Anda di halaman 1dari 4

Sejarah Hadis pada Masa Sahabat dan Tabi'in

Sat, 06/19/2010 - 09:49 — admin


Masa Sahabat

 I.        Pengantar

Sahabat adalah mereka yang bertemu dengan Rasulullah saw  dalam keadaan mu’min dan meninggal
dalam keadaan mu’min.

Selain memperhatikan al-Qur’an, pada masa ini Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali secara sungguh-
sungguh memperhatikan perkembangan periwayatan hadis.

Hal ini berdasarkan perintah Nabi untuk menyampaikan hadis kepada sahabat lain yang tidak bisa
hadir saat hadis disampaikan.

)‫أال ليبلغ الشاهد الغائب (أخرجه ابن ماجه‬


“Ingatlah, hendaklah yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir.” (HR. Ibn Majah).

II.      Hadis pada Masa Khulafa al-Rasyidin

Periwayatan hadis pada masa Abu Bakar dan Umar bin Khattab masih terbatas disampaikan kepada
yang memerlukan saja, belum bersifat pengajaran resmi. Demikian juga penulisan hadis.

Periwayatan hadis begitu sedikit dan lamban. Hal ini disebabkan kecenderungan mereka untuk
membatasi atau menyedikitkan  riwayat (Taqlil al-Riwâyah), di samping sikap hati-hati dan teliti
para sahabat dalam menerima hadis.

Ali bahkan hanya mau menerima hadis perorangan jika orang tersebut bersedia disumpah. Pada
masa ini muncul sektarianisme yang bertendensi politis menimbulkan perbedaan pendapat dan
pertentangan, bukan saja dalam bidang politik dan pemerintahan, tapi juga dalam ketentuan-
ketentuan keagamaan. Dari suasana itu muncul pemalsuan hadis.

III.    Metode Sahabat dalam Menjaga Sunnah Nabi SAW.

1.       Kehati-hatian dalam meriwayatkan hadis. Seperti : 

Metode Abu Bakar dan Umar dalam menyelesaikan ketentuan hukum adalah
mengembalikan permasalahan pada Al-Qur’an. Jika tidak menemukannya, maka ia
bertanya pada sahabat lain :  ‘Apakah ada yang mengetahui bahwa Rasul pernah
memutuskan perkara seperti itu?

Pada masa Khulafa al-Rasyidin, cenderung membatasi atau menyedikitkan  riwayat (Taqlil


al-Riwâyah).
Seusai meriwayatkan hadis, mereka akan mengatakan ‫قال‬ ‫كما‬ , ‫نحو هذا‬  atau kata yang
sejenisnya.

2.       Kecermatan (selektif) sahabat dalam menerima riwayat.

Jaminan akan kesahihan riwayat dan kapasitas pembawanya.

Mencari hadis dari perawi lain.

Meminta kesaksian selain periwayat.

IV.    Cara Meriwayatkan Hadis

Periwayatan Lafzi - redaksinya - matannya persis seperti yang diwurudkan Rasul. Sahabat yang
paling terkenal meriwayatkan dengan lafzi adalah Abdullah bin Umar.

Periwayatan Maknawi, periwayatan hadis yang matannya tidak persis sama dengan yang dari Rasul
akan tetapi isi/makna akan tetap terjaga secara utuh, sesuai dengan yang dimaksudkan oleh Rasul
tanpa ada perubahan sedikitpun.

 Masa Tabi’in

I.        Hadis pada Masa Tabi’in

Tabi’in adalah mereka yang bertemu dengan sahabat nabi dalam keadaan beriman dan meninggal
dalam keadaan beriman.

Wilayah kekuasaan Islam sudah meluas. Syam, Irak, Mesir, Samarkand, bahkan Spanyol. Hingga
beberapa sahabat hijrah ke wilayah tersebut demi mengemban tugas.

Pada masa ini hingga akhir abad pertama, banyak di antara tabi’in yang menentang penulisan hadis.
Di antaranya: Ubaidah bin Amr al-Salmani al-Muradi (72 H), Ibrahim bin Yazid al-Taimi (92 H),
Jabir bin Zaid (93 H) dan Ibrahim bin Yazid al-Nakha’i (96 H). Larangan penulisan tersebut karena :

Khawatir pendapatnya ditulis bersisian dengan hadis sehingga tercampur. 

