Hidayatullah Muttaqin
Pemahaman tentang politik ekonomi negara Islam sangat diperlukan untuk memahmai politik
ekonomi kebijakan fiskal Islam. Sebab politik ekonomi merupakan garis kebijakan ekonomi yang
Nabhani, politik ekonomi merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh hukum-hukum yang
dipergunakan untuk memecahkan mekanisme mengatur urusan manusia.*1) Jadi politik ekonomi
dalam kebijakan fiskal meliputi dua hal, yaitu (a) hukum-hukum yang dipergunakan, dan (b)
Dari sisi tujuan hukum, tujuan kebijakan fiskal Islam tidak dapat dilepaskan dari tujuan syariat
yaitu; memelihara keturunan, akal, kemuliaan, jiwa, harta, agama, ketentraman/keamanan, dan
kemaslahatan*3) kaum Muslimin, memelihara urusan mereka, menjaga agar kebutuhan hidup
seluruh kebutuhan pokok (al-hajat al-asasiyah/basic needs) bagi setiap individu dan juga
pemenuhan berbagai kebutuhan sekunder dan luks (al-hajat al-kamaliyah) sesuai kadar
kemampuan individu bersangkutan yang hidup dalam masyarakat tertentu dengan kekhasan di
dalamnya.*5) Dengan demikian titik berat sasaran pemecahan permasalahan dalam ekonomi
Islam terletak pada permasalahan individu manusia bukan pada tingkat kolektif (negara dan
masyarakat).*6) Menurut al-Maliki, ada empat perkara yang menjadi asas politik ekonomi
luhur (syariat Islam) harus mendominasi (menjadi aturan yang diterapkan) seluruh interaksi yang
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa politik ekonomi kebijakan fiskal Islam
adalah menjamin pemenuhan kebutuhan pokok setiap warga negara (Muslim dan non
sekunder dan tersiernya sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki. Politik ekonomi inilah
yang menjadi garis dasar kebijakan fiskal Islam dan akan sangat terlihat dalam fungsi alokasi dan
distribusi.
asas atau sasaran yang harus dicapai perekonomian nasional.*8) Dalam pembahasan RAPBN
hingga menjadi APBN antara pemerintah dan DPR, termasuk pandangan para pengamat ekonomi,
salah satu isu sentralnya adalah pertumbuhan ekonomi. Misalnya, mantan Menteri Keuangan
Boediono dalam Raker Komisi IX DPR-RI tanggal 4 Mei 2004 menyatakan keyakinannya sasaran
pertumbuhan ekonomi 4,8% untuk periode tahun 2004. Boediono memprediksikan pada tahun
dapat dicapai dalam tahun mendatang.*9) Sementara itu dalam pidato kenegaraan Presiden RI di
hadapan DPR pada tanggal 18 Agustus, mantan Presiden Megawati menyatakan bahwa asumsi
Adapun argumentasi pemerintah, DPR, dan pengamat ekonomi yang menempatkan pertumbuhan
ekonomi sebagai sasaran utama kebijakan fiskal (dalam kerangka lebih luas kebijakan makro
ekonomi), yaitu untuk menuntaskan berbagai permasalahan krusial ekonomi seperti kemiskinan
5,0% – 5,5% dapat dicapai, tingkat pertumbuhan sebesar itu masih belum memadai untuk
pengangguran dapat dikikis secara berarti diperlukan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
Pendapat serupa juga dikemukakan mantan Menko Perekonomian Dorodjatun, bahwa untuk
Dorodjatun mencontohkan untuk menampung tenaga kerja baru sebanyak 2,5 juta orang
dibutuhkan pertumbuhan ekonomi sebesar 7%.*12) Hanya saja untuk mencapai pertumbuhan
ekonomi yang tinggi pemerintah harus realistis. Ketua Panitia Anggaran DPR, Abdullah Zainie
berpendapat angka pertumbuhan yang realistis untuk tahun 2005 adalah 5,4%. Menurutnya angka
pertumbuhan lebih dari itu, seperti 6% adalah tidak realistis mengingat keterbatasan dana
pemerintah sementara partisipasi dana swasta belum terlalu dapat diharapkan karena masih
rendahnya tingkat investasi.*13) Jadi logika kebijakan makro ekonomi yang diterapkan di
Indonesia adalah “kemiskinan dan pengangguran akan terpecahkan dengan sendirinya jika
diungkapkan oleh Thurow. Sebagaimana dikutip Umar Capra, Thurow menyatakan “Jika negara
memiliki pertumbuhan yang lebih cepat, maka ia akan memiliki lapangan kerja yang lebih banyak
dan pendapatan yang lebih tinggi bagi siapa saja, dan ia tidak perlu risau mengenai distribusi
lapangan kerja atau pendapatan. … Dalam keadaan apa pun, distribusi sumber-sumber daya
ekonomi secara otomatis akan menjadi lebih merata seiring dengan proses pertumbuhan
ekonomi.â€*15)
Agar pertumbuhan ekonomi yang tinggi tercapai maka kebijakan-kebijakan makro ekonomi dan
fiskal diarahkan untuk menggenjot tingkat produksi nasional*16) melalui peningkatan investasi,
konsumsi masyarakat, dan ekspor.*17) Lantas bagaimanakah caranya agar hal tersebut dapat
dicapai? Logikanya, untuk meningkatkan ekspor, kapasitas terpasang industri dalam negeri harus
ditingkatkan, tapi hal ini sangat tergantung pada daya saing dan permintaan pasar dunia terhadap
masyarakat, tingkat pendapatan masyarakat harus didorong, antara lain melalui penyerapan
tenaga kerja baru dan pengangguran. Artinya untuk menyerap tenaga kerja sebanyak mungkin,
investasi dan kapasitas terpasang industri di Indonesia harus ditingkatkan. Sebaliknya agar
investasi meningkat, pasar dalam negeri harus memilki daya tarik bagi para investor, antara lain
berupa tingginya pemintaan (konsumsi) masyarakat. Jadi dalam logika ini, kunci peningkatan
output Indonesia (baik PDB dan PNB) adalah peningkatan investasi, dengan kata lain tingkat
investasi yang tinggi merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang tinggi.*18)
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimanakah menarik investasi dari dalam (PMDN)*19) dan luar
tahun 1997 Kepala Perwakilan Bank Dunia di Indonesia Andre Steer, sebagaimana dikutip
Republika mengatakan “Indonesia harus menciptakan lingkungan atau situasi kondusif (iklim
investasi – tambahan penulis) di mana orang-orang mau berinvestasi di sini.â€*21) Untuk
menciptakan iklim investasi yang kondusif setidaknya pemerintah harus melakukan kebijakan-
kebijakan ekonomi dan deregulasi yang pro pasar, menciptakan stabilitas keamanan dan sosial,
kepastian hukum dan menghilangkan ekonomi biaya tinggi (seperti pungli dan korupsi). Intinya
adalah bagaimana membentuk persepsi positif tentang Indonesia di mata para investor dengan
meminimalisir country risk.
Dari sisi peranan pemerintah, tidak mengherankan jika pemerintah berusaha mengarahkan
kebijakan fiskal pro pasar (market oriented) meskipun untuk itu pemerintah harus melakukan
kebijakan yang mengesampingkan hak-hak masyarakat. Terlebih dalam situasi krisis seperti
sekarang, dengan beban utang yang sangat besar, memaksa pemerintah mengandalkan peranan
Besarnya harapan pemerintah terhadap modal swasta dapat dilihat dari jumlah investasi yang
diperlukan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 5,4%. Menurut Abdullah Zainie, dana yang
dibutuhkan agar target pertumbuhan terpenuhi adalah Rp 440 trilyun. Sementara peranan
langsung fiskal pemerintah (APBN) yang dapat disalurkan adalah Rp 56 trilyun, sedangkan sisanya
ditutupi oleh APBD sebesar Rp 40 trilyun, BUMN dan BUMD sebesar Rp 135 trilyun, dan investasi
swasta (PMDN dan PMA) Rp 205 trilyun.*23) Atas dasar kebutuhan investasi swasta inilah,
pemerintah mengambil kebijakan apapun yang dipandang dapat memulihkan kepercayaan para
investor baik lokal maupun asing. Bahkan menurut pandangan mantan Menteri Keuangan
Boediono, pulihnya kerpecayaan para investor terhadap Indonesia merupakan syarat mutlak bagi
Jadi politik ekonomi kebijakan fiskal konvensional (baca: Kapitalisme) yang diterapkan di
Indonesia berdiri di atas prinsip pertumbuhan ekonomi, di mana pertumbuhan ekonomi yang
tinggi merupakan tujuan sekaligus solusi berbagai macam permasalahan perekonomian nasional,
seperti kemiskinan dan pengangguran. Kebijakan fiskal (dalam konteks lebih luas pembangunan)
dikatakan berhasil bila pemerintah dapat membawa perekonomian Indonesia pada tingkat
pertumbuhan ekonomi yang tinggi, sebagaimana yang pernah dicapai Indonesia sebelum krisis
ekonomi terjadi sejak tahun 1997. Sebaliknya pertumbuhan ekonomi yang rendah atau stagnan,
Di atas prinsip mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi, ditegakkan pula prinsip kebijakan
fiskal yang bersahabat dengan pasar (market friendly) atau bersahabat dengan para investor
(investors friendly). Dengan prinsip ini, jika terjadi benturan kepentingan antara public interest
investor.*25) Seperti yang tersirat dari pemikiran Boediono, bahwa kebijakan fiskal harus
dilakukan secara berhati-hati dan dengan pertimbangan yang matang akan dampaknya terhadap
kepercayaan para investor. Jangan sampai kebijakan fiskal yang dipilih berakibat pada
Dalam pandangan an-Nabhani, politik ekonomi pertumbuhan adalah keliru dan tidak sesuai
dengan realitas, serta tidak akan menyebabkan meningkatnya taraf hidup dan kemakmuran bagi
setiap individu secara menyeluruh. Politik ekonomi konvesional ini menitikberatkan pada
ekonomi suatu negara. Akibatnya pemecahan permasalahan ekonomi terfokus pada barang dan
jasa yang dapat dihasilkan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, bukan pada
individu manusianya. Sehingga pembahasan ekonomi yang krusial untuk dipecahkan terfokus pada
Agar hal tersebut tercapai, aturan main (hukum) dan kebijakan yang diterapkan negara harus
akomodir terhadap para pelaku ekonomi yang menjadi lokomotif pertumbuhan, yakni para pemilik
menjadi sangat timpang sebab sebagian kekayaan nasional memusat di tangan segelintir orang
saja (para pemilik modal). Menurut Capra, pertumbuhan ekonomi yang tinggi mendorong
peningkatan pendapatan golongan kaya dan menyebabkan kesenjangan semakin lebar.[28] Inilah
yang dikatakan an-Nahbani bahwa distribusi pendapatan di negara yang menerapkan ekonomi
Kapitalis didasarkan pada kebebasan kepemilikan, sehingga yang menang adalah yang kuat, yakni
para investor.929)
adalah kebutuhan setiap individunya (misalnya si Ahmad dan Feri), bukan kebutuhan manusia
secara kolektif (seperti kebutuhan bangsa Indonesia).*30) Logikanya, untuk siapakah hasil-hasil
pertanian seperti beras, juga kebutuhan atas rumah, pelayanan pendidikan dan kesehatan, selain
untuk memenuhi kebutuhan Ahmad, Feri, dan setiap warga negara Indonesia lainnya. Jadi
pertanyaan mendasar atas permasalahan ekonomi manusia adalah apakah kebutuhan setiap
individu manusia terpenuhi atau tidak? Berdasarkan realitas tersebut, an-Nabhani menyatakan
kunci permasalahan ekonomi terletak pada distribusi kekayaan kepada setiap warga negara.*31)
Berpijak pada pemikiran ini, sasaran pemecahan permasalahan ekonomi seperti kemiskinan adalah
kemiskinan yang menimpa individu bukan kemiskinan yang menimpa negara atau bangsa. Dengan
kekayaan nasional secara adil dan merata, maka hal itu akan mendorong mobilitas kerja warga
terpecahkannya kemiskinan negara yang ditandai dengan besarnya kekayaan nasional (GNP/GDP)
dan tingginya pendapatan perkapita tidak akan memecahkan kemiskinan yang menimpa individu
warga negara.*32) Misalnya, Amerika Serikat dikenal sebagai negara dengan kekuatan ekonomi
terbesar di dunia memiliki PDB sebesar US$ 10,506 trilyun pada kuartal III 2002.*33) Akan tetapi
kekuatan ekonomi sebesar itu tidak mampu menuntaskan kemiskinan di AS sendiri. Data statistik
Badan Sensus AS yang dikutip Kate Randall memaparkan tingkat kemiskinan di AS pada tahun
2001 mencapai 11,7% atau sekitar 32,9 juta jiwa. Sementara itu estimasi Randall menyatakan
30% atau sekitar 84,4 juta penduduk AS miskin.*34) Menurut Capra, adalah sebuah paradoks di
negara-negara paling kaya dan paling kuat ekonominya di dunia tetapi jutaan penduduknya
berkutat dalam kemiskinan dan terjebak di pemukiman-pemukiman yang buruk dan semakin
buruk.*35)
Ketika kunci permasalahan ekonomi terletak pada distribusi kekayaan yang adil, maka yang harus
dijelaskan adalah bagaimanakah metode untuk menciptakan distribusi kekayaan yang adil melalui
kebijakan fiskal, sebagaimana yang dikatakan Allah dalam Qs. al-Hasyr [59]: 7 yang artinya
“… Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu
…â€.
