Anda di halaman 1dari 4

http://blog.unila.ac.

id

Logika
Pikiran manusia pada hakikatnya selalu mencari dan berusaha untuk memperoleh kebenaran.
Karena itu pikiran merupakan suatu proses. Dalam proses tersebut haruslah diperhatikan
kebenaran bentuk dapat berpikir logis. Kebenaran ini hanya menyatakan serta mengandaikan
adanya jalan, cara, teknik, serta hukum-hukum yang perlu diikuti. Semua hal ini diselidiki
serta dirumuskan dalam logika.
Secara singkat logika dapat dikataka sebagai ilmu pengetahuan dan kemampuian untuk
berpikir lurus. Ilmu pengetahuan sendiri adalah kumpulan pengetahuan tentang pokok
tertentu. Kumpulan ini merupakan suatu kesatuan yang sistematis serta memberikan
penjelasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Penjelasan ini terjadi dengan menunjukkan
sebab musababnya.
Logika juga termasuk dalam ilmu pengetahuan yang dijelaskan diatas. Kajian ilmu logika
adalah azas-azas yang menentukan pemikiran yang lurus, tepat, dan sehat. Agar dapat
berpikir seperti itu, logika menyelidiki, merumuskan, serta menerapkan hukum-hukum yang
harus ditepati. Hal ini menunjukkan bahwa logika bukanlah sebatas teori, tapi juga
merupakan suatu keterampilan untuk menerapkan hukum-hukum pemikiran dalam praktek.
Ini sebabnya logika disebut filsafat yang praktis.
Objek material logika adalah berfikir. Yang dimaksud berfikir disini adalah kegiatan pikiran,
akal budi manusia. Dengan berfkir, manusia mengolah dan mengerjakan pengetahuan yang
telah diperolehnya. Dengan mengolah dan mengerjakannya ia dapat memperoleh kebenaran.
Pengolahan dan pegearjaan ini terjadi dengan mempertimbangkan, menguraikan,
membandingkan, serta menghubungkan pengertian satu dengan pengertian lainnya.
Tetapi bukan sembarangan berfikir yang diselidiki dalam logika. Dalam logika berfikir
dipandang dari sudut kelurusan dan ketepatannya. Karena berfikir lurus dan tepat merupakan
objek formal logika. Suatu pemikiran disebut lurus dan tepat, apabila pemikirn itu sesuai
dengan hukum-hukum serta aturan-aturan yang sudah ditetapkan dalam logika.
Dengan demikian kebenaran juga dapat diperoleh dengan lebih mudah dan aman. Semua ini
menunjukkan bahwa logika merupakan suatu pegangan atau pedoman untuk pemikiran.
Macam-macam logika
Logika dapat dibedakan atas dua macam, namun keduanya tidak dapat dipisahkan.
a. Logika Kodratiah
Akal budi (pikiran) bekerja menurut hukum-hukum logika dengan cara spontan. Tetapi dalam
hal-hal tertentu (biasanya dalam masalah yang sulit), akal budi manusia maupun seluruh diri
manusia bisa dipengaruhi oleh keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang
subjektif. selain itu, perkembangan pengetahuan manusia sendiri sangat terbatas.
Hal-hal ini menyebabkan kesesatan tidak terhindarkan. Walaupun sebenarnya dalam diri
manusia sendiri juga ada kebutuhan untuk menghindari kesesatan tersebut. Untuk
menghindari kesesatan itulah, dibutuhkan ilmu khusus yang merumuskan azaz-azaz yang
harus ditepati dalam setiap pemikiran, yaitu logika ilmiah.
b. Logika Ilmiah
Logika ini membantu logika kodratiah. Logika ilmiah memperhalus dan mempertajam akal
budi, juga menolong agar akal budi bekerja lebih tepat, lebih teliti, lebih mudah, dan lebih
aman. Dengan demikian kesesatan dapat dihindarkan, atau minimal bisa dikurangi dengan
kadar tertentu. Logika inilah, yang dimaksud mempunyai hukum-hukum atau azaz-azaz yang
harus ditepati.
Dalam penyelidikan hukum-hukum logika, dapat diuraikan bahwa pemikiran manusia terjadi
tiga unsur. Yaitu pengertian-pengertian atau kata, kemudian kata atau pengetian itu disusun
itu sedemikian tupa sehingga menjadi keputusan-keputusan. Akhirnya keputusan-keputusan
itu disusun menjadi penyimpulan-penyimpulan.

