembaga kemasyarakatan desa seperti LKMD,
KPD, dan PKK, kader konservasi alam, dan KPSA sehingga
masyarakat lebih berpartisipasi aktif dalam pembangunan. Upaya
ini mencakup peningkatan fungsi dan kemampuan lembaga
kemasyarakatan desa dalam menampung dan menyalurkan aspirasi
masyarakat perdesaan.

Selama Repelita VI, pola pendekatan pembangunan yang


melibatkan partisipasi dan menumbuhkan inisiatif masyarakat
dikembangkan Lebih jauh dengan meningkatkan peran dan
kemampuan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) di
tingkat desa dan unit daerah kerja pembangunan (UDKP) di tingkat

X/38
kecamatan. Tujuannya adalah untuk membangkitkan dan membina
prakarsa masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan desa. Salah satu upaya untuk memberdayakan
LKMD antara lain adalah melalui pelaksanaan Program
Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal (P3DT) yang
memberi kepercayaan kepada LKMD untuk bertindak sebagai
pemilik dan penanggungjawab kegiatan pembangunan sarana dan
prasarana di desa.

Pembinaan kelompok wanita di perdesaan dilaksanakan


terutama melalui pembinaan PKK yang untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Bab XX Peranan Wanita, Anak dan Remaja, dan
Pemuda. Pembinaan anak dan remaja di perdesaan, dilakukan oleh
PKK, Pramuka di samping kegiatan-kegiatan di sekolah.

Pembinaan pemuda dilaksanakan antara lain melalui Karang


Taruna dengan memberikan berbagai pelatihan ketrampilan di
bidang pertanian, industri, olah raga, kesenian dan lainnya.
Pembinaan pemuda di perdesaan dilaksanakan pula oleh pesantren-
pesantren.

C. PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

1. Sasaran, Kebijaksanaan, dan Program Repelita VI

Pembangunan perumahan dan permukiman dalam Repelita


VI diarahkan pada semakin meratanya pemenuhan kebutuhan
prasarana dan sarana perumahan dan permukiman dengan kualitas
hunian serta pelayanan prasarana dasar yang layak dan terjangkau
terutama oleh masyarakat berpenghasilan rendah; makin efisien

X/39
dan makin efektifnya pengelolaan pembangunan perumahan dan
permukiman yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan;
meningkatnya peranserta masyarakat, koperasi, dan dunia usaha
dalam penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman
termasuk pendanaannya; makin meningkatnya kesempatan usaha
dan lapangan kerja dalam industri penunjang pembangunan
perumahan dan permukiman; dan terciptanya lingkungan
perumahan dan permukiman yang layak, bersih, sehat, dan aman
dengan segala fasilitas lingkungan permukimannya.

Di dalam pelaksanaannya, pembangunan perumahan dan


permukiman dilakukan dengan mengupayakan dan menumbuhkan
aspek kemandirian masyarakat melalui pola kerja sama dan
kemitraan yang saling menguntungkan.

Secara kuantitatif, sasaran Repelita VI yang ingin dicapai


dalam penyediaan perumahan dan permukiman meliputi
pembangunan satu kawasan siap bangun (KASIBA) dengan luas
1.200 hektar, pembangunan 2.000 kawasan terpilih pusat
pengembangan desa (KTP2D), pengadaan lebih kurang 500.000
unit rumah sangat sederhana (RSS) dan rumah sederhana (RS),
perbaikan kawasan kumuh seluas 21.250 ha di 125 kota di kawasan
yang kepadatannya cukup tinggi; peremajaan kawasan kumuh
seluas 750 ha; serta pemugaran perumahan dan permukiman di
20.000 desa tertinggal.

Sasaran Repelita VI dalam pembangunan prasarana air bersih


adalah peningkatan kapasitas produksi air bersih sebesar 30.000
liter per detik di perkotaan yang dapat melayani penduduk sejumlah
22 juta orang, mengurangi tingkat kebocoran menjadi 25 persen di
kota metropolitan dan besar serta 30 persen pada kota sedang dan

X/40
kecil; penambahan pelayanan air bersih di perdesaan di 22.000 desa
dengan jumlah penduduk terlayani sebesar lebih dari 16,5 juta
orang penduduk desa.

Sasaran Repelita VI dalam pengelolaan air limbah meliputi


pengelolaan air limbah perkotaan pada 9 kota metropolitan dan
besar, 200 kota sedang dan kecil, yang melayani sejumlah 13 juta
penduduk perkotaan, dan pengelolaan air limbah perdesaan yang
meliputi 7.000 desa untuk melayani penduduk sejumlah 4 juta jiwa.

Sasaran pengelolaan persampahan pada Repelita VI meliputi


penyediaan prasarana pengelolaan persampahan sistem kota pada
20 kota metropolitan dan besar dengan melayani penduduk
sejumlah 6,4 juta jiwa, dan pembinaan pengelolaan persampahan
sistem modul pada 200 kota sedang dan kecil dengan pelayanan
pada penduduk sejumlah 5,2 juta jiwa.

Sasaran penanganan drainase pada Repelita VI meliputi


pengadaan sistem makro pada 20 kota metropolitan dan besar
dengan luas 16.500 hektar dan sistem mikro pada 200 kota sedang
dan kecil dengan luas 32.900 hektar.

Sasaran penataan kota dan bangunan pada Repelita VI meliputi


penyiapan Program Jangka Menengah (PJM) perkotaan pada 250
kota, penyusunan Rencana Pembangunan Sarana dan Prasarana
(RPSP) dan PJM kawasan andalan pada 110 kawasan, serta
penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) pada
210 kawasan.