Dalam Islam, kebijakan fiskal hanyalah salah satu mekanisme untuk menciptakan distribusi
ekonomi yang adil. Karenanya kebijakan fiskal tidak akan berfungsi dengan baik bila tidak
didukung oleh mekanisme-mekanisme lainnya yang diatur melalui syariat Islam, seperti
mekanisme kebijakan ekonomi negara.*36) Dengan kata lain, syariat Islam harus diterapkan
dengan sempurna mengatur distribusi ekonomi yang adil. Adapun peranan kebijakan fiskal sebagai
salah satu bentuk intervensi pemerintah dalam perekonomian merupakan konsekuensi logis dari
kewajiban syariat sebagai jawaban atas salah satu realitas yang menunjukkan bahwa tidak semua
warga negara memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang dalam ekonomi
konvensional dikenal sebagai masalah “eksternalitas†dan kegagalan pasar (market failure).
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, politik ekonomi yang mendasari kebijakan fiskal Islam
adalah menjamin pemenuhan kebutuhan pokok setiap individu secara menyeluruh dan mendorong
mereka memenuhi berbagai kebutuhan sekunder dan tersiernya sesuai dengan kadar
ini meliputi pangan (makanan), sandang (pakaian) dan papan (tempat tinggal).*37) Kedua,
Dari politik ekonomi ini dapat dijabarkan arah kebijakan fiskal Islam sebagai berikut:
Pertama, negara Islam melihat permasalahan kemiskinan yang harus dipecahkan adalah
Kedua, negara Islam menempatkan masalah kemiskinan sebagai masalah ekonomi yang krusial
Ketiga, kebijakan untuk memecahkan masalah kemiskinan secara langsung diarahkan kepada
Keempat, kebijakan menjamin pemenuhan kebutuhan pokok ditujukan kepada seluruh warga
negara tanpa memandang agama, warna kulit, suku bangsa, dan status sosial. Hanya saja
intervensi negara melalui kebijakan fiskal berupa jaminan pemenuhan akan pangan, sandang dan
papan khusus ditujukan kepada warga negara miskin yang kepala keluarga dan ahli warisnya tidak
mampu lagi memberikan nafkah yang memadai untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarganya.
Sedangkan warga negara yang berasal dari keluarga mampu tidak mendapatkan subsidi negara.
Selanjutnya intervensi negara dalam pengadaan jaminan dan pelayanan keamanan, kesehatan
dan pendidikan (public utilities) secara cuma-cuma ditujukan kepada seluruh warga negara tanpa
memandang apakah warga tersebut dari golongan kaya atau tidak. Artinya dalam katagori ini
dan meningkatkan kekayaan yang dimilikinya asalkan diperoleh dengan jalan yang
dibenarkan syara’. Karena itu, negara Islam melakukan intervensi dengan tujuan mendorong
warga masyarakat memperoleh kekayaan yang dapat mereka gunakan untuk memenuhi
kebutuhan sekunder dan tersiernya secara ma’ruf*41) sesuai dengan kemampuan warga itu
sendiri. Bentuk-bentuk intervensi ini disesuaikan dengan tingkat kebutuhan, sumber daya
manusia, sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi warga masyarakat setempat. Maksudnya
pola kebijakan yang diterapkan tidak pukul rata dan tidak sentralistik, tetapi bersifat bottom
up sesuai kondisi dan harapan warga masyarakat setempat. Intinya pola kebijakan yang
Keenam, intervensi pemerintah dalam bentuk kebijakan fiskal adalah kebijakan makro ekonomi.
Kebijakan pada level makro ini harus diturunkan (dijabarkan) ke dalam level mikro yang
bersentuhan langsung dengan aktivitas riil ekonomi masyarakat. Karena itu agar efek fiskal
berdampak positif bagi peningkatan taraf hidup masyarakat secara luas dan menyeluruh,
menyesuaikannya dengan potensi, kondisi, dan aspirasi warga masyarakat. Dari sisi permodalan
infrastruktur, sarana dan pra sarana yang menunjang kegiatan produksi, jasa dan perdagangan
masyarakat, seperti listrik, sarana komunikasi, jalan umum dan sarana transportasi, serta
bangunan pasar. Juga negara harus memberikan kemudahan akses bahan baku, menyediakan
informasi dan membantu pemasaran, termasuk memperkerjakan tenaga ahli dan konsultan untuk
melatih dan membentuk jiwa wira usaha (interprenurship) ataupun keahlian teknis bagi para
pekerja.
Ketujuh, negara harus mampu menjalankan politik pertanian dan politik industri yang sesuai
perekonomian ini sangat menentukan kekuatan ekonomi nasional dari segi kemampuannya untuk
memenuhi kebutuhan pangan nasional, dan pasokan alat-alat pertanian untuk meningkatkan
Kedelapan, negara Islam wajib mengadakan fasilitas umum dan pelayanan publik yang sangat
dibutuhkan oleh warga masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, sehingga berbagai kepentingan
Kesembilan, agar pejabat dan aparatur negara (termasuk tenaga ahli yang dikontrak
pemerintah) dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat, dan juga supaya
kewenangan yang mereka miliki tidak disimpangkan untuk kepentingan pribadi dan kelompok,
maka negara wajib memberikan santunan dan gaji yang layak kepada mereka.
Kesepuluh, sebagaimana yang dipaparkan Zallum bahwa kebijakan fiskal tidak hanya berfungsi
dalam tataran ekonomi, tetapi juga untuk pertahanan dan keamanan, serta penyebaran agama
Islam ke seluruh penjuru dunia. Karena itu kebijakan fiskal Islam juga difokuskan untuk
——————————————————————————–
[1] Taqiyuddin an-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam, (An-Nidlam
al-Iqtishadi fil Islam), alih bahasa Moh. Maghfur Wachid, cet. v, (Surabaya: Risalah Gusti, 2000),
hal. 52. Pendapat senada juga dikemukakan oleh Abdurrahman al-Maliki dalam bukunya
“Politik Ekonomi Islam (terjemahan)â€. Menurut al-Maliki, politik ekonomi merupakan target
(Lihat Abdurrahman al-Maliki, Politik Ekonomi Islam, (As-Siyasatu al-Iqtishadiyatu al-Mutsla), alih
[2] Muhammad Husain Abdullah, Studi Dasar-Dasar Pemikiran Islam, (Dirasat fi al-Fikri al-Islami),
alih bahasa Zamroni, cet. i, (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2002), hal. 80.
[3] Dengan adanya tujuan mencapai kemaslahatan atau kebaikan bagi kaum Muslimin, bukan
berarti kemaslahatan menjadi tolak ukur kebijakan fiskal. Tetapi yang dimaksud dengan
kemaslahatan bagi kaum Muslimin adalah segala hal yang menurut syara’ baik bagi umat, dan
untuk mencapai kemaslahatan tersebut kebijakan fiskal yang ditempuh harus didasarkan kepada
[4] Lihat Abdul Qadim Zallum, Sistem Keuangan di Negara Khilafah, (Al Amwal fi Daulah Al
Khilafah), cet. i, alih bahasa Ahmad S. dkk, (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2002), hal. 4, 5, 13,
[5] Taqiyuddin an-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif…, hal. 52. Abdurrahman al-
[6] Taqiyuddin an-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi…, hal. 53. Abdurrahman al-Maliki,
[8] Revrisond Baswir dkk, Pembangunan tanpa Perasaan: Evaluasi Pemenuhan Hak Ekonomi
Sosial dan Budaya, cet. ii, (Jakarta: ELSAM, 2003), hal. 2-3.
[9] Boediono, Keterangan Menteri Keuangan tentang Rencana Kerja Pemerintah, Kerangka
[10] Central for Banking Crisis Indonesia, Defisit Anggaran RAPBN 2005 Rp 16,9 Trilyun, 16
Agustus 2004, http://www.cbcindonesia.com
dalam beberapa tahun terakhir setiap pertumbuhan ekonomi sebesar 1 persen akan menyerap
200 – 250 ribu tenaga kerja. Berdasarkan perhitungan ini, pertumbuhan ekonomi sebesar
5,45% hanya akan menyerap 1.090.000 – 1.350.000 tenaga kerja. (Lihat M. Khatib Basri,
hubungan pertumbuhan ekonomi dengan kemiskinan tidak lurus dan tidak konsisten. (Lihat
2003, http://www.ekonomipancasila.org)
[13] Kompas edisi online, Pemerintah tidak Berani Menargetkan Pertumbuhan Ekonomi 6 Persen
[15] Leter Thurow, The Illusion of Economy Necessity, dalam Solo and Anderson (1981), hal. 250,
dalam M. Umar Capra, Islam dan Tantangan Ekonomi, (Islam and Economic Challenge), alih
bahasa Ikhwan Abidin Basri, cet i, (Jakata: Gema Insani Press, 2000), hal. 52.
[16] Pertumbuhan ekonomi merupakan pertumbuhan tingkat output suatu negara secara
keempatbelas, (Macroeconomics), alih bahasa Haris Munandar dkk, cet. iv, (Jakarta: Penerbit
[18] Di masa Orde Baru kepercayaan akan kemampuan pertumbuhan ekonomi dalam
menuntaskan kemiskinan (trickle down effect) – meskipun kemudian dibungkus trilogi
pembangunan – telah menyeret Indonesia pada jebakan utang (debt trap). Pemerintah saat itu
meyakini utang luar negeri merupakan sumber investasi pembangunan yang sangat penting untuk
2004, http://www.republika.co.id
[22] Dari sisi tren ekonomi global memang terjadi penurunan (pergeseran) peranan pemerintah
dalam menggerakkan pertumbuhan ekonomi dibandingkan peranan swasta. Hal ditandai dengan
berkurangnya peranan pinjaman luar negeri dibandingkan peranan penanaman modal swasta
dalam investasi. Menurut laporan Bank Dunia dalam Global Development Finance, selama periode
1990-1996 peranan pinjaman luar negeri menurun dan cenderung stagnan, sedangkan arus modal
swasta meningkat tanpa fluktuasi. Pada tahun 1996, jumlah pinjaman luar negeri yang diserap
negara-negara berkembang sebesar US$ 60 miliar, sementara arus modal swasta yang masuk ke
negara-negara berkembang mencapai US$ 244 miliar. (Republika, Ketika Arus Dana Swasta ke
[24] Dalam hal ini Boediono juga menyalahkan ketiadaan kepercayaan pasar sebagai penyebab
utama krisis ekonomi yang berkepanjangan di Indonesia (Lihat Boediono, Kebijakan Fiskal:
Sekarang dan Selanjutnya, dalam Heru Subyantoro (ed.), Kebijakan Fiskal: Pemikiran, Konsep,
dan Implementasi, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2003), hal. 48.). Sewaktu kampanye
pemilihan umum presiden tahap I dan II 2004, para calon presiden dan wakil presiden sama-sama
[25] Contohnya pemerintah lebih memilih memberikan subsidi kepada perbankan nasional dengan
mengurangi dan menghapus berbagai subsidi untuk masyarakat. Mahalnya biaya pendidikan,
khususnya biaya pendidikan di perguruan tinggi negeri merupakan salah satu dampak
[31] Ibid.
[32] Ibid.
[33] Council of Economic Advisers USA, Economic Report of the Presiden February
2003, http://w3.access.gpo.gov/usbudget/fy2004/sheets/b1.xls
[36] Detail pembahasan tentang hal ini silahkan dibaca buku Taqiyuddin an-Nabhani
[37] Dalil syara’nya antara lain QS. al-Baqarah: 184 dan 233, an-Nisa: 5, al-Hajj: 28, ath-
[38] Abdurrahman al-Maliki, Politik Ekonomi Islam, hal. 168 dan 186.
[39] Pandangan ini bukan pandangan yang mengedepankan individu (individualistik), tapi
realitanya memang yang ditimpa kemiskinan itu adalah si individunya, yakni si A, si B, si C, dan
lain-lainnya.
[40] Negara Islam langsung mengarahkan kebijakan fiskalnya kepada warga masyarakat yang
ditimpa kemiskinan. Arah ini berbeda 180 derajat sengan kebijakan fiskal konvensional yang untuk
memecahkan kemiskinan harus menggemukkan golongan kaya dulu baru kemudian kekayaan
yang dipupuk secara nasional dialirkan dari golongan kaya tersebut ke golongan miskin (trickle
[41] Secara baik di mana perkembangan kebutuhan sekunder dan tersier mengikuti
perkembangan sarana kehidupan dan teknologi, serta kebiasaan masyarakat setempat (lokal).
1. INDONESIA, sejak ambruk krisis Mei 1998 kehidupan ekonomi masyarakat terasa tetap buruk
saja. Lalu, mengapa demikian sulit memahami dan mengatasi krisis ini?
Sebab suatu masalah selalu kompleks, namun selalu ada beberapa akar masalah utamanya.
