Anda di halaman 1dari 17

Tumor Mediastinum

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Mediastinum adalah suatu bagian penting dari thorax. Mediastinum terletak di antara
kavita pleuralis dan mengandung banyak organ penting dan struktur vital. Proes
penting yang melibatkan mediastinum mencakup emfisema, infeksi, perdarahan serta
banyak jenis kista dan tumor primer. Kelainan sistemik seperti karsinoma metastatic
dan banyak penyakit granulomatosa juga bisa terlibat dalam mediastinum. Lesi
terutama berasal dari esophagus, trakea, jantung dan pembuluh darah besar biasanya
berhubungan dengan susunan organik spesifik yang terlibat daripada mediastinum.
(Sabiston, 1994)
Di dalam Mediastinum terdapat banyak macam kelainan kongenital dan pembengkakan.
Karena pertumbuhannya yang sering lambat tumor mediastinum biasanya lambat
memberikan keluhan mekanik. Keluhan ini kemudian menimbulkan kecurigaan akan
malignancy. (Rasyad, 2009)
Dari tumor mediastinal yang memberikan gejala, setengahnya adalah maligna.
Sebagian besar tumor yang asimptomatik adalah benigna. (Rasyad,2009)
Diagnosis yang lebih dini dan lebih tepat dari proses mediastinum telah dimungkinkan
dengan peningkatan penggunaan rontgen dada, tomografi komputerisasi (CT Scan),
teknik sidik radioisotope dan magnetic resonance imaging (MRI), serta telah
memperbaiki keberhasilan dalam mengobati lesi mediastinum. Bersama dengan
kemajuan dalam teknik diagnostik ini, kemajuan dalam anestesi, kemoterapi,
immunoterapi, dan terapi radiasi telah meningkatkan kelangsungan hidup serta
memperbaiki kualitas hidup. (Sabiston, 1994)

I.2. Tujuan Penelitian


Untuk mengetahui pembagian daerah medistinum, jenis-jenis tumor yang terdapat di
dalam mediastinum, gejala klinis, teknik pemeriksaan, differensial diagnosis dan
penegakan diagnosis menggunakan berbagai jenis teknik radiologi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. ANATOMI
Mediastinum adalah satu bagian kavitas thorakis yang dibatasi di lateral oleh pleura
mediastinalis, di anterior oleh sternum dan di posterior oleh kolumna vertebralis.
Mediastinum terbentang dari diafragma di inferior sampai pintu masuk thorax di
superior. (Sabiston, 1994)

Mediastinum secara klasik dibagi ke dalam empat bagian. Mediatinum superior


dipisahkan dari mediastinum inferior oleh bidang yang terbentang melalui angulus
sterni ke ruang intervertrebalis keempat. Kavitas perikardialis membagi lebih lanjut
mediastinum inferior menjadi mediastinum anterior, media dan posterior. Penggunaan
pembagian ini telah berhasil dalam membedakan lesi di dalam mediastinum, karena
lokasi khas banyak neoplasma di dalam mediastinum. (Sabiton,1994)
Secara anatomi, mediastinum superior mengandung tymus, trakea atas, esophagus
dan arcus aorta serta cabangnya. Mediastinum anterior berisi aspek inferior tymus
maupun jaringan adiposa, limfatik dan areola. Isi mediastinum media mencakup
jantung, pericardium, nervus frenikus, bifukartio trachea dan bronchi principalis
maupun nodi limfatis trakealis dan bronkialis. Di dalam mediastinum posterior terletak
esophagus, nervus vagus, rantai saraf simpatis, duktus torasikus, aorta desendens,
system azigos dan hemiazigos serta kelenjar limfe paravertebralis maupun jaringan
areola.
Lesi tertentu tak dapat dikenali dengan mudah dengan menggunakan system
pembagian ini. Timoma atau tumor teratodermoid timbul dalam aspek anterior
mediastinum superior maupun mediastinum anterior. Tumor neurogenik timbul dalam
aspek posterior mediastinum superior maupun mediastinum posterior. Sehingga cara
lain untuk membagi mediastinum telah diusulkan, yang memberikan tiga pembagian
anatomi. Mediastinum posterior didefinisikan kembali sebagai ruangan mediastinum
yang terletak posterior terhadap batas posterior pericardium. Bagian anterosuperior
mengandung aspek anterior mediastinum superior maupun mediastinum anterior yang
telah didefinisikan sebelumnya. (Sabiston,1994)