Larangan tersebut hanya pribadi, sementara murid-muridnya dibiarkan mencatat.

II.      Metode Tabiin dalam Menjaga Sunnah Nabi Saw.

1.       Menempuh metode yang sudah dilakukan para sahabat.

2.       Menerima riwayat dari orang yang kapasitasnya tsiqah dan dhabit.

3.       Meminta sumpah dari periwayatnya saat mencari dukungan dari perawi lain.
4.       Melakukan rihlah untuk mengecek hadis dari pembawa  aslinya.

III.    Kodifikasi Hadis Secara Resmi

Kodifikasi hadis secara resmi dipelopori Khalifah Umar bin Abdul Aziz (khalifah kedelapan pada
masa Bani Umayyah yang memerintah tahun 99-101 H.). Dia menginstruksikan kepada para
Gubernur di semua wilayah Islam untuk menghimpun dan menulis hadis-hadis Nabi. Selain itu
khalifah  juga memerintah Ibn Hazm dan Ibn Syihab al-Zuhri (50-124 H) untuk menghimpun hadis
Nabi SAW.

Semboyan al-Zuhri yang terkenal al isnaadu minad diin, lau lal isnadu la qaala man syaa-a maa syaa-
a (artinya : Sanad itu bagian dari agama, sekiranya tidak ada sanad maka berkatalah siapa saja
tentang apa saja).

IV.   Motif Umar bin Abdul Aziz

1.       Kekhawatiran akan hilang Hadis dari perbendaharaan masyarakat, sebab belum dibukukan.

2.       Untuk membersihkan dan memelihara Hadis dari Hadis-hadis maudhu' (palsu) yang dibuat
orang-orang untuk mempertahankan ideologi golongan dan mazhab.

3.       Tidak adanya kekhawatiran lagi akan tercampurnya Al-Qur’an dan hadis,  keduanya sudah bisa
dibedakan. Al-Qur’an telah dikumpulkan dalam satu mushaf dan telah merata diseluruh umat
Islam.

4.       Ada kekhawatiran akan hilangnya hadis karena banyak ulama Hadis yang gugur dalam medan
perang.

V.     Kodifikasi Hadis Pada abad kedua

Kitab hadis yang ada, masih bercampur aduk antara hadis-hadis Rasulullah dengan fatwa-fatwa
sahabat dan tabi'in, belum dipisahkan antara hadis-hadis yang marfu', mauquf dan maqthu, dan
antara hadis yang shahih, hasan dan dla'if.

Kitab Hadis yang masyhur :

1.       Al-Muwaththa - Imam Malik pada 144 H - atas anjuran khalifah al-Mansur. Jumlah hadis yang
terkandung dalam kitab ini kurang lebih1.720 hadis.

2.       Musnad al-Syafi'i - mencantumkan seluruh hadis dala kitab "al-Umm".

3.       Mukhtalif al-Hadits - karya Imam Syafi'i - menjelaskan cara-cara menerima hadits sebagai
hujjah, menjelaskan cara-cara mengkompromikan hadits-hadits yang kontradiksi satu sama
lain.

VI.   Kodifikasi Hadis Pada abad ketiga


Pada abad ke-3, yang berperan adalah generasi setelah tabi’in.

Telah diusahakan untuk memisahkan hadis yang shahih dari Al-Hadits yang tidak shahih sehingga
tersusun 3 macam kitab hadis, yaitu :

1.       Kitab Shahih - (Shahih Bukhari, Shahih Muslim)

2.       Kitab Sunan - (Ibnu Majah, Abu Dawud, Al-Tirmizi, Al-Nasai,

3.       Al-Darimi) - berisi hadis shahih dan hadis dha'if yang tidak munkar.

4.       Kitab Musnad - (Abu Ya'la, Al Humaidi, Ali Madaini, Al Bazar, Baqi bin Mukhlad, Ibnu
Rahawaih) - berisi berbagai macam hadis tanpa penelitian dan penyaringan dan hanya
digunakan para ahli hadis untuk bahan perbandingan.

Anda mungkin juga menyukai