Dan, saya merumuskan (2000) bahwa kemampuan usaha seseorang dan organisasi (juga
perusahaan, departemen, dan sebuah negara) memahami dan mengatasi krisis apa pun adalah
paduan kualitas nilai relatif dari motivasi, alat (teknologi) dan (sistem) ilmu pengetahuan yang
dimilikinya. Di sini, hanya menyoroti salah satunya, yaitu ilmu pengetahuan, system ilmu
pengetahuan. Pokok bahasan itu demikian penting, yang dapat diketahui dalam pembicaraan
apa pun, selalu dikatakan dan ditekankan dalam berbagai forum atau kesempatan membahas
apa pun bahwa untuk mengelola apa pun agar baik dan obyektif harus berdasar pada sebuah
sistem, sistem ilmu pengetahuan. Baik untuk usaha khusus bidang pertanian, manufaktur,
teknik, keuangan, pemasaran, pelayanan, komputerisasi, penelitian, sumber daya manusia dan
kreativitas, atau lebih luas bidang hukum, ekonomi, politik, budaya, pertahanan, keamanan
dan pendidikan. Kemudian, apa definisi sesungguhnya sebuah sistem, sistem ilmu
pengetahuan itu? Menjawabnya mau tidak mau menelusur arti ilmu pengetahuan itu sendiri.
Ilmu pengetahuan atau science berasal dari kata Latin scientia berarti pengetahuan, berasal
dari kata kerja scire artinya mempelajari atau mengetahui (to learn, to know). Sampai abad
XVII, kata science diartikan sebagai apa saja yang harus dipelajari oleh seseorang misalnya
menjahit atau menunggang kuda. Kemudian, setelah abad XVII, pengertian diperhalus
mengacu pada segenap pengetahuan yang teratur (systematic knowledge). Kemudian dari
pengertian science sebagai segenap pengetahuan yang teratur lahir cakupan sebagai ilmu
eksakta atau alami (natural science) (The Liang Gie, 2001), sedang (ilmu) pengetahuan sosial
paradigma lama krisis karena belum memenuhi syarat ilmiah sebuah ilmu pengetahuan. Dan,
bukti nyata masalah, ini kutipan beberapa buku pegangan belajar dan mengajar universitas
Contoh, “umumnya dan terutama dalam ilmu-ilmu eksakta dianggap bahwa ilmu pengetahuan
disusun dan diatur sekitar hukum-hukum umum yang telah dibuktikan kebenarannya secara
tujuan dari penelitian ilmiah. Kalau definisi yang tersebut di atas dipakai sebagai patokan,
maka ilmu politik serta ilmu-ilmu sosial lainnya tidak atau belum memenuhi syarat, oleh
karena sampai sekarang belum menemukan hukum-hukum ilmiah itu” (Miriam Budiarjo,
Dasar-Dasar Ilmu Politik, 1982:4, PT Gramedia, cetakan VII, Jakarta). Juga, “diskusi secara
tertulis dalam bidang manajemen, baru dimulai tahun 1900. Sebelumnya, hampir dapat
dikatakan belum ada kupasan-kupasan secara tertulis dibidang manajemen. Oleh karena itu
dapat dikatakan bahwa manajemen sebagai bidang ilmu pengetahuan, merupakan suatu ilmu
pengetahuan yang masih muda. Keadaan demikian ini menyebabkan masih ada orang yang
segan mengakuinya sebagai ilmu pengetahuan” (M. Manullang, Dasar-Dasar Manajemen,
klasifikasi, lalu tahap komparasi dan kemudian tahap kuantifikasi. Tahap Kuantifikasi, yaitu
Dalam tahap ini sudah dapat diukur keberadaannya baik secara kuantitas maupun secara
kualitas. Hanya saja ilmu-ilmu sosial umumnya terbelakang relatif dan sulit diukur dibanding
dengan ilmu-ilmu eksakta, karena sampai saat ini baru sosiologi yang mengukuhkan
keberadaannya ada tahap ini” (Inu Kencana Syafiie, Pengantar Ilmu Pemerintahan, 2005:18-
Lebih jauh, Sondang P. Siagian dalam Filsafat Administrasi (1990:23-25, cetakan ke-21,
Jakarta), sangat jelas menggambarkan fenomena ini dalam tahap perkembangan (pertama
sampai empat) ilmu administrasi dan manajemen, yang disempurnakan dengan (r)evolusi
Scientific System of Science (2000): Pertama, TQO Tahap Survival (1886-1930). Lahirnya ilmu
administrasi dan manajemen karena tahun itu lahir gerakan manajemen ilmiah. Para ahli
menspesialisasikan diri bidang ini berjuang diakui sebagai cabang ilmu pengetahuan. Kedua,
TQC Tahap Consolidation (1930-1945). Tahap ini dilakukan penyempurnaan prinsip sehingga
kebenarannya tidak terbantah. Gelar sarjana bidang ini diberikan lembaga pendidikan tinggi.
Ketiga, TQS Tahap Human Relation (1945-1959). Tahap ini dirumuskan prinsip yang teruji
kebenarannya, perhatian beralih pada faktor manusia serta hubungan formal dan informal di
tingkat organisasi. Keempat, TQI Tahap Behavioral (1959-2000). Tahap ini peran tingkah-laku
manusia mencapai tujuan menentukan dan penelitian dipusatkan dalam hal kerja. Kemudian,
Sondang P. Siagian menduga, tahap ini berakhir dan ilmu administrasi dan manajemen akan
memasuki tahap matematika, didasarkan gejala penemuan alat modern komputer dalam
pengolahan data. (Yang ternyata benar dan saya penuhi, meski penekanan pada sistem ilmiah
ilmu pengetahuan, bukan komputer). Kelima, TQT Tahap Scientific System (2000-Sekarang).
Tahap setelah tercapai ilmu sosial (tercakup pula administrasi dan manajemen) secara sistem
ilmiah dengan ditetapkan kode, satuan ukuran, struktur, teori dan hukumnya, (sehingga ilmu
pengetahuan sosial sejajar dengan ilmu pengetahuan eksakta). (Contoh, dalam ilmu
pengetahuan sosial paradigma baru milenium III, saya tetapkan satuan besaran pokok Z(ain)
atau Sempurna, Q(uality) atau Kualitas dan D(ay) atau Hari Kerja – sistem ZQD, padanan
m(eter), k(ilogram) dan s(econd/detik) ilmu pengetahuan eksakta – sistem mks. Paradigma
(ilmu) pengetahuan sosial lama hanya ada skala Rensis A Likert, itu pun tanpa satuan).
(Definisi klasik ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan yang tersusun secara teratur.
Paradigma baru, TQZ ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan yang tersusun secara
teratur membentuk kaitan terpadu dari kode, satuan ukuran, struktur, teori dan hukum yang
Bandingkan, fenomena serupa juga terjadi saat (ilmu) pengetahuan eksakta krisis paradigma.
Lihat keluhan Nicolas Copernicus dalam The Copernican Revolution (1957:138), Albert Einstein
dalam Albert Einstein: Philosopher-Scientist (1949:45), atau Wolfgang Pauli dalam A Memorial
Inilah salah satu akar masalah krisis Indonesia (juga seluruh manusia untuk memahami
kehidupan dan semesta). Paradigma lama (ilmu) pengetahuan sosial mengalami krisis
(matinya ilmu administrasi dan manajemen). Artiya, adalah tidak mungkin seseorang dan
organisasi (termasuk perusahaan, departemen, dan sebuah negara) pun mampu memahami,
mengatasi, dan menjelaskan sebuah fenomena krisis usaha apa pun tanpa kode, satuan
PEKERJAAN dengan tangan telanjang maupun dengan nalar, jika dibiarkan tanpa alat bantu,
strategist.blogspot.com).
THANK you very much for Dr Heidi Prozesky – SASA (South African Sociological Association)
secretary about Total Qinimain Zain: The New Paradigm – The (R)Evolution of Social Science
for the Higher Education and Science Studies sessions of the SASA Conference 2008.
Balas
2. Countryman mengatakan:
Kalau mau diselesaikan secara legal formal ya sueh dong. Kelemahannya ada diundang2..akan
Semua Industri tanpa keculai akan bubar, semua kendaraan bermotor harus berhenti,
termasuk kapal udara , kereta api dan kapal laut. Depeinisi pencemeran lingkungan telah
dikaburkan oleh beberapa LSM yang tujuannya KLAIM, sehingga pembangunan menjadi
“Mission Impossible”. KLH di Indonesia hanya berkuta melindungi LINGKUNGN tetapi tidak
melindungi ISI LINGKUNGAN yaitu MANUSIA….Lumpur Lapindo dizaman Geologi Purba adalah
habitat laut……………
Balas
3. DN Antasena mengatakan:
Sebagai peristiwa pidana yang berdampak luas dan luar biasa, dalam UU no 23 tahun 1997
Penyelesaian Perdata, dan Penyelesaian Pidana. Satu sama lain tidak saling berhubungan,
meskipun itu tergantung dari dampak lingkungan yang terjadi dalam sebuah kasus lingkungan
hidup. Dalam kasus Lapindo ini, sangat layak jika ketiga mekanisme tersebut dijalankan secara
(Bestuurdwang) dengan mewajibkan shareholders untuk mengganti kerugian fisik yang terjadi
dan yang jelas pasti akan terjadi. Jenis tindakan atau kebijakan lain juga dapat dikenakan. Lalu
gugatan perdata sudah dilaksanakan baik oleh WALHI maupun korban langsung, meskipun
belum korban dan lingkungan hidup masih dikalahkan oleh pengadilan. Sedangkan proses
pidana saat ini menunjukkan bahwa lingkungan hidup dan negara sudah kalah dengan SP3 dari
Polda Jatim.
Yang perlu diingat adalah UU adalah buatan manusia. Dia bisa tajam dan berfungsi optimal,
atau tumpul tanpa guna, atau bahkan bisa menjadi alat hiperbola sebuah peristiwa perusakan
lingkungan hidup, sangat bergantung dari manusia yang menggunakannya. Dan perlu disadari
bahwa sebuah pembentukan perilaku melalui penegakan hukum harus memperhatikan asas
Kesepadanan, Kesegeraan, Kepastian, dan Kesegaran (Severity, Swift, Certainity, and Celerity)
Balas
4. Tonas mengatakan:
Hari kasih sayang atau Valentine’s Day sebenarnya bukan bagian tradisi Indonesia karenanya
Sungguh ironis Cuplikan Berita yang kami dapatkan di salah satu Media ini. Disini kami
mempertanyakan, kenapa ini bisa di konotasikan dan di artikan AMAT SEMPIT oleh Para
PENDIDIK ini…????? Kalau memang Valentine’s Day bukan bagian dari Tradisi Indonesia,
BAGAIMANA YANG DI MAKSUD DENGAN TRADISI INDONESIA…????? IMLEK kemarin itu apa
juga merupakan TRADISI INDONESIA …???? Kalau Lebih EKSTRIM LAGI APAKAH ISLAM &
KRISTEN ITU JUGA MERUPAKAN TRADISI INDONESIA…???? Wah sungguh amat disesalkan dan
dipertanyakan kalau masih ada PENDIDIK yang model Begini ini BISA mendidik ANAK-2
Balas
5. AUGI, ST mengatakan:
Ass.Wr.Wb.
Pihak Lapindo Brantas Inc, dan Grup Bakrie yang melakukan eksplorasi tanpa Amdal sudah
Eksplorasi di lahan perumahan dan sentra industri mempunyai konsekuensi pembebasan lahan.
Sebagai Menko Kesejahteraan Rakyat RI dan Pemegang Saham PT. Bakrie, Businessman
terkaya di Indonesia versi majalah Forbes Asia berkomitmen mengenai masalah ini.
Seluruh zakat, infak dan sodaqoh penghasilan dari seluruh Grup Bakrie, dapat dikumpulkan
dan dibuatkan pemukiman perumahan relokasi korban porong. Investasi selain Bakrie
Epicentrum.
Sehingga tidak ada aduan pengungsi yang teraniaya, biasa hidup dirumah dengan sekat, kini
Wallahu Alam B.
Wass.Wr.Wb.
AUGI
Balas
6. Tonas mengatakan:
Cetak
SURABAYA: PT Minarak Lapindo Jaya segera menyiapkan 5.000 unit rumah yang
tersebut dibangun PT wahana Arta Raya dengan nama Kahuripan Nirwana Village (KNV).
PT Minarak Lapindo Jaya memesan rumah Tipe 36/90 sebanyak 4.000 unit, Tipe 54/150
Selain itu, di lokasi KNV juga akan dibangun fasilitas umum seperti 1 masjid, 12 unit mushala,
12 balai RW, 1 unit puskesmas, 12 jenis sarana olahraga, 12 pos jaga, club house, sekolah dan
pesantren.
“Kami menargetkan pada Mei 2008, warga korban lumpur yang membeli unit rumah di KNV
sudah bisa menerima kunci,” kata Andi Darussalam Tabussala, Wakil Direktur Utama PT
Menurut dia, penawaran 5.000 unit rumah itu akan diprioritaskan bagi warga korban lumpur
Bagi korban lumpur yang berminat membeli, bisa melihat lokasi KNV mulai 2 Desember 2007.
