Teori ini bergerak dari temuan Ivan Pavlov dengan sebutan Stimulus-Respon setelah
mengeksperimen anjing, daging, lampu, dan air liur. Penekanan teori behavioristik adalah
rangsangan harus diberikan kepada pelaku belajar agar diperoleh respon sebagai reaksi dari
pelaku belajar itu. Stimulus yang diberikan dapat berupa kondisi dan bukan kondisi.
Hukum belajar yang dikemukakan oleh teori behavioristik adalah Hukum Pengaruh (law of
effect). Hukum itu berbunyi Dalam suatu lingkungan, jika suatu tindakan itu akan diulang lagi
dalam stimulus serupa, akan meningkatkan intensitasnya. Tetapi, bila perilaku menghasilkan
perubahan yang tidak memuaskan dalam lingkungan, perilaku itu kemungkinan tidak
diulang.Menurut Thorndike, perilaku yang ditampilkan individu merupakan respon yang
bersumber dari refleks fisik, yaitu reaksi spontan yang dilakukan orang jika stimulus dilakukan
secara tiba-tiba.
Prinsip yang menjadi landasan teori belajar perilaku (behavioristik) adalah: 1. prinsip
konsekuensi, 2. prinsip segera, 3. prinsip pembentukan.
Beberapa ciri behavioristik adalah: a. Hanya mengutamakan perilaku yang tampak, b. bersifat
mekanistis, c.pengetahuan objektif, pasti, tetap, terstruktur rapi, dan tidak berubah, d. belajar
adalah pemerolehan pengetahuan sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke
orang yang belajar, e. pembelajar dianggap memiliki pengetahuan yang sama terhadap
pengetahuan yang diajarkan, f. fungsi pikiran menjiplak struktur pengetahuan, g. kontrol belajar
dipegang oleh sistem yang berada di luar pembelajar, h. pembelajar dihadapkan aturan yang
ketat, i. kegagalan harus dihukum dan keberhasilan harus diberi hadiah, j. tujuan belajar
ditekankan pada penambahan pengetahuan (Depdiknas, Metode Pembelajaran Bahasa. Materi
PTBK. Jakarta: 2005).
Kajian:
Teori behavioristik diawali dengan pengujian pada anjing. Sementara manusia adalah mahluk
yang berakal dan tidak sepenuhnya bisa disamakan dengan binatang. Kalau kita kaji penerapan
teori ini ada pada iklan biskuat (sebenarnya tidak inginmenyebutkan merek produk). Dalam iklan
itu digambarkan dua orang anak yang mau membantu ibunya membereskan mainan-mainannya
yang berserakan setelah ditunjukkan bahwa mereka akan mendapatkan hadiah “harta karun”.
Pada kenyataannya, apabila hal itu diteterapkan pada anak kita, yang terjadi adalah mereka akan
mencari hadiahnya tanpa melakukan pekerjaannya. Respon mereka bagus dan spontan hanya
pada usaha mendapatkan hadiah. Seperti halnya anjing Ivan Pavlov yang mengeluarkan air liur
apabila lampu menyala.
Dalam pembelajaran, berbeda lagi, karena cukup banyak siswa yang tidak mempunyai daya
juang, sehingga stimulus itu hanya akan menggerakkan sebagian kecil siswa yang mempunyai
daya juang tinggi. Pada umumnya mereka yang mempunyai semangat belajar tinggi adalah
mereka yang dari rumah sudah berbekal niat dan semangat untuk belajar. Pada umumnya guru
memberikan hadiah kepada siswa yang “paling” berprestasi dikelasnya. Semestinya hadiah itu
diberikan kepada siapapun termasuk siswa yang paling tertinggal apabila mereka – siswa
tertinggal itu – berprestasi dalam proses belajar. Mau mengubah cara belajar atau ada
peningkatan hasil belajar meskipun tidak harus rengking pertama.
Saya tidak tahu, apakah Ivan Pavlov menguji beberapa anjing, atau hanya seekor anjing saja.
Entry filed under: Omelan. Tags: pendidikan, ivan pavlov, behavioristik, behaviorisme, stimulus,
respon.
