Anda di halaman 1dari 5

Nama : Putra Aditya

NPM : 0806342964

Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Distrik Oecussi

Suatu Upaya Effective Occupation dalam Mempertahankan Kedaulatan Indonesia

Distrik Oecussi yang terletak di pantai barat Pulau Timor dan dikelilingi oleh wilayah
darat Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur dan juga Laut Sawu di
utara, menjadi salah satu wilayah yang cukup penting dalam pembahasan perbatasan wilayah
Republik Indonesia dengan negara tetangga Timor Leste. Wilayah enclave yang juga dikenal
dengan nama Oecussi – Ambeno ini secara politis merupakan wilayah otonomi khusus dari
wilayah Timor Timur yang sejak referendum 1999 dan akhirnya merdeka pada 2002 menjadi
Timor Leste. Namun kondisi letak geografis dari distrik ini yang terpisah dari wilayah utama
negara Timor Leste dan terisolasi oleh wilayah kedaulatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia menimbulkan berbagai persoalan terutama mengenai isu sensitif dari kedaulatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia, karena mau tidak mau, untuk dapat mencapai wilayah
enclave Distrik Oecussi dari wilayah utama Timor Leste harus melalui wilayah kedaulatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia baik darat, laut maupun udara. Oleh karena itu, muncul
berbagai wacana mengenai status Distrik Oecussi yang layaknya api dalam sekam dalam
upaya menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Peta lokasi Distrik Oecussi (sumber: www.un.org/Depts/Cartographic/map/profile/timor.pdf)

Distrik Oecussi yang merupakan wilayah enclave di pesisir pantai barat Pulau Timor
dan dikelilingi oleh wilayah dari Provinsi Nusa Tenggara Timur secara fakta merupakan
wilayah dari Timor Leste. Hal ini dapat diketahui berdasarkan sejarah dimana pada awalnya
wilayah enclave distrik Oecussi merupakan suatu Kerajaan yang mandiri dan terpisah dari
pengaruh Kupang dan Dili dan dikenal dengan Kerajaan Oecussi – Ambeno. Kemudian
wilayah Pantemakassar yang kini menjadi ibukota dari distrik ini menjadi tempat pertama
kali mendaratnya para penjajah Portugis di Pulau Timor sebelum akhirnya memindahkan
pusat pemerintah Timor Portugis di Dili. Namun, sejak saat itu hubungan wilayah enclave
distrik Oecussi memiliki hubungan yang sangat erat dengan Portugis meskipun terletak
terpisah dari wilayah Timor Portugis dan diisolasi oleh wilayah Timor Belanda yang
memiliki pusat pemerintahan di Kupang, hal ini berdasarkan kesepakatan yang telah dibuat
oleh Belanda dan Portugal yang sepakat membagi wilayah pulau Timor dalam dua wilayah
kekuasaan dan wilayah distrik Oecussi masih diberikan kepada Timor Portugis. Hal ini terus
berlanjut hingga akhirnya wilayah Hindia Belanda yang juga di dalamnya termasuk wilayah
Timor Belanda merdeka dan menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia, wilayah enclave
distrik Oecussi masih berada di bawah pemerintahan Dili, dimana dapat dilihat dari masa
ketika wilayah Timor Portugis masuk sebagai salah satu provinsi di Indonesia dan menjadi
Timor Timur, wilayah distrik Oecussi masih berada di bawah Provinsi Timor Timur dengan
nama Kabupaten Distrik Oecussi. Ketika Timor Timur melaksanakan referendum pada tahun
1999 dan mendeklarasikan kemerdekaannya pada 2002 sebagai Republik Timor Leste yang
memisahkan diri dari pangkuan ibu pertiwi, wilayah enclave ini ikut serta menjadi wilayah
dari Bumi Loro’sae dan diberikan otonomi khusus yang tercantum dalam Konstitusi Republik
Demokratik Timor Leste section 5.3 tentang desentralisasi dan section 71.2 mengenai
organisasi administratif mengingat lokasi distrik Oecussi yang terpisah dari wilayah utama
Timor Leste dan terisolasi oleh wilayah negara Indonesia.