Pembagian Mediastinum : 
Pembagian mediastinum ke dalam rongga-rongga yang berbeda dapat membantu
secara praktis proses penegakan diagnosis, sedangkan pendekatan dengan orientasi
system mempermudah pemahaman pathogenesis proses patologi di mediastinum. (Aru
W. Sudoyo, 2006)
Pertimbangan untuk diagnosis :
- Pada umumnya kelainan yang terjadi di mediastinum adalah jinak dan asimtomatik.
- Pembagian mediastinum ke dalam rongga anterior, superior, medial dan posterior
bertujuan memudahkan dalam menegakkan diagnosis.
- Lebih dari 60% lesi pada dewasa ditmukan pada rongga anterior-superior
mediastinum, sedangkan pada anak 60% lesi ditemukan di posterior mediastinum.
- Pada 75% dewasa dan 50% anak-anak massa yang terjadi adalah jinak. 
- Massa ganas yang paling umum terjadi di rongga anterior-superior adalah timoma,
penyakit Hodgin, limfoma non Hodgin, dan tumor germ cell.
- Neurinoma adalah tumor yang paling sering terjadi di rongga posterior dan mudah
dikenal dari bentuknya yang klasik seperti dumbbell-shaped contour). 

Mass in upper mediastinum

Anterior mediastinum mass

Anterior mediastinum mass

Posterior mediastinal mass

Posterior mediastinal mass

II.2. KISTA DAN TUMOR PRIMER MEDIASTINUM 


Banyak jenis jaringan dan susunan organ yang ada di dalam mediastinum menimbulkan
sejumlah neoplasma yang berbeda secara histology. Di samping itu, banyak kelenjar
limfe yang ada di dalam mediastinum, dan bisa terlibat dalam sejumlah penyakit
sistemik, seperti karsinoma metastatic, kelainan granulomatosa, infeksi dan kelainan
jaringan ikat. (Sabiston,1994)
Tumor primer dan kista memberikan banyak variasi tanda dan gejala klinis. Riwayat
alamiah kista dan tumor mediastinum bervariasi dari pertumbuhan jinak yang lambat
dengan gejala minimum sampai neoplasma invasive yang agresif yang bermetastasis
luas dan cepat menyebabkan kematian. (Sabiston,1994)
Kemajuan dalam teknik diagnostic dan peningkatan penggunaan rontgenografi thorax
yang rutin telah memungkinkan diagnosis dini tumor ini. Karena eksisi bedah telah
terbukti berhasil menyembuhkan lesi jinak dan ganas, serta dengan peningkatan
penggunaan radiasi dan kemoterapi multiobat yang berhasil dalam terapi sejumlah lesi
ganas lain, maka observasi massa mediatinum tanpa diagnosis histologik yang tepat,
jarang dapat diterima.
Walaupun massa mediastinum jarang ditemukan dalam praktek rutin, namun
peningkatan jelas dalam insidensinya dan kemampuan untuk memberikan terapi efektif
menekankan kepentingan pemahaman sifat klinis kista dan tumor primer ini. Seri yang
dikumpulkan dari 2399 pasien memperlihatkan insidensi relative timbulnya neoplasma
spesifik di dalam mediastinum.
Walaupun timbul perbedaan dalam insidens, dengan memperhatikan lesi spesifik di
antara seri, namun jelas bahwa neoplasma tertentu lebih sering didiagnosis
dibandingkan yang lain. Di samping itu, kebanyakan neoplasma mediastinum sering
timbul pada lokasi khas di dalam mediastinum.
Lesi mediastinum anterosuperior yang paling mungkin adalah neoplasma timus,
limfoma atau tumor sel benih. Lesi mediastinum media yang paling sering adalah kista
pericardial atau bronkogenik, karsinoma primer, limfoma atau timoma. Tumor
neurogenik, kista bronkogenik atau enteric dan lesi mesenkimal merupakan neoplasma
tersering yang ditemukan pada mediastinum posterior. (Sabiston, 1994)

