Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Salah satu indikator kesehatan Indonesia suatu bangsa ialah derajat kesehatan anak, yang biasa

diukur melalui angka kematian anak, cermin dunia kedokteran kali ini menyoroti berbagai masalah kesehatan

anak dari berbagai aspek, masalah diare tentu menjadi fokus utama, disamping penyakit-penyakit lain seperti

pneumonia, campak, malaria dan malnutrisi. Oleh sebab itu gejala penyakit dan cara penanganannya perlu

dikenali. Penanganan juga bukan hanya membantu penyembuhan, namun juga dapat mencegah timbulnya

komplikasi lebih jauh (Depkes RI, 1997).

Diare hingga kini masih merupakan penyebab utama angka kesakitan dan angka kematian pada

balita, dengan perkiraan 1,3 milyar dan 3,2 kematian tiap tahun pada balita. Keseluruhan anak-anak mengalami

rata- rata 3,3 diare per tahun. Tetapi di beberapa tempat dapat lebih dari 9 per tahun. Penyebab utama kematian

karena diare adalah dehidrasi sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit melalui tinjanya (Hendarwanto,

2003). Telah dilakukan usaha terus-menerus untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas diare, namun masih

ada dugaan bahwa belum seluruh masyarakat terutama ibu dan petugas kesehatan melakukan tatalaksana diare

secara besar.

Angka kesakitan diare di Indonesia dewasa ini diperkirakan antara 120-300 kejadian per 1000

penduduk per tahun, 60-80% di antaranya terdapat pada balita. Dari sejumlah ini diperkirakan sebanyak 1%

akan menderita diare dehidrasi berat dengan angka kematian sekitar 175.000 per tahun, di antaranya terdapat

135.000 bayi dan anak balita (Ditjen PPM & PLP Depkes, 1990). Di negara sedang berkembang, 45 %

populasi adalah anak berumur kurang dari 15 tahun, dengan jumlah balita sebanyak 20% (BPS, 1979). Di

Indonesia, pada tahun 1987 terdapat 39,4 % anak berumur

1 kurang dari. 15 tahun, dari sejumlah ini terdapat balita sebanyak 12,6 %
(Grant, 1989).

Di Indonesia setiap anak mengalami diare 1,6 – 2 kali setahun. Hasil dari SKRT (Survei Kesehatan

Rumah Tangga) di Indonesia angka kematian diare anak balita dan bayi per mil per tahun berturut-turut

menunjukkan angka sebagai berikut : 6,6 (anak balita) 22 (bayi) pertahun 1980; 3,7 (bayi) pada tahun 1992 ; 1
(anak balita) dan 8 (bayi) pada tahun 1995. Menurut Departemen Kesehatan di 8 propinsi pada tahun 1989,

1990 dan 1995 berturut-turut morbiditas diare menunjukkan 78,5%, 103% dan 100%.

Diare juga merupakan penyebab utama gizi kurang, yang akhirnya dapat menimbulkan kematian

karena penyebab lain, misalnya infeksi saluran nafas. Sebagian besar angka kematian diare ini diduga karena

kurangnya pengetahuan masyarakat terutama ibu, mengenai upaya pencegahan dan penanggulangan diare

dehidrasi (Munir, 1982).

Tinggi rendahnya angka kejadian diare ini dalam masyarakat


ditentukan antara lain oleh :
1) Faktor lingkungan
2) Faktor perilaku masyarakat.

Faktor-faktor ini memegang peranan yang penting dalam mencegah dan menanggulangi diare yang harus

mendapat perhatian yang besar ( Sunoto, 1986). Tetapi seluruh lapisan masyarakat dan bahkan para petugas

kesehatan pun masih banyak yang belum menggunakannya (Ismail, 1990). Hingga kini, masih saja ada

masyarakat yang beranggapan bahwa:

(1) Diare merupakan gejala anak mau bertambah pintar,


(2) Perlu menghentikan makanan dan minuman sehari-hari. tarmasuk ASI,
selama diare,

3) Perlu memberikan obat tradisional (jamu), daun jambu, popok daun- daunan. kerikan, maupun obat modern, baik

yang harus dibeli dengan resep dokter, maupun yang dapat dibeli bebas di apotik atau di toko obat .

Keadaan di atas kiranya sangat berkaitan dengan perilaku masyarakat terhadap penyakit diare dan

perilaku masyarakat ini dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan. lingkungan, keadaan social ekonomi,

peranan tenaga penyuluh kesehatan, dan sebagainya (Ismail. dkk., 1986).

Dalam hal ini perlu peran serta masyarakat, khususnya ibu, yang mempunyai perilaku yang

menunjang, yang selanjutnya juga berperan sebagai 'dokter' terdekat bagi keluarga. terutama bagi anaknya.