Namun, seiring berjalannya waktu, ternyata status dan letak distrik ini yang pada
dasarnya berada dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia semakin menimbulkan
masalah bagi kedaulatan Indonesia. Setelah kemerdekaan Timor Leste pada 2002, batas
antara distrik Oecussi dengan wilayah Nusa Tenggara Timur yang mengelilinginya tidak lagi
hanya menjadi batas administratif melainkan telah menjadi batas internasional. Dengan
kondisi yang diisolasi oleh wilayah Kabupaten Timor Tengah Utara, pada hakikatnya wilayah
enclave Oecussi memiliki hubungan yang tak kalah erat dengan wilayah – wilayah sekitarnya
yang merupakan wilayah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dibandingkan
dengan hubungan sejarah dengan wilayah Timor Leste yang terpisah kurang lebih 80km.
Penduduk distrik Oecussi memiliki banyak hubungan sosiologis, antropologis maupun
ekonomis dengan penduduk di wilayah Kabupaten Timor Tengah Utara yang mengelilingi
wilayahnya. Hubungan kekeluargaan dan kekerabatan yang berasaskan patrilineal dari
masyarakat distrik Oecussi dengan masyarakat di wilayah Timor Tengah Utara sangatlah erat
dimana banyak keluarga, kerabat dari penduduk wilayah enclave menetap di wilayah Nusa
Tenggara Timur dan menjadi warga negara Indonesia. Selain itu, dari segi bahasa yang
digunakan oleh masyarakat wilayah Oecussi, memiliki lebih banyak kesamaan dengan bahasa
yang digunakan oleh masyarakat di kabupaten Timor Tengah Selatan dibandingkan dengan
bahasa yang digunakan oleh masyarakat di wilayah utama Timor Leste. Bahkan, bahasa
Indonesia masih menjadi salah satu bahasa yang banyak digunakan oleh masyarakat di
wilayah enclave ini. Dari segi ekonomis, dapat dilihat dari kondisi distrik yang dikelilingi
oleh wilayah Indonesia baik di darat (dikelilingi oleh wilayah Kabupaten Timor Tengah
Utara) maupun di laut (wilayah utara distrik berbatasan dengan laut Sawu) bahwa kondisi
perekonomian distrik Oecussi sangatlah bergantung dari wilayah Indonesia. Pasokan dari
wilayah Timor Leste setidaknya harus melewati wilayah perairan maupun darat Indonesia
untuk dapat mencapai wilayah enclave dan dari fakta yang ada pengiriman pasokan bahan
kebutuhan untuk masyarakat Oecussi dari wilayah utama Timor Leste bergantung dari
pelayaran dari Dili yang membawa pasokan bahan pokok yang hanya memiliki jadwal
pelayaran seminggu sekali. Oleh karena itu masyarakat Oecussi lebih menggantungkan
hidupnya kepada wilayah Indonesia dan dengan adanya batas internasional yang berarti lebih
ketat daripada batas administratif ketika menjadi wilayah Indonesia, distrik Oecussi yang
sedang dalam pemulihan stabilitas wilayah pasca pemisahan diri dari Indonesia mengalami
kesulitan.