II.3. GEJALA
Sebagian besar pasien tumor mediastinum akan memperlihatkan gejala pada waktu
presentasi awal. Kebanyakan kelompok melaporkan bahwa antara 56 dan 65 persen
pasien menderita gejala pada waktu penyajian, dan penderita dengan lesi ganas jauh
lebih mungkin menunjukkan gejala pada waktu presentasi. (Sabiston, 1994)
Tetapi, dengan peningkatan penggunaan rontgenografi dada rutin, sebagian besar
massa mediastinum terlihat pada pasien yang asimtomatik. Adanya gejala pada pasien
dengan massa mediastinum mempunyai kepentingan prognosis dan menggambarkan
lebih tingginya kemungkinan neoplasma ganas. (Sabiston,1994)
Massa mediastinum bisa ditemukan dalam pasien asimtomatik, pada foto thorax rutin
atau bisa menyebabkan gejala karena efek mekanik local sekunder terhadap kompresi
tumor atau invasi struktur mediastinum. Gejala sistemik bisa nin spesifik atau bisa
membentuk kompleks gejala yang sebenarnya patogmonik untuk neoplasma spesifik.
(Rasyad, 2009) 
Keluhan yang biasanya dirasakan adalah :
- Batuk atau stridor karena tekanan pada trachea atau bronchi utama.
- Gangguan menelan karena kompresi esophagus.
- Vena leher yang mengembang pada sindroma vena cava superior.
- Suara serak karena tekanan pada nerves laryngeus inferior.
- Serangan batuk dan spasme bronchus karena tekanan pada nervus vagus.
Walaupun gejala sistemik yang samar-samar dari anoreksia, penurunan berat badan
dan meningkatnya rasa lelah mungkin menjadi gejala yang disajikan oleh pasien
dengan massa mediastinum, namun lebih lazim gejala disebabkan oleh kompresi local
atau invasi oleh neoplasma dari struktur mediastinum yang berdekatan.
(Sabiston,1994)
Nyeri dada timbul sekunder terhadap kompresi atau invasi dinding dada atau nervus
interkostalis. Nyeri dada timbul paling sering pada tumor mediastinum anterosuperior.
Nyeri dada yang serupa biasanya disebabkan oleh kompresi atau invasi dinding dada
posterior dan nervus interkostalis. Kompresi batang trakhebronkhus biasanya
memberikan gejala seperti dispneu, batuk, pneumonitis berulang atau gejala yang agak
jarang yaitu stridor. 
Keterlibatan esophagus bisa menyebabkan disfagia atau gejala obstruksi. Keterlibatan
nervus laringeus rekuren, rantai simpatis atau plekus brakhialis masing-masing
menimbulkan paralisis plika vokalis, sindrom Horner dan sindrom Pancoast. Tumor
mediastinum yang meyebabkan gejala ini paling sering berlokalisasi pada mediastinum
superior. Keterlibatan nervus frenikus bisa menyebabkan paralisis diafragma. Harus
ditekankan bahwa walaupun lesi ganas lebih sering terlibat dalam menyebabkan gejala
yang berhubungan dengan keterlibatan local, namun tumor jinak bisa juga
menyebabkan simtomatologi serupa. (Sabiston,1994)

II.4. DIAGNOSIS
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Anamnesis pasien dan evaluasi cermat gejala yang diderita pasien sering akan
membantu dalam melokalisasi tumor dan bisa menggambarkan kemungkinan diagnosis
histology. Pemeriksaan fisik pada pasien dengan tumor dan kista mediastinum sering
menunjukkan gambaran positif. Tetapi jarang didapatkan diagnosis tepat dari informasi
anamnesis atau pemeriksaan fisik saja. (Sabsiton,1994)
Rontgenografi
Investigasi suatu massa di mediastinum harus dimulai dengan foto dada anterior-
superior, lateral, oblik, esofagogram, dan terakhir tomogram bila perlu. Penentuan
lokasi yang tepat amat penting untuk langkah diagnostic lebih lanjut. CT scan thorax
dengan kontras atau angiografi sirkulasi pulmonum/aorta mungkin pula diperlukan
untuk membedakan apakah lesi berasal dari vascular-bukan vascular. Hal ini perlu
menjadi pertimbangan bila bioopsi akan dilakukan, selain itu CT scan juga berguna
untuk menentukan apakah lesi tersebut bersifat kistik atau tidak. Pada langkah
selanjutnya untuk membedakan apakah massa tersebut adalah tumor metastasis,
limfoma atau tuberculosis / sarkoidosis maka mediastinoskopi dan biopsy perlu
dilakukan. (Aru W. Sudoyo, 2006)

Dasar dari evaluasi diagnostic adalah pemeriksaan rontgenografi. Foto thorax lateral
dan posteroanterior standar bermanfaat dalam melokalisir massa di dalam
mediastinum. Neoplasma mediastinum dapat diramalkan timbul pada bagian tertentu
mediastinum. Foto polos bisa mengenal densitas relative massa ini, apakah padat atau
kistik, dan ada atau tidaknya kalsifikasi. 

gambaran massa di mediatinum anterior

gambaran massa di mediatinum anterior


Ultrasonografi bermanfaat dalam menggambarkan struktur kista dan lokasinya di dalam
mediastinum. Fluoroskopi dan barium enema bisa membantu lebih lanjut dalam
menggambarkan bentuk massa dan hubungannya dengan struktur mediastinum lain,
terutama esophagus dan pembuluh darah besar.