“Ini bukan sebagai relokasi, tapi murni bisnis. Kami menawari korban lumpur untuk membeli
Penawaran tersebut, kata Andi, terkait dengan hak warga korban lumpur atas sisa pembayaran
“Karena mereka masih punya sisa 80%, jadi tidak perlu lagi pusing berurusan dengan bank.
Jika sepakat, mereka tinggal datang dan pada Mei 2008 sudah menerima kunci rumah baru
Dia menjelaskan, bagi warga, terutama korban lumpur yang punya rumah tipe 37 dengan luas
terendam lumpur, maka akan mendapat rumah tipe 36 dengan luas tanah 90m2 jika membeli
di KNV.
Bagi warga yang tadinya menempati rumah Tipe 45, tetapi tidak ingin membeli rumah Tipe 45,
Andi menegaskan Lapindo akan membayarkan secara tunai kelebihan tipe rumah dimaksud.
“Bagi korban lumpur yang tadinya memiliki tipe rumah lebih besar tapi ingin membeli rumah
tipe kecil, kami akan mengembalikan selisihnya dalam bentuk tunai. Jadi saat serah terima
kunci, mereka akan terima sertifikat sekaligus sisa uang silisih dimaksud,” tambah Andi.
INILAH ENDING YANG DI HARAPKAN OLEH LAPINDO DAN PEMERINTAH, DENGAN GAMBARAN
KEWAJIBAN TERHADAP SISA PEMBAYARAN 80%” TERHADAP KORBAN LUAPAN LUMPUR SUDAH
7. Tonas mengatakan:
Hukum yang mana Bung Surya..???? Kalau Hukum Rimba sudah berdiri tegak mulai bangsa ini
belum MERDEKA, akan tetapi sampai dengan Bangsa ini sudah REFORMASI, Hukum Rimba itu
masih tetap berdiri TEGAK tidak tergoyahkan…!!! Kami tidak butuh Embel-embel TANGGUNG
JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN, kalau memang NEGARA yang mau mengambil alih
permasalahan ini BERIKAN KEBIJAKAN yang jelas. Itu saja YANG DI PERLUKAN OLEH KAMI
PARA KORBAN LUMPUR INI, Jangan digantung TIDAK ADA UJUNG PANGKALNYA, semua-nya
sudah jelas dan transparan tentang APA dan SIAPA yang MENGAKIBATKAN INI SEMUA
TERJADI..!!!
Balas
8. ari surya mengatakan:
Lumpur panas Porong dan permasalahannya mungkin tidak akan selesai dalam waktu dekat
meski segala upaya telah dilakukan oleh Lapindo untuk menutup semburan tersebut mulai dari
snubbing unit, relief well sampai pengeboran miring. Pemerintah juga tidak mau terlihat diam
saja guna mengatasi masalah tersebut terbukti dengan membentuk Timnas lalu kemudian
diteruskan oleh BPLS. Sayang, penanganan masalah ini terkesan setengah hati dan tidak
Kalau saya boleh membuat sedikit mengingat kebelakang (totong ingatkan kalau ingatan saya
kurang tepat), sebenarnya ketidak seriusan penanganan ini dikarenakan oleh tidak adanya
kepastian hukum tentang kasus ini. sampai saat ini belum ditetapkan pihak mana yang paling
bertanggung jawab mengenai masalah ini. Pemerintah mengatakan bahwa semburan lumpur
panas adalah akibat dari kesalahan pengeboran sedangkan Lapindo membeladiri dengan
menyebutkan bahwa semburan lumpur panas ini merupakan akibat dari gempa di Jogja
beberapa waktu lalu. Dengan terlambatnya kepastian hukum ini maka Lapindo mengatakan
bahwa apa yang telah dilakukan saat ini hanyalah sebatas tanggung jawab sosial perusahaan
Memang yang dibutuhkan bangsa ini adalah kepastian hukum, masalah apapun akan cepat
Balas
9. mang Ipin mengatakan:
Pak Tonas apa lupa ya dgn Prof.LANG LING LUNG dalam serial
Balas
10. Tonas mengatakan:
“Sebagai pengemban amanah, saya akui, angka kemiskinan masih relatif tinggi. Dan, itu harus
kita kurangi,” ujar presiden pada awal pidato sambutan di hadapan ribuan peserta peringatan
SBY berjanji akan terus berusaha meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat. ( Liputan JawaPos
Dan Perpres No 14 tahun 2007 merupakan salah satu MESIN untuk Memproduksi KEMISKINAN
DI WILAYAH SIDOARJO KHUSUSNYA KORBAN LUMPUR LAPINDO, Apa kah itu yang di maksud
Balas
11. re mengatakan:
setelah sekian lama dan korban masih dalam kondisi terkatung-katung, apakah Perpres
14/2007 itu masih bisa dibilang berpihak ke rakyat? bagaimana mungkin ganti rugi yang
mestinya mutlak harus dibayarkan oleh pihak perusahaan menjadi jual beli dimana sebuah
perusahaan (lapindo) dimungkinkan memiliki aset yang sangat luas (lebih dari 400 ha).
analoginya begini. kalau sebuah kendaraan menabrak sebuah rumah, apakah sang korban
(rumah yang ditabrak) harus menjual rumahnya kepada si penabrak supaya bisa diganti??
apakah presiden tidak sedang dalam kondisi linglung ketika menyusun perpres ini??
Balas
12. Natalie mengatakan:
Saya sebagai masyarakat awam, sebagai mahasiswa, sebagai rakyat Indonesia hanya bisa
mengatakan, SEHARUSNYA bencana ini tidak terjadi bila manusia di bumi ini khususnya di
Indonesia tidak MARUK alias UGAL-UGALAN dalam eksploitasi SDA yang dipunyai Inbdonesia
ini. Banyak orang pintar di negeri ini mengapa kepintaran itu disalahgunakan untuk hal-hak
yang membahayakan orang banyak. Kalau yang terkena dampaknya diri sendiri ndak apa-apa,
tetapi kalau orang lain yang kena seperti itu bagaimana????Tuhan memberi kekayaan lengkap
untuk kehidupan manusia di bumi ini, untuk dipelihara, di jaga, dilestarikan, dikembangkan,
tetapi mengapa justru kebanyakan di eksploitasi, bahkan ada yang sudah sampai di negeri
orang dan di HAK PATEN kan….?Di sini sebenarnya ilmu, kepandaian yang ada di buat apa…
Akibat dari bencana ini banyak sekali, baik dari segi politik, ekonomi, gender (perempuan dan
berjubel di sana, baik yang garis kiri maupun kanan. Di sini yang saya bicarakan adalah, mari
masyarakat kecil yang terkena dampaknya langsung. Pengusaha kecil di sana yang masih
kesulitan untuk mengakses kredit, tolong,diberi keringanan, entah bagaimana caranya, tanpa
adanya beban yang menyulitkan, tanpa adanya jaminan yang memberatkan, persyaratan dan
sejenisnya, karena keadaan mereka sudah seperti itu. Anak2 sulit unruk mengenyam
kepentingan2 yang ingin mengambil keuntungan dsb. Siapapun tidak ada yang tahu kapan
tanggungjawab, tetapi bahu membahu memikirkan jalan keuarnya secara FOKUS demi
kesejahteraan masyarakat di sana selanjutnya. Dampak yang terjadi tidak hanya dirasakan
oleh warga sekitar bencana tetapi seluruh Jawa Timur perekonomian terganggu. Perubahan
yang diinginkan berasal dari dalam diri sendiri, kesungguhan untuk menyelesaikan
permasalahan yang terjadi niscaya akan membuahkan hasil yang baik dan bermanfaat. Mari
Balas
13. rico mengatakan:
hai
Balas
14. rico mengatakan:
aku mau nulis ini, kemarin reporter di salah satu perusaan tv swasta meliput tentang harga
cabe di jkt yang dari tani cuma 5 ribu, trus di jual di pengecer ada yang sampe 10rb, itu
karena harga bensin naik, harga di kota naik 500 perak aja dah pada demo. trus nulisnya
jangan kaya anak tk kasih tau klo cabe yang di tanam di jkt itu kualitasnya jelek yang bagus
dari magelang ampe singapure. trus di loiput juga kenapa harga cabe yang dulu sampe 25 ribu
sekarang cuma 5ribu. ya karena home industri saos pada bangkrut. jadi peliputan berita juga
jangan asal n harus di pikirkan jangan cuma meliput aja tanpa ada solusinya or malah
Balas
Saya kira permasalahan nya sekarang adalah bagaimana menarik Hikmah dan berkah,bila ad,
dari kondisi ini. Setidaknya ada element dan atau unsur yang dapat di manfaatkan bagi
kehidupan manusia pada umumnya, baik dari kondisi lumpur yang disemburkan, ataupun
kondisi sosial dan ekonomis dari lingkungan disana, maksudku kalau orang di Sidoarjo itu
Maslah pengangkutan mungkin bukan masalah yang diutamakan, tapi setelah itu apa ?
Teknologi tok ternyata tidak mungkin dapat berdiri seorang diri, demikian juga ilmi-ilmi yang
lainnya, sekurangmya ada dua fihak yang dapat bekerjasama, baik exacta+exacta, atau
exacta-non-execta, vice-versa.
Science melulu juga hanya mungkin menghantarkan hingga analogi algoritma yang
Tidak mungkin tidak semua disaster yang sedang dialami bangsa kita, dari sejak Aceh hingga
ke Manokwari dan seterusnya akan dapat kita minimalkan, dengancara dan jalan mencari dan
Sebagai sesama manusia, kita tidak pernah luput dari ujian dan cobaan, baik theory maupun
praktisnya, tok ilmu dan pengetahuan Allah adalah selalu Maha Lengkap lagi Sempurna,
referensi mengenai hal ini ada terdapat di buku-buku agama, yang adalah kitab Agama Langit.
Kapan dan dimana itu adalh Jadwal pembagian rizkinya yang berputar bagaikan ‘Wheel of
Fortune’, barangkali.
Balas
ngak terasa dah setaun lebih ya, aku punya ide dan ngak tau mestinya pake forum yang mana,
jadi aku masuk forum yang ini, gimana kalo dilakukan gempa buatan.
seingatku kan di bawah tanah terdiri dari berrbagai macan aliran serta jalur tanah, yang perlu
kita lakukan itu mencari dimana jalur tanah yang menuju ke pusat mud vulcano, lalu dihitung
kemungkinan apa dampak terjadinya gempa itu, jika memang patahan itu bisa diguncang
dengan gempa ringan, maka guncangan itu menimbulkan tumbukan antar patahan dan lubang
lumpur dapat tertutup. seingatku dari langkah2 yang dilakukan skarang justru memperparah
keadaan. peninggian tembok tanah juga , malam membuat mudnya semakin banyak, dan jika
musim hujan yang bakal muncul beberapa minggu kedepan bener2 datang….. wasalam deh
mengenai dampak gempa buatan itu, worst case scenarionnya jawa khususnya jawa timur
Dedy Aryono
Balas
17. InginTahu mengatakan:
Halo rekan2 semua, kalau sekiranya boleh bertanya berhubung saya tidak pernah terjun
langsung ke sidoarjo. Saya ingin tahu apa saja masalah2 sosial yang timbul di masyarakat dan
kira2 apa yang bisa menjadi solusinya. Terkadang saya berpikir bahwa rakyat harus di pikirkan
terima kasih.
Wassalam.
Balas
18. dian mengatakan:
lho pak aburizal bakrie kan orang teknik, tapi jadi politikus. yah salah jurusan dia. makanya dia
berusaha bagaimana ilmu teknik itu dijadikan ilmu politik. dan ternyata sukses, meskipun
secara profesi keteknikan menjadi tidak jelas lagi. kata pemerintah ” bencana lapindo jangan
Balas
19. keciL mengatakan:
mungkin usaha telah banyak dilakukan baik Pemda Sidoarjo, Jatim hingga BPLS
namun, yang terpenting disini adalah kita sebagai manusia hendaknya saling tolong menolong
Balas
20. ompapang mengatakan:
Pak Hendy, pakai pengalamannya pak Bambang Bahriro (penemu Blokath Dothon) saja,
langsung ke Sekretaris BPLS, Bapak Ir.Adi Sarwoko, Dipl HE di Surabaya, kuncinya disana.
Balas
21. Hendy mengatakan:
Kepada Yth. teman2 yang mempunyai link langsung dengan SBY mohon bantu kami untuk
beraudiensi dengan SBY mengenai penanganan luapan lumpur LAPINDO daripada negara
tercinta ini menghabiskan dana triliyunan rupiah lebih baik berikan kesempatan kepada kami
Balas
22. t mengatakan:
Wah, itu Bupati Jawen tapi nggak ngerti Tumpang Sari dan Mina Paddi!!
Balas
23. usil mengatakan:
Balas
24. ompapang mengatakan:
Kalau jadi petani, ompapang pernah ngalami, pertama nanam padi – rugi, nanam bawang
putih dataran rendah, tidak rugi tetapi hama dan penyakitnya banyak sehingga butuh fungisida
dan insectisida (misal furadan untu basmi ulat tanah) banyak, terakhir sawahnya tak jadikan
kolam pemancingan, untungnya besar, ikan disetori dari keramba apung rawa pening, hasil
budi daya ikan keramba sungai-sungai lokal, peternak ikan kolam serta hasil percobaan
Saat GKG(Gabah Kering Giling) Rp500,/kg, omset pemancingan Rp400.000,– perhari, sedang
omset hari Minggu rata-rata Rp1,juta. setara dengan harga 2 ton GKG.