Kebijaksanaan pembangunan perumahan dan permukiman


dalam Repelita VI pada pokoknya adalah menyelenggarakan

X/41
pembangunan perumahan dan permukiman yang terjangkau oleh
masyarakat luas; menyelenggarakan pembangunan perumahan dan
permukiman yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan;
meningkatkan peranserta masyarakat dalam penyediaan pelayanan
perumahan dan permukiman; mengembangkan sistem pendanaan
perumahan dan permukiman terutama yang dapat membantu
masyarakat berpenghasilan rendah; memantapkan pengelolaan
pembangunan perumahan dan permukiman secara terpadu; dan
mengembangkan perangkat peraturan perundang-undangan
pendukung.

Untuk mewujudkan berbagai sasaran dan melaksanakan


berbagai kebijaksanaan tersebut di atas, dikembangkan beberapa
program yang terdiri atas program pokok dan program penunjang.
Program pokok terdiri atas: a) penyediaan perumahan dan per-
mukiman; b) perbaikan perumahan dan permukiman; c) penyehatan
lingkungan permukiman; d) penyediaan dan pengelolaan air bersih;
e) penataan kota; serta I) penataan bangunan. Program penunjang
terdiri atas: a) pengembangan hukum di bidang perumahan dan
permukiman; b) penelitian dan pengembangan perumahan dan
permukiman; c) penyelamatan hutan, tanah, dan air; d) penataan
ruang; dan e) penataan pertanahan.

2. Pelaksanaan dan Hasil Pembangunan Sampai Dengan


Tahun Keempat Repelita VI

Pelaksanaan dan hasil pembangunan perumahan dan


permukiman dalam Repelita VI adalah sebagai berikut:

X/42
a. Program Pokok

1) Program Penyediaan Perumahan dan Permukiman

Program penyediaan perumahan dan permukiman bertujuan


untuk meningkatkan kualitas kehidupan keluarga dan masyarakat
serta meningkatkan kemandirian dan kesetiakawanan sosial
masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan perumahan dan
permukiman.

Penyediaan perumahan dan permukiman di perkotaan


meliputi pembangunan kawasan permukiman Skala besar melalui
pembangunan kawasan siap bangun (KASIBA) dan lingkungan
siap bangun (LISIBA), penyediaan perumahan sederhana dan
rumah sangat sederhana (RS/RSS), dan pembangunan kawasan
terpilih pusat pengembangan desa (KTP2D).

Sampai dengan tahun keempat Repelita VI, telah dirintis


pembangunan Kawasan Siap Bangun (KASIBA) di Driyorejo,
Surabaya dengan lahan seluas 1.200 hektar. Upaya rintisan ini
meliputi pengembangan pola-pola penanganan dan pembangunan
prasarana, pembiayaan, pembebasan tanah terkendali, pembentukan
badan hukum, dan pelayanan yang lebih kepada masyarakat yang
memerlukan.

Penyediaan RS/RSS makin ditingkatkan melalui penerapan


pola pembangunan hunian berimbang (1:3:6), penyediaan fasilitas
'credit pemilikan rumah (KPR) yang disubsidi oleh pemerintah
dengan suku bunga 8%-14% per tahun, dan bantuan penyediaan
prasarana dan saran dasar permukiman bagi RS/RSS yang
dibangun oleh Perum Perumnas dan koperasi, serta penerbitan

X/43
peraturan (Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 12 tahun 1996)
yang memberikan keringanan pembebasan retribusi ijin mendirikan
bangunan (IMB) dan pungutan-pungutan lain yang dikenakan atas
pembangunan RS/RSS.

Penyediaan RS/RSS bagi masyarakat berpenghasilan rendah


dimulai pada Repelita II. Pada tahun kelima Repelita V, Perum
Perumnas membangun sebanyak 17.354 unit RS/RSS. Sejak tahun
pertama sampai dengan tahun keempat Repelita VI, telah dibangun
oleh Perum Perumnas, pengembang swasta, dan koperasi sebanyak
551.277 unit RS/RSS sehingga telah melampaui sasaran Repelita
VI sebesar 500.000 unit rumah.

Terjadinya gejolak moneter pada pertengahan tahun 1997/98


membawa dampak kepada pembangunan perumahan dan
permukiman yaitu dengan semakin meningkatnya jumlah kredit
pemilikan rumah yang macet dan pengembang yang menghentikan
pembangunannya. Dampak gejolak moneter dalam sektor
perumahan dan permukiman sangat besar pada pengangguran para
pekerja kasar dan buruh di perumahan dan permukiman yang
diperkirakan mencapai 2 juta orang. Jumlah ini belum termasuk
para pekerja dari kegiatan ikutan (supplier, industri kontruksi,
bahan bangunan dan peralatan) yang kehilangan pekerjaannya.
Pembangunan RS/RSS diperkirakan menurun sekitar 8 persen
akibat gejolak moneter ini.

Untuk menggairahkan pembangunan bidang properti telah


diterbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 1996 yang
memungkinkan warga negara asing memiliki rumah di Indonesia
dan penerbitan Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 1996 tentang
hak tanggungan pengembangan bisnis dan pembiayaan sektor

X/44
properti di Indonesia sebagai pengganti lembaga hipotik dan
credietverband, yang memberikan jaminan hukum kepada
pengembang, bank, dan pemilik atas bangunan, baik berupa hak
milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai atas
tanah negara.