USG Germ Cell Mediastinum


Kemajuan dalam teknologi nuklir telah bermanfaat dalam mendiagnosis sejumlah
tumor. Sidik yodium radioiotop bermanfaat dalam membedakan struma intratoraks dari
lesi mediatinum superior lain. Sidik gallium dan teknesium sangat memperbaiki
kemampuan mendiagnosis dan melokalisir adenoma parathyroid. Belakangan ini
kemajuan dalam radiofarmakologi telah membawa ke diagnosis tepat .
Tomografi Komputerisasi
Kemajuan terbesar dalam diagnosis dan penggambaran massa dalam mediatinum pada
tahun belakangan ini adalah penggunaan sidik CT untuk diagnosis klinis. Dengan
memberikan gambaran anatomi potongan melintang yang memuaskan bagi
mediastinum, CT mampu memisahkan massa mediastinum dari struktur mediastinum
lainnya. Terutama dengan penggunaan materi kontras intravena untuk membantu
menggambarkan struktur vascular, sidik CT mampu membedakan lesi asal vascular dari
neoplasma mediastinum. (Sabiston,1994)

Sebelumnya, pemeriksaan angiografi sering diperlukan untuk membedakan massa


mediastinum dari berbagai proses pada jantung dan aorta seperti aneurisma thorax dan
suni aneurisma Valsava. Dengan perbaikan resolusi belakangan ini, CT telah menjadi
alat diagnostic yang jauh lebih sensitive dibandingkan dengan teknik radiografi rutin.
(Sabiston,1994)

CT bermanfaat dalam diagnosis Kista bronkogenik pada bayi dengan infeksi berulang
dan timoma dalam pasien myasthenia gravis, kasus yang foto polosnya sering gagal
mendeteksi kelainan apapun. Tomografi komputerisasi juga memberikan banyak
informasi tentang sifat invasi relative tumor mediastinum. (Aru W. Sudoyo, 2006)
Differensiasi antara kompresi dan invasi seperti dimanifestasikan oleh robeknya bidang
lemak mediastinum dapat dibuat dengan pemeriksaan cermat. Tambahan lagi, dalam
laporan belakangan ini, diagnosis prabedah pada sejumlah lesi yang mencakup kista
pericardial, adenoma paratiroid, kista enteric dan tumor telah dibuat dengan CT karena
gambarannya yang khas. (Aru W. Sudoyo, 2006)
Magnetic Resonance Imaging
Magnetic Resonance Imaging (MRI) mempunyai potensi yang memungkinkan
diferensiasi struktur vascular dari massa mediastinum tanpa penggunaan materi
kontras atau radiasi. Di masa yang akan datang, teknik ini bisa memberikan informasi
unggul tentang ada atau tidaknya keganasan di dalam kelenjar limfe dan massa tumor.
(Sabiston,1994)
Biopsy
Berbagai teknik invasive untuk mendapatkan diagnosis jaringan tersedia saat ini.
Perbaikan jelas dalam teknik sitologi telah memungkinkan penggunaan biopsy aspirasi
jarum halus untuk mendiagnosis tiga perempat pasien lesi mediastinum. Teknik ini
sangat bermanfaat dalam mendiagnosis penyakit metastatic pada pasien dengan
keganasan primer yang ditemukan di manapun. Kegunaan teknik ini dalam
mendiagnosis tumor primer mediastinum tetap akan ditegaskan. (Sabiston,1994)

