Anda di halaman 1dari 13

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB DRS.

ALI MASHAR, MM
SEMINAR MSDM
HUBUNGAN INDUSTRIAL PANCASILA

Kejadian semacam ini tipikal terjadi dimana-mana dan berlarut-larut karena masing-
masing pihak bersikukuh pada interesnya masing-masing. Perselisihan perburuhan
semacam ini ternyata tidak hanya menimpa PT. Rindu Makmur akan tetapi menimpa pula
perusahaan-perusahaan lainnya di mana-mana baik besar maupun kecil. Depresi ekonomi,
pengaruh paham liberalisme ataupun ideologi lainnya, dan kondisi politik adalah penyebab
utama keadaan konflik perburuhan tersebut. Di dalam perselisihan perburuhan terdapat
kasus-kasus yang sifatnya perselisihan antara pengusaha dengan organisasi buruh,
maupun pengusaha serta organisasi buruh melawan pemerintah.

Bab ini akan membahas beberapa topik penting, yaitu :


A. Rasional dan sejarah singkat Hubungan Industrial Pancasila
B. Landasan Hubungan Industrial Pancasila
C. Karakteristik Hubungan Industrial Pancasila
D. Kedala dalam penerapan Hubungan Industrial Pancasila
E. Pemutusan Hubungan Kerja dalam Hubungan Industrial Pancasila

Rasional dan Sejarah Singkat Hubungan Industrial Pancasila


Dalam mempertahankan keberadaannya, manusia harus bekerja untuk memenuhi
kebutuhannya. Dalam memenuhi kebutuhan ini manusia bekerja dengan segala cara dan
bentuk, berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya, baik individual maupun
kolektif. Dalam bahasa yang kompleks manusia bekerja untuk memenuhi kebutuhannya
yang dilandasi faham-faham ideologi agar tujuan tercapai. Dalam sejarah idelogi kerja
masyarakat modern terdapat dua faham yang sangat berpengaruh yaitu faham liberalisme
dan faham komunisme.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB DRS. ALI MASHAR, MM


SEMINAR MSDM
Pada bentuk yang lebih konkrit faham-faham ini muncul dalam sosok
negara/pemeritah, masyarakat/bangsa, pengusaha, maupun organisasi pekerja. Baik fihak
pengusaha/majikan, pekerja maupun masyarakat secara langsung ataupun tidak memiliki
kepentingan bersama untuk mencapai tujuan. Pada lapisan inilah suatu ideologi sebagai
landasan falsafah kerja dapat diperdebatkan, artinya, apakah suatu ideologi sebagai
landasan kerja dalam aplikasinya benar-benar dapat ataupun tidak dapat memenuhi tuntutan
para pemegan peran tersebut. Hal ini terbukti dengan apa yang terjadi dalam sejarah
perjuangan ketenagakerjaan di Indonesia. Sebagai pengetahuan tambahan di bawah ini
diketengahkan beberapa prinsip dari dua ideologi yang berpengaruh itu dalam dunia
ketenagakerjaan. Pemahaman terhadap dua ideologi ini penting untuk memahami posisi
Hubungan Industrial Pancasila.

Faham Liberalisme

Faham liberalisme sangat bersifat indivualistik dan liberal atau bebas. Faham ini banyak
dianut oleh negara-negara industri terutama Amerika Serikat dan Eropa Barat. Adapun ciri-ciri
khusus faham liberalisme di dunia kerja ini adalah :
a. Majikan dan pekerja masing-masing mendahulukan atau memiliki kepentingan
sendiri-sendiri.
b. Pihak majikan dan pekerja masing-masing membentuk kekuatan sosial untuk
memelihara dan melindungi kepentingan mereka masing-masing dalam setiap
perselisihan.
c. Setiap individu baik majikan atau pun pekerja akan dijamin haknya untuk
berusaha atau berpartisipasi aktif dalam menentukan jalannya perusahaan.
d. Mufakaat diselesaikannya melalui konflik bargainning, dan voting.
e. Lock out (majikan) dan mogok (pekerja) merupakan senjata masing-masing
pihak untuk mendikte lawan.

