Anda di halaman 1dari 25

PERENCANAAN DESAIN PEMBELAJARAN

Bahan Ajar untuk Diklat E-Training PPPPTK TK dan PLB

Oleh:

Diny Handayani, S.Si., M.Ed

Sadiah Kusumahwati, M.Ed

PUSAT PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN PENDIDIKAN DAN TENAGA


KEPENDIDIKAN TAMAN KANAK-KANAK DAN PENDIDIKAN LUAR BIASA

2009
1
SATUAN ACARA PEMBELAJARAN
MATA TATARAN: PERENCANAAN DESAIN PEMBELAJARAN

I. Tujuan Pembelajaran

A. Peserta dapat mendeskripsikan pengertian dan tujuan desain


pembelajaran

B. Peserta dapat menguraikan tiga pendekatan dalam melakukan identifikasi


masalah dalam desain pembelajaran

C. Peserta dapat menjelaskan karakteristik siswa yang harus


dipertimbangkan dalam perencanaan desain pembelajaran

D. Peserta dapat menguraikan pentingnya rumusan tujuan dalam desain


pembelajaran

E. Peserta dapat menguraika jenis-jenis strategi yang berkaitan dengan


desain pembelajaran

F. Peserta dapat menjelaskan pengertian, tujuan dan fungsi evaluasi


pembelajaran

II. Ruang Lingkup Materi

A. Desain pembelajaran

B. Identifikasi masalah

C. Analisis karakteristik siswa

D. Tujuan pembelajaran

E. Strategi pembelajaran

F. Evaluasi pembelajaran

III. Evaluasi

A. Pre tes (bersama dengan materi lain di awal Diklat)


B. Tugas (dalam bentuk Portofolio)
C. Post tes (bersama dengan materi lain di akhir Diklat)
2
IV. Daftar Bacaan

Hasan, Hamid. Evaluasi Kurikulum, 2008, UPI & Rosdakarya. Bandung


Heinich, R., Molenda, M., Russell, J. D., & Smaldino, S. E., Instructional
media and technologies for learning, 1999, Prentice-Hall, Upper Saddle
River, NJ
Klein, S. P., Hoepfner, R., Bradley, P.A., Wooley, D., Dyer, J.S., & Strickland,
G.P., Procedures for needs-assessment evaluation: A symposium
(Report No.67), 1971, University of California, Center for the Study of
Evaluation, Los Angeles.
Mager, R.F., Analysis performance problems (2nd ed.), 1984, The Center for
Effective Performance, Atlanta, GA.
Mager, R.F., Goal Analysis (2nd ed.), 1984, Lake. Belmont, CA.
Morrison, Ross & Kemp. Designing Effective Instruction, 2007, Jonh Wiley &
Sons,Inc. USA
Reigeluth C.M., dan Merrill, M.D. Knowledge Base for Improving Our Methods
of Instruction. Educational Psikologist, 1978
Sanjaya Wina, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, 2008,
Kencana Prenada Media Group. Jakarta
Scriven, M., The methodology of evaluation, 1967. In R. W. Tyler, R. M.
Gagné, & M. Scriven (Eds.), Perspectives of curriculum evaluation,
39-83. Chicago, IL: Rand McNally.
Seels, B. B., & Richey, R. C., Instructional Technology: the definition and
domains of the field, 1994, Association for Educational Communications
and Technology, Bloomington, IN.
Seels, Barbara & Glasgow, Exercise in Instructional Design, 1990, Merii
Publishing Company
Tyler, R.W., Basic Principles of Curriculum and Instruction, 1949, University of
Chicago Press, Chicago.
Uno, Hamzah B., Perencanaan Pembelajaran, 2006, Bumi Aksara PT,
Jakarta
3
Worthen, Blaine R. and Sanders, James R., Educational Evaluation :
Alternative Approaches and Practical Guidelines, 1987, White Plains,
N.Y. Pitman Publishing Inc