Dalam tahun kelima Repelita VI direncanakan pembangunan


RS/RSS terutama untuk daerah-daerah di luar Jawa-Bali dan
peningkatan prasarana dan sarana lingkungan perumahannya pada
areal yang telah dibangun. Sekitar 30.000 RS/RSS diupayakan akan
dibangun oleh Perum Perumnas, pengembang swasta dan koperasi
termasuk pula pembangunan Rumah Susun Sewa yang dibangun
oleh Perumnas yang diperuntukkan bagi para pekerja industri
golongan rendah. Rumah susun sewa tersebut direncanakan
dibangun berdekatan dengan kawasan-kawasan industri, untuk
memberikan kemudahan bagi pekerja industri serta mencegah
berkembangnya kawasan kumuh di sekitar kawasan industri.

Di perdesaan pembangunan perumahan dan permukiman


bertujuan untuk membantu dan mendorong masyarakat desa untuk
memperbaiki rumah serta lingkungannya agar memenuhi
persyaratan teknis dan kesehatan. Pembangunan ini antara lain
dipadukan dalam pengembangan kawasan terpilih pusat
pengembangan desa atau KTP2D.

KTP2D bertujuan untuk merangsang pertumbuhan usaha-


usaha ekonomi perdesaan melalui penyediaan berbagai fasilitas
permukiman, berupa fasilitas air bersih, persampahan, dan sanitasi
di desa-desa yang berpotensi untuk berkembang. Sasaran program
KTP2D terutama adalah desa-desa agro wisata, agro industri, agro
bisnis, dan pusat pertumbuhan pelayanan lokal. Kegiatan ini

X/45
dilaksanakan mulai tahun pertama Repelita VI. Selama 4 tahun
Repelita VI telah dibangun prasarana dasar permukiman di 1.102
desa termasuk di 400 desa-desa pusat pertumbuhan, yakni 74% dari
sasaran Repelita VI. Sisa sasaran ini akan diupayakan pada tahun
kelima Repelita VI.

2) Program Perbaikan Perumahan dan Permukiman

Program perbaikan perumahan dan permukiman bertujuan


untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kemampuan
pengelolaan serta pemeliharaan prasarana dan sarana yang telah
dibangun. Kegiatan program ini dilaksanakan dengan pendekatan
tribina (bina manusia, bina lingkungan dan bina usaha). Program
ini terdiri atas kegiatan perbaikan, peremajaan, dan pemugaran
perumahan dan permukiman di perkotaan dan perdesaan termasuk
perkampungan nelayan dan desa-desa tertinggal melalui perbaikan
dan pembangunan jalan lingkungan, perbaikan saluran air hujan
dan air limbah, pengadaan sarana MCK, pengadaan air bersih, dan
penanganan persampahan.

Pada akhir Repelita V telah dilaksanakan perbaikan


lingkungan permukiman kota di 359 kota seluas 6.698 ha. Dalam
Repelita VI sampai dengan tahun keempat, perbaikan lingkungan
permukiman kota dilaksanakan di 1.009 kota dengan cakupan
seluas 18.045 hektar dan melayani penduduk kota sebanyak 2,433
juta jiwa. (Tabel X-3).

Peremajaan kota dilaksanakan di kawasan kumuh yang


berkepadatan tinggi terutama di kota-kota besar, seperti DKI
Jakarta, Semarang, dan Surabaya. Sampai dengan tahun 1993/94
telah dilaksanakan peremajaan kota seluas 6.698 ha. Dari tahun

X/46
pertama sampai dengan tahun keempat Repelita VI, telah
dilaksanakan peremajaan kawasan kumuh seluas 623 ha. Pada tahun
kelima Repelita VI akan diupayakan peremajaan kawasan kumuh
seluas 200 ha sehingga melebihi sasaran Repelita VI.

Pada akhir Repelita V (tahun 1993/94) telah dilaksanakan


pemugaran rumah di 3.612 desa dengan rumah terpugar sebanyak
79.951 unit. Dari tahun pertama sampai dengan tahun keempat
Repelita VI telah dipugar Lebih dari 90.000 rumah yang tersebar di
11.869 desa-desa tertinggal.

3) Program Penyehatan Lingkungan Permukiman

Program penyehatan lingkungan permukiman bertujuan untuk


meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan lingkungan
permukiman melalui penanganan drainase, pengelolaan persampah-
an dan pengelolaan air limbah dengan didukung oleh prakarsa dan
peranserta masyarakat.

a) Penanganan Drainase

Penanganan drainase dilaksanakan di daerah perkotaan


mencakup pembangunan drainase makro dan mikro. Drainase
makro dilaksanakan untuk mengatasi banjir rutin dan banjir
potensial, sedangkan drainase mikro dilaksanakan di kawasan-
kawasan kota yang rutin mengalami genangan.

Pada akhir Repelita V telah dilaksanakan perbaikan saluran


drainase di 180 kota yang melayani 14,328 juta orang. Pada
Repelita VI, dari tahun pertama sampai dengan tahun keempat,
telah dilaksanakan pembangunan dan perbaikan saluran drainase

X/47
pada 589 kota, yang dapat melayani penduduk sebesar 11,36 juta
jiwa (Tabel X-5 dan Tabel X-5 A).

Mengingat kebutuhan yang makin meningkat, dalam tahun


kelima Repelita VI, direncanakan peningkatan penanganan drainase
perkotaan pada 172 kota terutama kota sedang dan kecil dengan
cakupan luasan sekitar 13.050 hektar untuk melayani penduduk
sebanyak 1,5 juta jiwa.

b) Pengelolaan Persampahan

Pengelolaan persampahan dilaksanakan di daerah perkotaan


meliputi penyediaan prasarana pengelolaan persampahan sistem
kota dan pembinaan pengelolaan persampahan sistem modul.
Kegiatan ini ditekankan pada pengangkutan dan pembuangan
sampah kota melalui penggunaan peralatan mekanis pengelolaan
sampah. Pada akhir Repelita V (tahun 1993/94) telah dilaksanakan
pengelolaan sampah di 214 kota yang melayani sekitar 3,56 juta
jiwa. Pada tahun pertama sampai dengan tahun keempat Repelita
VI penanganan sampah telah dilaksanakan di 449 kota dan
melayani penduduk sekitar 12,88 juta jiwa (Tabel X-5 dan Tabel X-
5 A).