III.5. DIAGNOSIS BANDING


Tumor Mediastinum biasanya menunjukkan preferensi untuk lokalisasi tertentu. Yang
merupakan petunjuk untuk diagnosis differensial. Tetapi, juga terdapat perkecualian
dan tumor besar dapat meluas jauh di luar daerah asalnya. (Aru W. Sudoyo, 2006)
Pada diagnosis differensial tumor mediastinum di samping tumor primer atau kista juga
harus dipertimbangkan proses patologik sekunder. Dalam hal ini penting apakah
penderita pada umur anak atau orang dewasa. Presentase kelainan maligna pada anak
lebih tinggi. Pada orang dewasa, tumor yang sering terdapat di mediastinum adalah
tumor neurogen, kista (bronkhogen, pericardial atau enterogen), thymoma dan
limfoma. Dalam golongan umur ini harus dikesampingkan kelainan yang berkesan
tumor seperti struma, aneurisma, proses inflamasi atau hernia. (Aru W. Sudoyo, 2006)
Sejumlah lesi intrathorax dan ekstrathorax bisa menyerupai kista dan tumor primer
mediastinum. Kelainan kardiovaskuler seperti aneurisma pembeluh darah besar atau
jantung dan pola vascular abnormal yang timbul dalam penyakit congenital bisa tampak
sebagai massa mediastinum pada foto thorax. (Sabiston,1994)
Kelainan kolumna vertrebalis, seperti meningokel harus dibedakan dari massa
mediastinum posterior. Lesi seperti akalasia, divertikulum esophagus, herniasi
diafragma, koarktasio aorta, hernia hiatus, herniasi lemak peritoneum dan mediastinits
bisa juga meniru gambaran kista dan tumor primer. Melalui penggunaan CT dan
myelografi maupun perangkat diagnotik lain, kebanyakan lesi ini harus dibedakan dari
massa primer mediastinum sebelum interbensi bedah.(Sabiston,1994)
III.6. JENIS-JENIS TUMOR MEDIASTINUM
Thymoma
Thymoma adalah tumor yang berasal dari epitel thymus. Ini adalah tumor yang banyak
terdapat dalam mediastinum bagian depan atas. Dalam golongan umur 50 tahun,
tumor ini terdapat dengan frekuensi yang meningkat. Tidak terdapat preferensi jenis
kelamin, suku bangsa atau geografi. Gambaran histologiknya dapat sangat bervariasi
dan dapat terjadi komponen limfositik atau tidak. Malignitas ditentukan oleh
pertumbuhan infiltrate di dalam oragn-organ sekelilingnya dan tidak dalam b entuk
histologiknya. Pada 50% kasus terdapat keluhan lokal. Thymoma juga dapat
berhubungan dengan myasthenia gravis, pure red cell aplasia dan
hipogamaglobulinemia. Bagian terbesar Thymoma mempunyai perjalanan klinis
benigna. Penentuan ada atau tidak adanya penembusan kapsul mempunyai
kepentingan prognostic. Metastase jarak jauh jarang terjadi. Jika mungkin dikerjakan
terapi bedah. (Aru W. Sudoyo, 2006)

CT scan Timoma

Thymus terdiri atas lobus kanan dan lobus kiri dan terletak di bagian depan
mediastinum atas. Pada waktu kelahiran, thymus ini relative besar dan beratnya kira-
kira 11 gram. Pada waktu pubertas beratnya kira-kira 35 gram, sesudah itu terjadi
involusi. Kalau ini terjadi terlalu lama, kita katakan adanya thymus persisten. (Aru W.
Sudoyo, 2006)
Hiperplasi thymus didefinisikan sebagai pertambahan besar dan beratnya tanpa
perubahan histologik yang jelas. Tetapi, diketahui bahwa berat thymus untuk tiap
golongan umur dapat sangat bervariasi. Pada gejala kompresi mungkin diperlukan
tindakan pembedahan. Pada hiperplasi thymus yang terdapat pada myasthenia gravis
gambarannya ditentukan oleh perubahan histologik dalam arti folikel limfe dengan
centrum germinativum. Kista thymus dapat juga mempunyai ukuran yang besar dan
layak untuk terapi pembedahan. (Aru W. Sudoyo, 2006)

Gambaran timoma
Gambaran rontgenografi berkisar dari lesi kecil berbatas tegas sampai densitas
berlobulasi besar yang bersatu dengan struktur mediastinum yang berdekatan. Timoma
biasanya simptomatik pada waktu diagnosis. Seperti pada massa mediastinum lain,
timoma bisa timbul dengan gejala yang berhubungan dengan efek massa local, yang
mencakup nyeri dada, dispneu,hemoptisis, batuk dan gejala ya ng berhubungan
dengan obstruksi vena cava superior.
Tumor sel benih
Kelainan yang asalnya congenital ini pada usia dewasa bermanifestasi sebagai tumor
sungguh. Tumor ini mengandung berbagai macam jaringan yang asing untuk organ
yang mereka tumbuh di dalamnya.
Tumor teratoid dapat berlokalisasi di berbagai tempat, tetapi mediastinum depan
merupakan tempat predileksi terpenting sesudah gonade. Tumor ini member simtom
karena kompresi atau invasi ke dalam organ sekelilingnya. Produksi hormone sel-sel
tumor ini (insulin, HCG, androgen-androgen) dapat menjelaskan gejala tertentu.
Secara Rontgenologi biasanya terdapat bayangan homogeny dengan batas-batas yang
jelas. Kadang-kadang dapat terlihat dengan endapan kalsium dan di dalam tumor
kadang-kadang bisa dilihat gigi-gigi. Kenaikan alfa-1-feto-protein dan HCG di dalam
serum dapat memperkuat pertimbangan diagnostic. (Aru W. Sudoyo, 2006)
Teratoma
Teratoma merupakan neoplasma yang terdiri dari beberapa unsur jaringan yang asing
pada daerah dimana tumor tersebut muncul. Teratoma paling sering ditemukan pada
mediatinum anterior. Teratoma yang histologik benigna mengandung terutama derivate
ectoderm (kulit) dan entoderm (usus).
Pada teratoma maligna dan tumor sel benih seminoma, tumor teratokarsinoma dan
karsinoma embrional atau kombinasi dari tumor itu menduduki tempat yang terpenting.
Penderita dengan kelainan ini adalah yang pertama-tama perlu mendapat perhatian
untuk penanganan dan pembedahan.
Mengenai teratoma benigna, dahulu disebut kista dermoid, prognosisnya cukup baik.
Pada teratoma maligna, tergantung pada hasil terapi pembedahan radikal dan tipe
histologiknya, tapi ini harus diikuti dengan radioterapi atau kemoterapi. (Aru W.
Sudoyo, 2006)