4
Lembar Informasi

PERENCANAAN PEMBUATAN MEDIA PEMBELAJARAN

A. Desain pembelajaran

Disain pembelajaran adalah suatu prosedur yang terdiri dari langkah-langkah,


dimana langkah-langkah tersebut di dalamnya terdiri dari analisis, merancang,
mengembangkan, menerapkan dan menilai hasil belajar (Seels & Richey, AECT
1994). Hal tersebut juga dikemukakan oleh Morisson, Ross & Kemp (2007) yang
mendefinisikan desain pembelajaran sebagai suatu proses desain yang
sistematis untuk menciptakan pembelajaran yang lebih efektif dan efisien, serta
membuat kegiatan pembelajaran lebih mudah, yang didasarkan pada apa yang
kita ketahui mengenai teori-teori pembelajaran, teknologi informasi, sistematika
analisis, penelitian dalam bidang pendidikan, dan metode-metode manajemen.

Tujuan sebuah desain pembelajaran adalah untuk mencapai solusi terbaik dalam
memecahkan masalah dengan memanfaatkan sejumlah informasi yang tersedia.
Dengan demikian, suatu desain muncul karena kebutuhan manusia untuk
memecahkan suatu persoalan yang dihadapi.

Menurut Morisson, Ross & Kemp (2007) terdapat empat komponen dasar dalam
perencanaan desain pembelajaran. Keempat hal tersebut mewakili pertanyaan-
pertanyaan berikut:

1. Untuk siapa program ini dibuat dan dikembangkan? (karakteristik siswa atau
peserta ajar)
2. Anda ingin siswa atau peserta ajar mempelajari apa? (tujuan)
3. Isi pembelajaran seperti apa yang paling baik untuk dipelajari? (strategi
pembelajaran)
4. Bagaimanakah cara anda mengukur hasil pembelajaran yang telah dicapai?
(prosedur evaluasi)

5
B. Identifikasi masalah

Sebelum kita memulai desain pembelajaran, kita harus bertanya terlebih dahulu
mengapa kita memerlukan pengajaran? Dalam kondisi seperti apakah yang
disarankan untuk melakukan pengajaran itu? untuk lebih jelasnya, mari kita tinjau
contoh berikut:

Nilai rata-rata yang diperoleh kelas tujuh dalam mata pelajaran matematika di
kota Bandung dibawah rata-rata nilai yang telah ditetapkan. Situasi seperti ini
menunjukkan bahwa siswa tidak memperoleh hasil seperti yang diharapkan.
Oleh sebab itu, untuk membantu meningkatkan nilai mereka, banyak cara yang
bisa dilakukan, salah satunya yaitu dengan menambahkan satu atau dua unit
pengajaran lagi. Tetapi, apakah dengan menambah pengajaran itu dapat
memecahkan permasalahan yang sedang dihadapi?

Disinilah tahap pengidentifikasian masalah dilakukan, untuk mengetahui apakah


pengajaran yang dilakukan bisa dijadikan bagian dari solusi masalah yang ada.
Sekali kita tahu akar permasalahannya, maka kita dapat mengetahui pengajaran
seperti apakah yang dapat memecahkan persoalan tadi, dan seorang desainer
pembelajaran harus sudah dapat menentukan cara yang paling sesuai dan tepat.
Untuk itu para desainer dapat menggunakan salah satu atau kombinasi dari
ketiga bentuk pendekatan yang berbeda-beda berikut dalam mengidentifikasi
masalah, yaitu:

a. Analisis Kebutuhan

Dalam konteks pengembangan kurikulum, John McNeil (1985) mendefinisikan


analisis kebutuhan sebagai suatu proses yang menentukan kebutuhan dalam
pendidikan dan apa yang menjadi prioritasnya. Kebutuhan yang diartikan
sebagai suatu kondisi dimana terdapat suatu kesenjangan antara apa yang
diterima oleh siswa dengan apa yang diharapkan diterima oleh siswa.
Pengertian tersebut sejalan dengan apa yang dijelaskan oleh Seels dan
Glasgow (1990) yang menyatakan bahwa analisis kebutuhan adalah proses

6
mengumpulkan informasi tentang kesenjangan dan menentukan prioritas dari
kesenjangan tersebut untuk dipecahkan.

