0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
149 tayangan3 halaman
Deskripsi:
Buku setebal 130 halaman ini, mengkompilasikan antara teori dan praktek demokrasi (Pilkada), dengan berpijak pada pengalaman proses pelaksanaan Pilkada di Kabupaten Bandung, di Tahun 2010. Teori demokrasi yang bersifat aplikasi, mengingatkan masyarakat akan arti penting, posisi dan potensi mereka dalam koridor demokrasi. Dengan begitu, masyarakat dapat menjadi sebuah kelompok kekuatan politik tersendiri yang terlibat aktif dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah daerah, demi peningkatan kesejahteraan mereka.
Judul Asli
Resensi Buku: Tahta Pilkada Untuk Siapa? (Belajar Dari Forum Konstituen Kab.Bandung)
Buku setebal 130 halaman ini, mengkompilasikan antara teori dan praktek demokrasi (Pilkada), dengan berpijak pada pengalaman proses pelaksanaan Pilkada di Kabupaten Bandung, di Tahun 2010. Teori demokrasi yang bersifat aplikasi, mengingatkan masyarakat akan arti penting, posisi dan potensi mereka dalam koridor demokrasi. Dengan begitu, masyarakat dapat menjadi sebuah kelompok kekuatan politik tersendiri yang terlibat aktif dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah daerah, demi peningkatan kesejahteraan mereka.
Hak Cipta:
Attribution Non-Commercial (BY-NC)
Format Tersedia
Unduh sebagai DOCX, PDF atau baca online dari Scribd
Buku setebal 130 halaman ini, mengkompilasikan antara teori dan praktek demokrasi (Pilkada), dengan berpijak pada pengalaman proses pelaksanaan Pilkada di Kabupaten Bandung, di Tahun 2010. Teori demokrasi yang bersifat aplikasi, mengingatkan masyarakat akan arti penting, posisi dan potensi mereka dalam koridor demokrasi. Dengan begitu, masyarakat dapat menjadi sebuah kelompok kekuatan politik tersendiri yang terlibat aktif dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah daerah, demi peningkatan kesejahteraan mereka.
Hak Cipta:
Attribution Non-Commercial (BY-NC)
Format Tersedia
Unduh sebagai DOCX, PDF atau baca online dari Scribd
Penerbit : Forum Aktivis Bandung dan TIFA Foundation Penulis : Oky Syeiful Rahmadsyah Harapan Terbitan : Pertama
Oleh : Kuswoyo Kontak Individu : 081282189985
Pada beberapa daerah, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)
menyisakan banyak persengketaan. Sinyal miring adanya kecurangan dalam proses pemungutan suara seperti manipulasi suara, pengelebungan suara, pemilih fiktif merupakan fakta yang kerap terjadi. Tidak sedikit masing-masing kandidat mengerahkan massa untuk melakukan demonstrasi, baik memberikan dukungan maupun yang kontra pada kandidat terpilih.
Singkatnya, konflik pro-kontra yang terjadi di masyarakat hanya
menyisakan konflik, kerugian dan kekecewaan. Kericuhan meninggalkan korban di masyarakat dan ruang-ruang publik kerap menjadi pelampiasan kelompok massa tertentu, baik yang mendukung atau pun menolak hasil sebuah Pilkada, dengan melakukan tindakan perusakan. Sudah barang tentu masyarakat yang harus menanggung kerugiannya.
Pada hakikatnya pro-kontra dalam isu Pilkada hanya
menguntungkan segelintir orang! Sedangkan masyarakat hanya kerap menjadi korban dari perselisihan elit politik pada proses Pilkada. Fenomena ini menyiratkan bahwa dinamika demokrasi yang selama ini terjadi masih menempatkan masyarakat hanya sebatas obyek atas eksploitas yang dilakukan segelintir elit politik di daerah.