Pada awal tahun 1900an, seorang ahli fisiologi Rusia bernama Ivan Pavlov menjalankan satu siri
percubaan secara sistematik dan saintifik dengan tujuan mengkaji bagaimana pembelajaran
berlaku pada sesuatu organisme. Pavlov mengasaskan kajiannya pada 'hukum perkaitan' (Law of
Association) yang di utarakan oleh ahli falsafah Yunani awal seperti Aristotle. Menurut pendapat
ini, sesuatu organisme akan teringat sesuatu kerana sebelum ini organisme berkenaan telah
mengalami sesuatu yang berkaitan. Contohnya, apabila kita melihat sebuah kereta mewah, kita
mungkin membuat andaian pemandu itu adalah seorang kaya atau seorang terkemuka. Andaian
ini bergantung kepada pengalaman kita yang lampau.
Berdasarkan hukum perkaitan ini, Pavlov mencadangkan bahwa proses asas pembelajaran
ialah pembentukan perkaitan antara RANGSANGAN (R) dan sesuatu GERAK BALAS (G).
Pavlov cuba membuktikan teori pembelajaran ini dengan menjalankan kajian ke atas anjing (lihat
peralatan eksperimen di sebelah). Dia dapati bahawa apabila anjing melihat bekas dengan
makanan, air liur haiwan itu keluar. Dia membuat kesimpulan bahawa anjing tersebut telah
'belajar' mengaitkan bekas makanan yang dilihat dengan makanan yang akan diberikan kelak.
Pavlov melanjutkan kajiannya dengan menguji hipotesis bahawa sesuatu organisme boleh diajar
Semasa Pelaziman
Selepas Pelaziman
Kunci:
RTT = Rangsangan Tak Terlazim (Unconditioned Stimulus)
RT = Rangsangan Terlazim (Conditioned Stimulus)
GTT = Gerak Balas Tak Terlazim (Unconditioned Response)
GT = Gerak Balas Terlazim (Conditioned Response)
1) Penguasaan (Acquisition)
Penguasaan atau bagaimana organisme mempelajari sesuatu gerak balas atau respons baru
berlaku berperingkat-peringkat. Juga lebih kerap organisme itu mencuba, lebih kukuh
penguasaan berkenaan.
2) Generalisasi (Generalisation)
Dalam eksperimennya, Pavlov juga telah menggunakan bunyi loceng yang berlainan nada, tetapi
anjing itu masih mengeluarkan air liur. Ini menunjukkan bahawa sesuatu organisme yang telah
terlazim dengan dikemukakan sesuatu rangsangan tak terlazim (RTT seperti loceng) juga akan
menghasilkan gerak balas terlazim (GT = keluar air liur) walau pun rangsangan itu berlainan atau
hampir sama (iaitu, nada loceng yang berlainan). Dengan perkataan lain, organisme itu dapat
membuat generalisasi bahawa bunyi yang berlainan atau hampir sama mungkin diikuti dengan
gerak balas (makanan).
3) Diskriminasi (Discrimination)
Pvlov juga dapati bahawa apabila dia menukar nada bunyi loceng, anjing itu masih
mengeluarkan air liur. Bila nada bunyi loceng itu jauh berbeza daripada bunyi loceng yang asal,
anjing berkenaan tidak mengeluarkan air liur. Ini menunjukkan bahawa organisme berkenaan
dapat membezakan atau mendikriminasi antara rangsangan yang dikemukakan dan memilih
untuk tidak bertindak atau bergerak balas. Iaitu, sesuatu organisme berkebolehan untuk bergerak
balas kepada sesuatu rangsangan tetapi tidak kepada rangsangan yang lain.
4) Penghapusan (Extinction)
Sekiranya sesuatu rangsangan terlazim (loceng) tidak diikuti dengan rangsangan tak terlazim
(makanan), lama kelamaan organisme itu tidak akan bergerak balas. Iaitu, gerak balas
berperingkat-peringkat terhapus.
Ivan Petrovich Pavlov (1849 - 1936)
RUJUKAN:
Berikut ini adalah beberapa website yang menerangkan dengan lebih lanjut tentang
pelaziman klasik.
Classical Conditioning
Artikel ini menerangkan secara mudah pelaziman klasik.
Berikan contoh-contoh bagaimana pelaziman klasik
berlaku dalam kehidupan seharian?
Classical conditioning could link disorders and brain dysfuntion, reseachers suggest.
Beth Azar, APA Monitor Online.