Khusus pada diare. Peran ibu ini sangat penting dalam usaha pencegahan dan penanganannya. Peran ibu ini

menjadi sangat penting karena di dalam merawat anaknya, ibu seringkali berperan sebagai pelaksana dan
pembuat keputusan dalam pengasuhan anak, yaitu dalam hal memberi makan, memberi perawatan kesehatan

dan penyakit, memberi stimulasi mental (Titi Sularyo dkk., 1984). Dengan demikian bila ibu barperilaku baik

mengenai diare, ibu sebagai pelaksana dan pembuat keputusan dalam pengasuhan, diharapkan dapat

memberikan pencegahan dan pertolongan pertama pada diare dengan baik.

1.1
Rumusan Masalah

1. Apakah penyebab diare pada balita?

2. Bagaimanakah gejala diare pada balita?

3. Bagaimanakah upaya pencegahan dan pengobatan diare ada balita?

1.2
Tujuan

1. Mengetahui penyebab diare yang dialami balita.

2. Mengetahui gejala diare pada balita.

3. Mengetahui upaya pencegahan dan pengobatan diare pada balita.

1.3 Manfaat
1.
Mengetahui penyebab diare yang dialami balita.
2
Mengetahui gejala diare pada balita.
3
Mengetahui upaya pencegahan dan pengobatan diare pada balita.
3

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

Pernahkah Anda diare? Setiap orang pasti pernah terkena diare dalam hidupnya. Diare adalah

penyakit yang ditandai dengan tinja yang lembek dan cair, seringkali disertai kejang perut. Diare tak pernah

pandang bulu, ia dapat menyerang siapa saja, baik pria maupun wanita, baik orang tua maupun muda.

Diare seringkali dianggap sebagai penyakit sepele, padahal di tingkat global dan nasional fakta

menunjukkan sebaliknya. Menurut catatan WHO, diare membunuh dua juta anak di dunia setiap tahun,
sedangkan di Indonesia, menurut Surkesnas (2001) diare merupakan salah satu penyebab kematian kedua

terbesar pada balita.

Jangan anggap remeh diare terutama pada anak. Diare mungkin bukan penyakit parah seperti

penyakit jantung atau kanker. Namun, diare pada bayi dan balita (bayi bawah lima tahun) sangat berbahaya

karena dapat menyebabkan kematian akibat kekurangan cairan.

Bayi dan balita (bayi bawah lima tahun) rentan sekali akan diare. Perkembangan sistem pencernaan

dan kekebalan tubuhnya yang belum optimal menyebabkan mereka mudah terserang diare akibat bakteri atau

virus.

Hal penting yang harus diwaspadai pada penderita diare adalah kemungkinan terjadinya dehidrasi

(kekurangan cairan tubuh). Cairan dan elektrolit tubuh akan banyak keluar bersama tinja sehingga tubuh

kesulitan menjalankan fungsinya.

Penanganan diare pun tidak semudah membalikan telapak tangan. Pemberian cairan yang

mengandung elektrolit penting memang baik untuk mencegah dehidrasi penderita, tetapi pemberian obat anti

diare yang tidak pada tempatnya malah berbahaya.

4
BAB III
PEMBAHASAN

Diare adalah kondisi di mana frekuensi BAB meningkat dari biasanya, disertai dengan feses yang

lebih cair. Ada tiga hal yang menyebabkan balita mengalami diare, yaitu :

a)
faktor makanan,
b)
perjalanan yang melelahkan,
c)
akibat adanya infeksi saluran cerna.

Infeksi saluran cerna, umumnya disebabkan kuman pembawa penyakit, seperti bakteri Escherichia coli

pada air yang kurang bersih. Bakteri ini masuk melalui makanan ke saluran pencernaan, dan berkembang biak
dalam usus - terutama usus besar (kolon). Jika jumlahnya berlebihan, bakteri ini dapat menimbulkan sakit

perut serta diare atau mencret.

Dampaknya, kerja usus terganggu karena tak bisa menyerap sari makanan dari makanan yang kita

konsumsi. Suplai zat-zat makanan yang diperlukan untuk tumbuh-kembang anak serta untuk kecerdasan otak

pun terganggu. Lebih fatal lagi, jika telah menyebabkan anak dehidrasi (kekurangan cairan tubuh secara

berlebihan), yang jika terlambat ditangani bisa menyebabkan kematian.

Penyebab Diare

Diare pada bayi dan anak merupakan penyakit utama di Indonesia. Diare diartikan sebagai buang air

besar tidak normal atau bentuk tinja encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Penyebab diare ada

beberapa faktor, yaitu: (1) Infeksi. Infeksi virus atau infeksi bakteri padasaluran pencernaan merupakan

penyebab diare pada anak.