Sayang karena izin usaha terlambat mengurus, saat ada orang berpangkat perwira tinggi yang
juga mempunyai kepentingan pada lokasi itu mengajukan protes kepada pak Bupati, kolam
pemancingan seluas 3000 m2 yang baru beroperasi sekitar 2 bulan terpaksa ditutup atas
perintah Bupati dijaman orde baru itu. Ada cerita yang tidak lucu tentang penutupan
pemancingan itu. Waktu itu ada perintah penutupan usaha pemancingan dari Bupati yang saya
terima, kemudian saya telpon ke Pak Bupati untuk klarifikasi, kenapa pemancingan ditutup,
jawab pak Bupati : sawah disitu kan untuk PERTANIAN, jadi dilarang untuk PERIKANAN.
Jawabku membela diri : Lho, PERIKANAN kan masuk sektor PERTANIAN , lagi pula airnya juga
dialirkan kesaluran irigasi lagi,tidak dibuang. Kontan Pak Bupati marah-marah dan hubungan
btw, ompapang tidak tertarik dengan pasar keuangan, sebab keuntungannya tidak nyata,
dalam arti dikatakan UNTUNG kalau kita SUDAH MENJUAL valuta/saham / ORI atau surat
berharga lainnya dengan harga lebih tinggi dibanding saat membelinya,sebaliknya kalau kita
Balas
25. t mengatakan:
Kata “Mereka” yang Harus bebas Pajak itu Pasar Keuangan (Bursa dan Obligasi / Reksadana).
Atau Yang “pemainnya jutaan orang” dengan nilai GKG +/- 40 Juta ton X Rp 3000 sekitar Rp
120 T setahun.
Jadi sebaiknya anak muda pilih mana Ompapang, jadi petani atau ikut-ikutan beli ORI .
Balas
26. ompapang mengatakan:
Setuju pak Marto, namun sudah banyak bukti kalau ada DANA untuk memberdayakan petani
Kasus umumnya adalah untuk BANCAKAN para tokoh politik, birokrat dan pengusaha.
Bagaimana bisa sektor pertanian,kehutanan dan kelautan dapat dipakai sebagai penopang
ekonomi wong dianak tirikan dan dananya malah untuk bancakan. Para calon pemimpin seolah
tidak mau tahu akan pentingnya negara Indonesia menggantungkan ekonominya dari hasil
Buktinya PBB sebagai pajak tanah/sawah tanpa bangunan tidak berdasar hasil bumi dari tanah
Bila NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak)melebihi Rp 1Milyar, faktor pengali NJKP (Nilai Jual Kena
Pajak) menjadi 40 %. Jadi kalau ada petani mempunyai sawah seluas 1 HA dengan NJOP (Nilai
Hasil padi sawah 1HA misal = 8 ton padi kering giling dengan harga Rp3000/kg,maka
Bila total biaya produksi = 40% X Rp24 juta =Rp 9,6 juta, maka penghasilan bersih petani
pemilik tanah = Rp14,4 juta. Untuk setahun 2 kali panen ,penghasilan menjadi =2 X Rp14,4
juta = Rp 28,8 juta. Setelah dipotong pajak PBB , penghasilan petani menjadi Rp 28,8 juta –
Rp2,-juta = Rp 26,8 juta. Sedang pajak tanahnya sendiri mencapai hampir 7 % dari
pendapatan kotor, belum nanti “kalau” dikenakan pajak penambahan nilai pada berasnya.
Penghasilan tersebut adalah perkiraan bila tidak terjadi kegagalan panen karena bencana alam
atau tidak ada serangan hama dan penyakit serta tidak ada impor beras luar negeri. Belum
nanti dari perkiraan NJOP nya.Banyak lho tanah sawah yang NJOPnya melebihi Rp200.000,-
Dari perkiraan tersebut kelihatan bahwa kesejahteraan petani masih jauh dibawah
kesejahteraan PNS gol II a (lulusan SLTA) masa kerja 2 tahun, apalagi dibanding
kesejahteraan anggota DPRD kabupaten/kota yang sama-sama ijazah SLTA. Jauuuuh sekali
bedanya.
Itulah cermin buram sektor pertanian kita. Bagaimana petani dapat menopang perekonomian
Indonesia, wong kerjanya seharian hanya menopang dagu merenungi nasibnya. Gitu pak Marto
idin !
Balas
ompapang…menurut saya sektor pertanian dan sektor apapun harus bisa semaksimal mungkin
menjadi penopang yang kuat ekonomi bangsa ini, dulu kita pernah menjadi negara agraris
yang mengekspor beras dan hasil pertanian lainya, namun sekarang ….banyak saudara kita
makan beras busuk,karena tidak ada pilihan lain….belum haknya dengan ikan yang dicuri oleh
Balas
aku merindukan hidup dinegara yang GEMAH RIPAH LOH JINAWI TOTO TENTREN KERTO
Balas
29. t mengatakan:
http://hotmudflow.wordpress.com/2007/05/22/indonesia-considers-new-method-to-halt-mud-
volcano/#comment-13194
+++
http://hotmudflow.wordpress.com/2007/05/12/bola-beton-gagal-muncul-cerobong-
baja/#comment-13046
http://hotmudflow.wordpress.com/2007/05/27/pemerintah-ragu-ragu-pilih-metode-sumbat-
lumpur/#comment-13270
Maka secara politik-ekonomi saya pikir biarkanlah Katahira bikin damnya , kalaupun ambles
nggak apa-apa, yang penting ada “investasi baru” masuk Indonesia, paling kurang Rp 600
milyar . Bagusnya lagi diperlebar saja bangunannya. Haree gene cari investor ndablekz
susyah lho:). Itung-itung ngurangin pengangguran akibar Lapindo. Ayo Katahira, tunjukkan
Nyalimu…!
Balas
30. ompapang mengatakan:
Itu BARU NAMANYA OLEH-OLEH DARI INDIA, Pak RIrawan!! Episode yang akan datang apa
Pak?
Sakjane kita punya ahli nuklir Pak Baiquni, tetapi entah kenapa sampai setengah abad berlalu
kita tidak ditinggali karya monumental beliau. Juga ilmuwan Pak B.J.Habibie malah jadi
politikus (karbitan ?) yang prestasinya melepas Timor Timur dengan opsi jajag pendapat, boleh
dikata bukan prestasi seorang negarawan. Belum lagi terpuruknya sektor pertanian di era
beliau jadi politikus yang mengagung-agungkan teknologi industri dan menganak tirikan sektor
pertanian karena dianggap punya nilai tambah lebih kecil dibanding sektor industri.
Balas
31. usil mengatakan:
Balas
32. Rovicky mengatakan:
Kalau mau detil tulisan Pak RIrawan silahkan baca disini juga
http://rovicky.wordpress.com/2007/05/28/india-pltn/
Balas
33. usil mengatakan:
Balas
34. RIrawan mengatakan:
Maaf, alinea pertama diatas ada yang terbolak-balik kata-katanya, seharusnya dibaca sbb:
India pesat sekali membangun sumber-sumber energinya, sehingga data-data cepat sekali
usang. Total daya terpasang terakhir dilaporkan 130 Gwe lebih, 75% dari batubara. Setiap 2
minggu 1 blok pembangkit listrik baru didirikan, terbanyak masih PLTU-batubara sehingga
India tidak lama lagi bakal menjadi negara ke 3, setelah AS dan RRC, yang paling merusak
Balas
35. RIrawan mengatakan:
Energi di India.
cepat sekali usang. Total daya terpasang terakhir dilaporkan 130 Gwe lebih, 75% dari
batubara. Setiap 2 minggu 1 blok listrik baru didirikan, terbanyak masih PLTU-batubara
sehingga India tidak lama lagi bakal menjadi negara ke 3, setelah AS dan RRC, yang paling
Topik energi di India ini pelik. India sama seperti RRC, pengembangan sumber energi dikedua
negara itu ambisius. Mereka punya SDM, industri manufaktur dan konstruksi yang sangat
tokh order dari ke 2 negara itu bahkan memenuhi kapasitas pabrik-pabrik ternama di negara-
negara maju. Uang mereka kini melimpah, sehingga nafsu belanja meningkat drastis, tetapi
memakmurkan rakyatnya. (Ini memprihatinkan, di sana sibuk membangun dan tiap hari makin
baik dan makin kaya, sedangkan kita di Indonesia masih berputar-putar mengurusi bencana-
PLTN dan isu nuklir di India selalu hot sejak dulu, dipacu kekuatiran dan persaingan lawan RRC
dan musuh bebuyutannya Pakistan (belakangan jauh tertinggal karena kekacauan ekonomi,
fanatisme dan terorisme). Maka India diam-diam melakukan riset tentang senjata atom di
Bhabha Atomic Research Centre, meskipun resminya diumumkan sebagai riset teknologi Atom
Untuk Perdamaian. Tanpa mencolok dan tanpa tanda-tanda minat pada tujuan militer, India
berhasil membeli sebuah reaktor riset Cirus 40MWt dari Kanada, lalu mengekstrak plutonium
sisa pembakaran dari reaktor riset Cirus itu. Hampir 20 tahun berkutat dengan riset siang
malam, akhirnya plutonium itu dipakai untuk percobaan bom atom India pertama pada 18 Mei
1974 yang berkekuatan ledak 4-6 KT. Pemerintah India mengumumkannya sebagai sebuah
“Ledakan Nuklir yang Penuh Damai”. Sesudah itu, 24 tahun India sepi dari berita tes bom
atom yang dinamakan “Operasi Shakti”, yakni Shakti 1 (11 Mei 1998) hingga Shakti 5 (13 Mei
1998), gara-gara diprovokasi oleh peluncuran rudal-percobaan Ghauri oleh Pakistan tgl 6 April
1998.
Keberhasilan India memposisikan diri ke dalam jajaran negara bersenjata nuklir, menjadi
negara pertama dari dunia ketiga yang membangun PLTN dan sekaligus sebagai negara dunia
ketiga yang memiliki program nuklir terbesar, adalah berkat seorang ilmuwan fenomenal India,
Dr H J Bhabha, yang memimpin dan merintis dunia ilmu dan program nuklir negara. Ia
membangkitkan ambisi India atas nuklir, membawanya ke realitas di tanah India dan
memperoleh segala prioritas utama dan dana besar dari negaranya. Semasa ia studi hingga
meraih gelar doktor fisika di universitas Cambridge 1935 dan sebelum pulang ke India 1939,
Bhabha sempat akrab dengan para fisikawan seperti Niels Bohr, James Franck, Enrico Fermi
dll, yang di kemudian hari berperan besar dalam program persenjataan nuklir AS dan Inggris.
Ia juga ikut aktif dalam penemuan dan pendalaman tentang fisi nuklir. Sohib kentalnya seregu
dari uni Cambridge, W B Lewis, belakangan menjadi ketua Program Energi Nasional Kanada.
Hubungan pribadi dengan Lewis inilah yang memungkinkan Bhabha memperoleh reaktor Cirus
(heavy water) di tahun 1955 dari Kanada dengan panji tujuan riset damai untuk peningkatan
kualitas hidup, namun kemudian selama puluhan tahun ditekuni oleh ahli-ahli India dan dipakai
mencanangkan visi nuklir India dan menekuninya selama 20 tahun hingga akhir hayatnya. Ia
adalah perintis sejati dibalik keberhasilan nuklir India, baik pada pembangunan PLTN India
maupun penciptaan bom atom India kelak. Ini sekilas mirip dengan mantan politisi hi-tech kita.
Tetapi Bhabha tidak one-man-show, ia rajin merekrut dan mendorong ilmuwan-ilmuwan cerdas
India, seperti Homi Sethna, P.K. Iyengar, Vasudev Iya, Raja Ramanna dll, yang kemudian
menjadi tokoh-tokoh besar kemajuan energi di India. Meskipun Bhabha juga sangat dekat dan
punya pengaruh besar pada kebijakan perdana menteri Nehru dan Shastri, yang menetapkan
prioritas dan program negara untuk pengembangan nuklir di India, namun ia tidak larut dalam
politik praktis. Konsentrasinya tetap pada urusan riset dan pengembangan energi. Bhabha
tegar di dunia ilmu, mengutamakan meritokrasi demi kemuliaan dan kejayaan segenap warga
bangsanya, tidak terjebak oleh silau kekuasaan, tidak pernah tampil sebagai politikus karbitan
yang menunggangi sentimen dan fanatisme sempit. Sebagai ilmuwan, ia rajin menghimbau
rasionalitas bangsanya agar mampu membebaskan diri dari belitan primordialisme dan bangkit
sejajar di antara bangsa-bangsa maju di dunia. Meskipun ambisi nuklir Bhabha juga
menggerogoti ekonomi India, tetapi ia berhasil menaikkan pamor India sejajar dengan negara-
negara pemilik nuklir. Ia menggairahkan dunia ilmu pengetahuan dan teknologi yang sekarang
terbukti menjadi motor kekuatan dan kemakmuran India. Lagi pula, saat itu resiko dan
kerumitan PLTN belum sepenuhnya disadari dan belum nyata terbukti. Perdana menteri Indira
Gandhi mengabadikan nama Bhabha pada nama institut yang didirikannya, setelah ia
meninggal dunia dalam kecelakaan pesawat 24 Januari 1966. Bhabha dikenang sebagai
ilmuwan yang sangat memimpikan kemandirian bangsanya, tidak suka rendah diri atau
menjilat, tetapi ia bukan demagog dan tidak pernah mengajak rakyatnya petentang-petenteng
membenci bangsa-bangsa lain yang sudah lebih makmur. Kebanyakan orang India sangat
sekarang masih dengan yakin mengutip kata-kata Bhabha ½ abad lalu: “No power is costlier
than no power”, artinya kekurangan energi berakibat mandeknya ekonomi karena produktivitas
rendah.