Perbedaan Teori Pavlov dan Skinner
Conditioning adalah suatu bentuk belajar yang kesanggupan untuk berespon terhadap stimulus tertentu
dapat dipindahkan pada stimulus lain. Prinsip dasar dari model conditioning klasik adalah sebuiah
unconditioned stimulus (US), unconditioned response (UR), dan conditioned stimulus (CS). US
merupakan objek dalam lingkungan organisme yang secara otomatis diperoleh tanpa harus
mempelajarinya terlebih dahulu atau bisa dikatakan sebagai proses yang nyata (UR). Conditioning klasik
timbul ketika stimulus netral sebelumnya (CS) mampu menimbulkan respons yang nyata atau terlihat
dengan sendirinya. Hal ini terjadi melalui pemasangan yang berulang-ulang antara US dan CS; dan CS
disajikan pada waktu yang bersamaan dengan US. Pasangan ini masing-masing akan menghasilkan UR,
karena UR merupakan respons alami terhadap US. Conditioning klasik diperoleh ketika US tidak
diperoleh, CS dapat menghasilkan UR dari organisme tersebut. Dengan menerapkan strategi Pavlov
ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus yang tepat untuk mendapatkan
pengulangan respon yang diinginkan , sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh
stimulus yang berasal dari luar dirinya
Tidak seperti dalam respondent conditioning (yang responya didatangkan oleh stimulus
tertentu), respon dalam conditioning operan terjadi tanpa didahului stimulus, melainkan oleh
efek yang ditimbulkan oleh reifoncer. Reifoncer itu sendiri sesungguhnya adalah stimulus yang
meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respon tertentu, akan tetapi tidak sengaja
diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning. seorang dapat
mengontrol tingkah laku organisme melalui pemberian reinforcement yang bijaksana dalam
lingkungan relatif besar. Dalam beberapa hal, pelaksanaannya jauh lebih fleksibel daripada
conditioning klasik. Skinner mengadakan pendekatan behavioristik untuk menerangkan tingkah
laku. Skinner menyatakan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan
(reinforcement). Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulus-respon
akan semakin kuat bila diberi penguatan. Skinner membagi penguatan menjadi dua yaitu
penguatan positif yang berupa hadiah, perilaku atau penghargaan dan penguatan negative yang
berupa menunda / tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan
perilaku tidak senang.
Teori Erikson
Erik Erikson (1902-1994) mengatakan bahwa terdapat delapan tahap perkembangan terbentang
ketika kita melampaui siklus kehidupan. Masing-masing tahap terdiri dari tugas perkembangan
yang khas dan mengedepankan individu dengan suatu krisis yang harus dihadapi. Bagi Erikson,
krisis ini bukanlah suatu bencana, tetapi suatu titik balik peningkatan kerentanan dan
peningkatan potensi.
Semakin berhasil individu mengatasi krisis, akan semakin sehat perkembangan mereka. Berikut
adalah beberapa tahap krisis perkembangan menurut Erik Erikson:
Otonomi dengan rasa malu dan keragu-raguan (autonomy versus shame and doubt)
Adalah tahap perkembangan kedua yang berlangsung pada masa bayi dan baru mulai berjalan (1-
3 tahun). Setelah memperoleh rasa percaya kepada pengasuh mereka, bayi mulai menemukan
bahwa perilaku mereka adalah atas kehendaknya. Mereka menyadari kemauan mereka dengan
rasa mandiri dan otonomi mereka. Bila bayi cenderung dibatasi maka mereka akan cenderung
mengembangkan rasa malu dan keragu-raguan.
Erik erikson
1. Latar Belakang
Bagi Erikson, dinamika kepribadian selalu diwujudkan sebagai hasil interaksi antara
kebutuhan dasar biologis dan pengungkapannya sebagai tindakan-tindakan sosial. Tampak
dengan jelas bahwa yang dimaksudkan dengan psikososial apabila istilah ini dipakai dalam
kaitannya dengan perkembangan.
Tahap-tahap kehidupan seseorang dari lahir sampai dibentuk oleh pengaruh-pengaruh sosial
yang berinterksi dengan suatu organisme yang menjadi matang secara fisik dan psikologis.