Berdasarkan pengertian di atas disebutkan bahwa analisis kebutuhan adalah


suatu proses artinya ada rangkaian kegiatan dalam pelaksanaannya. Proses
yang diawali dengan perencanaan, mengumpulkan data, menganalisa, dan
berakhir pada mempersiapkan laporan akhir. Secara lengkap kegiatan
analisis kebutuhan digambarkan oleh Morisson, dkk dalam Gambar 2-1.

Tahap 1: Tahap 2: Tahap 3: Tahap 4:


Perencanaan Mengumpulkan data Menganalisa Laporan Akhir

Gambar 2-1. Proses analisis kebutuhan

Menurut Morisson, Ross & Kemp (2007) proses tersebut mempunyai empat
fungsi, diantaranya adalah:

1. Proses untuk mengidentifikasi kebutuhan yang relevan dengan tugas-


tugas tertentu, yaitu masalah apa yang mempengaruhi performance.

2. Proses untuk mengidentifikasi kebutuhan yang bersifat kritis, termasuk


kebutuhan yang mempengaruhi dari segi financial, keselamatan, atau
mengganggu stabilitas lingkungan pendidikan.

3. Proses untuk menyusun prioritas guna menyeleksi suatu intervensi.

4. Proses yang menyediakan data dasar untuk menguji efektifitas suatu


pembelajaran.

7
b. Analisis Tujuan
Kadang-kadang pendekatan analisis kebutuhan tidak praktis dan realistis,
oleh sebab itu biasa digunakan pendekatan alternatif lainnya untuk
mendefinisikan masalah, yaitu analisis tujuan. Mager (1984a)
mendeskripsikan analisis tujuan sebagai suatu metode untuk mendefinisikan
yang tidak terdefinisikan. Beberapa desainer menganggap analisis tujuan
sebagai suatu bagian penting dalam proses analisis kebutuhan. Tidak seperti
analisis kebutuhan yang dimulai dengan mengidentifikasi masalah, analisis
tujuan dimulai dengan memberikan saran berupa suatu permasalahan.
Misalnya, seorang kepala sekolah memintamu untuk mengatur suatu
pelatihan internet bagi guru di sekolahnya. Ketika anda tidak mengenal para
guru, anda dapat menghadiri pertemuan fakultas keguruan misalnya dan
mengadakan analisis tujuan untuk menentukan apa yang para guru inginkan
dalam pelatihan itu.

Analisis tujuan juga dapat menggunakan data dari analisis kebutuhan untuk
menyusun prioritas. Misalnya, analisis kebutuhan mengidentifikasi kebutuhan
untuk melaksanakan pelatihan internet bagi para guru. Dari data tersebut,
analisis tujuan akan menggunakan kebutuhan tersebut serta mewawancara
kegiatan pelatihan itu untuk menentukan tujuan pengajaran.

Sejalan dengan Klein, dkk (1971) dan Mager (1984a), Morisson dkk (2007)
memaparkan ada enam tahapan dalam analisis tujuan, diantaranya: (1)
identifikasi tujuan, dengan mengikutsertakan para ahli yang memahami
permasalahan yang sedang dihadapi untuk menentukan satu atau dua tujuan
yang berhubungan dengan kebutuhan tadi. Suatu tujuan yang mengarahkan
kita pada permasalahan yang ada; (2) menyusun hasil yang ingin dicapai,
artinya membiarkan para ahli tadi untuk membuat sejumlah hasil yang ingin
dicapai untuk setiap tujuan yang sudah dibuat. Hasil tersebut harus
mengidentifikasikan sikap yang ditunjukkan siswa; (3) memperbaiki hasil,