India memenuhi kebutuhan energinya 82% dari fosil dan 14% dari tenaga air. Konsumsi
minyak saat ini 2,5 juta barel/hari, 70% impor, sehingga tiap tahun harus membelanjakan 25
milyar USD untuk impor minyak mentah. Batu bara adalah sumber energi utama untuk 75%
pembangkit listrik India, sehingga India saat ini merupakan produsen batu bara nomor 3
terbesar dunia dengan cadangan yang cukup untuk 100 tahun lebih, karena India memiliki
cadangan batu bara nomor 4 terbesar di dunia. Tetapi batu bara India kualitasnya buruk,
Situasi dan alasan-alasan di atas dari dulu mendorong orang India sangat mendambakan
energi nuklir. Tetapi meskipun sudah ½ abad lebih India berjuang dan membelanjakan dana
yang luar biasa besar (25% dari total dana riset dan pembangunan nasional) untuk
pengembangan dan percobaan nuklir, tokh sampai saat ini tidak lebih 3% pasokan energi yang
diperolehnya dari PLTN. Di ballik reputasi dan pamor penguasaan teknologi oleh India yang
mengharumkan negara itu, program PLTN nyaris membenamkan ekonomi India, yang
menimbulkan ancaman anarki dan kemelut politik akibat ketidak-puasan rakyat atas
Banyak kisah tragis dan gawat dalam kinerja PLTN India. Pada reaktor Rajasthan air berat
yang mahal bocor terus yang berarti mengalirkan uang percuma ke selokan. Pencemaran
radioaktif pada ribuan pekerja dan penduduk sekitar reaktor Tarapur diperkirakan dampaknya
masih mengancam hingga 20 tahun. Hingga 1995 ada 9 reaktor PLTN dengan kapasitas total
dan 1 di Krakapur. Semuanya pernah bermasalah dengan keamanan dan kebocoran radiasi,
output PLTN-PLTN India, sebab rata-rata kinerjanya cuma 45%, padahal nilai ekonomisnya
India hampir sepenuhnya tergantung pada pasokan bahan bakar dan teknologi dari AS. Ibarat
sudah kepalang basah, India mungkin akhirnya bisa berhasil dengan program energi dari
nuklirnya, sebab pengetahuan dan kemampuan sudah dikuasainya, tetapi pasti masih dengan
skala yang sangat tidak ekonomis. Kisah PLTN India membuktikan, betapa uang yang
sumber energi lainnya dengan hasil yang jauh lebih menguntungkan. Sekaligus membuktikan,
betapa sulitnya menghasilkan prestasi hanya dengan idealisme semata, tetapi sambil
kelaparan. Akibat fakta-fakta negatif tentang energi nuklir ini, resiko dan rawannya keamanan,
serta merebaknya tentangan para evironmentalis, dipastikan bahwa nuklir belum akan punya
peran berarti sebagai sumber energi di India untuk setidaknya 20 tahun kedepan.
Saat ini India dan AS hampir merampungkan pakta nuklir bersama, yang memungkinkan India
untuk pertama kalinya dalam 33 tahun, bisa memperolah bahan bakar dan reaktor modern dari
AS, setelah melalui perjuangan serta perundingan panjang dan mahal. Sebelumnya India
diembargo AS atas segala barang yang berkaitan dengan nuklir akibat percobaan bom atom
India 1974. Tetapi AS masih keberatan mengijinkan India membeli mesin-mesin AS untuk
mengolah sendiri sisa bahan bakar PLTN, yang rawan disalahgunakan untuk membuat bom
atom dan kuatir ancaman teroris. Namun tampaknya AS bakal makin merangkul India, yang
menginformasikan bahwa belanja militer RRC sudah melebihi 120 milyar dollar (wouuu … 2x
APBN RI hanya buat mesin perang), meskipun RRC bilang cuma 40 milyar dollar, sehingga AS
Terakhir jumlah kapasitas PLTN terpasang dilaporkan 3,31 Gwe atau kurang 3% dari seluruh
sumber energi India. Ketua komisi energi atom India, Anil Kalkodhar, mencanangkan
peningkatannya menjadi 20 Gwe hingga tahun 2030 dan ditambah dengan proyek yang masih
ditahap pembangunan mencapai skala 40 Gwe, yang akan dilaksanakan dalam skema kerja
sama internasional dengan biaya $ 40 milyar. AS sendiri malah memperkirakan bakal adanya
potensi bisnis bernilai lebih dari $ 100 milyar yang muncul dari sedikitnya 30 reaktor baru di
India, jika kesepakatan AS – India mengenai pengembangan energi nuklir India bisa
dituntaskan. Bisnis “nyam-nyam” itu bakal dijaring melalui United States GE, Westinghouse
Electric Co, ASE, Framatome ANP, Electricite de France, Atomic Energy of Canada Ltd dll.
agar cepat mencapai kesepakatan guna mengijinkan export untuk barang-barang sensitif
tersebut. Namun andaipun ambisi ini tercapai, dan India sanggup konsisten mengeluarkan
dana spektakuler itu, PLTN pada saat itu baru akan memenuhi 12,5% kebutuhan energi di
India.
Realitas PLTN di India memberikan contoh bagi negara-negara di dunia ketiga untuk dapat
membuat keputusan dengan arif. Banyak institusi internasional yang sepintas kelihatan
berbobot ilmiah dan pakar-pakar yang seolah-olah memaparkan hasil kajian scientific, tetapi
sesungguhnya bekerja sesuai arahan pemesannya, yakni para CEO multi-korporasi pembuat
mesin-mesin PLTN dari negara-negara industri maju, demi sales dan order yang menghasilkan
profit cemerlang, Di negaranya, PLTN diputuskan tidak akan dibangun lagi dan yang terlanjur
ada satu-persatu akan ditutup. Maka kini para CEO itu giat melobi pemerintahnya dan
meyakinkan bahwa meskipun mesin-mesin PLTN itu disupplai ke negara-negara dunia ketiga,
tetapi ketergantungan dan kontrol penuh atas mesin-mesin itu tetap mutlak di tangan mereka.
Paralel mereka juga mensponsori banyak lembaga dan pakar untuk membuat makalah-
makalah tentang kecanggihan, keamanan dan kelayakan PLTN modern. Dukungan luas juga
diperoleh akibat kekuatiran atas emisi gas CO2 dan pemanasan global, sehingga masyarakat di
yang tidak merusak atmosfir bumi, termasuk PLTN. Padahal mereka sangat anti dengan
pembangunan PLTN di negaranya dan lebih menyukai saat ini reaktor-reaktor yang
dipropagandakan canggih dan aman itu diuji-cobakan dulu di negara-negara lain yang belum
maju. Kalau perlu dengan slogan bantuan atau sumbangan kerja sama untuk kemakmuran.
Maka kearifan sungguh diperlukan bagi para pemimpin negara-negara berkembang, apakah
arogansi, ambisi dan pamor politik akan merelakan negaranya dijadikan kelinci percobaan,
pemasok mesin-mesin PLTN, sekaligus memaksa seluruh rakyat anak negeri sendiri memikul
Program energi nuklir India memang kontroversial, tetapi India selamat berkat sukses
pertumbuhan ekonomi yang berhasil secara konsisiten diwujudkannya sejak 16 tahun lalu,
menjadikan India sebagai calon pemain ekonomi terkuat dunia dalam beberapa dasawarsa
berikut.
Kini di India sebagai negara demokratis terbesar dunia dengan meluasnya peran kaum
intelektuelnya, juga muncul gerakan “wisdom” yang sangat kuat, yang mengkoreksi strategi
matahari, biomass dan air makin gencar dan bergema kuat di India. Meskipun investasinya
sangat mahal (dulu tidak dilirik akibat terdesak oleh batu bara yang cadangannya berlimpah di
India), kini pemerintah India memberikan insentif yang besar. Secara persentual, saat ini
peran sumber energi terbarukan ini masih sangat kecil. Namun kita bisa menengok lagi 10-20
tahun ke depan. Apakah India tidak cuma bisa menghapus kemiskinan dan menjadi negara
kuat, tetapi juga bisa menyelenggarakan pemenuhan kebutuhan energinya secara bijak, tanpa
pemborosan biaya serta mandah dieksplotir oleh negara-negara barat yang lebih dulu maju.
Apakah India bisa menghindari hujatan dunia yang menuduhnya sebagai penyebab utama
perusakan global atmosfir bumi. Dan akhirnya, apakah India yang kaya dan maju kelak juga
Balas
36. RIrawan mengatakan:
Ini oleh-oleh boneka (cerita B-om pes-ON-a EK-onomi A-kbar) India, satu dari 2 negara
dengan pertumbuhan paling spektakuler di dunia di awal abad 21 ini, yakni 8-10% PDB. India
sekaligus juga negara demokrasi terbesar di dunia dengan 1,1 milyar jiwa; dengan keruwetan
masalah yang tidak kalah daripada Indonesia, sehingga sangat relevan diperhatikan dan
diperbandingkan.
Mendarat di kota Mumbai, saat ini 18 juta penghuninya, saya teringat 14 tahun lalu, ketika itu
kota ini sangat kotor. Slam (gubuk kumuh) yang menimbulkan perasaan seram menyambut
tak putus-putusnya di sepanjang tepi jalan-jalan Bombai (nama lama Mumbai). Namun saya
tercengang, kota ini sekarang berubah. Jalan-jalan menjadi lebar dan kualitasnya bagus kokoh,
kelihatannya semua jalan dialasi beton tebal 30-40 cm. Di mana-mana tampak kesibukan
pelebaran jalan. Di kiri kanan jalan ada ribuan apartemen sekelas atau sedikit lebih bagus
daripada rumah susun perumnas. Ketika saya tanya mana slam-slam nya, apa digusur habis?
Teman India saya tertawa: “… masih ada, tapi di bagian sana kota. Akibat urbanisasi, harga
rumah di Mumbai sangat tinggi, sehingga dulu orang miskin terpaksa tinggal di slam. Tetapi
pemerintah tidak bisa main gusur, bisa langsung dijatuhkan. Ini negara demokrasi. Soalnya
kenapa dulu dibiarkan sehingga terlanjur menjadi tempat hidup ribuan orang? Maka
pemerintah barulah bisa membuldoser slam dan ketat melarang munculnya slam baru, setelah
membangun rusun-rusun, lalu membagikan gratis kepada para penghuni slam itu.”
Ha … gratis?
Ya … 100% gratis, asalkan mereka terdata sah orang miskin, tinggal di slam dan punya
kerjaan!