Faham Komunisme
Paham komunisme ini pada garis besarnya berazaskan sistem perjuangan kelas. Faham ini
banyak dianut oleh negara-negara industri Eropa Timur termasuk Uni Sovyet (sebelum
bubar). Ciri-ciri khususnya adalah :

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB DRS. ALI MASHAR, MM


SEMINAR MSDM
a. Majikan dan pekerja tidak dibatasi kepentingan masing-masing akan tetapi kepentingan
kelas mayoritas (negara) mengambil keuntungan segalanya.
b. Hak majikan maupun pekerja sebagai individu tidak ada, sehingga mereka bekerja atas
dasar konflik antara individu dengan mayoritas.
c. Majikan maupun pekerja melakukan pekerjaan atas dasar tekanan dan paksaan kelas
mayoritas (negara).

Faham-Faham Lain
Selain dua faham yang berpengaruh di dunia tersebut, juga terdapat beberapa faham
lain di dunia ini seperti faham yang dianut masyarakat kerja Jepang (yang terkenal dengan azas
Life Long Employement), maupun Indonesia yang memiliki azas Pancasila atau lebih spesifik
disebut Hubungan Industrial Pancasila (HIP).

Rasional HIP tidak dapa terlepas dari sejarah politik perjuangan bangsa Indonesia,
khususnya pada sektor perburuhan. Perjuangan bangsa di sektor perburuhan atau yang lebih
lazim disebut ketenagakerjaan tersebut melibatkan tiga unsur yang saling berkepentingan
dalam mencapai cita-cita, apakah itu bersifat pribadi, golongan, maupun bangsa. Ketiga unsur
pokok ketenagakerjaan itu terdiri dari para pekerja, pengusaha, dan pemerintah. Acapkali
terjadi dalam sejarah perjuangan ketenagakerjaan di Indonesia, tiga unsur dalam
ketenagakerjaan itu dalam memperjuangkan cita-cita masing-masing saling berbenturan.
Benturan kepentingan tersebut menyebabkan retaknya hubungan antara majika dengan pekerja
dan macetnya hubungan antara majikan dan pekerja dalam skala besar mempengaruhi misi-
misi pemerintah dalam pembangunan ekonomi.

Pengembangan hubungan perburuhan/ketenagakerjaan menjadi suatu sistem hubungan


peruburuhan Pancasila Indonesia yang kemudian menjadi Hubungan Industrial Pancasila
Indonesia. Ini merupakan upaya bangsa Indonesia menciptakan suatu kehidupan yang
harmonis di bidang kehidupan ketenagakerjaan sesuai dengan pandangan hidup bangsa. HIP
pengganti istilah lama yaitu Hubungan Perburuhan Pancasila melalui suatu kesepakatan
bersama dalam Lembaga Kerja Sama Tripartite Nasional No. 9 Tahun 1985 tentang Pedoman
Pelaksanaan Hubungan Industrial Pancasila (KepMen RI No : Kep-645 Men/1985 tentang
pedoman pelaksanaan Hubungan Industrial Pancasila).

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB DRS. ALI MASHAR, MM


SEMINAR MSDM
Lembaga kerja sama Tripartite ini adalah suatu lembaga kerja sama yang anggota-
anggotanya terdiri dari unsur-unsur pemerintah, organisasi pekerja, dan organisasi pengusaha.
Ruang lingkup lebih kecil dari Lembaga Kerja Sama Tripartite adalah lembaga kerja sama
biparte yang merupakan forum komunikasi, konsultasi, dan musyawarah dalam penerapan HIP
dalam praktek kehidupan sehari-hari pada tingkat badan usaha yang dibentuk oleh para pekerja
dan pengusaha.

