Anda di halaman 1dari 2

HARI KASIH SAYANG

Rhenald Kasali

Ada banyak versi tentang Valentine yang berujung pada keributan-keributan antara merayakan atau
tidak. Sementara anak-anak muda di jalan Dago—Bandung, Minggu dan Senin malam tetap ramai
berjualan bunga mawar seperti tidak peduli dengan pro-kontra. Mereka yang merayakan juga terlihat
senang-senang saja.

Sementara itu, di televisi ramai diberitakan demo anti Hari Valentine. Bahkan di Malaysia, pemerintah
menangkap sekitar delapan puluh orang remaja yang sedang merayakan Valentine di hotel-hotel
murah. Seorang pembaca di blog televisi itu menulis, “Dasar Malaysia, kalau orang berbuat mesum
enggak usah hari Valentine, kapan saja bisa ditangkap.”

Pemerintah Malaysia sendiri sejak tahun 2005 melarang umat Muslim merayakan Valentine, tetapi di
hotel-hotel berbintang lima, tetap terlihat ornamen-ornamen Valentine.

Di televisi, kita dapat menyaksikan guru-guru berseragam hansip di Sumatra Utara merazia murid-
muridnya. Pak Guru terlihat seperti aparat keamanan rakyat, dan menemukan banyak sekali coklat.
Ada juga kado yang sudah terbungkus rapih.

Namun, saya perhatikan bahwa anak-anak muda yang dirazia gurunya itu hanya tertawa-tawa saja.
Komunikasi guru dengan murid gelombangnya tidak sama antara yang satu terlampau serius, yang satu
lagi santai-santai saja. Mungkin, Valentine bukan menjadi sepi, tetapi semakin diminati.Toh
Pendapatan perkapita kita naik terus. Orang naik kelas ekonominya bukan lagi karena tampang (seperti
selebriti masa lalu), melainkan berkat kerja keras.

Lihat saja bintang-bintang televisi baru. Mereka mengakui wajahnya pas-pasan, tetapi tetap disukai
dan dicari. Azis Gagap, Sule Pesek, dan Tukul yang sering memperolok wajahnya sendiri, atau
personil Kangen Band yang pernah disebut Andy Noya sebagai “berwajah amit-amit”. Wajah-wajah
seperti ini tidak peduli dengan keributan. Sama seperti para pedagang yang mendapatkan untung pada
hari-hari berbelanja. Uang berputar, yang menikmati semakin banyak.

Hari pedagang
Apapun latar belakangnya, buat pekerja seni dan para pedagang, semakin banyak hari-hari seperti itu
semakin membuat mereka senang. Dulu, sebelum hari Buruh dinyatakan sebagai hari libur di Amerika
Serikat, tidak banyak diskon diberikan para retailer. Tetapi begitu dinyatakan libur, retailer banyak
memberikan diskon.

Demikian juga dengan hari Ibu (Mother’s Day) dan hari Bapak (Father’s Day). Kita di sini juga ada
Lebaran, Tahun Baru, Imlek, Cap Go Meh (di Singkawang), dan tentu saja hari kejepit yang membuat
orang ingin berlibur dan berbelanja.

Perekonomian suatu negara itu bagus kalau saja rakyat suatu negara hidupnya seimbang. Ada saatnya
mencari uang, ada saatnya mengggunakan uang. Jika hidup hanya diisi dengan bekerja terus, manusia
bisa kehilangan senyum dan tingkat harapan hidupnya rendah. Lebih jauh lagi, kekayaan akan
bertumpuk di pihak-pihak yang menguasai asset atau mampu bekerja lebih keras. Uang tidak berputar,
sehingga tidak ada pemerataan.
Jika hanya karena nama Valentine dianggap mengganggu, diganti saja menjadi nama lain yang lebih
disukai. Tanggalnya juga dapat diganti kapan saja. Yang jelas masyarakat butuh katup pelepas dari
kepenatan. Kalau bentuknya tidak disukai, tinggal diganti saja, misalnya menjadi hari kebersamaan,
atau hari kasih sayang Bapak-Ibu. Tetapi harus diingat bahwa saat remaja manusia kelebihan hormon.
Hormon ini adalah pemicu manusia untuk bergerak, ataupun menemukan pasangan.

Manusia bisa dikekang, tetapi naluri “id” menurut Sigmund Freud akan terus bergerak. Jika tidak bisa
mengungkapkan isi hati secara terbuka maka mereka bergerak terselubung. Bukankah kita juga pernah
muda dan tetap ingin merasa muda?

Dari Perancis
Ada banyak versi tentang Valentine. Memang dalam literatur gereja dikenal tiga nama Santo
Valentine. Sayangnya dari tiga nama martir itu, tak ada satupun yang diakui sebagai orang yang bisa
dijadikan patron bagi para pencinta.

Apalagi mereka adalah para romo atau pastor yang tidak menikah. Santo-Santo itu meninggal karena
disiksa saat mempertahankan keyakinannya. Tetapi salah satunya diketahui dimakamkan pada tanggal
14 Februari, yaitu Bishop Terni. Namun sekali lagi tidak jelas betul apakah ia merupakan patron bagi
para pencinta.

Lagi pula, dalam bahasa Latin, Valentine berasal dari kata Valens yang berarti kuat, berdaya,dan
kekar. Beda benar dengan makna hari Valentine yang berarti kasih sayang, lembut, perhatian, dan
mendengarkan. Simbolnya saja berbeda. Valentine yang kita kenal saat ini dilambangkan dengan
bunga mawar, warna pink (merah muda), lambang hati, dan sekarang dengan coklat.

Literatur lain dicatat oleh sejarahwan Jack Oruch berdasarkan esay Parliament of Foules yang ditulis
oleh Geoffrey Chaucer yang menyebutkan bahwa tradisi merayakan hari Valentine tidak dikenal
sebelum abad ke-18. Gereja orthodox merayakan hari Santo Valentine tanggal 6 Juli.

Spekulasi lain menyebutkan bahwa tradisi merayakan hari kasih sayang sudah lama dilakukan di
Inggris dan Perancis, terinspirasi oleh datangnya musim semi. Tepat ditengah-tengah bulan Februari,
yaitu tanggal 14. Burung-burung mulai keluar dari sangkarnya, didorong oleh naluri mencari pasangan.
Mereka bersahut-sahutan di pokok-pokok batang anggur yang mulai mengeluarkan daun saat matahari
kembali bersinar. Mereka bermesraan di udara, merdu, dan romantis.

Oleh karena itu, tanggal 14 Februari mengilhami muda-mudi Perancis untuk keluar dan merayakan
kasih sayang. Burung dan mawar adalah simbol Valentine di masa lalu. Sekarang, berkat usaha para
entrepreneur dan pedagang, simbolnya bertambah dengan baju merah muda dan sebungkus coklat.
Jadi ubah saja tanggalnya atau beri nama lain yang lebih cocok, jiak nama Valentine dianggap
mengganggu atau ideologinya terasa tidak pas dengan kebutuhan Anda.

Yang jelas, kasih sayang adalah teladan yang diberikan nabi-nabi besar pada umat manusia, bukan
kebencian. Kasih sayang adalah perekat bagi kerukunan masyarakat, rumah tangga dan respek anak
terhadap orang tua. Ia adalah penentu keberadaan kita, dari orang tua yang saling mencintai, dan
mengasihi. Silahkan mengubahnyamen jadi apa saja namanya, asal jangan menjadikannyasebagai hari
kebencian atau membenci kasih sayang.

(harian Sindo, 17 Februari 2011)

Anda mungkin juga menyukai