Erikson membuat sebuah bagan untuk mengurutkan delapan tahap secara terpisah mengenai
perkembangan ego dalam psikososial, yang biasa dikenal dengan istilah “delapan tahap
perkembangan manusia” berdalil bahwa setiap tahap menghasilkan epigenetic. Gambaran dari
perkembanagn cermin mengenai ide dalam setiap tahap lingkaran kehidupan sangat berkaitan
dengan waktu, yang mana hal ini sangat dominan dan karena itu muncul, dan akan selalu terjadi
pada setiap tahap perkembangan hingga berakhir pada tahap dewasa, secara keseluruhan akan
adanya fungsi/kegunaan kepribadian dari setiap tahap itu sendiri. Selanjutnya, Erikson
berpendapat bahwa tiap tahap psikososial juga disertaioleh krisis. Perbedaan dalam setiap
komponen kepribadian yang ada didalam tiap-tiap krisis adalah sebuah masalah yang harus
dipecahkan/diselesaikan.
Menurut Erikson delapan tahap perkembanagn yang ada berlangsung dalam jangka waktu
yang teratur maupun secara hirearki, akan tetapi jika dalam tahap sebelumnya seseorang
mengalami ketidakseimbangan seperti yang diinginkan maka pada tahap sesudahnnya dapat
berlangsung kembali guna memperbaikinya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Perkembangan Kepribadian Menurut Teori Erik H. Erikson
Teori Perkembangan kepribadian yang dikemukakan Erik Erikson merupakan salah satu
teori yang memiliki pengaruh kuat dalam psikologi. Bersama dengan Sigmud Freud, Erikson
mendapat posisi pentind dalam psikologi. Hal ini dikarenakan ia menjelaskan tahap
perkembangan manusia mulai dari lahir hingga lanjut usia; satu hal yang tidak dilakukan oleh
Freud. Selain itu karena Freud lebih banyak berbicara dalam wilayah ketidaksadaran manusia,
teori Erikson yang membawa aspek kehidupan social dan fungsi budaya dianggap lebih realistis.
Teori Erikson dikatakan sebagai salah satu teori yang sangat selektif karena didasarkan pada
tiga alasan. Alasan yang pertama, karena teorinya sangat representatif dikarenakan memiliki
kaitan atau hubungan dengan ego yang merupakan salah satu aspek yang mendekati kepribadian
manusia. Kedua, menekankan pada pentingnya perubahan yang terjadi pada setiap tahap
perkembangan dalam lingkaran kehidupan, dan yang ketiga/terakhir adalah menggambarkan
secara eksplisit mengenai usahanya dalam mengabungkan pengertian klinik dengan sosial dan
latar belakang yang dapat memberikan kekuatan/kemajuan dalam perkembangan kepribadian
didalam sebuah lingkungan. Melalui teorinya Erikson memberikan sesuatu yang baru dalam
mempelajari mengenai perilaku manusia dan merupakan suatu pemikiran yang sangat maju guna
memahami persoalan/masalah psikologi yang dihadapi oleh manusia pada jaman modern seperti
ini. Oleh karena itu, teori Erikson banyak digunakan untuk menjelaskan kasus atau hasil
penelitian yang terkait dengan tahap perkembangan, baik anak, dewasa, maupun lansia.
Erikson dalam membentuk teorinya secara baik, sangat berkaitan erat dengan kehidupan
pribadinya dalam hal ini mengenai pertumbuhan egonya. Erikson berpendapat bahwa
pandangan-pandangannya sesuai dengan ajaran dasar psikoanalisis yang diletakkan oleh Freud.
Jadi dapat dikatakan bahwa Erikson adalah seorang post-freudian atau neofreudian. Akan tetapi,
teori Erikson lebih tertuju pada masyarakat dan kebudayaan. Hal ini terjadi karena dia adalah
seorang ilmuwan yang punya ketertarikan terhadap antropologis yang sangat besar, bahkan dia
sering meminggirkan masalah insting dan alam bawah sadar. Oleh sebab itu, maka di satu pihak
ia menerima konsep struktur mental Freud, dan di lain pihak menambahkan dimensi sosial-
psikologis pada konsep dinamika dan perkembangan kepribadian yang diajukan oleh Freud. Bagi
Erikson, dinamika kepribadian selalu diwujudkan sebagai hasil interaksi antara kebutuhan dasar
biologis dan pengungkapannya sebagai tindakan-tindakan sosial. Tampak dengan jelas bahwa
yang dimaksudkan dengan psikososial apabila istilah ini dipakai dalam kaitannya dengan
perkembangan. Secara khusus hal ini berarti bahwa tahap-tahap kehidupan seseorang dari lahir
sampai dibentuk oleh pengaruh-pengaruh sosial yang berinteraksi dengan suatu organisme yang
menjadi matang secara fisik dan psikologis. Sedangkan konsep perkembangan yang diajukan
dalam teori psikoseksual yang menyangkut tiga tahap yaitu oral, anal, dan genital, diperluasnya
menjadi delapan tahap sedemikian rupa sehingga dimasukkannya cara-cara dalam mana
hubungan sosial individu terbentuk dan sekaligus dibentuk oleh perjuangan-perjuangan insting
pada setiap tahapnya.