8
tahap ini adalah tahap utama penyeleksian, seperti sorot semua hasil yang
ada dan hapus jika ada yang double, kombinasikan hasil yang serupa dan
lain sebagainya untuk memperjelas pernyataan hasil akhirnya; (4)
mengurutkan hasil, urut dan pilihlah hasil yang paling penting.
Mengurutkannya itu bisa berdasarkan manfaatnya, hal-hal yang dapat
menyebabkan masalah jika hal tersebut diabaikan, atau criteria-kriteria yang
relevan lainnya. (5) memperbaiki hasil kembali, tahap ini memverifikasi
kebutuhan yang ada dan hasil yang ingin dicapai memiliki saling keterkaitan
dengan tugasnya, yaitu dengan cara mengidentifikasikan kesenjangan antara
hasil yang ingin dicapai dengan kenyataan yang ada. (6) membuat final
ranking, maksudnya mengurutkan kembali urutan hasil yang ingin dicapai
dengan mempertimbangkan seberapa penting hasil yang ingin dicapai itu
dapat mendukung pengajaran, kemudian mempertimbangkan pula efek
secara keseluruhan dari hasil tadi.

c. Analisis performance
Mager (1984b) mendeskripsikan analisis performance sebagai suatu bantuan
untuk mengidentifikasi masalah performance. Rosetti (1999) mendeskripsikan
proses ini sebagai pencarian sumber masalah. Analisis ini membantu untuk
memutuskan apakah hasil pelatihan itu benar-benar dialamatkan pada
masalah agar diselenggarakannya pelatihan atau karena adanya intervensi
lain yang lebih mengena.

Kebutuhan atau masalah individu ataupun suatu organisasi sering berubah-


ubah, masalah hari ini belum tentu sama dengan masalah yang akan
dihadapi satu atau enam bulan yang akan datang. Oleh sebab itu, analisis
kebutuhan, analisis tujuan dan analisis performance sering dibatasi oleh
waktu dan harus selalu diperbaharui.

9
Pertanyaan selanjutnya, kapan desainer pembelajaran melakukan analisis
terhadap permasalahan yang ada? Roseti (1999) mengidentifikasi ada 4 peluang
untuk mengidentifikasi masalah yang muncul, diantaranya pada saat
memperkenalkan atau menyambut suatu produk baru. Kesempatan kedua yaitu
pada saat merespon permasalahan yang terjadi. Ketiga, pada saat menyadari
adanya kebutuhan untuk mengembangkan kompetensi sumber daya manusia,
sehingga mereka selalu dapat berkontribusi kepada pertumbuhan suatu
organisasi. Dan yang keempat adalah pengembangan strategi, dimana suatu
analisa dapat memberikan informasi yang bermanfaat untuk membuat keputusan
dalam merencanakan suatu strategi.

C. Analisis Karakteristik Siswa

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, komponen dasar pertama dalam


suatu perencanaan desain pembelajaran adalah siswa. Proses pembelajaran
pada hakikatnya bertujuan untuk membelajarkan siswa agar memperoleh tujuan
yang ingin dicapai, oleh sebab itu siswa harus dijadikan pusat dari segala
kegiatan. Dengan demikian, analisis siswa merupakan suatu hal yang sangat
penting sebelum merencanakan suatu desain pembelajaran untuk mengetahui
kondisi siswa, seperti informasi apa saja yang harus diterima ataupun yang
dimiliki oleh siswa sesuai dengan kurikulum? Masalah apa saja yang mereka
hadapi dalam proses belajar? dan lain sebagainya. Kemudian keputusan-
keputusan yang diambil dalam perencanaan dan desain pembelajaranpun
disesuaikan dengan kondisi siswa yang bersangkutan, baik sesuai dengan
kemampuan dasar, minat dan bakat, motivasi belajar, dan gaya belajar siswa itu
sendiri.

10
Diawal analisa, tugas yang paling penting dilakukan adalah mengidentifikasi
karakteristik mereka yang paling krusial terhadap pencapaian tujuan pelatihan.
Heinich, Molenda, Russell, dan Smaldino (1999) menyarankan kepada para
desainer untuk mempertimbangkan tiga buah karakteristik siswa diawal proses
analisa, yaitu: karakteristik umum, karakteristik yang spesifik dan gaya belajar.

Karakteristik umum merupakan variable yang luas, seperti jenis kelamin, usia,
pengalaman kerja, pendidikan, dan suku bangsa. Kemudian karakteristik yang
spesifik meliputi kemampuan dan sikap yang harus dimiliki oleh siswa untuk
mengikuti pelatihan. Sedangkan gaya belajar lebih kepada sifat perorangan
dalam melakukan tugas belajarnya dan memproses informasi. Sebagian dari
mereka suka mencari metode-metode tertentu yang paling sesuai untuk belajar.
Selama ini, telah diketahui bahwa daripada menghadiri kuliah dan membaca teks
materi, beberapa individu lebih nyaman belajar dari media visual, dan ada pula
yang lebih nyaman lagi belajar dari aktifitas fisik dan manipulasi objek.

D. Tujuan Pembelajaran

Dalam konteks pendidikan, tujuan merupakan persoalan tentang misi dan visi
suatu lembaga pendidikan. Artinya, tujuan penyelenggaraan pendidikan
diturunkan dari visi dan misi lembaga, dan sebagai arah yang harus dijadikan
rujukan dalam proses pembelajaran. Komponen ini memiliki fungsi yang sangat
penting dalam sistem pembelajaran. Kalau diibaratkan, tujuan pembelajaran
adalah jantungnya, dan suatu proses pembelajaran terjadi manakala terdapat
tujuan yang harus dicapai.

Setiap guru perlu memahami dan terampil dalam merumuskan tujuan


pembelajaran, karena rumusan tujuan yang jelas dapat digunakan untuk
mengevaluasi efektifitas keberhasilan proses pembelajaran. Suatu proses
pembelajaran dikatakan berhasil manakala siswa dapat mencapai tujuan secara
11
optimal. Keberhasilan pencapaian tujuan merupakan indikator keberhasilan guru
merancang dan melaksanakan proses pembelajaran. Tujuan pembelajaran juga
dapat digunakan sebagai pedoman dan panduan kegiatan belajar siswa dalam
melaksanakan aktifitas belajar. Berkaitan dengan hal tersebut, guru juga dapat
merencanakan dan mempersiapkan tindakan apa saja yang harus dilakukan
untuk membantu siswa belajar.

Tujuan pembelajaran membantu dalam mendesain sistem pembelajaran. Artinya,


dengan tujuan yang jelas dapat membantu guru dalam menentukan materi
pelajaran, metode atau strategi pembelajaran, alat, media dan sumber belajar,
serta dalam menentukan dan merancang alat evaluasi untuk melihat
keberhasilan belajar siswa. Selain itu, tujuan pembelajaran juga dapat digunakan
sebagai control dalam menentukan batas-batas dan kualitas pembelajaran.
Artinya, melalui penetapan tujuan, guru dapat mengontrol sampai mana siswa
telah menguasai kemampuan-kemampuan sesuai dengan tujuan dan tuntutan
kurikulum yang berlaku. Lebih jauh dengan tujuan dapat ditentukan daya serap
siswa dan kualitas suatu sekolah.