HIP merupakan hal yang sangat strategis dalam pemerintah orde baru. Alasan
pentingnya pengembangan HIP bagi pemerintah orde baru sekarang ini dapat dijelaskan
sebagai berikut :
- Bahwa pemerintah Orde Baru secara jelas bertekad menerapkan Pancasila dan UUD
1945 di setiap aspek kehidupan bangsa. Ini berarti tata kehidupan dan pergaulan di
tempat kerja harus ditata sesuai dengan isi dan jiwa Pancasila dan UUD 1945.
- Bahwa dalam sejarah sebelum pemerintahan orde baru telah diterapkan sebagai sistem
hubungan perburuhan, baik yang berlandaskan faham demokrasi liberal maupun yang
berdasarkan ajaran komunis, azas-azas perburuhan pada masa orde lama selalu
berusaha mempertahankan dan mementingkan masing-masing pihak (pekerja dan
pengusaha). Karena masing-masing pihak saling menonjolkan kepentingannya masing-
masing, maka di sana selalu terdapat adu kekuatan dalam menyelesaikan perselisihan.
Tidak jarang pada masa itu banyak dijumpai pemogokan sebagai senjata para pekerja
dan lock out sebagai senjata para pengusaha. Di samping itu, pada masa-masa
pergerakan kemerdekaan praktek-praktek hubungan perburuhan di Indonesia banyak
berhubungan dengan kegiatan politik dari pada ekonomi. Hal itu terbukti dari gerak
serikat pekerja yang banyak terlibat dalam berbagai kegiatan politk negara.
- Bahwa karena pembangunan ekonomi itu memerlukan suatu suasana yang stabil, baik
politik maupun keamanan, maka adanya ketenangan kerja dan usaha itu perlu dijamin
dan dikembangkan, agar proses produksi pun juga menjadi stabil. Maka ketenangan
kerja dan usaha itu baru akan terjadi apabila di setiap tempat kerja ada suatu tata
kehidupan dan pergaulan yang baik, harmonis dan dinamis.

Atas dasar hal-hal tersebut di ataslah maka pemerintah orde baru mengembangkan
suatu Hubungan Industrial Pancasila. Disini dari segi historis sebaga tindak lanjut dari
pengembangan HIP ini maka pada bulan Desember 1974 dilakukan pertemuan dalam bentuk
seminar yang dihadiri oleh para pengusaha, pemerintah, wakil-wakil serikat pekerja,

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB DRS. ALI MASHAR, MM


SEMINAR MSDM
cendikawan-cendikiawan kalangan universitas dengan membuat konsensus yaitu menetapkan
pokok-pokok HIP dan bersepakat melaksanakan HIP.

Sedangkan sebelumnya (tahun 1973) dibentuk Federasi Buruh Seluruh Indonesia


(FBSI), dengan misi bersama organisasi pengusaha dan pemerintah untuk menyusun konsep
HIP.
Melalui berbagai kegiatan pertemuan, seminar, diskusi, lokakarya maka dilanjutkan
terus pengembangan konsep HIP tersebut hingga sampai pada tahun 1978 keluar TAP MPR
No. 11 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau disebut P4. Konsep
HIP yang telah dirintis mendapat dukungan kuat dari bangsa. Dalam perjalanan pelaksanaan
konsep HIP, dijumpai disana sini berbagai hambatan dan kekurangan baik itu mengenai istilah-
istilah maupun perbedaan penafsiran konsep HIP. Sehingga pada tahun 1985 dilakukan
penyempurnaan baik itu mengenai peristilahan maupun sistem diklat penyuluhannya. Salah
satu hasil penyempurnaan yang penting untuk diketahui bersama adalah dikeluarkannya
pedoman pelaksanaan HIP untuk memberi tuntutan praktek hubungan industrial sehari-hari.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB DRS. ALI MASHAR, MM