Pusat dari teori Erikson mengenai perkembangan ego ialah sebuah asumpsi mengenai
perkembangan setiap manusia yang merupakan suatu tahap yang telah ditetapkan secara
universal dalam kehidupan setiap manusia. Proses yang terjadi dalam setiap tahap yang telah
disusun sangat berpengaruh terhadap “Epigenetic Principle” yang sudah dewasa/matang. Dengan
kata lain, Erikson mengemukakan persepsinya pada saat itu bahwa pertumbuhan berjalan
berdasarkan prinsip epigenetic. Di mana Erikson dalam teorinya mengatakan melalui sebuah
rangkaian kata yaitu :
1. Pada dasarnya setiap perkembangan dalam kepribadian manusia mengalami keserasian dari
tahap-tahap yang telah ditetapkan sehingga pertumbuhan pada tiap individu dapat dilihat/dibaca
untuk mendorong, mengetahui, dan untuk saling mempengaruhi, dalam radius soial yang lebih
luas.
(2) Masyarakat, pada prinsipnya, juga merupakan salah satu unsur untuk memelihara saat
setiap individu yang baru memasuki lingkungan tersebut guna berinteraksi dan berusaha menjaga
serta untuk mendorong secara tepat berdasarkan dari perpindahan didalam tahap-tahap yang ada.
Dalam bukunya yang berjudul “Childhood and Society” tahun 1963, Erikson membuat
sebuah bagan untuk mengurutkan delapan tahap secara terpisah mengenai perkembangan ego
dalam psikososial, yang biasa dikenal dengan istilah “delapan tahap perkembangan manusia”.
Erikson berdalil bahwa setiap tahap menghasilkan epigenetic. Epigenetic berasal dari dua suku
kata yaitu epi yang artinya “upon” atau sesuatu yang sedang berlangsung, dan genetic yang
berarti “emergence” atau kemunculan. Gambaran dari perkembangan cermin mengenai ide
dalam setiap tahap lingkaran kehidupan sangat berkaitan dengan waktu, yang mana hal ini sangat
dominan dan karena itu muncul , dan akan selalu terjadi pada setiap tahap perkembangan hingga
berakhir pada tahap dewasa, secara keseluruhan akan adanya fungsi/kegunaan kepribadian dari
setiap tahap itu sendiri. Selanjutnya, Erikson berpendapat bahwa tiap tahap psikososial juga
disertai oleh krisis. Perbedaan dalam setiap komponen kepribadian yang ada didalam tiap-tiap
krisis adalah sebuah masalah yang harus dipecahkan/diselesaikan. Konflik adalah sesuatu yang
sangat vital dan bagian yang utuh dari teori Erikson, karena pertumbuhan dan perkembangan
antar personal dalam sebuah lingkungan tentang suatu peningkatan dalam sebuah sikap yang
mudah sekali terkena serangan berdasarkan fungsi dari ego pada setiap tahap.
Erikson percaya “epigenetic principle” akan mengalami kemajuan atau kematangan apabila
dengan jelas dapat melihat krisis psikososial yang terjadi dalam lingkaran kehidupan setiap
manusia yang sudah dilukiskan dalam bentuk sebuah gambar Di mana gambar tersebut
memaparkan tentang delapan tahap perkembangan yang pada umumnya dilalui dan dijalani oleh
setiap manusia secara hirarkri seperti anak tangga. Di dalam kotak yang bergaris diagonal
menampilkan suatu gambaran mengenai adanya hal-hal yang bermuatan positif dan negatif untuk
setiap tahap secara berturut-turut. Periode untuk tiap-tiap krisis, Erikson melukiskan mengenai
kondisi yang relatif berkaitan dengan kesehatan psikososial dan cocok dengan sakit yang terjadi
dalam kesehatan manusia itu sendiri.
Seperti telah dikemukakan di atas bahwa dengan berangkat dari teori tahap-tahap
perkembangan psikoseksual dari Freud yang lebih menekankan pada dorongan-dorongan
seksual, Erikson mengembangkan teori tersebut dengan menekankan pada aspek-aspek
perkembangan sosial. Melalui teori yang dikembangkannya yang biasa dikenal dengan sebutan
Theory of Psychosocial Development (Teori Perkembangan Psikososial), Erikson tidak berniat
agar teori psikososialnya menggantikan baik teori psikoseksual Freud maupun teori
perkembangan kognitif Piaget. Ia mengakui bahwa teori-teori ini berbicara mengenai aspek-
aspek lain dalam perkembangan. Selain itu di sisi lain perlu diketahui pula bahwa teori Erikson
menjangkau usia tua sedangkan teori Freud dan teori Piaget berhenti hanya sampai pada masa
dewasa.
Meminjam kata-kata Erikson melalui seorang penulis buku bahwa “apa saja yang tumbuh
memiliki sejenis rencana dasar, dan dari rencana dasar ini muncullah bagian-bagian, setiap
bagian memiliki waktu masing-masing untuk mekar, sampai semua bagian bersama-sama ikut
membentuk suatu keseluruhan yang berfungsi. Oleh karena itu, melalui delapan tahap
perkembangan yang ada Erikson ingin mengemukakan bahwa dalam setiap tahap terdapat
maladaption/maladaptif (adaptasi keliru) dan malignansi (selalu curiga) hal ini berlangsung kalau
satu tahap tidak berhasil dilewati atau gagal melewati satu tahap dengan baik maka akan tumbuh
maladaption/maladaptif dan juga malignansi, selain itu juga terdapat ritualisasi yaitu berinteraksi
dengan pola-pola tertentu dalam setiap tahap perkembangan yang terjadi serta ritualisme yang
berarti pola hubungan yang tidak menyenangkan. Menurut Erikson delapan tahap perkembangan
yang ada berlangsung dalam jangka waktu yang teratur maupun secara hirarkri, akan tetapi jika
dalam tahap sebelumnya seseorang mengalami ketidakseimbangan seperti yang diinginkan maka
pada tahap sesudahnya dapat berlangsung kembali guna memperbaikinya.
Delapan tahap/fase perkembangan kepribadian menurut Erikson memiliki ciri utama setiap
tahapnya adalah di satu pihak bersifat biologis dan di lain pihak bersifat sosial, yang berjalan
melalui krisis diantara dua polaritas. Adapun tingkatan dalam delapan tahap perkembangan yang
dilalui oleh setiap manusia menurut Erikson adalah sebagai berikut :
Kedelapan tahapan perkembangan kepribadian dapat digambarkan dalam tabel berikut ini :
Developmental Stage
Basic Components
Tahap pertama hingga tahap kelima sudah dilalui, maka setiap individu akan memasuki jenjang
berikutnya yaitu masa dewasa awal yang berusia sekitar 20-40 tahun. Masa Dewasa Awal
( young adulthood) yang ditandai dengan adanya kecenderungan intimacy-isolation. Kalau pada
masa sebelumnya individu memiliki ikatan yang kuat dengan kelompok sebaya atau lebih
dikenal dengan teman akrab, namun pada masa ini ikatan kelompok sudah mulai longgar. Dapat
ditandai dengan keselektifan dalam membina hubungan intim hanya dengan orang-orang tertentu
yang sepaham. Jadi pada tahap ini timbul dorongan untuk membentuk hubungan yang intim
dengan orang-orang tertentu, dan kurang akrab atau renggang dengan yang lain.
Masa ini menurut Erikson adalah keinginan mencapai kedekatan dengan orang lain dan berusaha
menghindar dari sikap menyendiri. Periode ini diperlihatkan dengan adanya hubungan spesial
dengan orang lain yang biasanya disebut dengan istilah pacaran, guna memperlihatkan dan
mencapai kelekatan dan kedekatan dengan orang lain. Dimana pemahaman kedekatan dengan
orang lain mengandung arti adanya kerja sama yang terjalin dengan orang lain. Akan tetapi
keadaan ini akan memiliki pengaruh yang berbeda apabila seseorang dalam tahap ini tidak
mempunyai kemampuan untuk menjalin relasi dengan orang lain secara baik sehingga akan
tumbuh sifat terisolasi. Erikson menyebutkan adanya kecenderungan maldaptif yang muncul
dalam periode ini ialah rasa cuek, dimana seseorang akan merasa sudah terlalu bebas, sehingga
mereka dapat berbuat sesuka hati tanpa memperdulikan dan merasa tergantung pada segala
bentuk hubungan misalnya hubungan persahabatan, tetangga, bahkan dengan orang-orang
terdekat kita sekalipun. Sementara dari segi lain Erikson menyebutnya keterkucilan, yaitu
kecenderungan orang untuk mengisolasi/menutup diri sendiri dari cinta, persahabatan dan
masyarakat, selain itu dapat juga muncul rasa benci dan dendam sebagai bentuk dari kesendirian
dan kesepian yang dirasakan.