Sumber : http://best1alone.blogspot.com

Logika atau dalam terminologi Indonesia disebut “filsafat berpikir” secara umum merupakan
suatu studi tentang manusia, karena yang berpikir itu adalah manusia dan berpikir merupakan
tindakan manusia. Tindakan ini mempunyai tujuan yaitu untuk tahu. Tahu ini bukanlah suatu
alat atau daya pada manusia yang dipunyainya sejak lahir seperti mata, telinga atau alat
indera lainnya, melainkan tahu itu merupakan suatu tindakan yang mempunyai hasil yang
disebut sebagai pengetahuan. Adapun alat atau dayanya disebut pikir, budi atau akal.
Berpikir tidak dilakukan manusia sejak lahirnya, walaupun kemampuan itu ada, tetapi pada
umumnya mengikuti perkembangan fisik manusia secara biologis. Jadi kemampuan berpikir
pada manusia merupakan kemampuan potensial. Berpikir pada prakteknya tidaklah terlalu
mudah; dalam konteks ini dapat dikatakan bahwa mungkin orang salah dalam berpikir, bukan
karena pengetahuannya yang salah, melainkan karena jalan pikirannya yang tidak lurus atau
tidak menurut aturan. Misalkan dikatakan terhadap seseorang yang berbelanja agak berlebih-
lebihan serta tidak menawar-nawar; ‘ah itu orang Jakarta’, hal yang demikian itu disebut
tidak logis, sebab walaupun mungkin benar bahwa orang yang berbelanja demikian itu orang
Jakarta, tapi tidak semua orang Jakarta selalu bertindak demikian kalau berbelanja.
Sebaliknya jika dikatakan orang: A sama dengan B, dan B sama dengan C, maka A sama
dengan C. Itu segera nampak kelurusan dari jalan pikiran tersebut, logislah itu, kata orang.
Jadi rupa-rupanya adalah aturan berpikir yang tak boleh dilanggar. Suatu tugas ilmiah
mencari aturan berpikir ini supaya dikatahui, kalau ada pelanggaran aturan atau
penyelewengan dari jalan berpikir yang lurus, maka dicobalah oleh para ahli pikir untuk
memenuhi tugas itu, hasilnya memang bermanfaat sekali bagi manusia yang hendak berpikir.
Pengetahuan itu merupakan bagian dari filsafat dan disebut orang dengan istilah “logika”.
Tugas logika ialah memberikan penjelasan bagaimana orang seharusnya berpikir. Ada juga
yang mengatakan bahwa logika itu mengutarakan teknik berpikir, yaitu cara yang sebenarnya
untuk berpikir.

--Obyek Logika--
Oleh karena yang berpikir itu manusia, maka lapangan penyelidikan logika ialah manusia itu
sendiri. Tetapi manusia itu disoroti dari sudut tertentu, yaitu budinya atau pikirnya. Budi atau
pikir ini masih juga disoroti dari beberapa sudut. Misalnya ditanyakan, dapatkah budi itu
mencapai kebenaran, dalam arti persesuaian pengetahuan dengan obyeknya, dan kalau
sekiranya dapat, sampai dimanakah kemampuam budi itu mencapai kebenaran? dapatkah
sampai seratus persen, ataukah hanya sebagian saja? Ada pula pertanyaan, bagaimanakah
manusia dengan budinya mencapai pengetahuan?, dan seperti telah dikatakan di atas, dapat
pula dipersoalkan, bagaimanakah aturan berpikir itu? Semuanya pertanyaaan yang
bersangkutan erat dengan budi manusia, sehingga dapatlah semuanya disebut logika, dan
karena ada bermacam-macam sudut pandang, maka ada bermacam-macam logika pula, serta
ada yang memberikan nama bermacam-macam juga. Bermacam-macam logika itu berlainan
satu sama lain, disebabkan oleh karena obyek fomalnya yang berlainan.
Adapun yang dimaksud dengan istilah logika di sini ialah fisafat budi (manusia) yang
mempelajari teknik berpikir untuk mengetahui bagaimana manusia berpikir dengan
semestinya (dengan seharusnya). Jadi obyek formal logika ialah mencari jawab: Bagaimana
manusia dapat berpikir dengan semestinya?.