(2) Malabsorpsi. Gangguan absorpsi biasanya terhadap zat-zat gizi yaitu

karbohidrat (umumnya laktosa), lemak dan protein.

(3) Makanan. Makanan basi, beracun, atau alergi terhadap makanan tertentu.

(4) Faktor psikologis. Rasa takut, cemas (umumnya jarang terjadi pada anak).

Selain beberapa faktor di atas, salah satu penyebab diare pada bayi adalah penggunaan susu formula.

Bila dilihat dari segi pencernaan, ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi karena ASI mengandung zat

lengkap termasuk enzim laktase yang berguna untuk mencernakan laktosa. Perlu diketahui, jika tubuh

kekurangan enzim laktase akan memunculkan gejala-gejala kembung atau mencret setelah minum susu.

Komposisi susu formula walau telah diolah secanggih mungkin, tetap tidak akan bisa menyamai ASI.

Sedangkan penyebab diare pada balita lebih beragam. Bisa karena infeksi bakteri, virus, dan amuba.

Bisa jadi juga akibat salah mengonsumsi makanan. Protein susu sapi merupakan bahan makanan terbanyak

penyebab diare. Makanan lain penyebab timbulnya alergi ialah ikan, telur, dan bahan pewarna atau pengawet.
Akibat diare (mencret), anak akan kehilangan banyak air dan elektrolit (dehidrasi) yang

menyebabkan tubuh kekurangan cairan, gangguan gizi sebab masukkan makanan kurang, sedang pengeluaran

bertambah, dan hipoglikemia yaitu kadar gula darah turun di bawah normal.

Tanda-tanda/ Gejala Diare

Anak bersikap rewel atau justru apatis dan lesu pada dehidrasi yang lanjut. Bagi anak usia di bawah 1

tahun, dapat ditemukan tanda ubun-ubun yang cekung. Pada dehidrasi yang ringan dan sedang, anak akan

merasa haus. Namun bila dehidrasinya berat, anak justru tidak merasa haus lagi. Tanda-tanda dehidrasi antara

lain anak menangis tanpa air mata, mulut dan bibir kering, selalu merasa haus. Air seni keluar sedikit dan

berwarna gelap, ada kalanya tidak keluar sama sekali. Juga, mata cekung atau terbenam. Pada bayi tanda

dehidrasi bisa dilihat lewat ubun-ubun yang menjadi cekung. Juga anak mengantuk, kulit pucat atau

kekenyalan tubuh berkurang, dan bekas cubitan tidak cepat kembali normal.

Pada kulit perut terdapat turgor kulit, atau berkurang kelenturannya. Cara memeriksanya dengan

menjepit/mencubit kulit selama 30-60 detik, kemudian lepaskan. Bila turgor kulit anak masih baik, kulit akan

cepat kembali ke keadaaan6

semula. Bila tidak, lambat kembalinya. Selain itu, anak yang mengalami
dehidrasi, mulut dan lidah pun terasa kering.
Pencegahan Diare

Mencuci tangan pakai sabun merupakan aktivitas yang selama ini dianggap biasa-biasa saja oleh

kebanyakan orang. Banyak yang tidak tahu bahwa mencuci tangan pakai sabun sebenarnya sangat besar

manfaatnya dan jangan lalai melakukannya pada saat-saat yang menentukan. Hasil studi Curtis V dari

Department of Infectious and Tropical Diseases London School of Hygiene and Tropical Medicine pada tahun

2003, membuktikan bahwa mencuci tangan pakai sabun dapat mengurangi kasus penyakit diare yang

merupakan penyebab terbesar kematian balita di banyak negara. Balita memang rentan terhadap diare

disebabkan rendahnya tingkat kekebalan tubuh balita dibandingkan orang dewasa.


Selain itu untuk pencegahan diare pada balita, jaga kebersihan makanan si kecil, begitu juga dengan

alat makannya. Pada balita, pastikan makanan yang ia konsumsi bersih dan sehat, dan meminum air yang

dipastikan sudah matang/mendidih. Hindari mengkonsumsi jajanan yang tidak terjamin kebersihannya.

Diare yang disertai berkurangnya cairan tubuh (dehidrasi), batuk disertai sesak napas, gejala ke arah

asma meskipun bukan asma, atau infeksi saluran napas bagian bawah, dan demam berdarah, menurut Kishore,

perlu mendapat perawatan khusus.Penyebab diare umumnya makanan. Bisa karena keracunan makanan atau

karena kuman dalam makanan. Kalau makanannya beracun, gejala utamanya muntah, baru diikuti diare. Kalau

karena kuman pada makanan, biasanya diare dulu baru kemudian muntah.

Diare merupakan keadaan gawat darurat sehingga harus segera ditanggulangi sebelum kondisi

dehidrasi terjadi, yaitu pertama-tama dengan memberikan banyak minum. Pemberian susu formula dan jus

buah dihentikan sementara. Namun, ASI tetap dilanjutkan.

Bila diare terjadi berulang kali, anak akan kehilangan banyak cairan, bahkan sejumlah mineral

penting, seperti sodium, potasium, dan klorida ikut terbuang. Bila berkelanjutan, bisa terjadi

ketidakseimbangan cairan tubuh sehingga timbul dehidrasi. Kondisi dehdarasi inilah yang paling

dikhawatirkan meski diare pada dasarnya akan sembuh sendiri.

Tip mudah mengatasi diare pada balita antara lain:


1. Berikan banyak cairan.
Balita harus menerima 150-200 ml minuman (1 gelas) per kg berat
badan selam sehari sebagai pengganti cairan yang keluar bersama tinja.
2. Berikan Cairan Pengganti.

Cairan yang dapat Anda berikan yaitu ASI, jus buah, air putih, teh manis, air gula garam, jus,

sup atau oralit. Anda bisa membuat oralit sendiri dengan cara:


Larutkan 1 sdt garam, 8 sdt gula ke dalam 5 gelas air matang.

Berikan larutan tersebut sesuka bayi, 2 gelas atau 3 gelas. Setelah 1
gelas garam-gula (oralit) tersebut setiap kali mencret.
Larutan ini, diberikan sedikitnya setengah gelas tiap kali anak muntah atau buang air besar. Bisa juga

diberikan satu sendok makan setiap lima menit, sampai anak dapat buang air kecil secara normal.

3. Berikan Makan Pengganti Cairan.

Jika diare disertai muntah-muntah, pemberian minuman menjadi susah, bahkan sia-sia.

Sebaiknya, buatkan makan (bubur) yang banyak mengandung air. Berikan sedikit-sedikit tetapi sering.

4. Berikan makanan yang bisa mempersingkat lamanya diare


Seperti bubur yang terbuat dari tempe atau garut. Cara membuat bubur
tempe yaitu:
 Dibutuhkan bahan yang terdiri atas tempe (jumlahnya paling dominan),
trigu, gula halus, minyak, dan sedikit garam.
 Cara pengolahannya dalam bentuk semi instan, yaitu tempe direbus, lalu dihaluskan. Campur
dengan bahan lain. Masak dalam oven, keringkan dan giling dengan blender kering.
 Berikan bubur dengan cara memasaknya sebentar dalam air panas.
5. Air tajin untuk diare

Air tajin justru cukup efektif bagi bayi untuk mengatasi diare. Juga jauh lebih baik dibandingkan

dengan oralit karena tajin mengandung glukosa polimer yang mudah diserap. Air tajin selain cepat

dicerna, juga mengandung kadar glukosa cukup tinggi, yang akan mempermudah penyerapan elektrolit.

Selain itu dua macam poliglukosa dalam tepung tajin dapat menyebabkan feses lebih padat. Keuntungan

lain air tajin adalah adanya kandungan proteinnya, yaitu

7 % - 10 %. Sedangkan garam oralit tidak mengandung protein. Penggunaan air

tajin sebagai "obat diare", tidak berbahaya untuk bayi sekalipun.

6. Segera Bawa Ke Dokter.


Jika diare semakin berat, bahkan disertai munth maka segera bawa ke
dokter atu tempat pelayanan kesehatan terdekat.
Pengaturan makanannya secara umum adalah:

(1) Cairan harus cukup untuk mengganti cairan yang hilang, baik melalui muntah maupun diare. Setiap kali

buang air besar beri minum satu gelas larutan oralit atau larutan gula garam.

(2) Berikan makanan yang rendah serat, cukup energi, protein, vitamin dan
mineral.
(3) Suhu makanan dan minuman lebih baik dalam keadaan hangat, tidak panas
atau terlalu dingin.
(4) Bentuk makanan lunak

Pada kondisi tertentu, diare bisa berakibat fatal. Segera ke dokter bila sakit perut si kecil terus-

menerus berlangsung selama 6 jam atau lebih, disertai muntah, tak mau minum, mata nampak cekung,

pusing, dan berat badan turun. Agar tak sampai terjadi dehidrasi, usahakan si kecil tetap minum (ASI,

susu atau cairan lain).

Bila anak sudah lebih besar (sekitar 2-5 tahun), berikan larutan oralit. Biasanya balita perlu

sekitar 3 bungkus oralit yang dicampur ke dalam 200 cc air, sedikit demi sedikit. jangan memberi

makanan yang merangsang timbulnya sakit perut. Untuk sementara bisa diberikan makanan lembek agar

mudah dicerna.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=82288

Anda mungkin juga menyukai