Pengelolaan sampah pada tahun kelima Repelita VI akan


diupayakan di 60 kota, termasuk di 8 kota yang akan dikerja-
samakan dengan pihak swasta.

c) Pengelolaan Air Limbah

Sejak tahun terakhir Repelita V hingga tahun keempat


Repelita VI telah selesai dibangun instalasi pengolahan air limbah
(IPAL) di 3 kota, yaitu Medan, Bandung, dan Yogyakarta.

X/48
Sejak tahun pertama sampai dengan tahun keempat Repelita
VI, telah dilaksanakan pembangunan dan pengelolaan air limbah
perkotaan pada 350 kota yang melayani 7,3 juta jiwa (Tabel X-5
dan Tabel X-5 A). Pembangunan dan pengelolaan air limbah pada
kota metropolitan dan besar sampai dengan tahun keempat Repelita
VI telah melampaui target Repelita VI yakni sebesar 177%.
Sedangkan untuk kota-kota sedang dan kecil, sampai dengan tahun
keempat Repelita VI telah mencapai 182 kota atau sekitar 92 %
dari sasaran yang bersangkutan. Pada tahun kelima Repelita VI
akan ditangani 62 kota yang sebagian besar adalah kota sedang dan
kecil yang mencakup pelayanan pada penduduk sejumlah 8 juta
jiwa.

Pengelolaan air limbah perdesaan dilakukan dengan sistem


pengelolaan setempat yang mencakup jamban keluarga (JAGA),
sistem pengelolaan air limbah (SPAL), mandi cuci kakus (MCK).
Sejak tahun pertama sampai dengan tahun keempat Repelita VI,
pengelolaan air limbah perdesaan telah dilaksanakan di 9.115 desa
(Tabel X-6). Pada tahun kelima Repelita VI, pengelolaan air limbah
perkotaan direncanakan untuk menangani 131 kota yang dapat
melayani lebih dari 4 juta jiwa, dan pengelolaan air limbah
perdesaan direncanakan untuk ditingkatkan pada 3.000 desa dengan
jumlah penduduk yang terlayani sekitar I juta jiwa.

4) Program Penyediaan dan Pengelolaan Air Bersih

Program penyediaan dan pengelolaan air bersih bertujuan


untuk meningkatkan penyediaan dan pengelolaan air bersih di
perkotaan dan di perdesaan melalui penurunan tingkat kebocoran,
peningkatan kapasitas air bersih, perluasan pelayanan sambungan
dan peningkatan efisiensi pengelolaan serta pengusahaan PDAM.

X/49
Pada akhir Repelita V, telah dihasilkan tambahan kapasitas
produksi air bersih sebesar 3.495 liter/detik, dengan sambungan
rumah sebanyak 575.026 unit dan hidran umum sebanyak 4.291
unit yang dapat melayani tambahan penduduk sebanyak 5,8 juta
orang. Sejak tahun pertama sampai dengan tahun keempat Repelita
VI, kapasitas produksi air bersih dapat ditingkatkan sebesar 24.982
liter/detik, sambungan rumah 1,4 juta unit, dan hidran umum
30.569 unit dengan penduduk terlayani sebanyak 12,32 juta jiwa
(Tabel X-7 dan Tabel X - 7A).

Di perdesaan penyediaan air bersih mencakup pembangunan


sistem perpipaan dan non-perpipaan berupa pembuatan sumur gali,
perlindungan mata air (PMA), dan penampungan air hujan (PAH).
Pada tahun 1993/94 telah dilaksanakan pembangunan penyediaan
air bersih perdesaan yang melayani penduduk sekitar satu juta jiwa.
Pada tahun pertama Repelita VI mulai dikembangkan dan
dilaksanakan pembangunan sistem penyediaan air bersih sederhana
atau SIPAS yang pelaksanaannya menggunakan teknologi tepat
guna dan melibatkan peran serta organisasi dan lembaga
masyarakat seperti Pramuka, Karang Taruna, dan Pesantren. Sejak
tahun pertama sampai dengan tahun keempat Repelita VI telah
dilaksanakan penanganan air bersih perdesaan di 18.869 desa
dengan penduduk yang terlayani sejumlah 14,52 juta jiwa.
Direncanakan pada tahun kelima Repelita VI akan ditangani
sejumlah 3.200 desa yang mencakup penduduk terlayani sejumlah
2 juta jiwa (Tabel X-8 dan Tabel X-8 A).

Dalam rangka memberi peluang investasi kepada swasta telah


ditawarkan antara lain sebanyak 110 proyek air bersih di 14
propinsi bagi investor swasta, antara lain di Lhok Seumawe,

X/50
Medan, Padang, Bengkalis, Palembang, Bandar Lampung,
Kabupaten Lampung Selatan, DKI Jakarta, Kabupaten Cirebon,
Semarang, Surabaya dan sekitarnya, Kabupaten Sidoarjo,
Kabupaten Tabanan, Kabupaten Pontianak, Kotif Bontang,
Balikpapan, Ujung Pandang, dan Manado. Minat swasta terhadap
investasi di bidang penyediaan air bersih cukup besar, namun
dihadapi beberapa kendala seperti kesepakatan harga jual air (tarif
air) dan kepastian hukum dalam berusaha. Dalam rangka
meningkatkan kerjasama antara pemerintah dan swasta dalam
penyediaan dan pengelolaan air bersih, telah diterbitkan Keputusan
Presiden Nomor 7 Tahun 1998 Tentang Kerjasama Pemerintah dan
Badan Usaha Swasta Dalam Pembangunan dan atau Pengelolaan
Infrastruktur yang mengatur tata-cara kerjasama mulai dari tahap
penyiapan proyek sampai dengan pelaksanaan kerjasama.