--Manusia dan Pengetahuan--


Manusia berpikir itu untuk tahu. Kalau ia berpikir tidak semestinya mungkin ia tidak akan
mencapai pengetahuan yang benar. Tak seorang pun mencita-citakan kekeliruan; ia ingin
mencapai kebenaran dalam proses tahu-nya itu. Adapun manusia kalau tahu tentang sesuatu,
ia akan mengakui sesuatu terhadap sesuatu itu. Misalnya, kalau orang tahu tentang sebuah
rumah, mungkin ia tahu juga bahwa rumah itu besar atau kecil. Maka besar atau kecil ini
diakui hubungannya dengan rumah itu. Apa pengetahuan itu juga tidak merupakan
pengingkaran? Misalnya dalam pengetahuan bahwa: “rumah itu tidak besar” memang
menurut bentuknya, ini pengingkaran, negatif. Tetapi pengetahuan yang sebenarnya adalah
positif atau pengakuan. Dalam bentuk ingkar tersebut di atas, orang tahu bahwa ada rumah
besar menurut ukuran positif yang ada padanya. Itu dasarnya dulu, setelah itu diketahui, maka
ternyata bahwa rumah itu tidak mempunyai sifat itu; tetapi tentu ada yang positif pada rumah
itu, misalnya indah, mahal, bersih, dan lain sebagainya. Pengetahuan adalah positif. Lebih
jelasnya hal ini dalam contoh pengetahuan yang dipunyai orang bahwa: “daun itu tidak
merah”. Orang itu tahu benar, bahwa daun itu hijau atau kuning. Jika ia sekiranya tidak
mempunyai pengetahuan yang positif, tak mungkin ia tahu, bahwa daun itu tidak merah.
Memang harus diakui, bahwa menurut bentuknya mungkin pengetahuan ada yang positif dan
ada yang negatif. Tetapi sekali lagi: dasar pengetahuan adalah positif, sebab jika ada sesuatu
yang dihubungkan dengan sesuatu kedua, maka ‘sesuatu’ itu haruslah positif.