Karena jarak yang memisahkan wilayah enclave distrik Oecussi dengan wilayah
utama Timor Leste yang berkisar setidaknya 80 km melalui wilayah Indonesia terutama
wilayah laut Sawu yang merupakan wilayah laut territorial Indonesia berdasarkan prinsip
negara kepulauan yang mana juga telah diatur dalam United Nations Convention on the Law
Of the Sea 1982, jalur transportasi dari dan ke wilayah enclave yang menghubungkan distrik
ini dengan wilayah lain di Timor Leste mau tidak mau harus melalui wilayah internal
Indonesia baik laut, darat dan udara. Berdasarkan konsep hukum internasional yang
dikemukakan Prof. Mochtar Kusumaatmadja dalam bukunya disebutkan bahwa kedaulatan
negara merupakan kekuasaan tertinggi negara atas wilayahnya dan bersifat tidak tak terbatas
dimana kedaulatan suatu negara berakhir ketika sudah memasuki wilayah kedaulatan negara
lain. Oleh karena itu sangatlah penting dalam upaya penjagaan kedaulatan suatu negara agar
tidak dilanggar oleh kedaulatan negara laing adalah penjagaan wilayah internal negara
tersebut dan penjagaan yang baik dari wilayah – wilayah perbatasan antar negara. Namun,
yang terjadi dalam masalah wilayah enclave distrik Oecussi adalah adanya wilayah
kedaulatan suatu negara yang berada di dalam kedaulatan suatu negara lain sehingga untuk
mencapai wilayah negara tersebut harus melalui wilayah kedaulatan negara lain dalam hal ini
adalah Indonesia. Dalam sebuah artikel berjudul Tukar Guling Oecussi-Belu Hak Pusat oleh
Kornelis Kewa Ama Khayam yang dimuat dalam harian kompas tanggal 24 Desember 2010
disebutkan bahwa kondisi ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut karena berdampak buruk
terhadap keutuhan dan kedaulatan NKRI. Timor Leste sendiri sudah membuat peta Negara
Timor Leste, dan secara sepihak mengklaim wilayah perairan Negara itu masuk sampai
perairan Atambua dan selat Ombai, yang jelas – jelas merupakan wilayah perairan yang
masuk kedalam wilayah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Oleh karena itu, kondisi wilayah distrik Oecussi yang bagai api dalam sekam dalam
kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia memunculkan berbagai wacana di berbagai
kalangan, seperti upaya aneksasi ataupun penukaran wilayah dengan Timor Leste atas
wilayah enclave distrik Oecussi atas dasar effective occupation. Konsep effective occupation
telah menjadi salah satu konsep utama dalam status penguasaan suatu wilayah yang berada
dalam suatu sengketa / dispute dimana status penguasaan suatu wilayah akan diberikan
kepada pihak yang telah melakukan upaya effective occupation terhadap wilayah tersebut
semenjak wilayah tersebut berstatus terra-nullius. Berbagai contoh kasus sengketa wilayah
yang telah dibawa sampai Mahkamah Internasional seperti Kasus Sipadan dan Ligitan serta
Kasus Las Palmas (Pulau Miangas) telah diputuskan berdasarkan konsep effective
occupation. Wilayah enclave distrik Oecussi sebelum kedatangan Portugis di Bumi Timor
adalah merupakan wilayah Kerajaan Mandiri yang terpisah dari pengaruh Dili dan Kupang,
kemudian memang terjadi hubungan yang erat antara wilayah enclave dengan Portugis yang
berkedudukan di Dili (Timor Leste), namun kita tidak dapat menutup mata bahwa wilayah
enclave ini tidak dapat berkembang tanpa adanya bantuan dari wilayah sekitarnya yang
mengelilingi wilayah enclave ini yaitu wilayah Indonesia. Baik dari segi ekonomi, maupun
sosial wilayah ini sangat bergantung terhadap Indonesia, bahkan setelah memisahkan diri dan
memiliki status politik yang berbeda dan diakui dalam hukum internasional, tidak dapat
dipungkiri betapa bergantungnya wilayah ini pada Indonesia, terutama untuk pemulihan
stabilitas wilayah pasca pergerakan pemisahan diri dari Indonesia. Kasus wilayah enclave
yang terjadi pada distrik Oecussi ini dapat pula di bandingkan dengan wilayah enclave
lainnya seperti Brunei Darussalam, sehingga dapat semakin jelas dilihat bahwa urgensi dari
effective occupation atas wilayah enclave distrik Oecussi sangatlah penting dalam upaya
menjaga keutuhan wilayah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sumber :

UNDP Report on Oecussi

Oecussi District Profile – UN

Pengantar Hukum Internasional – Mochtar Kusumaatmadja

United Nations Convention on the Law Of the Sea 1982

Hukum Internasional, Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global – DR.
Boer Mauna

Artikel “Tukar Guling Oecussi-Belu Hak Pusat” oleh Kornelis Kewa Ama Khayam yang
dimuat dalam harian kompas tanggal 24 Desember 2010

Anda mungkin juga menyukai