Pada tahun kelima Repelita VI, pengelolaan air bersih


perkotaan direncanakan untuk mencapai peningkatan kapasitas
produksi 8.000 liter/detik dengan jumlah penduduk yang terlayani
sekitar 6 juta jiwa. Sementara itu, pengelolaan air bersih perdesaan
direncanakan untuk ditingkatkan mencakup 5.000 desa dengan
jumlah penduduk terlayani sekitar 4 juta jiwa.

5) Program Penataan Kota

Program penataan kota mulai dilaksanakan dalam Repelita


VI. Program ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi
penyediaan, dan pelayanan dan sarana perkotaan yang akan
mendorong pemantapan fungsi kawasan-kawasan kota.

Program ini mencakup penyiapan dan penyusunan program


jangka menengah (PJM) bagi 250 kawasan perkotaan dan kota,

X/51
penyusunan rencana dan program strategis pembangunan prasarana
dan sarana perumahan dan permukiman bagi 111 kawasan andalan
nasional dalam Sistem Tata Ruang Nasional serta penyempurnaan
dan pemantapan sistem data dan informasi pembangunan perumahan
dan permukiman di perkotaan.

Pembangunan PJM kawasan perkotaan dan kota dilaksanakan


bersama pemerintah daerah tingkat II dan tingkat I yang
bersangkutan berdasarkan prinsip desentralisasi. Dari awal Repelita
VI sampai dengan tahun keempat, telah disusun PJM untuk 87 kota
dan 140 kawasan perkotaan.

Upaya penyempurnaan dan pemantapan sistem data dan


informasi pembangunan kota mulai dilakukan pada tahun ke-4
Repelita VI di 26 propinsi yang meliputi 130 kota/kawasan
perkotaan sebagai penunjang penyiapan pengembangan/pem-
bangunan kota di daerah tingkat II.

Dalam tahun kelima Repelita VI, direncanakan disusun


rencana investasi dan PJM untuk 10 lokasi perkotaan yang
mempunyai pertumbuhan yang pesat dan mempunyai kepentingan
yang bersifat nasional lainnya antara lain Kawasan Andalan
Sabang.

6) Program Penataan Bangunan

Program ini bertujuan untuk memantapkan kelembagaan


penataan bangunan di daerah agar lebih terwujud ketertiban di
dalam pembangunan dan keselamatan bangunan serta keserasian
bangunan dan lingkungan. Kegiatan yang dilakukan dalam Repelita
VI dalam rangka program ini adalah penyiapan, pemutakhiran, dan

X/52
pembakuan peraturan perundang-undangan di bidang tata
bangunan, pembinaan dan pengawasan teknis, termasuk kegiatan
bantuan teknis pengelolaan dan pembangunan bangunan gedung
negara, penyusunan peraturan bangunan setempat dan rencana tata
bangunan dan lingkungan.

Bantuan teknis penyusunan peraturan bangunan setempat


diprioritaskan pada 94 daerah tingkat II otonomi percontohan dan
daerah tingkat II lainnya yang telah mendesak kebutuhan akan
peraturan daerah tentang bangunan. Selama 4 tahun Repelita VI
telah berhasil disusun 80 naskah Peraturan Daerah tentang
bangunan. Bantuan teknis diberikan untuk penyusunan rencana tata
bangunan dan lingkungan, sebagai pedoman pelaksanaan dan
pengendalian tata bangunan dan lingkungan pada kawasan prioritas
khususnya di perkotaan dan kawasan wisata seperti tentang
pedoman wujud bangunan dan lingkungan serta intensitas
bangunan. Disamping itu, telah disiapkan sebanyak 109 rencana
tata bangunan dan lingkungan (RTBL).

Pada tahun kelima Repelita VI direncanakan untuk


menyusun RTBL untuk 40 kawasan, meningkatkan jumlah
RTBL yang disahkan sebagai peraturan daerah, dan
meningkatkan bantuan teknis dalam peremajaan/revitalisasi
kawasan-kawasan kota lama antara lain di Ujung Pandang,
Palembang, Semarang dan Jakarta serta kota-kota lainnya. Di
samping itu akan diupayakan peningkatan kualitas lingkungan
dan bangunan dikampung-kampung kumuh, kampung nelayan
dan masyarakat terasing.

X/53
b. Program Penunjang

1) Pengembangan Hukum di bidang Perumahan dan


Permukiman

Program ini bertujuan untuk menunjang kegiatan


perancangan peraturan perundang-undangan, baik yang bersifat
umum maupun yang bersifat sektoral. Dalam Repelita VI program
ini mencakup kegiatan pengkajian, penelitian hukum, serta
penyusunan naskah akademis peraturan perundang-undangan di
bidang perumahan dan permukiman.

Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992


tentang Perumahan dan Permukiman, selama tahun 1994/95 telah
diterbitkan dua buah peraturan pemerintah, yaitu Peraturan
Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara, dan
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1994 tentang Penghunian
Rumah oleh Bukan Pemilik. Pada tahun 1995/96 telah diterbitkan
Peraturan .Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 tentang Ijin
Pembelian Hunian oleh Orang Asing. Sementara itu, lima
Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) lainnya sedang dalam
proses pengesahan, yaitu RPP tentang Kawasan Siap Bangun
(Kasiba) dan Lingkungan Siap Bangun (Lisiba) yang Berdiri
Sendiri, RPP tentang Penyediaan Tanah untuk Perumahan dan
Permukiman, RPP tentang Penunjukkan Perum Perumnas untuk
Melakukan Penyelenggaraan Pengelolaan Kawasan Siap Bangun,
RPP tentang Pembangunan Perumahan dan Permukiman, dan RPP
tentang Pembinaan Perumahan dan Permukiman.

X/54
2) Program Penelitian dan Pengembangan Perumahan
dan Permukiman

Program ini bertujuan meningkatkan kemampuan


pendayagunaan kemajuan ilmu pengetahuan terapan untuk
pengembangan perumahan dan permukiman. Dalam rangka itu
dalam Repelita VI antara lain telah dikembangkan teknologi tepat
guna serta pendayagunaan bahan-bahan lokal untuk pembangunan
perumahan dan permukiman, yang dilaksanakan oleh pusat
penelitian dan pengembangan permukiman termasuk di perguruan-
perguruan tinggi.

3) Program Penyelamatan Hutan, Tanah dan Air

Program ini bertujuan untuk mendukung pelestarian fungsi


dan kemampuan sumber daya hayati dan non-hayati serta
lingkungan hidup. Bagi sektor perumahan dan permukiman
program ini mendukung kegiatan penyediaan dan pengelolaan air
bersih. Dalam rangka itu telah dilakukan kegiatan perlindungan
mata air (PMA).

Pada tahun 1997/98 pengelolaan kawasan lindung nasional


seluas 34 juta hektar diserahkan pelaksanaannya kepada
Pemerintah Daerah Tingkat I. Pengelolaan kawasan lindung yang
dipadukan dengan pengembangan daerah khususnya kawasan
lindung yang berfungsi sebagai daerah tangkapan hujan, daerah
resapan air, danau, dan situ dilakukan dengan pendekatan
pengelolaan ekosistem wilayah aliran sungai.

X/55
4) Program Penataan Ruang

Program ini bertujuan untuk menyusun dan mengembangkan


struktur dan pola pemanfaatan ruang dan mekanisme pengelolaan
yang dapat menyerasikan berbagai kegiatan pembangunan dan
pemanfaatan air, tanah, udara, serta sumber daya lainnya. Program
ini mendukung sektor perumahan dan permukiman khususnya
dalam rangka optimasi pemanfaatan ruang dan terbentuknya
lingkungan yang serasi.

Sampai dengan tahun 1997/98, seluruh Propinsi telah


menyelesaikan materi Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi
(RTRWP) dan menetapkannya sebagai Peraturan Daerah. Seluruh
Kabupaten telah memiliki Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
(RTRWK) namun baru 58 persen yang telah ditetapkan sebagai
Peraturan Daerah. Seluruh Kotamadya juga telah memiliki Rencana
Tata Ruang Wilayah Kotamadya (RTRWK).dan 80 persen telah
ditetapkan sebagai Peraturan Daerah. Dari sejumlah 1.729 kota non
status (kota administratip, ibukota kabupaten, dan ibukota
kecamatan) pada Repelita V sebanyak 617 kota telah memiliki
rencana tata ruang wilayah kota, dan pada Repelita VI dilakukan
penyusunan rencana tata ruang wilayah kota untuk 615 kota. Dari
615 rencana tata ruang wilayah kota non status yang disusun pada
Repelita VI sejumlah 312 rencana tata ruang wilayah telah
ditetapkan sebagai Peraturan Daerah.

5) Program Penataan Pertanahan

Program ini bertujuan untuk meningkatkan dan


menyempurnakan penyelenggaraan pelayanan masyarakat,
terutama dalam kaitannya dengan pengurusan hak serta pemberian

X/56
status hukum atas tanah dan penyediaan data dasar pertanahan yang
konsisten.

Dalam kurun waktu 1993/94 sampai dengan 1997/98 telah


dilakukan redistribusi tanah obyek landreform seluas 13.207 hektar,
penyiapan konsolidasi tanah perkotaan untuk 22.700 bidang,
pembinaan konsolidasi tanah perkotaan untuk 18.000 bidang, dan
konsolidasi lahan pertanian beririgasi teknis (PIADP) seluas 21.690
hektar. Untuk masyarakat berpendapatan rendah, melalui proyek
operasi nasional (PRONA) pertanahan, dilakukan pemberian
sertipikat tanah secara massal. Pada Repelita VI telah diberikan
sertipikat tanah sebanyak 333.030 sertipikat.

D. PENUTUP

Pembangunan perkotaan dan perdesaan serta perumahan dan


permukiman dalam Repelita VI telah berjalan sesuai dengan arahan
dan telah mencapai sebagian besar sasaran yang ditetapkan.

Salah satu hasil pembangunan yang dinikmati baik oleh


penduduk di perkotaan maupun di perdesaan adalah penurunan
jumlah penduduk miskin. Penduduk perkotaan yang hidup di bawah
garis kemiskinan telah menurun dari 16,8 persen pada tahun 1990
menjadi 13,4 persen pada 1993 dan menjadi sekitar 3,4 persen pada
tahun 1996. Sedangkan jumlah penduduk perdesaan yang hidup di
bawah garis kemiskinan yang pada tahun 1990 adalah sebesar 14,3
persen menurun menjadi 13,8 persen pada tahun 1993 dan menjadi
7,8 persen pada tahun 1996. Penurunan jumlah penduduk miskin
tersebut dihasilkan oleh berbagai kegiatan pembangunan seperti
d u k u n g a n l a ngs ung ber upa moda l s e per t i I DT, p e n i n g k at a n

X/57
ketersediaan prasarana dan sarana, pelayanan pendidikan dan
kesehatan, perbaikan perumahan dan permukiman, dan peningkatan
kelembagaan ekonomi di kota dan desa.