--Logika dan Bahasa--


Di atas dikatakan bahwa tahu ialah mengakui hubungan sesuatu dengan sesuatu. Pengakuan
ini bisa nampak, kalau dikatakan, dicetuskan dengan kata atau rentetan kata. Betul
pengetahuan itu tidak selalu dan tidak perlu dicetuskan dengan kata atau dengan alat
pergaulan lain (gerak, tulisan, dan lain-lain), tetapi jika hendak dinampakan kepada orang
lain, maka haruslah dicetuskan dengan alat pergaulan, dan diantara alat itu yang amat baik
adalah bahasa. Adapun bahasa yang utama adalah yang dikatakan, diutarakan dengan kata,
bahasa lisan. Bahasa dengan kata-katanya dipergunakan manusia untuk mengutarakan isi
hatinya. Tiap kata memang mengandung maksud, tetapi dalam bahasa lisan maksud itu tidak
hanya ditunjukan dengan kata saja, melainkan juga diiringi dengan gerak, ekspresi, dan
situasi lainnya.
Namun, sebagai alat pergaulan kita harus membedakan bermacam-macam bahasa. Ada
bahasa lisan yang diucapkan dengan lisan, dan alat pengucap lainnya, dan ada bahasa tulisan,
serta ada bahasa gerak. Dalam ilmu, terutama dalam logika, bahasa itu harus bisa
mencerminkan maksud setepat-tepatnya. Lain halnya dengan bahasa yang dipergunakan
dalam kesusasteraan. Di situ yang diutamakan adalah keindahan bahasa. Memang maksud
juga penting, tetapi di samping maksud ada faktor indah. Jadi bahasa menurut caranya
mengutarakan ada bahasa lisan, tertulis, dan gerak. Menurut tujuannya ada bahasa
kesusasteraan dan bahasa ilmiah. Dalam bahasa ilmiah, pengemasan bahasa yang
disampaikan haruslah logis, karena ilmiah artinya berbicara tentang pengetahuan, dan tahu ini
mengikuti aturannya sendiri, yaitu logika.
Bahasa kesusasteraan tidak selalu dan juga tidak mungkin selalu logis, karena logika
bukanlah satu-satunya faktor penting dalam dunia kesusteraan. Seringkali seakan-akan
bahasa kesusasteraan memperkosa logika seperti dalam ungkapan: putri malam, keluar
masuk, kepala surat atau guru kepala, minum teh, dan lain sebagainya. Walaupun memang
tidak logis, tetapi kita tahu maksudnya.
Bagaimanapun coraknya, bahasa selalu merupakan bentuk berpikir, karena dari bahasa kita
dapat tahu maksud orang berbahasa itu. Sebagai bentuk berpikir, bahasa disebut penjelmaan
berpikir. Sebagai penjelmaan berpikir bahasa menampakan manusia. Itu sebabnya maka ada
bermacam-macam bahasa yang berlainan susunan dan bentuk kalimatnya, juga dalam
pembentukan kata-katanya.
Oleh karena manusia yang berpikir itu merupakan kesatuan dan keseluruhan, maka
bahasanya pun merupakan kesatuan dan keseluruhan. Bahasa merupakan sesuatu yang hidup
dan dinamis. Seringkali perkembangan bahasa tidak selaras dengan perkembangan
masyarakat yang mempunyainya, sehingga kerapkali ada kepincangan antara manusia dengan
bahasanya, sebab bahasanya tidak mau “di-per-alat” begitu saja. Dalam ilmu dan
pengetahuan modern yang dahulu tidak dipunyai oleh masyarakat tertentu, maka manusia
mudah berkenalan dengan maksud atau pengertian baru, tetapi itu tak dapat dikatakan dalam
bahasanya sendiri. Hal yang demikian ini kita alami dalam bahasa kita maka kita cari dan kita
bentuk kata majemuk baru, kita terima pembentukan dari kata asal yang sudah kita miliki
tetapi bentuk yang lajim belum ada; adapula kita pinjam saja dari kata asing, entah dari
bahasa asing kuno, maupun yang modern; bagaimanapun, kita harus punya kata, sebab kita
harus dapat mengatakan isi hati kita. Itulah pikir berpengaruh kepada bahasa, tetapi
pembentukan kata baru dan kalimat baru sebagai pencerminan pikiran baru ini, harus juga
selalu dalam kerangka bahasanya. Perkosaan terhadap susunan bahasa sendiri, akan
mengakibatkan bahasa takkan dipahami oleh masyarakat yang berbahasa itu. Itulah pengaruh
bahasa terhadap pikir.
Bukanlah tugas logika untuk menyelidiki bahasa, walaupun bagaimana eratnya hubungan
logika dengan bahasa. Dalam tulisan ini dikemukakan sedikit soal bahasa, karena bahasa
adalah pencerminan dan alat berpikir manusia. Tugas logika ialah meneropong tentang hal
berpikir manusia dan mencoba memberi penjelasan bagaimana manusia dapat berpikir
dengan semestinya untuk dapat mencapai kebenaran.--

Ref: diadaptasi dari Poedjawijatna (1992) Logika Filsafat Berpikir. Rineka Cipta, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai