Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENELITIAN

No. 01/Pen/FTI-Industri/2006

PERANCANGAN INVENTORY MANAGEMENT SYSTEM


PADA DISTRIBUTOR “X”

Oleh:
Herry Christian Palit
Tanti Octavia

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI


UNIVERSITAS KRISTEN PETRA
SURABAYA
2006
HALAMAN PENGESAHAN

1. a. Judul Penelitian : PERANCANGAN INVENTORY


MANAGEMENT SYSTEM PADA
DISTRIBUTOR “X"
b. Bidang Ilmu : Sistem Produksi
c. Nomor Penelitian : 01/Pen/FTI-Industri/2006
2. Ketua Peneliti
a. Nama lengkap dan Gelar : Herry Christian Palit, ST., MT
b. Pangkat/Golongan/NIP : III C / 02-031
c. Jabatan Akademik : Asisten Ahli
d. Fakultas / Jurusan : FTI / Teknik Industri
e. Universitas : Universitas Kristen Petra
3. Anggota Peneliti I
a. Nama lengkap dan Gelar : Tanti Octavia, ST., M.Eng
b. Pangkat/Golongan/NIP : III D / 98-057
c. Jabatan Akademik : Lektor
d. Fakultas / Jurusan : FTI / Teknik Industri
e. Universitas : Universitas Kristen Petra
4. Tanggal Penelitian : Agustus 2005 s/d Januari 2006
5. Biaya
a. Sumber dari UK Petra : -
b. Sumber lainnya : -
Total : -

Surabaya, 14 Januari 2006

Mengetahui,

Ketua Jurusan Teknik Industri Ketua Peneliti

Tanti Octavia, ST.,M.Eng Herry Christian Palit, ST., MT.


NIP: 98-057 NIP: 02-031

Menyetujui,
Dekan Fakultas Teknologi Industri

Ir. Oegik Soegihardjo,M.Sc,MA.


NIP: 87-007

i
ABSTRAK

Distributor X adalah sebuah perusahaan distribusi bahan makanan yang


memiliki masalah dalam pengendalian terhadap produk yang melewati kadaluarsa
dikarenakan overstock dan penataan produk yang kurang baik. Penelitian dilakukan
dengan tujuan merancang suatu inventory management system. Inventory
management system ini dirancang dengan melakukan suatu sistem pengendalian
persediaan produk yang meminimalkan total biaya simpan.
Produk yang ada dikelompokkan dalam ABC classification dan persediaan
produk dikendalikan dengan periodic review model dengan mempertimbangkan
expired date dari suatu produk. Hasil rancangan menunjukkan sistem usulan
memberikan rata-rata penghematan biaya simpan Rp 1.424.065,00 atau 25% dari
kondisi nyata perusahaan.

Kata Kunci : ABC classification, inventory management system, periodic review model

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN............................................................................. i
ABSTRAK.......................................................................................................... ii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 3
BAB III PERANCANGAN INVENTORY MANAGEMENT SYSTEM ....... 11
BAB IV KESIMPULAN................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 21

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Distributor X adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang
pendistribusian bahan-bahan makanan yang berjumlah 34 macam, dimana tiap
produk memiliki expired date yang bervariasi antara 3 – 24 bulan. Selama ini
kebijakan inventory yang digunakan untuk pemesanan produk adalah dengan
menggunakan rata-rata pemakaian konsumen selama 3 bulan terakhir, dan untuk
lead time pengiriman produk sampai ke distributor X adalah 2 minggu. Untuk
perhitungan jumlah pemesanan produk adalah 3 kali dari rata-rata permintaan
konsumen selama 3 bulan dikurangi dengan jumlah persediaan yang masih ada di
gudang pada akhir bulan.
Distributor X menemukan beberapa produk yang disimpan di gudang
melewati expired date-nya. Hal ini tentunya mengakibatkan kerugian bagi
perusahaan, khususnya produk-produk yang memiliki expired date 3 bulan.
Setelah dilakukan evaluasi dan pengamatan di gudang, ternyata ditemukan
penyebabnya karena penumpukan inventory yang terlalu besar (over stock) akibat
dari kebijakan inventory yang ditetapkan perusahaan. Oleh karena itu perlu
dirancang inventory management system yang dapat mengurangi over stock,
sehingga diharapakan tidak ada lagi produk yang melewati masa expired date-nya.

1.2. Perumusan Masalah


Perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, adalah :
Bagaimana perancangan inventory management system yang baik pada
distributor X ?

1.3. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan perancangan inventory
management system agar dapat mengurangi overstock barang ?

1
1.4. Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Barang yang dikirim oleh pabrik dalam kondisi baik.
2. Tidak ada produk retur dari konsumen.

1.5. Asumsi Masalah


Berikut adalah asumsi yang digunakan dalam pengolahan data :
 Suku bunga 16% per tahun untuk perhitungan biaya simpan sesuai dengan
kebijakan perusahaan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Persediaan
Dalam pengaturan persediaan perlu diperhatikan peramalan permintaan
produk dan jumlah produk yang dipesan. Karena permintaan dari konsumen tidak
pasti, maka perlu diatur apakah peramalan sama dengan yang dipesan, atau lebih
besar, atau lebih kecil. Dan perlu dipertimbangkan pula resikonya, karena jumlah
pesanan akan mempengaruhi kebijakan persediaan perusahaan.

2.1.1. Definisi persediaan


Persediaan merupakan produk yang disimpan untuk digunakan di masa
mendatang. Produk tersebut dapat berupa bahan baku, produk setengah jadi,
ataupun produk jadi. (Silver, Pyke, & Peterson, 1997)

2.1.2. Kebijakan persediaan


Untuk menerapkan kebijakan persediaan dalam suatu perusahaan,
dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :
 Permintaan konsumen, yaitu jumlah produk yang dipesan oleh konsumen
dalam suatu periode pekan waktu.
 Lead time, yaitu lama waktu pengiriman baik dari pabrik ke perusahaan
ataupun dari perusahaan ke konsumen.
 Lama perencanaan, yaitu waktu yang digunakan untuk melakukan
perencanaan persediaan produk.
 Biaya pembelian, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan suatu
produk dimana besarnya biaya ini tergantung pada jumlah produk dan harga
satuan.
 Biaya simpan, yaitu semua biaya yang dikeluarkan untuk menyimpan suatu
produk.
 Kapasitas gudang, yaitu jumlah maksimal produk yang dapat ditampung pada
gudang yang dimiliki.

3
2.1.3. Biaya persediaan
Biaya persediaan adalah semua pengeluaran dan kerugian yang timbul
sebagai akibat adanya persediaan. Komponen dari biaya persediaan adalah
sebagai berikut:
a. Biaya pembelian
Biaya pembelian adalah biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan suatu
produk, dimana besarnya biaya ini tergantung pada jumlah produk dan harga
satuan.
b. Biaya pengadaan
Biaya pengadaan terdiri dari 2 macam, yaitu:
 Biaya pemesanan
Biaya pemesanan adalah semua pengeluaran untuk mendatangkan produk
dari luar, yang meliputi biaya untuk menentukan supplier dan biaya
memeriksa persediaan sebelum melakukan pemesanan.
 Biaya pembuatan
Biaya pembuatan adalah semua pengeluaran untuk mempersiapkan
produksi suatu produk.
c. Biaya simpan
Biaya simpan adalah semua pengeluaran untuk menyimpan suatu produk.
Biaya simpan terdiri dari:
 Biaya memiliki persediaan
Biaya memiliki persediaan adalah biaya yang timbul karena memiliki
persediaan produk, yang berarti adanya penumpukan modal. Untuk
menghitung biaya ini dapat menggunakan suku bunga uang yang berlaku
di bank saat ini.
 Biaya gudang
Biaya gudang adalah biaya tempat penyimpanan produk. Apabila tempat
tersebut dimiliki sendiri maka akan timbul biaya depresiasi, sedangkan
apabila tempat tersebut disewa maka akan timbul biaya sewa.

4
 Biaya kerusakan dan penyusutan
Biaya kerusakan dan penyusutan adalah biaya yang timbul karena suatu
produk mengalami kerusakan atau berat / jumlahnya berkurang karena
hilang.
 Biaya kadaluwarsa
Biaya kadaluwarsa adalah biaya yang timbul karena produk yang dimiliki
mengalami penurunan nilai akibat adanya model yang lebih baru.
 Biaya asuransi
Biaya asuransi adalah biaya yang timbul untuk menjaga /
mengasuransikan produk-produk dari hal-hal yang tidak diinginkan seperti
kebakaran, huru-hara, dan sebagainya
 Biaya administrasi
Biaya administrasi adalah biaya yang timbul untuk mengadministrasikan
persediaan yang ada, baik pada saat pemesanan, pengiriman, ataupun
penyimpanan.
 Biaya lain-lain
Biaya lain-lain adalah semua biaya yang timbul namun tidak termasuk ke
dalam elemen-elemen biaya di atas, bergantung pada situasi dan kondisi
perusahaan.
d. Biaya kekurangan persediaan
Biaya kekurangan persediaan adalah biaya yang timbul karena tidak adanya
produk pada saat ada pemesanan dari konsumen. Kerugian yang timbul adalah
kesempatan mendapatkan keuntungan menjadi hilang. Biaya ini dapat diukur
dengan menentukan komponen-komponen sebagai berikut:
 Jumlah yang tidak dapat dipenuhi
Biaya ini diukur dari keuntungan yang hilang karena tidak dapat
memenuhi pesanan konsumen.
 Waktu pemenuhan
Biaya ini diukur dari lamanya waktu gudang kosong sehingga perusahaan
tidak dapat menikmati keuntungan, waktu disini diartikan sebagai uang
yang hilang.

5
 Biaya pengadaan darurat
Biaya ini timbul karena perusahaan berusaha memenuhi permintaan
konsumen, yang apabila diperlukan dalam waktu yang lebih singkat maka
biaya yang timbul akan lebih besar dari biasanya.
e. Biaya sistematik
Yang termasuk dalam biaya sistematik adalah biaya perancangan dan
perencanaan sistem persediaan, biaya mengadakan peralatan, dan biaya
pelatihan tenaga kerja. Biaya ini merupakan investasi pengadaan suatu sistem
persediaan.

2.2. Model persediaan


Model persediaan ada 2 macam yaitu deterministic models dan
probabilistic models, yang dipilih sesuai dengan karakteristik dari pola
permintaannya.
1. Deterministic models
Model ini digunakan apabila jumlah permintaan dan waktu lead time yang
dimiliki adalah konstan, sehingga perusahaan tidak perlu menyediakan persediaan
produk di gudangnya. Pada saat pemesanan produk dilakukan, jumlah persediaan
produk adalah nol. Model ini biasa digunakan pada model persediaan tradisional.
Berikut adalah gambar model persediaan ideal :

Gambar 2.1. Model Persediaan Yang Ideal.


(Sumber : Tersine, Richard J., Principles Of Inventory and Materials Management, p.206)

6
Gambar 2.1 menunjukkan bahwa pada saat B (reorder point) akan
dilakukan pemesanan sampai memenuhi titik Q+S, dimana Q adalah jumlah
permintaan dan S adalah safety stock. Perusahaan tidak perlu memiliki persediaan
produk dikarenakan jumlah permintaan dan lead time yang dibutuhkan sama pada
setiap waktunya.

2. Probabilistic models
Model ini digunakan apabila jumlah permintaan dan waktu lead time yang
dimiliki berubah-ubah. Berikut adalah gambar model persediaan pada masa
sekarang :

Gambar 2.2. Model Persediaan Pada Masa Sekarang.


(Sumber : Tersine, Richard J., Principles Of Inventory and Materials Management, p.207)
Gambar 2.2 menunjukkan bahwa pemesanan dilakukan apabila jumlah
persediaan produk yang dimiliki sudah mencapai safety stock, sehingga waktu
pemesanan tidak pasti. Dan apabila lead time pengiriman terlalu lama akan
menyebabkan perusahaan tidak mampu memenuhi permintaan konsumennya
(stock out). Probabilistic models dapat diklasifikasikan dalam 3 kategori, sebagai
berikut :
a. Jumlah permintaan konstan dan lead time berubah-ubah
Karena jumlah permintaan (Q) konstan dan lead time (L) berubah-ubah, maka
harus dicari reorder point (B) untuk menentukan lead time pengiriman
produk. Reorder point yang berpatokan pada minimum lead time cenderung
tidak memiliki persediaan produk, sedangkan reorder point yang berpatokan
pada maximum lead time cenderung memiliki persediaan produk yang
berlebihan.

7
b. Jumlah permintaan berubah-ubah dan lead time konstan
Karena lead time (L) konstan dan jumlah permintaan (Q) berubah-ubah, maka
dibutuhkan data distribusi permintaan, sehingga dapat dicari nilai safety stock
(S) yang seharusnya dimiliki oleh perusahaan. Tujuan dari permodelan ini
adalah untuk mengurangi biaya penyimpanan atau mencari biaya
penyimpanan yang paling minimal.
c. Jumlah permintaan dan lead time berubah-ubah
Jumlah permintaan (Q) dan lead time (L) pengiriman produk berubah-ubah,
tujuan dari permodelan ini adalah menetapkan reorder point (B) dengan biaya
simpan yang paling minimal.

2.3. Periodic Review System (r,s)


Periodic review system adalah suatu model persediaan produk dimana
periode/interval pemesanannya tetap, sedangkan jumlah produk yang dipesan
berdasarkan dari perhitungan jumlah produk maksimum yang harus dipenuhi.
(Simchi-Levi, & Kaminsky, 2003) Dengan menggunakan metode ini, biaya
pemesanan dianggap nol. Parameter utama yang digunakan adalah base-stock
level, yaitu batas maksimum persediaan produk yang harus dipenuhi oleh
perusahaan. Dua parameter utama yang digunakan dalam model persediaan (r,s)
adalah:
a. Periodic Review (r)
Dalam pengendalian persediaan sistem (r,s), pemenuhan order dilakukan pada
tiap r unit waktu. Nilai dari r telah ditetapkan sebelumnya untuk menghitung
s yang optimal.
b. Order-up-to-level (s)
Order-up-to-level adalah maksimum persediaan yang diijinkan. Dalam sistem
(r,s), order-up-to-level s harus dapat memenuhi permintaan selama periode
r+L. Kekurangan dapat terjadi bila total permintaan dalam interval r+L
melebihi order-up-to-level s.
Periodic review system (r,s) baik untuk diterapkan pada:
 Produk-produk dibeli dari supplier yang sama.
 Produk tersebut memiliki life cycle tertentu.

8
Untuk menghitung rata-rata permintaan produk selama periodic review dan lead
time sebagai berikut :
AVG = (r+L) ×  (2.1)
Dimana :
AVG = rata-rata permintaan produk selama periodic review dan lead time
r = periodic review
L = lead time pengiriman produk
 = rata-rata permintaan produk

Untuk menghitung safety stock adalah sebagai berikut:


SS = z × STD × rL (2.2)
dimana: SS = safety stock
z = safety factor (distribusi normal standart z)
STD = standar deviasi permintaan produk
Untuk menghitung base-stock level adalah sebagai berikut:
s = AVG + SS (2.3)
dimana: s = base-stock level
Berikut adalah gambar periodic review system :

Gambar 2.3. Model Persediaan Periodic Review Policy.


(Sumber : Simchi-Levi, David, Philip Kaminsky, & Edith Simchi-Levi. Designing & Managing
The Supply Chain: Concepts, Strategies & Case Studies, p.63.)

Gambar 2.3 menunjukkan bahwa jumlah persediaan produk yang harus dimiliki
sama dengan base stock level, dimana pemesanan akan dilakukan pada saat r
(waktu pesan), dan pengiriman produk akan dilakukan pada saat L (lead time).

9
2.4. Service Level
Service level adalah suatu nilai yang ditetapkan oleh perusahaan, yang
dimasukkan dalam perhitungan persediaan produk dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan konsumennya. (Ballou, 2004). Beberapa kelas service level pada
persediaan produk diperbolehkan. Nilai service level biasanya berupa persentase,
dimana batas maksimumnya adalah 100%, yang berarti konsumen selalu
mendapatkan produk yang dipesannya dengan cepat. Nilai service level biasanya
ditentukan berdasarkan kebijakan yang berlaku dalam suatu perusahaan.
Keuntungan pemilihan nilai service level 100% bagi perusahaan adalah:
 Jaminan kepastian memiliki persediaan produk
 Tingkat pelayanan konsumen baik
Kerugian pemilihan nilai service level 100% bagi perusahaan adalah:
 Tingginya persediaan produk yang disimpan di gudang
 Dibutuhkan dana yang besar untuk melakukan investasi tersebut

Gambar 2.4 Safety Stock vs Service Level.


(Sumber : Tersine, Richard J., Principles Of Inventory and Materials Management, p.209)

BAB III
PERANCANGAN INVENTORY MANAGEMENT SYSTEM

4.1. Inventory Management System Distributor X Saat ini

10
Distributor X merupakan distributor tunggal dari suatu pabrik, dimana
perencanaan pemesanan produk dilakukan untuk periode bulan berikutnya.
Ketentuan pemesanan yang berlaku adalah distributor X akan melakukan
pemesanan setiap awal bulan dan pabrik akan mengirimkan produk tersebut yang
diperkirakan datang pada minggu ketiga setiap bulannya. Perusahaan diwajibkan
memiliki persediaan produk di gudangnya untuk memenuhi kebutuhan
konsumennya dan mengantisipasi apabila pengiriman produk dari pabrik
mengalami keterlambatan.
Manager mempunyai tanggung jawab untuk melakukan peramalan
persediaan produk yang harus dipunyai di dalam gudang berdasarkan dari data
permintaan Konsumen dan jumlah persediaan akhir yang dimiliki. Perhitungan
yang digunakan untuk pemesanan produk adalah dengan menggunakan rata-rata
pemakaian Konsumen selama 3 bulan, dan untuk lead time pengiriman produk
sampai ke distributor X adalah 2 minggu. Untuk perhitungan pemesanan produk
adalah 3 kali dari rata-rata permintaan Konsumen selama 3 bulan, dan dikurangi
dengan jumlah persediaan yang masih ada di gudang. Tiap produk mempunyai
masa expired yang berbeda-beda, dari 3 bulan – 24 bulan, dan dari toleransi waktu
tersebut sudah termasuk lead time pengiriman produk dari pabrik yaitu sekitar 2
minggu dari waktu pemesanan perusahaan. Apabila peramalan sudah disetujui
oleh pemilik perusahaan, maka akan dikirimkan permintaan persediaan produk ke
Supplier agar dapat segera diproses untuk pengiriman produk ke distributor X.
Sebagai contoh perhitungan, rata-rata permintaan Konsumen selama bulan
Januari adalah 100 karton, bulan Februari adalah 150 karton, dan bulan Maret
adalah 50 karton. Pada akhir bulan Maret dipunyai persediaan akhir sebanyak 200
karton. Jadi jumlah yang harus dipesan oleh Distributor X untuk persediaan
produk di gudangnya selama bulan April yaitu: rata-rata permintaan selama 3
bulan adalah 100 karton, jumlah yang harus dipenuhi di gudangnya adalah 300
karton, karena masih dipunyai persediaan akhir 200 karton, maka jumlah yang
harus dipesan adalah 100 karton.

4.2. Evaluasi Inventory Management System Distributor X


Berikut adalah contoh kasus penggunaan produk 2 pada periode Desember
2004 – Maret 2005 seperti terlihat pada tabel 3.1.

11
Tabel 3.1. Penggunaan Produk 2 Periode Desember 2004 – Maret 2005

Dalam Box
Produk
Bulan (n) Persediaan Pemakaian Persediaan Keterangan
Datang
Awal (n) (n+1) Akhir (n+1) Persediaan Akhir
(n)
persediaan n = 0
Des 2004 7 250 115 142 box, persediaan
n+1 = 142 box
persediaan n = 0
Jan 2005 142 187 142 187 box, persediaan
n+1 = 187 box
persediaan n = 0
Feb 2005 187 211 191 207 box, persediaan
n+1 = 207 box

persediaan n = 32
Mar 2005 207 176 175 208 box, persediaan
n+1 = 176 box

persediaan n = 11
April 2005 208 223 197 234 box, persediaan
n+1 = 223 box

Keterangan :
Bulan (n) = bulan yang digunakan, dengan notasi n
Persediaan awal (n) = jumlah persediaan awal di bulan n
Produk datang (n) = jumlah produk datang di bulan n
Pemakaian (n+1) = jumlah pemakaian produk di bulan n+1
Persediaan akhir (n+1) = jumlah persediaan akhir produk di bulan n+1
Keterangan persediaan akhir = penjelasan lama produk berada di gudang
Dari tabel 3.1 diketahui bahwa jumlah persediaan produk 2 mengalami
overstock, dikarenakan jumlah permintaan pada periode n+1 sebenarnya masih
bisa diantisipasi oleh persediaan produk pada periode n sebelum barang datang
sehingga persediaan produk pada periode n+1 menumpuk. Selain itu pada periode
tersebut juga ditemukan beberapa persediaan produk yang telah melewati masa
expired seperti terlihat pada tabel 3.2. Hal ini tentunya menimbulkan kerugian
bagi distributor X, oleh karena produk-produk tersebut tidak dapat dijual kembali.