Dalam rangka meningkatkan. somber daya manusia di


perkotaan dan perdesaan maka dalam Repelita VI angka partisipasi
murni pada jenjang SD dan MI di perkotaan mencapai lebih dari
97,1 persen, sedangkan di perdesaan lebih dari 93,4 persen. Angka
partisipasi kasar sampai dengan jenjang SD dan MI di perkotaan
mencapai lebih dari 107,8 persen sedangkan di perdesaan lebih dari
107,3 persen. Tingkat melek huruf pada tahun 1995 di perkotaan
telah mencapai sebesar 93,9 persen dan di perdesaan telah mencapai
sebesar 83,7 persen.

Dengan peningkatan pelayanan prasarana dan sarana,


kawasan perkotaan telah menjadi tempat berkembangnya industri
dan jasa yang memberikan lapangan kerja dan usaha serta tingkat
kehidupan yang lebih baik. Pertumbuhan yang pesat di perkotaan
telah menjadi daya tank bagi penduduk di perdesaan terutama
tenaga-tenaga produktif untuk datang ke perkotaan. Data pada
tahun 1990 menunjukkan bahwa laju pertambahan penduduk di
perkotaan sebesar 5,5 persen per tahun sedangkan laju pertambahan
penduduk di perdesaan hanya sebesar 0,8 persen per tahun. Dalam
Repelita VI telah diupayakan peningkatan sistem kota-kota pada
111 kawasan andalan sebagai usaha untuk meningkatkan
keterkaitan kota dan desa. Selain itu jugs diupayakan
pengembangan kota-kota barn di sekitar kota-kota besar sebagai
usaha untuk mengurangi beban pelayanan sosial ekonomi kota-kota
besar dan mengembangkan kapasitas kota-kota untuk melayani dan
mendorong kemajuan dan perkembangan wilayah perdesaan
disekitarnya.

X/58
Pembangunan perumahan dan permukiman pada Repelita VI
telah meningkatkan kualitas kehidupan keluarga dan masyarakat
serta meningkatkan kemampuan pengelolaan dan pemeliharaan
prasarana dan sarana perumahan dan permukiman yang telah
dibangun. Pembangunan rumah sederhana (RS) dan rumah sangat
sederhana (RSS) pada Repelita VI telah mencapai 551.277 unit
yang berarti telah melampaui sasaran Repelita VI sebesar 500.000
unit. Pembangunan drainase, pengelolaan persampahan,
pengelolaan air limbah, serta pengelolaan air bersih pada Repelita
VI telah berhasil meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan
lingkungan permukimannya, serta meningkatkan peranserta
masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan permukiman yang sehat.
Pembangunan dan perbaikan saluran drainase dalam Repelita VI
telah dilaksanakan pada 589 kota yang berarti telah melampaui
sasaran Repelita VI sebanyak 220 kota. Pengelolaan persampahan
telah dilaksanakan pada 449 kota yang berarti telah melampaui
sasaran Repelita VI sebanyak 220 kota serta melayani 12,88 juta
jiwa yang melampaui sasaran Repelita VI sebanyak 11,60 juta jiwa.
Pengelolaan air limbah selama Repelita VI telah dilaksanakan di
350 kota yang berarti telah melampaui sasaran Repelita VI
sebanyak 209 kota. Produksi air bersih di perkotaan dalam Repelita
VI berhasil ditingkatkan sebesar 24.982 liter/detik dari sasaran
Repelita VI sebesar 30.000 liter/detik, dengan penduduk perkotaan
terlayani sebanyak 21,57 juta jiwa dari sasaran Repelita VI sebesar
22 juta jiwa.

Di perdesaan sampai dengan tahun keempat Repelita VI


penyediaan dan pelayanan air bersih telah mencapai 18.869 desa
dengan penduduk terlayani 14,52 juta jiwa dari sasaran Repelita VI
sebesar 22.000 desa dan 16,5 juta jiwa. Pada tahun kelima Repelita

X/59
VI sasaran ini akan diupayakan untuk dipenuhi. Pembangunan dan
pengelolaan air limbah perdesaan selama Repelita VI telah
mencapai 9.115 desa dan melayani 3,1 juta jiwa dari sasaran
Repelita VI sebesar 7.000 desa dan 4 juta jiwa.

Meskipun telah banyak kemajuan yang dihasilkan dalam


pembangunan di perkotaan dan perdesaan namun disadari bahwa
ada kesenjangan pertumbuhan antara perkotaan dengan perdesaan
yang semakin melebar. Untuk mengatasinya dalam masa
pembangunan mendatang kegiatan pembangunan perdesaan perlu
ditingkatkan, dengan meningkatkan kemampuan desa, peranserta
masyarakat perdesaan serta usaha-usaha ekonomi produktif
lembaga-lembaga perekonomian di perdesaan.