Melihat-lihat pabrik di India, saya harus berpikir keras untuk memahami, sama seperti upaya
menikmati masakan India yang exotis dengan bumbu-bumbu tajam bersaos kental, tetapi
diramu dengan bahan dan gaya dari unsur tradisionil hingga modern, seperti makan di atas
daun pisang dan sendok-biologis bersama serviet dan gelas anggur. Industri India
mengandalkan otot para buruh, hingga yang paling modern dan dikendalikan oleh piranti lunak
yang canggih. Namun mereka bekerja dengan kapasitas penuh 3 shifts. Pabrik-pabrik itu sibuk
expansi, memperluas bangunan pabrik, menambah mesin dan menambah karyawan. Lalu,
apakah India kekurangan tenaga terdidik dan ahli? Ternyata tidak. Sejak lebih 2 dekade lalu
India mewajibkan anak-anak sekolah dan pemerintah tak cuma bikin peraturan, melainkan
semua anak bebas biaya sekolah dan buku, ditambah tunjangan gizi dan pakaian hingga
setingkat SMU.
menghasilkan 2 juta sarjana per tahun, 50% nya jurusan teknik. Situasi ini sangat mendorong
bermunculan dan tumbuh. Tidak hanya industri-industri di India saja yang menikmati
banyaknya tenaga unggulan India, tetapi banyak perusahaan Eropa dan Amerika yang
merekrut karyawan-karyawan India. Bahkan banyak pula yang membuka kantor di India dan
dan penyajian hasil kerja bisa diselenggarakan melalui jaringan IT lintas benua dengan tidak
kalah cepatnya dibandingkan dengan mereka yang berada di satu gedung. Maka banyak
perusahaan dunia dapat ikut memanfaatkan SDM India yang berpendidikan dan berkualitas
tinggi, namun dengan gaji hanya 10-30% orang bule. Hampir seluruh perusahaan IT dunia
diperkirakan 40 milyar dollar US per tahun, yang memberikan peran penting India sebagai
Pertama: adalah penyingkiran hantu-perijinan (License Raj), semacam pola ekonomi terpimpin
semu yang 4½ dekade lebih mencengkeram India, yang mengharuskan seluruh aktivitas usaha
terlebih dahulu memiliki ijin dari pejabat pemerintah. Tetapi birokrasi korup dengan slogan
nasionalis pro proletar justru berkolusi dengan pengusaha besar yang menguasai hampir
seluruh kegiatan usaha secara monopoli, anti persaingan dan jeli membunuh setiap potensi
anak negeri dan semangat inovasi. Saat itu India sungguh-sungguh terjerembab ke situasi
ultra feodal dengan lapisan elite yang yang mengontrol semua kegiatan ekonomi, mengambil
sangat banyak dan menyisakan sangat sedikit bagi ratusan juta rakyat. Pola ini lama dikritik
oleh negarawan India Chakravarthi Rajagopalachari. Tetapi baru di tahun 1990 pada
PV Narasimha Rao, License Raj dihapus total berkat kerja keras menteri keuangan Mammohan
Singh, yang menerapkan liberalisasi atas ekonomi India dan menghapus monopoli elit, yang
Kedua: adalah penghayatan hidup sekuler meritokratis. Didera sejak lama sekali oleh
monopoli kebenaran dan cenderung anarkis, kini masyarakat terdidik India sudah tidak lagi
peduli dengan segala paham primitif, yang hanya menghasilkan keterpurukan. Mereka tidak
sudi lagi menghambur-hamburkan waktu dan energi untuk kegiatan nihilis dan fatalis. Mereka
kini hanya menghargai kualitas intelektuel dan berlomba menggairahkan kinerja. Mereka
makin tegar menghormati meritokrasi, menghargai prestasi dan kerja keras, berdasarkan
kesetaraan, persamaan kesempatan dan demokrasi sebagai moral manusia modern. Maka di
India kini, orang dapat berjuang meraih sukses, menghasilkan yang terbaik, tanpa kuatir
Ekonomi India diramalkan menjadi terkuat nomor 3 dunia sebelum tahun 2050, setelah China
dan Amerika Serikat, mengalahkan Uni Eropa dan Jepang. Dan GNP India bakal menyamai
Balas
37. yasin yusuf mengatakan:
Mas Tony, kita harus iri dengan masyarakat Amerika Latin yang saat ini memiliki pemimpin-
pemimpin yang memiliki nyali, seperti Hugo Chavez dan Eva Morales yang berani
sumberdaya (minyak) di negera-negara tersebut dengan bagi hasil yang menguntungkan pihak
negara, karena selama ini dominan mempertebal kantong perusahaan2 asing. Padahal mereka
semua terinspirai Bung Karno yang sudah terlebih dahulu melakukan hal yang serupa.
Pemimpin kita mulai dari Soeharto sampai SBY semuanya memiliki mental inlander, yang
merasa minder dengan orang asing, sehingga mudah dibodohi dan membiarkan begitu saja
kepada orang asing untuk menghabiskan sumberdaya yang kita miliki (kasus terakhir Blok
Cepu). Hasilnya sumberdaya yang melimpah bukannya menjadi berkah malah menjadi
kutukan. Kita menjadi bangsa kere yang semestinya tidak perlu terjadi. Teman-teman yang
terlibat dalam eksplorasi dan eksploitasi SDA mestinya lebih kritis dan berani menyuarakan
kepentingan nasional. Kita tidak bisa terus berpura-pura tidak tahu dengan masalah ini. Jadi
bukan sekedar analsis dampak lingkungan terhadap ijin usaha pertambangan yang perlu
diperketat, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana usaha pertambangan yang ada betul-
betul ada manfaatnya yang signifikan untuk masyarakat dan negara bukan hanya memperkaya
perusahaan (baik asing maupun dalam negeri). Nyatanya ketika terjadi kecelakaan pengeboran
(seperti dalam kasus Lapindo ini) pihak perusahaan pun berusaha berkelit, ya kita tahu berapa
keuntungan yang selama ini dinikmati oleh mereka. Sekagi lagi marilah kita menjadi orang
yang kritis dan berhenti berpura-pura tidak tahu dengan kekayaan kita yang sudah digadaikan
kepada perusahaan asing maupun dalam negeri. Kalau pemimpin kita belum punya nyali, kita
yang harus terus menyuarakannya, agar sumberdaya alam yang kita miliki menjadi berkah,
bukannya kutukan…
Balas
dipahami, dan penyidik mestinya menghadirkan orang spt ompapang sebagai saksi ahli.. yang
disayangkan proses penyidikan berhenti di tempat, terjadi pimpong antara pihak kepolisian dan
kejaksaan, sehingga masalahnya menjadi mengambang.. Pemerintah pusat pun terjebak pada
logika kalau ditetapkan menjadi bencana nasional, maka pemerintahlah yang bertanggung
jawab sepenuhnya untuk mengatasi dampak bencana, sehingga langkah maksimal yang
diambil adalah menunjuk sebuah badan seperti Timnas dan kemudian dilanjutkan BPPLS
dengan dukungan pendanaan dari pihak Lapindo yang kelancaran aliran dananya
“dipertanyakan”, sementara peran dari pemda Sidoarjo, Pemprov Jawa Timur, dan Pemerintah
Pusat sendiri dari sisi pendanaan belum terlihat, di APBN dan APBD belum ada. Memang
membiayai penanganan semburan dan dampak sosialnya, tetapi realisasi di lapangan sangat
lambat sampai memancing emosi warga. Padahal semakin lamban pemerintah bergerak
semakin besar dampaknya. Sekali lagi bila pihak Lapindo terbukti bersalah dan sudah
ditetapkan oleh pihak yang berwenang maka alokasi dana yang sudah dikeluarkan pemerintah
bisa dimintakan gantinya kepada pihak Lapindo. Yang penting sekarang pemerintah harus
turun tangan secara total tidak setengah-setengah lagi seperti saat ini, dengan dukungan dana
secara penuh, sehinggga upaya penanganan bencana maenjadi maksimal dan korban pun tidak
bencana nasional, maka solidaritas masyarakat dari daerah lain bahkan luar negeri pun akan
masuk ke Sidoarjo untuk meringankan beban warga Tidak seperti sekarang, masyarakat tidak
bisa bergerak karena sikap pemerintah yang tidak terbuka dan membatasi pada komitmen
Lapindo saja untuk mengurusi dampak bencana. Ini sungguh sangat ironis, 1 tahun bencana
tidak ada kemajuan yang berarti malah akumulasi masalah semakin mengkhawatirkan dan
menempatkan masyarkat di sekitar semburan lumpur, infrastruktur penting dan kota Sidoarjo
pada kondisi kerentanan maksimum. Kalau tidak diambil langkah yang tepat, satu fase lagi
Balas
39. Tony mengatakan:
Sebetulnya selain dampak yang disebabkan oleh sumur Lapindo tersebut jangan hanya untuk
mengatasi masalah untuk saat ini saja. Yang perlu juga diperhatikan adalah untuk masa
mendatang juga. Dalam hal ini pemerintah harus memperketat ijin-ijin penambangan yang
berada diwilayah daratan, terutama dampak lingkungan, sosial dan ekonominya jangan asal
memberi ijin tapi kalau sudah kejadian tidak ada yang bertanggung jawab. Saat ini saya lihat
bahwa pemerintah lebih banyak membela pengusahanya saja seperti kasus Lapindo, Buyat,
Freeport dan lain-lainnya. Jadi masyarakat di sekitarnya hanya sebagai penonton saja dan
kalau demo dihadapkan pada kekuatan TNI atau POLRI dan yang aneh mereka itu tega untuk
menembak rakyatnya sendiri….opo tumon. Kasus Newmont misalnya begitu mereka menang
mereka langsung mengadakan pesta yang menurut saya sangat mewah. Padahal mereka pesta
PEMDA bekerjalah dengan moral yang baik. Buatlah UU yang memihak rakyat dan
lingkungannya dan jalankan dengan benar. Jangan nanti perusahaan tersebut sudah kasih fee
pada pemerintah atau pemda setempat tapi tidak sampai ketangan masyarakat disekitarnya
apalagi untuk rakyat Indonesia secara keseluruhan. Marilah kita bersama yaitu para ahli-ahli,
Pemerintah, TNI, POLRI, DPR dll bekerja dengan moral yang tinggi karena kalau tidak anak
cucu kita sudah tidak mendapatkan apa-apa lagi dari kekayaan alam Indonesia tercinta ini.
Balas
40. ompapang mengatakan:
Pak Yasin Yusuf, menurut saya penyidik perlu diberi informasi teknis sehingga dapat
memastikan kesalahan Lapindo dalam hal penyebab luapan lumpur, sehingga tidak dapat
berkelit di pengadilan,sehingga keadilan dapat ditegakkan. Untuk itu mohon baca komen saya
Balas
Untuk t dan ompapang, “setuju”, memang pemerintah harus turun tangan, karena tugas
pemerintah adalah melindungi segenap warga termasuk dari bencana seperti diamanatkan
pembukaan UUD 1945. Kita selama ini terjebak dengan asumsi kalau semburan lumpur
Lapindo dinyatakan bencana berarti pemerintah yang harus bertanggung jawab, dengan
demikian Lapindo bisa cuci tangan. Logika seperti ini semestinya mulai kita tanggalkan,
mengingat di lapangan bencana betul-betul sudah terjadi dan menyengsarakan rakyat serta
penyebab luapan lumpur apakah man made disaster (kesalahan prosedur pengeboran), gejala
alam (mud volcano), atau gabungan keduanya sudah saatnya dihentikan, biarlah itu menjadi
urusan pihak penyidik. Langkah yang harus secepatnya dilakukan pemerintah adalah
sebagai bencana nasional dan menyiapkan dana talangan untuk menangani bencana tersebut.
membagi kerugian secara adil dibandingkan penanganan kejadian (event) berupa semburan
lumpur (sub surface) dan luapan lumpur (surface) yang terbukti “gagal”. Pemerintah juga
harus menekan Lapindo dengan tegas untuk membayar ganti rugi 20% dan secepatnya
merelokasi penduduk dan infrastruktur penting pada jarak yang aman, sebelum terlambat dan
menjadi malapetaka besar, karena ancaman tanggul jebol dan bahaya sekunder berupa
amblesan sudah di depan mata. Lihat jebolnya kembali pipa PDAM kemarin yang diduga kuat
Balas
Mas Aditya, betul mas Lapindo hanya berkewajiban mengganti ganti rugi korban dan
penanganan dampak sosial, sementara untuk merelokasi infrastruktur menjadi tanggung jawab
pemerintah malah sudah jadi peraturan presiden (perpres) segala. Untuk data-data kerugian
lihat laporan dari Universitas Brawijaya yang menghitung kerugian langsung dan tidak
langsung dari bencana lapindo di kolom arsip beberapa waktu yang lalu (bulan april atau awal
mei).
Balas
Mas Bima Sankerta, “Begitu hebatnya Bakrie sampai lolos dari reshuffle atau SBY yang tidak
punya nyali ??? saya pikir dua-duanya. Kalau di pilpres 2009 kita masih memilih pemimpin
macam gini, artinya kita sama saja dengan mereka. Sama-sama tidak punya nyali untuk
mengambil tindakan yang efektif dan signifikan, kayak di republik mimpi aja…
Balas
Untuk TZC, masalah uang yang terkait dengan dampak bencana Lumpur Lapindo menurut saya
jauh di atas bencana besar lainnya seperti Tsunami, Gempa Jogja apalagi banjir Jakarta karena
gempa, tsunami, banjir lebih bersifat one shoot (sekali tembak, durasinya detik sampai
mingguan, bencana lumpur Lapindo semakin lama, bukannya semakin surut malah semakin
mengkhawatirkan. Apalagi semua infrastruktur penting mulai dari jalan tol, jalan arteri, rel
kereta api, pipa gas pertamina dan pipa PDAM terkena dampaknya, belum kota Porong sendiri.
Ditambah penanganan bencana sangat lambat padahal di Jogja dan Aceh sudah memasuki
tahap rekonstruksi, padahal dana dari Lapindo juga seret dari pemerintah (“dana talangan”)
apalagi, belum ada di APBN 2007. Dampak langsung yang terukur saja tidak ditangani serius,
apalagi dampak tidak langsung dan dampak tidak terukur lainnya!! Wajar kalau bencana
lumpur Sidoarjo masuk wilayah sosial politik dan berpotensi menjadi bola liar seperti sudah
ditulis di atas.
Balas
Bener mas Dedi G., memang harus ada terobosan kebijakan untuk “dana talangan”, apalagi
ada kesan Lapindo “sudah bangkrut”, kalau sudah ada uang di kantong mestinya tidak perlu
bertele-tele dan mengulur-ngulur waktu pembayaran uang muka 20% (bagaimana sisanya
ya???) dengan alasan “legal formal” segala. Tanah yang berstatus letter C dan pethok D harus
ada jaminan dari Bupati setelah lolos verifikasi, baru dan cair! (kayak kondisi normal saja!!)
Balas
Setuju mas Yudha, orientasi pejabat kita memang sudah bias, lupa pada rakyat yang
memilihnya. Lihat saja SBY, begitu mudah percaya dengan pengusaha sebaliknya sangat
lamban dalam mendengar aspirasi rakyat. Bagitu mudah Nirwan Bakrie keluar masuk Istana,
sebaliknya warga Perumtas I harus maraton demo di depan istana lebih dari seminggu untuk
bisa bertemu presidennya. Itu pun setelah beberapa pihak menemui warga dan ada kesan
tidak ada ketulusan, SBY hanya takut dicap kurang peka dibanding tokoh lainnya yang
mungkin menjadi saingannya di pilpres 2009 nanti. Gusti Allah mboten sare…
Balas
47. usil mengatakan:
Balas
48. usil mengatakan:
Hanya saja aku lagi asyik (tadinya aku nggak fareg) baca posting2
Balas
49. Herman mengatakan:
http://www.kompas.com/ver1/Ekonomi/0705/08/130746.htm
Balas
50. ompapang mengatakan:
setuju pak Kunto, kalau pak dhe Rovicky bisa mendelete komen yang tidak jelas itu lebih baik,
dari pada bikin gusar yang lain. Kalau saya sih menganggapnya sebagai intermezo saja, saya
maklum bahwa pengunjung blog ini dari segala macam tipe manusia,berbagai macam disiplin
ilmu, umur dan karakter. Mereka yang tak tertarik mengikutinya akan mundur dengan
sendirinya,sebaliknya yang mendapat manfaat akan dengan setia berkunjung di blog ini.
Balas
51. kunto mengatakan:
topik atau bila ingin menghormati kebebasan ekspresi (bablas nggak ya?) diarahkan saja ke
Saya kira teman-teman yang komen harus menghargai web ini, mohon tidak memberi
komentar aneh-aneh.
Blog ini sudah sangat bagus, baik tulisan maupun diskusinya. Salam.
Balas
52. lontong mengatakan:
Kalau BI gak ada hubungannya dengan hotmudflow, tapi kalau gedung BI hubungannya
Balas
53. ??? mengatakan:
Balas
54. herman mengatakan:
kalau rupiah menguat ini bagaimana situasi BI-SSSS atau BI-RTGS , apa SBI-REPO waktunya
pas nggak ya ? .
Balas
55. ompapang mengatakan:
betul t !!
Balas
56. t mengatakan:
Mei 2, 2007 pukul 2:32 am
Tujuan “penyelenggaraan NEGARA” salah duanya adalah memajukan kesejahteraan umum dan
melindungi kepentingan bangsa. Kalau Negara mengambil alih, saya kira dasarnya dua hal itu
dan sifatnya “menomboki” dulu, seperti BLBI dulu. Tentu harus ada parameternya yang
disepakati (oleh DPR/DPD ?) atas tindakan itu, yang ini mbohhh aku. Terima kasih.
Balas
57. adhitya82 mengatakan:
mohon.. saran.!!!
saya ingin tahu apakah ganti rugi untuk korban lapindo sudah menjadi tanggung jawab
jika memang benar demikain, itu menandakan perusahaan lapindo telah me-lobby pemerintah,
apakah dari anda, ada yang memiliki data baik dari media atau apapun mengenai indikasi
Balas
Kalau saya jadi korban lumpur…. saya demo bukan ke fasilitas publik… saya demo ke kantor PT
Lapindo Brantas. Saya duduki aset-asetnya. Saya blokir jalan masuk keluarnya…
pabrik/plantnya.
dengan bijaksana.
Enak aja kayak orang buang angin… orang lain ribut dia cengar cengir malah sibuk berusaha
menghindari reshuflle.
Semprul.
Balas
59. tzc mengatakan:
April 22, 2007 pukul 6:27 pm
Perhatian utama saya terhadap semua penyelesaian masalah di Republik ini sebenarnya satu
saja: UANG.
Kita saban hari mengeluh ekonomi tidak jalan, pengangguran bertambah, dll. Tetapi “dengan
rela” (??) setiap saat kita menghamburkan uang untuk konflik, rusuh, perang PENANGANAN
bencana.
Saya hanya membayangkan uang Rp1T, dibelikan motor seharga Rp10Juta untuk ojek maka
terdapat 100.000 tukang ojek. Belum menghitung pabrik sepeda motor yang dapat menghidupi
karyawannya.
Banjir besar di Jakarta awal tahun ini merugikan sekitar Rp8-9T, padahal untuk penyelesaian
BKT “hanya” diperlukan biaya Rp4-5T (totalnya kalau tidak salah Rp15T dari tahun 2002).
Tadi dari Republik Mimpi saya dengar BLBI Rp600T. Walaupun itu hanya secara pencatatan
saja, riel moneynya ada di bunga rekapnya dikurangi GWM dan kredit yang benar-benar
produktif.
Balas
Beberapa alternatif jenis pembayaran ganti rugi korban lumpur Lapindo yang dapat
Balas
Saya hanyalah satu dari sekian ribu warga Perum TAS. Sejak awal masalah/kejadian ini
bergulir, para pejabat pemerintah seolah menjadi “lawan” dari rakyat. Ketidaktegasan
dibutuhkan suatu bukti dan bukan suatu janji bahwa semua pihak berwenang bersungguh-
sungguh menuntaskan masalah ini. Bekerja cepat, taktis dan tidak menyengsarakan para
korban itulah yang harus diwujudkan. Tuntutan 100% dinyatakan tidak sesuai peraturan
sungguh menggelikan. Bukankah bunyinya uang muka 20% dan pelunasan selambat-
lambatnya 1 bulan sebelum masa kontrak habis, berarti jika dibayarkan lebih cepat tidak
Jakarta (misalnya di daerah Kuningan) dan yang tersebar di Indonesia (misalnya di sepanjang
pantai Kuta, Bali) dijaminkan pada bank untuk membayar ganti rugi? Perjuangan para korban
dengan cucuran darah dan air mata serta perasaan, apakah tidak ada artinya di mata mereka
yang berwenang? Tuhan pasti mendengar doa orang-orang teraniaya, dan apakah mereka
yang berwenang tidak memikirkan nasib anak cucunya kelak bila Tuhan murka. Ketika tahu
berbagai produk ternyata keluaran dari shareholder, jelas saya tidak akan membelinya. Jika
benar bahwa sertifikat asli sudah diserahkan ke pihak Minarak Lapindo Jaya saat 20%
pembayaran uang muka, satu lagi kejadian masyarakat “rakyat kecil” telah dizolimi. Jual-beli
Balas
Ini beberapa butir pemikiran penulis beberapa waktu lalu (akhir februari 2007) saat warga
perumtas 1 menuntut ganti rugi cash and carry dengan memblokir jalan arteri, rel dan tol.
Dampak Bencana lumpur Sidoarjo semakin luas dan mencakup hal-hal yang selama ini tidak
diperkirakan (intangible) sebelumnya. Pemblokiran jalan tol, jalan arteri, dan rel kereta api
Porong Sidoarjo selama 2 hari, Kamis dan Jum’at beberapa waktu yang lalu, yang
mengakibatkan ekonomi jawa timur terguncang, merupakan salah satu contoh paling aktual.
trilyun), atau setara dengan seperempat kerugian banjir Jakarta beberapa waktu yang lalu.
Bahkan Ketua Umum PBNU, Hasyim Muzadi sampai perlu mengeluarkan pernyataan bahwa
fenomena pemblokiran jalan-jalan utama di Porong termasuk rel kereta api oleh warga korban
lumpur Lapindo merupakan luapan frustasi yang hampir puncak. Mereka terombang-ambing
tanpa keputusan yang jelas, Hasyim mengingatkan satu fase lagi bisa terjadi kekacauan
(chaos). Pemerintah pusat dalam hal ini tidak bisa hanya diam atau membiarkannya. Karena
Dalam beberapa kesempatan Lapindo Berantas Inc bahkan bersikukuh tidak mau memberikan
ganti rugi. Alasannya, Perumtas 1 yangg terdiri dari 5.361 rumah dan dihuni 14.000 jiwa lebih
itu berada di luar wilayah yang direkomendasikan oleh Tim Nasional Penanggulangan
Semburan Lumpur di Sidoarjo. Pertanyaannya apa betul warga perumtas 1 berbeda kondisinya
dengan warga 4 desa lain yang juga menjadi korban lumpur yaitu Desa Siring, Jatirejo,
berbeda ? atau apakah ini hanya akal-akalan pihak Lapindo untuk mengalihkan tanggung
jawab kepada pemerintah ? atau Timnas Penanggulangaan Lumpur Sidoarjo yang kurang hati-
hati dalam memperkirakan dampak lumpur Sidoarjo terhadap permukiman sekitar, sehingga
Tulisan ini berusaha menelusur bencana lumpur Sidoarjo dari segi dampaknya baik yang
terukur (tangible) maupun tidak terukur (intangible) untuk menjawab beberapa pertanyaan di
atas. Dampak bencana tangible merupakaan dampak bencana yang bisa dihitung dan biasanya
dinyatakan dengan terminologi moneter. Dampak tangible dibedakan 2, yaitu langsung (direct)
dan tidak langsung (indirect). Dampak langsung yang terkait dengan lumpur Sidoarjo adalah
terendamnya rumah warga termasuk terendamnya jalan tol Porong Gempol di sekitar pusat
luberan lumpur. Dampak tidak langsung adalah dampak yang terkait dengan matinya atau
akibat pabriknya terendam, terganggunya aktivitas distribusi barang menuju kota Surabaya
Dampak intangible lumpur Sidoarjo adalah dampak yang sulit diperkirakan dan dihitung dan
menyangkut aspek yang lebih luas (sosial dan politik, termasuk psikologi). Pemblokiran warga
terhadap beberapa ruas jalan seperti sudah dikemukakan diatas adalah salah satu contohnya.
Menurunnya image perusahaan, timnas, gubernur, bahkan presiden seperti diingatkan ketua
PBNU ditambah rasa frustasi masyarakat yang bisa berujung pada kekacauan sosial juga
Di sini perlu dicermati apa benar Wilayah Perumtas I tidak masuk dalam wilayah yang
direkomenasikan Timnas, kalau memang demikian adanya berarti Timnas kurang hati-hati
dalam memperkirakan dampak langsung. Kelalaian Timnas tidak bisa dijadikan alasan
perusaahaan untuk berkelit dari tanggung jawab memberikan ganti rugi terhadap korban
karena bukti bahwa Wilayah Perumtas I terendam lumpur jelas kasat mata (empiris) dan tidak
bisa dibantah lagi. Tuntutan ganti rugi yang sama dengan 4 warga desa yanga lain seperti
disuarakan warga perumtas 1 adalah wajar dan harus dikabulkan pihak perusahaaan, karena
wilayah mereka masih dalam kategori zona dampak langsung luberan lumpur Sidoarjo.
yang langsung maupun tidak langsung, bahkan harus mengantisipasi dampak intangible yang
mungkin terjadi. Melihat penanganan bencana lumpur Sidoarjo yang dilakukan pihak
perusahaan dan Timnas selama ini, apa pun kendalanya, masih jauh dari memadai. Jangankan
mengantisipasi dampak intangible, dampak tangible langsung saja tidak ditangani secara
serius. Indikasinya, Wilayah Perumtas 1 jelas masuk zona dampak langsung luberan lumpur,
tetapi pihak Lapindo berkeras tidak mau memberikan ganti rugi dengan alasan seperti sudah
disebutkan di atas.
Kekerasan hati pihak perusahan, ditambah mandulnya ketegasan Timnas dan pemerintah
daerah serta legislatif (DPRD Sidoarjo dan Jatim) dalam membuat keputusan, jelas-jelas
mencederai rasa keadilan masyarakat. Ketidakpastian penyelesaian dan masa depan korban,
membuat warga frustasi dan berujung pada tindakan yang tidak diperkirakan sebelumnya
(intangible) berupa pemblokiran jalan-jalan utama seperti sudah diungkapkan di atas. Efek
dominonya semakin menambah besar dampak kerugian tidak langsung dan kalau dibiarkan
terus, seperti diingatkan ketua PBNU, satu fase lagi bisa terjadi kekacauan sosial (social
chaos). Di sini berlaku rumus semakin dampak langsung tidak ditangai dengan baik dan
profesional, maka dampak tidak langsung dan intangible akan semakin besar dan risiko
Oleh karenanya semua pihak yang berkepentingan (stake holder) terhadap masalah ini harus
sensitif dan secepatnya mengambil tindakan yang menjunjung rasa keadilan masyarakat,
khususnya korban. Penanganan dampak lumpur baik yang tangible maupun intangible
merupakan agenda paling utama. Karena ke depan masalah Lumpur Sidoarjo akan semakin
berisiko mengingat akumulasi permasalahan baik dari sisi lingkungan, ekonomi, sosial maupun
politik yang sudah memasuki tahap kritis dan indikasi menjadi bola liar mulai tampak dari aksi
pemblokiran jalan kemarin. Semoga semua pihak yang berkepentingan mulai dari PT Lapindo
Berantas, Timnas penanggulangan lumpur Sidoarjo, Pemkab Sidoarjo dan Pemprov Jatim, serta
terakhir ini dan secepatnnya mengambil tindakan, sebelum meledak menjadi kerusahan sosial