Teratoma mediastinal

Mediastinal Teratoma
Diagnosis tumor ini bisa dibuat berdasarkan rontgenografi dada rutin dengan
menemukan gigi yang sudah sempurna bentuknya. Massa lemaa k dominan dengan
unsure dependen padat yang mengandung kalsifikasi globular, tulang atau gigi dan
protuberansia padat yang meluas ke dalam rongga kistik, akan ditemukan dengan sidik
CT. walaupun ada gambaran khas, namun perbedaan antara teratoma jinak dan ganas
tergantung pada pemeriksaan histology. (Sabiston,1994) 
Tumor Neurogen
Tumor Neurogen merupakan tumor mediastinal yang terbanyak terdapat,
manifestasinya hampir selalu sebagai tumor bulat atau oval, berbatas licin, terletak
jaug di mediastinum belakang. Tumor ini dapat berasal dari saraf intercostals, ganglia
simpatis, dan dari sel-sel yang mempunyai cirri kemoreseptor. Tumor ini dapat terjadi
pada semua umur, tetapi relative frekuen pada umur anak. (Aru W. Sudoyo, 2006)
Banyak Tumor Nerogenik menimbulkan beberapa gejala dan ditemukan pada foto
thorax rutin. Gejala biasanya merupakan akibat dari penekanan pada struktur yang
berdekatan. Nyeri dada atau punggung biasanya akibat kompresi atau invasi tumor
pada nervus interkostalis atau erosi tulang yang berdekatan. Batuk dan dispneu
merupakan gejala yang berhubungan dengan kompresi batang trakeobronchus.
Sewaktu tumor tumbuh lebih besar di dalam mediastinum posterosuperior, maka tumor
ini bisa menyebabkan sindrom pancoast atau Horner karena kompresi peleksus
brakhialis atau rantai simpatis servikalis. 

Dapat dibedakan menjadi tipe-tipe berikut :


Neurilemoma, (kadang-kadang varian maligna) dan Neurofibroma (kadang-kadang
varian maligna) begitu juga tumor-tumor dari selubung Schwann dan atau perineurium,
biasanya berasal dari saraf intercostals atau radiks spinal, kadang-kadang dari nervus
vagus. Tumor ini sifatnya benigna tapi sejumlah presentase kecil lama-kelamaan dapat
mengalami degenerasi maligna. Pada pertumbuhan melalui foramen intervertebral
terjadi suatu tumor dengan pinggang sempit dengan bahaya kompresi medulla spinalis.
Neurofibroma dapat merupakan bagian dari suatu neurofibromatosis generalisata dari
Von Recklinghausen. (Aru W. Sudoyo, 2006)

Mediastinal Neurofibroma
Tumor ini berkapsul dan tampak sebagai massa homogrn padat, berbatas tegas dalam
daerah paravertrebalis mediastinum pada rontgenografi dada. (Sabiston,1994)
Ganglioma, merupakan tumor jinak yang berasal dari rantai simpatis, dan terdiri dari
sel ganglion dan unsure saraf. Secara makroskopik, lesi ini berkapul dengan permukaan
luar yang halus. Pada penampang melintang, tumor ini sering mempunyai daerah
degenerasi kistik. Secara klaik, ganglioma mempunyai gambaran memanjang atau
segitiga pada foto thorax dengan dasar yang lebih lebar dan meruncing kearah
mediastinum. Tumor ini berbatas buruk pada proyeksi lateral serta sering mempunyai
batas inferior dan superior yang kabur. (Sabiston,1994).