Tabel 3.2 Produk-Produk Yang Expired Pada Tahun 2004

Jumlah Tanggal
Produk
(box) Kadaluarsa
2 5 11-Sep

12
23 15 25-Oct
24 8 6-Oct
26 1 7-Jun
29 5 11-Jun
33 1 28-Nov

4.3. Usulan Perancangan Inventory Management System Distributor X

Setelah dilakukan evaluasi, diketahui bahwa masalah perusahaan


diakibatkan karena overstock barang, sehingga diperlukan perancangan Inventory
Management System yang lebih baik dari kondisi sekarang. Selama ini Kebijakan
periodic review (r) yang ditetapkan perusahaan yaitu 4 minggu dan lead time (L)
pengiriman barang digunakan waktu terlama yaitu 2 minggu. Data permintaan
masa lalu diambil selama 12 bulan, yaitu mulai bulan Januari – Desember 2004.
Berikut ini adalah langkah – langkah perancangan yang dilakukan :
1. Mengelompokkan produk dengan menggunakan klasifikasi ABC
Klasifikasi ABC ini digunakan untuk menetapkan safety factor dalam
perhitungan safety stock yang didasarkan pada kebijakan service level
perusahaan. Pengelompokkan produk dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut :
 Mengurutkan data permintaan selama 12 bulan dari jumlah permintaan
paling besar ke jumlah permintaan paling kecil
 Menghitung total permintaan selama 12 bulan
 Menghitung volume penjualan dalam rupiah selama 12 bulan
 Menghitung jumlah persentase tiap produk
 Menghitung kumulatif persentase dari tiap produk
 Mengklasifikasikan ABC, dimana :
Kelompok A mewakili 80% volume penjualan dalam rupiah
Kelompok B mewakili 15% volume penjualan dalam rupiah
Kelompok C mewakili 5% volume penjualan dalam rupiah
Adapun hasil klasifikasi ABC dari 34 jenis produk adalah seperti terlihat pada
tabel 3.1.
Tabel 3.1. Klasifikasi ABC

13
Demand Harga /box Total Harga % volume
Kode Kumulatif % Klasifikasi
(box) (Rp) (Rp) penjualan

14
1 4049 134.720 545.481.280 16,4784 16,4784 A
2 2117 207.900 440.124.300 13,2957 29,7741 A
3 1516 210.904 319.730.464 9,6587 39,4328 A
4 1319 199.098 262.610.262 7,9332 47,3660 A
5 1517 120.117 182.217.489 5,5046 52,8706 A
6 1195 144.000 172.080.000 5,1984 58,0689 A
7 1007 153.360 154.433.520 4,6653 62,7342 A
8 453 339.900 153.974.700 4,6514 67,3856 A
9 1084 139.200 150.892.800 4,5583 71,9439 A
10 594 239.839 142.464.366 4,3037 76,2476 A
11 1573 75.600 118.918.800 3,5924 79,8400 A
12 783 135.000 105.705.000 3,1932 83,0333 B
13 778 88.416 68.787.648 2,0780 85,1113 B
14 147 361.900 53.199.300 1,6071 86,7184 B
15 181 242.520 43.896.120 1,3261 88,0444 B
16 361 110.184 39.776.424 1,2016 89,2460 B
17 223 168.000 37.464.000 1,1317 90,3778 B
18 276 129.600 35.769.600 1,0806 91,4583 B
19 619 53.900 33.364.100 1,0079 92,4662 B
20 205 160.200 32.841.000 0,9921 93,4583 B
21 100 239.839 23.983.900 0,7245 94,1828 B
22 207 109.104 22.584.528 0,6823 94,8651 B
23 80 278.116 22.249.280 0,6721 95,5372 B
24 167 128.520 21.462.840 0,6484 96,1856 C
25 101 208.452 21.053.652 0,6360 96,8216 C
26 49 377.300 18.487.700 0,5585 97,3801 C
27 102 180.600 18.421.200 0,5565 97,9366 C
28 51 306.900 15.651.900 0,4728 98,4094 C
29 47 251.900 11.839.300 0,3577 98,7671 C
30 39 251.900 9.824.100 0,2968 99,0638 C
31 75 120.240 9.018.000 0,2724 99,3363 C
32 38 218.900 8.318.200 0,2513 99,5875 C
33 56 136.290 7.632.240 0,2306 99,8181 C
34 46 130.900 6.021.400 0,1819 100,0000 C
TOTAL   3.310.279.413
Keterangan tabel :
Demand (box) = permintaan produk selama 12 bulan dalam box
Harga/box (Rp) = harga satuan produk dalam rupiah
Total harga (Rp) = demand × harga/box dalam rupiah
total harga produk
% volume penjualan = total harga keseluruhan  100%

Kumulatif % = total % volume penjualan


Klasifikasi = pengelompokkan produk berdasarkan kumulatif %

2. Menghitung rata-rata permintaan produk selama lead time pengiriman produk:

15
Sebagai contoh perhitungan akan digunakan produk 2 yang memiliki expired
date 3 bulan. Rata-rata permintaan produk 2 (  ) dari 12 bulan = 176,4167
box/bulan dan Standar deviasi (STD) = 65,5778.
Rata-rata permintaan selama periode pemesanan dan lead time (AVG) :
AVG =   (r+L)
= 176,4167 box  6 minggu
= 176,4167 box  1,5 bulan
= 264,6250 box/bulan