X/60
TABEL X – 1
PEMBANGUNAN RUMAH SEDERHANA
KREDIT PEMILIKAN RUMAH OLEH BANK TABUNGAN NEGARA (BTN)
MENURUT DAERAH TINGKAT I,
1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98
(unit rumah)

1) Angka sementara sampai dengan Desember 1997


.. = Data belum tersedia
- = Proyek pembangunan belum dilaksanakan atau tidak dilaksanakan lagi

X/61
GRAFIK X – 1
PEMBANGUNAN RUMAH SEDERHANA MELALUI KPR OLEH BTN
1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98

X/62
TABEL X – 1.A
PEMBANGUNAN RUMAH SEDERHANA
KREDIT PEMILIKAN RUMAH OLEH BANK TABUNGAN NEGARA (BTN)
MENURUT DAERAH TINGKAT I
1968, 1973/74, 1978/79 1983/84, 1988/89
(unit rumah)

1) Angka kumulatif lima tahunan

X/63
TABEL X – 2
PEMBANGUNAN KAWASAN
PENGEMBANGAN DESA TERPILIH PUSAT
MENURUT DAERAH TINGKAT I 1)
1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98

1) Program ini dimulai pada Repelita VI


2) Angka sementara sampai dengan Desember 1997

X/64
TABEL X – 3
PERBAIKAN LINGKUNGAN PERUMAHAN KOTA (P2LPK) PERBAIKAN KAMPUNG
MENURUT DAERAH TINGKAT I
1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98

1) Angka diperbaiki
2) Angka sementara sampai dengan Desember 1997

X/65
GRAFIK X – 2
PERBAIKAN LINGKUNGAN PERUMAHAN KOTA (P2LPK/
PERBAIKAN KAMPUNG
1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98

X/66
TABEL X – 4
PELAKSANAAN PEMUGARAN PERUMAHAN DESA
MENURUT DAERAH TINGKAT I
1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98

1) Angka MTR Angka sampai dengan Desember 1997


X/67
GRAFIK X - 3
PELAKSANAAN PEMUGARAN PERUMAHAN DESA
1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98

X/68
TABEL X – 4.A
PELAKSANAAN PEMUGARAN PERUMAHAN DESA
MENURUT DAERAH TINGKAT I
1968, 1973/74, 1978/79 1983/84, 1988/89

1) Angka kumulatif lima tahunan


X/69
TABEL X – 5
PELAKSANAAN PENYEHATAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN
MENURUT DAERAH TINGKAT I
1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98

1) Angka sementara sampai dengan Desember 1997

X/70
Lanjutan Tabel X – 5

1) Angka sementara sampai dengan Desember 1997

X/70 a
TABEL X – 5.A
PELAKSANAAN PENYEHATAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN
MENURUT DAERAH TINGKAT I
1988/89

1) Penanganan drainase, persampahan dan air limbah dimulai sejak Repelita IV

X/71
TABEL X – 6
PENGOLAHAN AIR LIMBAH PERDESAAN
MELALUI PENGELOLAAN SETEMPAT
MENURUT DAERAH TINGKAT I 1)
1994/95 – 1997/98

1) Program ini dimulai pada Repelita VI


2) Angka sementara sampai dengan Desember 1997
JAGA Jamban Keluarga
SPAL Sistem Pembuangan Air Limbah
MCK Manndi Cuci Kakus

X/72
TABEL X – 7
PELAKSANAAN PENYEDIAAN AIR BERSIH PERKOTAAN
MENURUT DAERAH TINGKAT I PER TAHUN
1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98

1) Angka sementara sampai dengan Desember 1997


.. = Data belum tersedia
- = Proyek pembangunan belum dilaksanakan atau tidak dilaksanakan lagi
X/73
Lanjutan Tabel X - 7

1) Angka sementara sampai dengan Desember 1997


.. = Data belum tersedia
- = Proyek pembangunan belum dilaksanakan atau tidak dilaksanakan lagi

X/73 a
GRAFIK X – 4
PELAKSANAAN PENYEDIAAN AIR BERSIH PERKOTAAN
1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98

X/74
TABEL X – 7.A
PELAKSANAAN PENYEDIAAN AIR BERSIH PERKOTAAN
MENURUT DAERAH TINGKAT I PER TAHUN
1968, 1973/74, 1978/79 1983/84, 1988/89

X/75
TABEL X – 8
PELAKSANAAN PENYEDIAAN AIR BERSIH PERDESAAN PER TAHUN
MENURUT DAERAH TINGKAT I
1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98

*) Angka sementara sampai dengan Desember 1997


1) Terdiri dari Hidran/Kran Umum dan Terminal Air
2) Terdiri dari Sumur Artesis, Sumur Pompa Dalam/Dangkal, dan Sumur Gali
3) PAH : Penampungan Air Hujan
4) PMA : Perlindungan Mata Air
Untuk TA 97/98 angka Hidran Umum adalah Sipas dikali 2
dan Kapasitas Produksi adalah 3/10 dikali Sipas
.. = Data belum tersedia
-- = Proyek pembangunan belum dilaksanakan atau tidak dilaksanakan lagi

X/76
Lanjutan Tabel X – 8

*) Angka sementara sampai dengan Desember 1997


1) Terdiri dari Hidran/Kran Umum dan Terminal Air
2) Terdiri dari Sumur Artesis, Sumur Pompa Dalam/Dangkal, dan Sumur Gali
3) PAH : Penampungan Air Hujan
4) PMA : Perlindungan Mata Air
Untuk TA 97/98 angka Hidran Umum adalah Sipas dikali 2
dan Kapasitas Produksi adalah 3/10 dikali Sipas
.. = Data belum tersedia
-- = Proyek pembangunan belum dilaksanakan atau tidak dilaksanakan lagi

X/76 a
GRAFIK X – 5
PELAKSANAAN PENYEDIAAN AIR BERSIH PERDESAAN
1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98

X/77

Anda mungkin juga menyukai