Ganglioma Mediastinum
Neuroblastoma, merupakan tumor yang berdifferensiasi buruk dari susunan saraf
simpatis dan dalam presentase kecil juga terdapat di mediastinum. Pada saat
penetapan diagnosis seringkali sudah ada metastasis.
Tergantung penemuan pada operasi dan hasil pemeriksaan histologik kadang-kadang
diperlukan terapi tambahan. Jika tumor ternyata benigna, penderita hanya di follow up
saja. Pada pengambilan tak sempurna kelainan benigna, baik radioterapi maupun
kemoterapi tidak ada artinya. Tetapi jika tumornya ternyata maligna dan diangkat
inkomplit, maka perlu dipertimbangkan radioterapi atau kemoterapi. Neuroblastoma
harus ditangani, tergantung pada kemungkinan apakah pembedahan radikal dapat
dilaksanakan. Jika tidak, maka pertama dipertimbangkan terapi sitostatik.
Kista Pleuroperikardial
Ini adalah kista dengan dinding yang tipis, terisi cairan jernih yang selalu dapat
menempel pada perikard dan kadang-kadang berada dalam hubungan terbuka dengan
perikard itu. Yang terbanyak terdapat di ventral, di sudut diafragma jantung. Kista ini
juga dikenal sebagai kista coelom. Kista pleuroperikardial adalah kelainan congenital,
tetapi baru manifest pada usia dewasa. Sampai desenium ke 5 atau 6, ukuran tumor
biasanya secara lambat bertambah, tetapi jarang sampai lebih dari 10 cm. pada
fluoroskopi, kista-kista ini sering terlihat sebagai rongga-rongga dengan dinding yang
tipis dengan perubahan bentuk pada pernapasan dalam. Kista-kista coelom di sebelah
kanan harus differensiasi dengan lemak parakardial dan dengan hernia diafragmatika
melalui foramen Morgagni. Kista-kista ini sering terdapt, meskipun tentang hal ini tidak
ada data yang jelas. Kista ini tidak menimbulkan keluhan, infeksi sangat jarang dan
malignitasnya tidak diketahui. Karena itu ekstirpasi hanya diperlukan pada keraguan
yang serius mengenai diagnosisnya atau pada ukuran kista yang sangat besar.
Kista Bronkogen
Kista Bronkogen kebanyakan mempunyai dinding cukup tipis, yang terdiri dari jaringan
ikat, jaringan otot dan kadang-kadang tulang rawan. Kista ini dilapisi epitel rambut
getar atau planoselular dan terisi lendir putih susu atau jernih. Kista bronkus terletak
menempel pada trakea atau bronkus utama, kebanyakan dorsal dan selalu dekat
dengan bifurkatio. Kista ini dapat tetap asimptomatik tetapi dapat juga menimbulkan
keluhan karena kompresi trakea, bronki utama atau esophagus. Kecuali itu terdapat
bahaya infeksi dan perforasi sehingga kalau ditemukan diperlukan pengangkatan
dengan pembedahan.
Kista Enterogen
Ini adalah segmen-segmen terpotong dari saluran lambung-usus, berbentuk bulat
seperti pipa, dilapisi selaput lendir yang biasanya mengingatkan kepada lambung atau
esophagus. Kista ini juga terletak di mediastinum belakang dan dapat melekat atau
tidak kepada esophagus, dengan kadang-kadang bhkan ada hubungan terbuka yang
kecil. Kista enterogen biasanya secara dini memberi keluhan dan dengan itu sudah
mungkin ditemukan pada anak kecil meskipun kadang-kadang juga ditemukan pada
orang dewasa yang tidak menunjukan keluhan. Beberapa kista memproduksi cairan
lambung yang dapat menyebabkan ulserasi dan perforasi. Kista enterogen kalau
ditemukan harus diekstirpasi. (Aru W. Sudoyo, 2006)
CT scan dan myelografi bermanfaat dalam menggambarkan deformita vertebra,
kolumna spinalis serta kemungkinan hubungan antara ruang dura dan kista.
(Sabiston,1994) 

II.7. PENGOBATAN
Secara umum, tumor ganas mediastinum seperti limfoma, tumor germ sel, atau
timoma berespon baik terhadap terapi yang dilakukan secara agresif yang mencakup
perawatan, radiasi dan kemoterapi. Tumor jinak terkadang lebih mudah diatur
penanganannya jika pasien asimptomatik. Pasien dengan massa di mediastinum
beresiko untuk terjadinya kolaps / obstruksi saluran napas atau gangguan
hemodinamik jika menjalani anestesi umum. (Aru W. Sudoyo, 2006)
II.8. PROGNOSIS
Prognosis Tumor Mediastinum jinak cukup baik, terutama jika tanpa gejala. Berbeda
variai prognosisnya pada pasien dengan tumor mediastinum ganas, dimana hasil
diagnostic spesifik, derajat keparahan penyakit, dan keadaan spesifik pasien yang lain
(komorbid) akan mempengaruhi. Kebanyakan tumor mediastinum ganas berespon baik
terhadap terapi konvensional. Besarnya variasi individual penyakit mengakibatkan
terjadinya berbagai kelainan mediastinum beragam. (Aru W. Sudoyo, 2006)