3. Menentukan service level yang digunakan


Service level yang digunakan berdasarkan kebijakan perusahaan, sebagai
berikut :
Klasifikasi A 95% dengan nilai z = 1,645
Klasifikasi B 75% dengan nilai z = 0,67
Klasifikasi C 50% dengan nilai z = 0,01

z = safety factor (distribusi normal standart z)

4. Menghitung safety stock (SS) produk


Untuk menghitung safety stock produk perlu diketahui nilai service level yang
digunakan dan nilai standar deviasi suatu produk. Standar deviasi yang
digunakan adalah nilai standar deviasi dari permintaan produk dikalikan
dengan waktu pemesanan dan lead time. Produk 2 adalah produk dengan
klasifikasi A sehingga service level yang dipilih adalah 95%, dengan nilai
distribusi normal (z) = 0,5199.
SS = z  STD  rL

= 1,645  65,5778 box/bulan × 1,22


= 41,5946 box/bulan

5. Menghitung base stock level (s) produk, untuk mengetahui jumlah minimum
persediaan produk yang sebaiknya dimiliki perusahaan.
s = AVG + SS
= 264,6250 box/bulan + 41,5946 box/bulan
= 306 box/bulan
Jadi, base stock level produk 2 adalah 306 box/bulan.

16
6. Menghitung jumlah produk yang harus dipesan
Sebagai contoh akan dihitung pemesanan produk 2 di bulan Januari 2005 yang
digunakan untuk memenuhi permintaan bulan Februari 2005. Persediaan awal
Januari 2005 diketahui sebesar 142 box. Base stock level sebesar 306 box.
Jadi jumlah produk A yang harus dipesan pada awal Januari 2005 :
= Base stock level - Persediaan awal Januari 2005
= 306 box – 142 box = 164 box
7. Menghitung sisa akhir produk yang belum terjual di akhir bulan
Permintaan bulan Februari 2005 = 142 box
Persediaan awal Januari 2005 = 142 box
Berdasarkan pemesanan usulan :
Sisa akhir produk :
= Persediaan awal Jan 2005 + Jumlah yang harus dipesan – Permintaan Feb
2005
= 142 box + 164 box – 142 box = 164 box
Jadi produk 2 yang belum terjual di akhir bulan Februari 2005 berdasarkan
pemesanan usulan adalah 164 box.
Berdasarkan pemesanan kondisi nyata :
Jumlah produk datang bulan Januari 2005 = 187 box
Sisa akhir produk :
= Persediaan awal Januari 2005 + Produk datang Januari 2005 – Permintaan
Februari 2005
= 142 box + 187 box – 142 box = 187 box
Jadi produk 2 yang belum terjual di bulan Februari 2005 berdasarkan kondisi
nyata perusahaan adalah 187 box. Berikut ini adalah perbandingan sisa produk
yang belum terjual akhir Februari 2005.
Tabel 3.2. Tabel Perbandingan Produk Yang Belum Terjual Akhir Februari 2005

Januari
Persediaan Pemesanan Usulan (box) Kondisi Nyata Perusahaan (box)
Produk
Januari Jumlah Pemakaian Produk Pemakaian
Sisa Sisa
pesan Februari Datang Februari
1 489 111 281 319 227 281 435
2 142 164 142 164 187 142 187
3 163 52 221 0 110 221 52
4 336 0 462 0 168 462 42

17
5 221 5 320 0 124 320 25
6 261 0 146 115 96 146 211
7 41 105 122 24 90 122 9
8 281 0 251 30 97 251 127
9 120 31 119 32 80 119 81
10 124 0 155 0 65 155 34
11 144 77 85 136 67 85 126
12 80 34 70 44 49 70 59
13 279 0 30 249 2 30 251
14 100 0 19 81 0 19 81
15 1 28 41 0 50 41 10
16 50 3 23 30 23 23 50
17 110 0 84 26 24 84 50
18 76 0 17 59 23 17 82
19 97 0 10 87 14 10 101
20 48 0 14 34 11 14 45
21 53 0 29 37 5 29 42
22 100 0 13 30 35 13 65
23 20 0 5 18 0 5 18
24 40 8 8 18 45 8 55
25 5 0 19 12 0 19 12
26 43 0 4 49 0 4 49
27 19 0 15 24 0 15 24
28 44 0 1 48 0 1 48
29 31 0 2 36 0 2 36
30 32 0 1 38 0 1 38
31 9 0 8 7 5 8 12
32 29 0 8 41 0 8 41
33 23 0 10 11 10 10 21
34 31 0 19 26 5 19 31