SEMINAR MSDM
Landasan Hubungan Industrial Pancasila
Landasan yang digunakan dalam HIP adalah :
Landasan ideal yaitu Pancasila. Ini berarti bahwa sila-sila dari Pancasila harus ditafsirkan dan
diterapkan secara terkait satu sama lain secara bulat dan utuh. Jadi artinya, bahwa semua
pelaku yang terlibat dalam hubungan industrial (buruh, pengusaha, dan pemerintah) wajib
berpedoman pda nilai-nilai Pacasila yang merupakan pandangan hidup bangsa itu.
Landasan hukum (konstitusional) yaitu UUD 1945. UUD 1945 merupakan landasan hukum,
sekaligus sumber hukum HIP. Sebagai sumber hukum atau hukum dasar ini berarti bahwa
segala hukum, perundang-undangan, peraturan-peraturan, dan lain-lain yang sifatnya
mengatur kehidupan HIP haruslah berpedoman pada hukum dasar tersebut.
Landasan struktural dan operasional adalah TAP MPR No. 11 tahun 1978. HIP dalam pola
struktur pelaksanaannya berlandaskan pada TAP MPR No. II tahun 1978 tentang Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4).
Landasan operasional adalah Garus Besar Haluan Negara (GBHN).
HIP harus disesuaikan dengan setiap kebijakan negara yang dituangkan dalam GBHN.
Ini berarti HIP harus pula mengacu pada setiap kebijakan pemerintah baik pusat mapun
daerah dalam upayanya menciptakan stabilitas nasional dan pertumbuhan ekonomi
yang sehat.

Karakteristik Hubungan Industrial Pancasila


Karakteristik unik HIP pada garis besarnya dapat dilihat dari adanya sinergi simbolis
mutualisme dari tiga unsur pokok bidang ketenagakerjaan (pengusaha, buruh, pemerintah
tripartite) yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila. Lebih rinci karakteristik HIP tersebut dapat
dijelaskan di bawah ini.

HIP merupakan hubungan antara pelaku dalam proses produksi barang ataupun jasa
yang melibatkan tidak hanya buruh dan pengusaha akan tetapi juga pemerintah yang
didasarkan atas nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 yang tumbuh dan berkembang di atas
kepribadian bangsa dan kebudayaan nasional. Dengan demikian karaktersitik HIP ada 5, yaitu :
- Pertama adalah Dasar dan Jiwa :
HIP secara keseluruhan dijiwai oleh Kelima Sila Pancasila. Jiwa masing-masing sila
Pancasila tidak dapat dipisah-pisahkan (utuh bulat).
- Kedua adalah Tujuan :

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB DRS. ALI MASHAR, MM


SEMINAR MSDM
Tujuan dari HIP adalah upaya merealisasikan cita-cita proklamasi kemerdekaan 17
Agustus 1945 yaitu berperan serta dalam pembangunan nasional melalui penciptaan
ketenangan, ketentraman, dan ketertiban kerja serta ketenangan usaha, peningkatan
produksi, peningkatan kesejahteraan dan derajat kehidupan buruh sesuai dengan
kelayakan.
- Ketiga adalah Landasan :
Seperti yang telah disinggung sebelumnya pada landasan ini karakteristik landasan
yang dipakai dalam HIP adalah Pancasila sebagai landasan ideal, UUD 1945 sebagai
landasan hukum, GBHN sebagai landasan operasional dalam menciptakan stabilitas
nasional dan kontinuitas pembangunan nasional.
- Kempat adalah Azas :
Dalam upaya mencapai tujuan, HIP menganut azas-azas :
1. Azas manfaat
2. Azas demokrasi
3. Azas usaha bersama
4. Azas keseimbangan
5. Azas adil dan merata
6. Azas kepercayaan diri
7. Azas kesadaran hukum.