Oleh sebab itu, kecenderungan antara keintiman serta isolasi harus berjalan dengan seimbang
guna memperoleh nilai positif yaitu cinta. Dalam konteks teorinya cinta berarti kemampuan
untuk mengenyampingkan segala bentuk perbedaan dan keangkuhan lewat rasa saling
membutuhkan. Cinta yang dimaksud disini tidak hanya mencakup hubungan dengan kekasih,
namun dengan orang-orang terdekat kita.
Ritualisasi yang terjadi pada tahapan ini yaitu adanya afiliasi dan elitisme. Afiliasi merupakan
sikap yang baik dengan mencerminkan sikap untuk mempertahankan cinta yang dibangun
dengan sahabat, kekasih, dan lain-lain. Sedangkan Elitisme menunjukkan sikap yang kurang
terbuka dan selalu menaruh sikap curiga terhadap orang lain.
Tahap Masa dewasa ( dewasa tengah) ditempati oleh orang-orang yang berusia sekitar 41-
65 tahun. Masa Dewasa (Adulthood) ditandai dengan adanya kecenderungan generativity-
stagnation. Pada tahap ini individu telah mencapai puncak dari perkembanagn segala
kemampuannya. Pengetahuannya cukup luas, kecakapannya cukup banyak, sehingga pada tahap
ini individu mengalami perkembangan yang cukup pesat. Walaupun pengetahuan serta
kecakapan individu sangat luas, dalam mengerjakan atau mencapai hal-hal tertentu individu
mengalami hambatan karena keterbatasan dalam menguasai segala bentuk ilmu serta kecakapan.
Pada setiap tahap perkembangan individu terdapat tugas untuk dicapai, demikian pula
dengan masa ini, salah satu tugas untuk dicapai ialah mengabdikan diri guna keseimbangan
antara sifat melahirkan sesuatu (generativitas)dengan tidak berbuat apa-apa (stagnasi).
Generativitas merupakan perluasan cinta individu ke masa depan. Sifat ini adalah kepedulian
terhadap generasi yang akan datang. Melalui generativitas akan dapat tercermin sika
memperdulikan orang lain. Pemahaman ini jau berbeda dengan arti kata stagnasi yaitu pemujaan
terhadap diri sendiri dan sikap yang dapat digambarkan adalah tidak perduli terhadap siapapun.
Maladaptif yang kuat akan menimbulkan sikap terlalu peduli, sehingga individu tidak memiliki
cukup waktu bagi diri sendiri. Maglinansi yang ada adalah penolakan, diman seseorang tidak
dapat berperan secra baik dalam lingkungan kehidupannya akibatnya kehadirannnya di tengah-
tengah area kehidupannya kurang mendapat sambutan yang baik.
Harapan yang ingin dicapai pada masa ini yaitu terjadinya keseimbanagn antara
generativitas dan stagnasi guna mendapatkan nilai positif yang dapat dipetik yaitu kepedulian.
Ritualisasi dalam tahap ini meliputi generasional dan otorisme. Generasional ialah suatu
interaksi/ hubungan yang terjalin secara baik dan menyenangkan antara orang-orang yang berada
pada usia dewasa dengan para penerusnya. Sedangkan otorisme yaitu apabila orang dewasa
merasa memiliki kemampuan lebih berdasarkan pengalaman yang mereka alami serta
memberikan segala peraturan yang ada untuk dilaksanakan secara memaksa sehingga hubungan
diantara orang dewasa dan penerusnya tidak berlangsung dengan baik dan menyenangkan.
Tahap terakhir dalam teori Erikson disebut sebagai thap usia senja yang diduduki oleh
orang-orang yang berusia sekitar 65 tahun ke atas. Masa hari tua ( Senescence) ditandai dengan
adanya kecenderungan ego integrity-despair. Pada mas aini individu telah memiliki kesatuan
atau integritas pribadi, semua yang telah dikaji dan didalaminya telah menjadi milik pribadinya.