8. Menghitung biaya simpan yang harus dikeluarkan


Berdasarkan pemesanan usulan :
Harga satuan produk 2 = Rp 207.900
Produk yang belum terjual = 164 box
Asumsi bunga bank yang berlaku 16% / tahun = 1,33% / bulan
Biaya simpan :
= Bunga bank yang berlaku  Harga satuan
= 1,33% / bulan  Rp 207.900 / box
= Rp 2.772 / box/bulan
Total biaya simpan :
= Biaya simpan  Produk yang belum terjual
= Rp 2.772 / box/bulan  164 box

18
= Rp 454.608 / bulan
Jadi, biaya simpan produk 2 di akhir bulan Februari 2005 berdasarkan
pemesanan usulan adalah Rp 454.608
Berdasarkan kondisi nyata perusahaan :
Produk yang belum terjual : 187 box
Total biaya simpan :
= Biaya simpan  Produk yang belum terjual
= Rp 2.772 / box/bulan  187 box
= Rp 518.364/ bulan
Jadi biaya simpan produk 2 di akhir bulan Februari 2005 berdasarkan kondisi
nyata perusahaan adalah Rp 518.364.

9. Validasi usulan perancangan inventory management system


Berikut adalah perbandingan biaya simpan dan produk belum terjual antara
sistem usulan dan kondisi nyata perusahaan pada bulan Desember 2004 –
April 2005 seperti terlihat pada tabel 3.3 :

Tabel 3.3. Perbandingan Biaya Simpan dan Produk Belum Terjual Periode
Desember 2004 – April 2005

Jumlah
Pemesanan Kondisi Nyata Persentase
Bulan   Penghe-
Usulan Perusahaan Penghematan
matan (Rp)
Produk belum
terjual (box) 3.280 3.642 362 9,95%
Des 2004
Biaya Simpan
(Rp) 7.834.609 8.501.468 666.859 7,84%
Produk belum
terjual (box) 1.812 2.551 739 28,98%
Jan 2005
Biaya Simpan
(Rp) 3.764.732 5.709.212 1.943.871 34,05%
Produk belum
terjual (box) 1.725 2.343 618 26,37%
Feb 2005
Biaya Simpan
(Rp) 3.527.428 4.954.305 1.426.877 28,80%
Mar 2005 Produk belum 1.722 2.240 518 23,12%

19
terjual (box)
Biaya Simpan
(Rp) 3.971.964 5.081.048 1.109.084 21,83%
Produk belum
terjual (box) 1.733 2.752 1.019 37,03%
Apr 2005
Biaya Simpan
(Rp) 4.016.054 5.989.687 1.973.633 32,95%
Produk belum
terjual (box) 10.272 13.528 3.256 24,06%
Total
Biaya Simpan
(Rp) 23.114.787 30.235.720 7.120.324 23,54%
Produk belum terjual (box) 651
Rata-rata penghematan
Biaya Simpan (Rp) 1.424.065
Produk belum terjual (box) 25%
Rata-rata % penghematan
Biaya Simpan (Rp) 25%

BAB IV
KESIMPULAN

Berdasarkan perbandingan biaya simpan dan jumlah produk yang belum terjual
dari bulan Desember 2004 – Januari 2005 didapatkan hasil bahwa sistem usulan
dapat menghemat biaya simpan rata-rata 25% dari kondisi nyata perusahaan, yaitu
Rp 1.424.065,- setiap bulan, serta menghemat penyimpanan jumlah produk yang
belum terjual 25% dari kondisi nyata, yaitu 651 box setiap bulan.

20
DAFTAR PUSTAKA

Ballou, Ronald H.. (2004). Business Logistics / Supply Chain Management:


Planning, Organizing, and Controlling the Supply Chain (fifth edition).
Pearson: Prentice Hall.
Dewanti, Monica A. (2005). Perancangan Sistem Pergudangan di Distributor
“X” . Tugas Akhir Jurusan Teknik Industri, Universitas Kristen Petra.
Silver, Edward A., David F. Pyke, & Rein Peterson. (1997). Inventory
Management and Production Planning and Scheduling (third edition).
London: Chapman & Hall.

21
Simchi-Levi, David, Philip Kaminsky, & Edith Simchi-Levi. (2003). Designing
and Managing The Supply Chain: Concepts, Strategies, and Case Studies
(second edition). Singapore: McGRAW-HILL
Tersine, Richard J. (1994). Principles of Inventory and Material Management
(fourth edition). New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

22

Anda mungkin juga menyukai