Pelaksanaan azas-azas dalam HIP itu haruslah diartikan secara utuh saling terkait, karena
yang dituju dalam HIP adalah keadilan sosial dalam suasana harmonis. Selain itu semua pihak
yang terlibat dalam HIP seperti ; buruh dan pengusaha merupakan rekan seperjuangan di
dalam proses produksi dan mengusahakan pendapatan baik untuk perusahaan maupun para
buruh sehingga semua pihak memikul tanggung jawab terhadap :
- Tuhan Yang Maha Esa
- Bangsa dan negara
- Lingkungan dan masyarakat
- Seluruh keluarga
- Perusahaan dimana mereka menjalin hubungan kerja.
- Kelima adalah Sikap Sosial dan Sikap Mental
Sikap sosial yang mencerminkan persatuan nasional, sifat gotong royong, harga-
mengharga, tenggang rasa, dan pengendalian diri merupakan ciri landasan HIP.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB DRS. ALI MASHAR, MM


SEMINAR MSDM
Sedangkan ciri-ciri sikap mental dalam HIP itu dicerminkan dengan adanya saling
menghormati dan memahami hak dan kewajiban dalam keseluruhan proses produksi.

Dari pengertian karakteristik HIP di atas maka berarti bahwa :


1. Bekerja itu bukan hanya bertujuan untuk sekedar mencari nafkah semata, tetapi juga
sebagai pengabdian manusia kepada Tuhan, sesama manusia, pada masyarakat,
bangsa dan negara;
2. Buruh bukan hanya sekedar faktor produksi belaka, tetapi sebagai manusia seutuhnya
termasuk harkat dan martabatnya;
3. Buruh dan pengusaha tidak mempunyai kepentingan yang bertentangan, akan tetapi
memiliki kepentingan bersama mencapai kemakmuran melalui pengembangan
perusahaan;
4. Setiap perselisihan atau perbedaan pendapat antara buruh dan pengusaha wajib
diselesaikan melalui musyawarah mufakat;
5. Hak dan kewajiban antara buruh dan pengusaha diatur berdasarkan atas azas
keseimbangan rasa keadilan.

Kendalam dalam Penerapan Hubungan Industrial Pancasil


Kendala-kendalan yang muncul di tengah-tengah penerapan HIP ini pada dasarnya
dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu :

Cakupan masalah
Ruang lingkup HIP adalah seluruh permasalahan yang berkaitan secara langsung
maupun tidak langsung antara pihak pekerja, pengusaha dan pemerintah. Di dalamnya
termasuk syarat-syarat kerja, pengupahan, jam kerja, jaminan sosial, keselamatan kerja,
masalah organisasi pekerja dan pengusaha, penyelesaian perselisihan, perilaku sesama
pekerja dan pengusaha, sampai pada cara memecahkan persoalan-persoalan dalam
bidang pekerjaan.
Luasnya cakupan HIP dalam segi kehidupan menyebabkan tidak terfokusnya makna
dan arti HIP pada segi-segi kehidupan hubungan perburuhan yang sangat kompleks dan
detil, sehingga penafsiran-penafsiran yang dilakukan sebagai penerjemahan suatu azas HIP
bisa saja tetap tidak dapat menjawab tantangan ataupun perselisihan hubungan industrial
yang muncul. Sebagai contoh azas musyawarah mufakat yang wajib dianut dalam setiap
menyelesaikan perselisihan tidak selalu dapat menjawab persoalan yang bersifat mendasar

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB DRS. ALI MASHAR, MM


SEMINAR MSDM
seperti masalah diskriminasi atas ras/suku bangsa, harga diri atas kesemenaan hubungan
antar-manusia, ataupun masalah-masalah pribadi.

Penyelesaian perselisihan
Kendalan penyelesian perselisihan HIP banyak disebabkan oleh antara lain hal-hal
sebagai berikut :
 Belum dihanyati benar nilai-nilai Pancasila oleh setiap pihak yang terlibat baik itu
pekerja, pengusaha, maupun oknum pemerintah. Hal ini menyebabkan tidak dapat
terciptanya HIP sebagaimana yang dimaksudkan dalam konsep-konsepnya.
Pengusaha, buruh, bahkan oknum pemerintah masih memperjuangkan atau
mempertahankan interesnya masing-masing sehingga setiap perselisihan yang
timbul tidak dapat diselesaikan dengan baik bahkan menimbulkan frustasi bagi yang
lemah.
 Rendahnya latar belakang pendidikan sebagian besar kelas bawah merupakan
kendala penerapan HIP. Pada kasus-kasus perselisihan perburuhan yang timbul,
pekerja berlatarbelakang pendidikan rendah cenderung mudah dipengaruhi pihak-
pihak lain dan sulit diajak musyawarah mufakat. Risiko lebih banyak mendominasi
keadaan perselisihan. Dalam keadaan seperti ini posisi pemerintah melalui
petugasnya yang pandai dan penuh pengalaman memegang peranan penting
selain juga harus didukung oleh pengusaha yang koorporatif dan beritikad baik.
Pemberian contoh-contoh tersebut di atas berangkat dari satu kenyataan yang
terjadi seperti :
o Adanya penyelesaian perselisihan yang dilakukan di luar prosedur.
o Adanya pemanfaatan keadaan untuk memetik keuntungan, yakni masalah
perselisihan yang sebenarnya dapat diselesaikan akan tetapi lebih suka
diselesaikan melalui pemutusan hubungan kerja.
o Adanya kecenderungan memilih pemutusan hubungan kerja dengan tuntutan
pesangon.

Pengawasan
HIP sebagai suatu konsep tidak akan bermanfaat tanpa adanya pengawasan agar azas
dan makna nilai-nilai dalam konsep HIP ditaati. Akan tetapi tidak seimbangnya aparat
pengawasan dengan jumlah perusahaan dan aktivitas yang ada menyebabkan praktek-
praktek HIP yang menyimpang dari inti-inti Pancasila tidak dapat diawasi dengan baik.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB DRS. ALI MASHAR, MM


SEMINAR MSDM
Pengawasan ini mencakup pelaksanaan peraturan perundang-undangan, juga kegiatan
penyuluhan baik pada para peserta, pengusaha, maupun pemerintah.

Sistem peradilan/perundang-undangan
Sangat banyaknya undang-undang, peraturan dan ketentuan sistem peradilan
hubungan industrial merupakan kedala bagi penerapan HIP. Banyaknya lingkup lapangan
hukum seperti sistem hukum perdata, sistem hukum perburuhan, sistem hukum pidana, dan
sistem hukum tata pemerintah dilibatkan dalam satu permasalahan besar yaitu hubungan
industrial (pengusaha, pekerja, dan pemerintah).
Banyaknya tingkat peradilan penyelesaian perselisihan mulai dari Panita Penyelesaian
Perselisihan Peruburuhan Daerah (P4D), Panita Penyelesaian Perselisihan Perburuhan
Pusat (P4P), Juru pemisah/Dewan pemisah (Arbitrase), dan pengadilan negeri memberi
kendala terhadap pencari keadilan secara cepat, murah dan adil. Proses penyelesaian
perselisihan perburuhan industrial dapat merugikan dan menyiksa pencari keadilan. Rumit
dan banyaknya undang-undang dan peraturan yang mengatur hubungan industrial
memperburuk lamanya proses peradilan.

Pemutusan Hubungan Kerja Dalam Hubungan Industrial Pancasila


Pemutusan hubungan kerja atau lebih dikenal dengan istilah PHK adalah berakhirnya
hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerjanya. Pemutusan hubungan kerja di
perusahaan swasta telah diatur dalam Undang-undang No. 13 tahun 2003. Dalam peraturan
tersebut disebutkan bahwa baik pekerja/buruh maupun pengusaha berhak memutuskan
hubungan kerja yang telah diadakan pada saat yang dikehendaki, dengan ketentuan bahwa
kehendak PHK itu harus diberitahukan kepada yang bersangkutan sebulan sampai empat bulan
sebelum PHK dilakukan. PHK bagi pekerja yang pada umumnya merupakan bencana karena
pekerja tersebut tidak berpenghasilan lagi untuk menunjang kehidupan sendiri atau keluarga.
Bila dilihat dari pihak pengusaha sendiri, PHK berarti kehilangan pekerja yang telah dilatih dan
berpengalaman di perusahaan.