Pengorbanan masyarakat, berupa dukungan pada kandidat
setelah terpilih, memuai begitu saja tanpa ada feedback yang setimpal bagi masyarakat. Semisalnya, berdasarkan ilustrasi berikut ini, dimana kandidat-kandidat yang akan mengikuti suatu proses Pilkada (baik tingkat provinsi, kota maupun kabupaten), begitu antusias untuk dekat dengan masyarakat sebelum Pilkada. Namun ketika sudah terpilih nasib masyarakat yang menjadi konstituennya, tidaklah berubah menjadi lebih baik. Janji-janji, hanya tinggal janji yang tak terealisasi! Program- program yang begitu ambisius dan progresif dan diucapkan disaat kampanye oleh tiap-tiap kandidat, kemudian hanya menjadi memori yang tersusun dalam benak masyarakat yang menjadi konstituen.
Buku Tahta Pilkada untuk Siapa?, merupakan sebuah buku yang
menginspirasi bagi masyarakat, politisi, NGO, akademisi dan mahasiswa untuk tetap konsekuen dalam menjaga proses demokrasi. Karena hakikat dari Pilkada adalah melahirkan figure pemimpin daerah (nota benenya adalah putra daerah asli) yang dapat melakukan pembangunan secara efektif, demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat fan sesuai dengan kebutuhan dimasyarakatnya.
Buku setebal 130 halaman ini, mengkompilasikan antara teori dan
praktek demokrasi (Pilkada), dengan berpijak pada pengalaman proses pelaksanaan Pilkada di Kabupaten Bandung, di Tahun 2010. Teori demokrasi yang bersifat aplikasi, mengingatkan masyarakat akan arti penting, posisi dan potensi mereka dalam koridor demokrasi. Dengan begitu, masyarakat dapat menjadi sebuah kelompok kekuatan politik tersendiri yang terlibat aktif dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah daerah, demi peningkatan kesejahteraan mereka.
Mengadopsi konsep active citizen, yaitu sebuah konsep dimana
warga Negara bersikap aktif di dalam proses pemerintahan dan pembangunan baik pada pra, proses serta pasca Pilkada. Pada pra Pilkada, masyarakat membuat rencana untuk dijadikan bahan masukan program kepada kandidat, mengenai kebutuhan masyarakat melalui metode partisipatori.
Pada proses Pilkada, program-program yang telah disusun
masyarakat, menjadi bargaining position, yang akan mempengaruhi suara para calon kandidat kepala daerah. Proses-proses dialog diciptakan antara masyarakat dengan masing-masing kandidat, melalui wadah yang disebut forum konstituen. Diharapkan konsep-konsep yang lahir melalui proses-proses dialog tadi, dapat mempengaruhi rancangan dari rencana jangka pendek, menengah dan panjang pembangunan daerah. Selain itu, proses dialog merupakan ajang untuk “menilai” secara lebih dekat program-program dari kandidat kepala daerah.
Pasca Pilkada, masyarakat tetap aktif dalam melakukan kontrol
pembangunan atas rencana-rencana daerah yang dahulu pernah didialogkan kepada masyarakat, maupun janji kandidat pada saat kampanye. Masyarakat melalui forum konstituen kembali menjadi kelompok “penagih janji” kepada kepala daerah, ketika rencana pada saat kampanye belum juga terealisasi.
Kelompok kekuatan di masyarakat menyiratkan bahwa sudah
semestinya masyarakat menjadi penentu nasibnya sendiri, sehingga Pilkada hanya menjadi entry point yang dampaknya langsung dinikmati oleh masyarakat dan bukan hanya pada segelintir orang/kelompok yang selama ini terjadi. Maka Pilkada, bukanlah sebuah tahta yang menghantarkan kepala daerah pada kenikmatan dan kesejahteraan diri pribadi atau kelompoknya, melainkan menjadi tahta bagi masyarakat. Hal tersebut didalam buku ini, diungkapkan dalam simbol Tanda Tanya dari kalimat Tahta Pilkada Untuk Siapa.
Terakhir, melalui metode-metode dan contoh yang disajikan
didalam buku ini, mulai dari persoalan-persoalan politik, dinamika politik serta tahapan-tahapan dalam membangun masyarakat sebagai subyek demokrasi/kelompok kekuatan, bisa menjadi rule of model dari proses demokrasi di Indonesia, selain juga bisa memberikan pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang terjadi pada proses demokrasi yang ada di Indonesia.