Pribadi yang telah mapan di satu pihak digoyahkan oleh usianya yang mendekati akhir. Mungkin
ini masih memiliki beberapa keinginan atau tujuan yang akan dicapainya tetapi Karena faktor
usia, hal itu sedikit sekali kemungkinan untuk dapat dicapai. Dalam situasi ini individu merasa
putus asa. Dorongan untuk terus berprestasi masih ada, tetapi pengikisan kemampuan secara
perlahan oleh usia seringkali mematahkan dorongan tersebut, sehingga keputusasaan seringkali
mengahantuinya.
Dalam teori Erikson, orang yang sampai pada tahap ini berarti sudah cukup berhasil
melewati tahap-tahap sebelumnya dan menjadi tugas pada usia senja ini adalah intregritas dan
berupaya menghilangkan keputusasaan dan kekecewaan. Pada tahap ini merupakan tahap yang
sulit dilewati menurut pemandangan sebagian orang dikarenakan mereka sudah merasa terasing
dari lingkungan kehidupannya, karena orang pada usia senja dianggap tiak mampu berbuat apa-
apa lagi. Kesulitan tersebut dapat diatasi jika dalam diri individu yang berada pada tahap ini
memiliki intregritas yang memiliki arti yakni menerima hidup dan oleh karena itu juga berarti
menerima akhir dari hidup itu sendiri. Namun sikap ini bertolak belakang jika di dlam diri
individu bersangkutan tidak terdapat intregritas yang mana sikap terhadap datangnya kecemasan
akan terlihat. Kecenderunagn terjadinya intregritas lebih kuat dibandingkan dengan kecemasan
dapat menyebabkan maladaptive yang biasa disebut Erikson suatu sikap berandai-andai,
sementara individu bersangkutan tidak mau menghadapi kesulitan kenyataan pada masa tua.
Sebaliknya, jika kecenderungan kecemasan lebih kuat dibandingkan dengan integritas maupun
secara maglinansi yang disebut dengan sikap menggerutu, yang diartikan Erikson sebagai suatu
sikap sumpah serapah dan menyeseali kehidupan sendiri. Oleh karena itu, keseimbangan antaa
intregritas dan kecemasan itulah yang ingin dicapaki daam masa usia senja guna memperoleh
suatu sikap kebijaksanaan.
BAB III
PENUTUP
1.Kesimpulan
Pada dasarnya kedua teori Psikoanalisa yang diungkapakan oleh Freud dan Erikson tidak
jauh berbeda. Mereka sama-sama mengklasifikasikan fase-fase Psikologi seorang individu
berdasarkan usia, sejka saat dilahirkan hingga meninggal nantinya. Hanya saja, Freud
berpendapat bahwa dari semua fase Psikologis yang dialami manusia, merupakan murni karena
dorongan/keinginan yang luar biasa dari dalam (internal)individu tersebut, baik secara sadar
maupun tidak sadar (bawah sadar). Kemudian seperti yang kita ketahui, Erik H. Erikson
berusaha menyempurnakan teori Psikoanalisa yang telah dikemukakan Freud dengan
menambahkan bahwa selain keinginan/ dorongan dari dalam diri si individu, fase-fase psikologis
tersebut ternyata juga dipengaruhi oleh faktor-faktor luar (eksternal),seperti adat, budaya dan
lingkungan tempat si individu dan kepribadian dibangun melalui serangkaian krisis-krisis dan
alternatif-alternatif.
2.Saran
Saya melihat Erikson berusaha menjelaskan bahwa ada faktor-faktor eksternal juga yang
memiliki andil dalam membentuk perilaku suatu individu, bukan hanya karena adanya
keinginan/ dorongan yang sangat kuat dari dalam diri. Berdasar argumentasi bahwa manusia
adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi dengan sesamanya ( interdependence),
menurut saya disinilah perbedaan pandangan antara Freud dan Erikson tentang Psikoanalisa.
DAFTAR PUSTAKA
http://fitrif08.student.ipb.ac.id/
http://merdeka31.multiply.com/journal
http://regianamanah.blogspot.com/
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/09/1445/
http://www.scribd.com/doc/29222584/makalah-psikologi#
TEORI BELAJAR MENURUT B.F. SKINNER