ALI MASHAR, MM
SEMINAR MSDM
HUBUNGAN INDUSTRIAL PANCASILA
Kejadian semacam ini tipikal terjadi dimana-mana dan berlarut-larut karena masing-
masing pihak bersikukuh pada interesnya masing-masing. Perselisihan perburuhan
semacam ini ternyata tidak hanya menimpa PT. Rindu Makmur akan tetapi menimpa pula
perusahaan-perusahaan lainnya di mana-mana baik besar maupun kecil. Depresi ekonomi,
pengaruh paham liberalisme ataupun ideologi lainnya, dan kondisi politik adalah penyebab
utama keadaan konflik perburuhan tersebut. Di dalam perselisihan perburuhan terdapat
kasus-kasus yang sifatnya perselisihan antara pengusaha dengan organisasi buruh,
maupun pengusaha serta organisasi buruh melawan pemerintah.
Faham Liberalisme
Faham liberalisme sangat bersifat indivualistik dan liberal atau bebas. Faham ini banyak
dianut oleh negara-negara industri terutama Amerika Serikat dan Eropa Barat. Adapun ciri-ciri
khusus faham liberalisme di dunia kerja ini adalah :
a. Majikan dan pekerja masing-masing mendahulukan atau memiliki kepentingan
sendiri-sendiri.
b. Pihak majikan dan pekerja masing-masing membentuk kekuatan sosial untuk
memelihara dan melindungi kepentingan mereka masing-masing dalam setiap
perselisihan.
c. Setiap individu baik majikan atau pun pekerja akan dijamin haknya untuk
berusaha atau berpartisipasi aktif dalam menentukan jalannya perusahaan.
d. Mufakaat diselesaikannya melalui konflik bargainning, dan voting.
e. Lock out (majikan) dan mogok (pekerja) merupakan senjata masing-masing
pihak untuk mendikte lawan.
Faham Komunisme
Paham komunisme ini pada garis besarnya berazaskan sistem perjuangan kelas. Faham ini
banyak dianut oleh negara-negara industri Eropa Timur termasuk Uni Sovyet (sebelum
bubar). Ciri-ciri khususnya adalah :
Faham-Faham Lain
Selain dua faham yang berpengaruh di dunia tersebut, juga terdapat beberapa faham
lain di dunia ini seperti faham yang dianut masyarakat kerja Jepang (yang terkenal dengan azas
Life Long Employement), maupun Indonesia yang memiliki azas Pancasila atau lebih spesifik
disebut Hubungan Industrial Pancasila (HIP).
Rasional HIP tidak dapa terlepas dari sejarah politik perjuangan bangsa Indonesia,
khususnya pada sektor perburuhan. Perjuangan bangsa di sektor perburuhan atau yang lebih
lazim disebut ketenagakerjaan tersebut melibatkan tiga unsur yang saling berkepentingan
dalam mencapai cita-cita, apakah itu bersifat pribadi, golongan, maupun bangsa. Ketiga unsur
pokok ketenagakerjaan itu terdiri dari para pekerja, pengusaha, dan pemerintah. Acapkali
terjadi dalam sejarah perjuangan ketenagakerjaan di Indonesia, tiga unsur dalam
ketenagakerjaan itu dalam memperjuangkan cita-cita masing-masing saling berbenturan.
Benturan kepentingan tersebut menyebabkan retaknya hubungan antara majika dengan pekerja
dan macetnya hubungan antara majikan dan pekerja dalam skala besar mempengaruhi misi-
misi pemerintah dalam pembangunan ekonomi.
HIP merupakan hal yang sangat strategis dalam pemerintah orde baru. Alasan
pentingnya pengembangan HIP bagi pemerintah orde baru sekarang ini dapat dijelaskan
sebagai berikut :
- Bahwa pemerintah Orde Baru secara jelas bertekad menerapkan Pancasila dan UUD
1945 di setiap aspek kehidupan bangsa. Ini berarti tata kehidupan dan pergaulan di
tempat kerja harus ditata sesuai dengan isi dan jiwa Pancasila dan UUD 1945.
- Bahwa dalam sejarah sebelum pemerintahan orde baru telah diterapkan sebagai sistem
hubungan perburuhan, baik yang berlandaskan faham demokrasi liberal maupun yang
berdasarkan ajaran komunis, azas-azas perburuhan pada masa orde lama selalu
berusaha mempertahankan dan mementingkan masing-masing pihak (pekerja dan
pengusaha). Karena masing-masing pihak saling menonjolkan kepentingannya masing-
masing, maka di sana selalu terdapat adu kekuatan dalam menyelesaikan perselisihan.
Tidak jarang pada masa itu banyak dijumpai pemogokan sebagai senjata para pekerja
dan lock out sebagai senjata para pengusaha. Di samping itu, pada masa-masa
pergerakan kemerdekaan praktek-praktek hubungan perburuhan di Indonesia banyak
berhubungan dengan kegiatan politik dari pada ekonomi. Hal itu terbukti dari gerak
serikat pekerja yang banyak terlibat dalam berbagai kegiatan politk negara.
- Bahwa karena pembangunan ekonomi itu memerlukan suatu suasana yang stabil, baik
politik maupun keamanan, maka adanya ketenangan kerja dan usaha itu perlu dijamin
dan dikembangkan, agar proses produksi pun juga menjadi stabil. Maka ketenangan
kerja dan usaha itu baru akan terjadi apabila di setiap tempat kerja ada suatu tata
kehidupan dan pergaulan yang baik, harmonis dan dinamis.
Atas dasar hal-hal tersebut di ataslah maka pemerintah orde baru mengembangkan
suatu Hubungan Industrial Pancasila. Disini dari segi historis sebaga tindak lanjut dari
pengembangan HIP ini maka pada bulan Desember 1974 dilakukan pertemuan dalam bentuk
seminar yang dihadiri oleh para pengusaha, pemerintah, wakil-wakil serikat pekerja,
HIP merupakan hubungan antara pelaku dalam proses produksi barang ataupun jasa
yang melibatkan tidak hanya buruh dan pengusaha akan tetapi juga pemerintah yang
didasarkan atas nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 yang tumbuh dan berkembang di atas
kepribadian bangsa dan kebudayaan nasional. Dengan demikian karaktersitik HIP ada 5, yaitu :
- Pertama adalah Dasar dan Jiwa :
HIP secara keseluruhan dijiwai oleh Kelima Sila Pancasila. Jiwa masing-masing sila
Pancasila tidak dapat dipisah-pisahkan (utuh bulat).
- Kedua adalah Tujuan :
Pelaksanaan azas-azas dalam HIP itu haruslah diartikan secara utuh saling terkait, karena
yang dituju dalam HIP adalah keadilan sosial dalam suasana harmonis. Selain itu semua pihak
yang terlibat dalam HIP seperti ; buruh dan pengusaha merupakan rekan seperjuangan di
dalam proses produksi dan mengusahakan pendapatan baik untuk perusahaan maupun para
buruh sehingga semua pihak memikul tanggung jawab terhadap :
- Tuhan Yang Maha Esa
- Bangsa dan negara
- Lingkungan dan masyarakat
- Seluruh keluarga
- Perusahaan dimana mereka menjalin hubungan kerja.
- Kelima adalah Sikap Sosial dan Sikap Mental
Sikap sosial yang mencerminkan persatuan nasional, sifat gotong royong, harga-
mengharga, tenggang rasa, dan pengendalian diri merupakan ciri landasan HIP.
Cakupan masalah
Ruang lingkup HIP adalah seluruh permasalahan yang berkaitan secara langsung
maupun tidak langsung antara pihak pekerja, pengusaha dan pemerintah. Di dalamnya
termasuk syarat-syarat kerja, pengupahan, jam kerja, jaminan sosial, keselamatan kerja,
masalah organisasi pekerja dan pengusaha, penyelesaian perselisihan, perilaku sesama
pekerja dan pengusaha, sampai pada cara memecahkan persoalan-persoalan dalam
bidang pekerjaan.
Luasnya cakupan HIP dalam segi kehidupan menyebabkan tidak terfokusnya makna
dan arti HIP pada segi-segi kehidupan hubungan perburuhan yang sangat kompleks dan
detil, sehingga penafsiran-penafsiran yang dilakukan sebagai penerjemahan suatu azas HIP
bisa saja tetap tidak dapat menjawab tantangan ataupun perselisihan hubungan industrial
yang muncul. Sebagai contoh azas musyawarah mufakat yang wajib dianut dalam setiap
menyelesaikan perselisihan tidak selalu dapat menjawab persoalan yang bersifat mendasar
Penyelesaian perselisihan
Kendalan penyelesian perselisihan HIP banyak disebabkan oleh antara lain hal-hal
sebagai berikut :
Belum dihanyati benar nilai-nilai Pancasila oleh setiap pihak yang terlibat baik itu
pekerja, pengusaha, maupun oknum pemerintah. Hal ini menyebabkan tidak dapat
terciptanya HIP sebagaimana yang dimaksudkan dalam konsep-konsepnya.
Pengusaha, buruh, bahkan oknum pemerintah masih memperjuangkan atau
mempertahankan interesnya masing-masing sehingga setiap perselisihan yang
timbul tidak dapat diselesaikan dengan baik bahkan menimbulkan frustasi bagi yang
lemah.
Rendahnya latar belakang pendidikan sebagian besar kelas bawah merupakan
kendala penerapan HIP. Pada kasus-kasus perselisihan perburuhan yang timbul,
pekerja berlatarbelakang pendidikan rendah cenderung mudah dipengaruhi pihak-
pihak lain dan sulit diajak musyawarah mufakat. Risiko lebih banyak mendominasi
keadaan perselisihan. Dalam keadaan seperti ini posisi pemerintah melalui
petugasnya yang pandai dan penuh pengalaman memegang peranan penting
selain juga harus didukung oleh pengusaha yang koorporatif dan beritikad baik.
Pemberian contoh-contoh tersebut di atas berangkat dari satu kenyataan yang
terjadi seperti :
o Adanya penyelesaian perselisihan yang dilakukan di luar prosedur.
o Adanya pemanfaatan keadaan untuk memetik keuntungan, yakni masalah
perselisihan yang sebenarnya dapat diselesaikan akan tetapi lebih suka
diselesaikan melalui pemutusan hubungan kerja.
o Adanya kecenderungan memilih pemutusan hubungan kerja dengan tuntutan
pesangon.
Pengawasan
HIP sebagai suatu konsep tidak akan bermanfaat tanpa adanya pengawasan agar azas
dan makna nilai-nilai dalam konsep HIP ditaati. Akan tetapi tidak seimbangnya aparat
pengawasan dengan jumlah perusahaan dan aktivitas yang ada menyebabkan praktek-
praktek HIP yang menyimpang dari inti-inti Pancasila tidak dapat diawasi dengan baik.
Sistem peradilan/perundang-undangan
Sangat banyaknya undang-undang, peraturan dan ketentuan sistem peradilan
hubungan industrial merupakan kedala bagi penerapan HIP. Banyaknya lingkup lapangan
hukum seperti sistem hukum perdata, sistem hukum perburuhan, sistem hukum pidana, dan
sistem hukum tata pemerintah dilibatkan dalam satu permasalahan besar yaitu hubungan
industrial (pengusaha, pekerja, dan pemerintah).
Banyaknya tingkat peradilan penyelesaian perselisihan mulai dari Panita Penyelesaian
Perselisihan Peruburuhan Daerah (P4D), Panita Penyelesaian Perselisihan Perburuhan
Pusat (P4P), Juru pemisah/Dewan pemisah (Arbitrase), dan pengadilan negeri memberi
kendala terhadap pencari keadilan secara cepat, murah dan adil. Proses penyelesaian
perselisihan perburuhan industrial dapat merugikan dan menyiksa pencari keadilan. Rumit
dan banyaknya undang-undang dan peraturan yang mengatur hubungan industrial
memperburuk lamanya proses peradilan.
Pada dasarnya PHK menurut konsep HIP itu harus dicegah karena dapat merugikan
semua pihak, baik pekerja pengusaha, pemerintah maupun masyarakat.
Bila memang PHK tidak terelakan lagi, itu harus diasumsikan merupakan langkah
terakhir dari seluruh upaya pencegahannya. Artinya bahwa sebelum PHK dilakukan, maka
upaya efisiensi pun harus sudah dilakukan seperti :
Dalam HIP nampak jelas bahwa musyawarah mufakat adalah syarat utama bagi
penyelesaian perselisihan dan perbedaan-perbedaan pendapat di antara pekerja dengan
pengusaha, oleh sebab itu apabila memang PHK itu tak terelakan, maka pintu pengendalian
sekaligus pengawas sudah/belumnya nilai-nilai HIP itu diterapkan adlaah P4D/P4P.
Sepeti telah diketengahkan pada bagian muka bahwa PHK tersebut dapat merugikan
dapat merugikan semua pihak baik pengusaha, pekerja, pemerintah, maupun musyawarah
mufakat itu haruslah diperhatikan dan ditafsirkan secara positif/baik oleh pihak-pihak yang
sedang dalam perselisihan. Apabila PHK tak dapat dihindarkan lagi maka langkah utama yang
harus dilakukan adalah pihak perusahaan atau majikan harus merundingkan lebih dahulu
tentang maksud PHK tersebut ke organisasi pekerja (serikat pekerja) – bagi mereka yang
masuk dalam anggota serikat pekerja – atau pun ke pekerja sendiri – bagi mereka yang tidak
menjadi anggota serikat pekerja (pasal 151 undang-undang nomor : 13 tahun 2003). Setelah itu
barulah kemudian PHK yang dimaksudkan dapat dilaksanakan setelah mendapat ijin dari P4D
bagi penyelesaian PHK perseorangan (kurang dari 10 orang) dan P4P bagi penyelesaian PHK
besar-besaran (lebih dari 10 orang).
KASUS
Sebuah perusahaan tekstile besar bernama PT. Rindu Makmur memiliki jumlah pekerja
yang besar, seluruhnya 1.200 orang baik laki-laki dan perempuan dewasa, maupun anak-anak
berusia 14 s/d 18 tahun. Pada suatu saat PT Rindu Makmur mengalami goncangan
perselisihan perburuhan. Perselisihan perburuhan itu menyangkut pemutusan hubungan kerja,