II.9. KOMPLIKASI
Komplikasi dari kelainan mediastinum mereflekikan patologi primer yang utama dan
hubungan antara struktur anatomic dalam mediastinum. Tumor atau infeksi dalam
mediastinum dapat menyebabkan timbulnya komplikasi melalui : perluasan dan
penyebaran secara langsung, dengan melibatkan struktur-struktur (sel-sel)
bersebelahan, dengan tekanan sel bersebelahan, dengan menyebabkan sindrom
paraneoplastik, atau melalui metastatic di tempat lain. Empat komplikasi terberat dari
penyakit mediastinum adalah:
1. Obstruksi trachea
2. Sindrom Vena Cava Superior
3. Invasi vascular dan catastrophic hemorrhage, dan
4. Rupture esofagus 

BAB III
KESIMPULAN

Mediastinum adalah suatu bagian penting dari thorax. Mediastinum terletak di antara
kavita pleuralis dan mengandung banyak organ penting dan struktur vital. Proes
penting yang melibatkan mediastinum mencakup emfisema, infeksi, perdarahan serta
banyak jenis kista dan tumor primer. 
Banyak jenis jaringan dan susunan organ yang ada di dalam mediastinum menimbulkan
sejumlah neoplasma yang berbeda secara histology. Di samping itu, banyak kelenjar
limfe yang ada di dalam mediastinum, dan bisa terlibat dalam sejumlah penyakit
sistemik, seperti karsinoma metastatic, kelainan granulomatosa, infeksi dan kelainan
jaringan ikat.
Kemajuan dalam teknik diagnostic dan peningkatan penggunaan rontgenografi thorax
yang rutin telah memungkinkan diagnosis dini tumor ini. Karena eksisi bedah telah
terbukti berhasil menyembuhkan lesi jinak dan ganas, serta dengan peningkatan
penggunaan radiasi dan kemoterapi multiobat yang berhasil dalam terapi sejumlah lesi
ganas lain, maka observasi massa mediatinum tanpa diagnosis histologik yang tepat,
jarang dapat diterima.
Dasar dari evaluasi diagnostic adalah pemeriksaan rontgenografi. Foto thorax lateral
dan posteroanterior standar bermanfaat dalam melokalisir massa di dalam
mediastinum. Neoplasma mediastinum dapat diramalkan timbul pada bagian tertentu
mediastinum. Foto polos bisa mengenal densitas relative massa ini, apakah padat atau
kistik, dan ada atau tidaknya kalsifikasi. 
Ultrasonografi bermanfaat dalam menggambarkan struktur kista dan lokasinya di dalam
mediastinum. Fluoroskopi dan barium enema bisa membantu lebih lanjut dalam
menggambarkan bentuk massa dan hubungannya dengan struktur mediastinum lain,
terutama esophagus dan pembuluh darah besar.
Kemajuan terbesar dalam diagnosis dan penggambaran massa dalam mediatinum pada
tahun belakangan ini adalah penggunaan sidik CT untuk diagnosis klinis. Dengan
memberikan gambaran anatomi potongan melintang yang memuaskan bagi
mediastinum, CT mampu memisahkan massa mediastinum dari struktur mediastinum
lainnya. Terutama dengan penggunaan materi kontras intravena untuk membantu
menggambarkan struktur vascular, sidik CT mampu membedakan lesi asal vascular dari
neoplasma mediastinum. 
DAFTAR PUSTAKA

1. Aru W, Sudoyo, et al, 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Penerbit
Buku Kedokteran IPD FK UI.
2. Carter, M. A.,, Gout, dalam Sylvia, A. P. And Lorraine, M. W. (Eds), 2001,
Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi IV, Buku II, 1242-1246,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
3. Murray, R. K., Granner, D. K., Mayer, P. A., Rodwell, V. M., 1997, Biokimia Harper,
alih bahasa oleh Andry Hartono, Edisi 24, 366-391, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
4. Sabiston, David C,. 1994, Buku Ajar Bedah, alih bahasa Petrus Adriyanto, Edisi I,
Jilid II, 704-724, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
5. www.emedicine.com 

http://kireihimee.blogspot.com/2009/09/tumor-mediastinum.html

Anda mungkin juga menyukai