Pada dasarnya PHK menurut konsep HIP itu harus dicegah karena dapat merugikan
semua pihak, baik pekerja pengusaha, pemerintah maupun masyarakat.
Bila memang PHK tidak terelakan lagi, itu harus diasumsikan merupakan langkah
terakhir dari seluruh upaya pencegahannya. Artinya bahwa sebelum PHK dilakukan, maka
upaya efisiensi pun harus sudah dilakukan seperti :

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB DRS. ALI MASHAR, MM


SEMINAR MSDM
- Membatasi atau menghapus kerja lebur
- Mengurangi jam/hari kerja
- Meliburkan pekerja secara bergilir
- Mempercepat pensiun
- Merumahkan pekerja untuk sementara waktu
- Apabila PHK itu dilakukan karena perbuatan atau sikap tidak baik pekerja, maka
sedapat mungkin dilakukan perbaikan berupa nasihat, peringatan, dan sanksi kepada
pekerja itu untuk mendidik.
- Bila memang PHK harus ditempuh, maka musyawarah mufakat harus dilakukan agar
semua pihak puas (Bab XII UU 13/2003).

Dalam HIP nampak jelas bahwa musyawarah mufakat adalah syarat utama bagi
penyelesaian perselisihan dan perbedaan-perbedaan pendapat di antara pekerja dengan
pengusaha, oleh sebab itu apabila memang PHK itu tak terelakan, maka pintu pengendalian
sekaligus pengawas sudah/belumnya nilai-nilai HIP itu diterapkan adlaah P4D/P4P.
Sepeti telah diketengahkan pada bagian muka bahwa PHK tersebut dapat merugikan
dapat merugikan semua pihak baik pengusaha, pekerja, pemerintah, maupun musyawarah
mufakat itu haruslah diperhatikan dan ditafsirkan secara positif/baik oleh pihak-pihak yang
sedang dalam perselisihan. Apabila PHK tak dapat dihindarkan lagi maka langkah utama yang
harus dilakukan adalah pihak perusahaan atau majikan harus merundingkan lebih dahulu
tentang maksud PHK tersebut ke organisasi pekerja (serikat pekerja) – bagi mereka yang
masuk dalam anggota serikat pekerja – atau pun ke pekerja sendiri – bagi mereka yang tidak
menjadi anggota serikat pekerja (pasal 151 undang-undang nomor : 13 tahun 2003). Setelah itu
barulah kemudian PHK yang dimaksudkan dapat dilaksanakan setelah mendapat ijin dari P4D
bagi penyelesaian PHK perseorangan (kurang dari 10 orang) dan P4P bagi penyelesaian PHK
besar-besaran (lebih dari 10 orang).

KASUS
Sebuah perusahaan tekstile besar bernama PT. Rindu Makmur memiliki jumlah pekerja
yang besar, seluruhnya 1.200 orang baik laki-laki dan perempuan dewasa, maupun anak-anak
berusia 14 s/d 18 tahun. Pada suatu saat PT Rindu Makmur mengalami goncangan
perselisihan perburuhan. Perselisihan perburuhan itu menyangkut pemutusan hubungan kerja,

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB DRS. ALI MASHAR, MM


SEMINAR MSDM
jaminan keselamatan kerja, upah, dan lain-lain. Perselisihan berkepanjangan sampai seluruh
pekerja PT Rindu Makmur melakukan mogok masal dan majikan tetap pada pendiriannya tidak
memenuhi tuntutan buruh, sehingga perusahaan berhenti berproduksi.

Berikan saran dan jelaskan pendapat anda !

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB DRS. ALI MASHAR, MM


SEMINAR MSDM

Anda mungkin juga menyukai