E. Strategi Pembelajaran

Desain pembelajaran dibagi menjadi dua tingkatan, yaitu strategi penyampaian


dan strategi pembelajaran. Strategi penyampaian menggambarkan lingkungan
belajar secara umum. Lingkungan belajar ini mulai dari presentasi pengajaran
biasa hingga ke interaksi multimedia mutakhir atau pengajaran bebasis web.
Strategi ini sering di klasifikasikan sesuai dengan tingkat pemahaman
perindividu. Pengajaran perindividu ini menunjukkan isi materi atau tujuan
pembelajaran yang disesuaikan untuk setiap individu pelajar. Sehingga hal ini
memungkinan adanya seorang pelajar yang masih mempelajari unit satu
sementara pelajar yang lain sudah ke unit lima. Sedangkan pendekatan
kelompok adalah tipe pengajaran dimana ketika ujian semua peserta ajar
mengikutinya sesuai jadwal yang ditetapkan.
12
Tingkatan kedua adalah strategi pembelajaran, yang menjelaskan serangkaian
formula dan metoda pembelajaran untuk mencapai tujuan. Dimana, tujuan utama
kita adalah mendesain suatu pembelajaran yang efektif dan efisien, sehingga
pelajar dapat menunjukkan hasil yang reliable setiap waktu. Formula tadi
mendeskripsikan metoda yang paling optimum untuk setiap tipe isi pembelajaran,
membimbing dalam merancang urutan pembelajaran dan merealisasikannya ke
dalam strategi penyampaian. Biasanya metode ini dibuat berdasarkan pada
penelitian atau pengalaman. Berikut adalah pertanyaan-pertanyaan yang dapat
dijadikan bahan pertimbangan dalam membuat strategi pembelajaran:
• Apakah cara terbaik untuk mengajarkan fakta, konsep, peraturan, prosedur,
kecakapan individu, atau sikap?
• Bagaimana saya dapat membuat pembelajaran yang bermakna?
• Bagaimana saya dapat mengajarkan tujuan pembelajaran yang berfokus
pada kecakapan individu?
• Cara terbaik apakah untuk menyajikan isi materi sehingga setiap pelajar
dapat mencapai tujuan pembelajaran?

Belajar adalah sebuah proses aktif dimana pelajar menggagas hubungan yang
bermakna antara pengetahuan yang baru diterima dengan pengetahuan yang
dimiliki pelajar sebelumnya. Strategi perancangan pembelajaran yang baik akan
memotivasi pelajar untuk secara aktif membuat hubungan antara apa yang
diketahui pelajar dengan informasi yang baru diterima.

Menurut Hamzah (2006), setidaknya ada tiga jenis strategi yang berkaitan
dengan pembelajaran, yaitu:
1. Strategi pengorganisasian pembelajaran
2. Strategi penyampaian pembelajaran
3. Strategi pengelolaan pembelajaran
Strategi penyampaian pengajaran menekankan pada media apa yang dipakai
untuk menyampaikan pengajaran, kegiatan belajar apa yang dilakukan pelajar,
dan dalam struktur belajar mengajar yang bagaimana. Strategi pengelolaan
13
menekankan kepada penjadwalan penggunaan setiap komponen strategi
pengorganisasian dan strategi penyampaian pengajaran, termasuk pula
pembuatan catatan tentang kemajuan belajar peserta ajar.

Rumusan Strategi Pembelajaran


Rumusan berikut adalah berguna sebagai panduan pembuatan strategi
pembelajaran guna mencapai tampilan isi masing-masing.
1. Rumusan untuk Fakta Pengajaran
Fakta adalah asosiasi pernyataan hubungan antara dua hal tertentu. Untuk
fakta yang nyata, di awal presentasi sebaiknya pelajar dihadapkan pada
pengalaman langsung dengan objek pembelajaran. Misalnya untuk
menyampaikan fakta bahwa isi buah manggis itu berwarna putih, maka kita
harus membuka atau membelah buah manggis tersebut dan membiarkan
pelajar mengetahui warna isi buah tersebut. Ketika mengajarkan fakta yang
abstrak, maka pengajar pertama-tama mencari representasi yang mewakili
fakta, misalnya dengan menampilkan gambar dari artefak.
2. Rumusan untuk Konsep Pengajaran
Konsep adalah kategori yang digunakan untuk gagasan atau sesuatu yang
serupa untuk mengorganisir pengetahuan. Rekomendasi strategi
pemanggilan kembali untuk konsep adalah semacam pengulangan, latihan,
peninjauan dan membantu mengingat kembali.
3. Rumusan untuk Prinsip dan Peraturan Pengajaran
Prinsip atau aturan adalah pernyataan yang menyatakan hubungan antara
konsep-konsep.
4. Rumusan untuk Prosedur Pengajaran
Prosedur adalah bagian dari langkah-langkah pelajar untuk memenuhi tugas.
Seperti konsep dan prinsip, prosedur dapat pula diambil dalam bentuk
pemanggilan kembali (recall) atau aplikasi. Menampilkan kembali menuntut
pelajar untuk membuat daftar urutan atau menggambarkan langkah-langkah
dalam prosedur, sedangkan aplikasi menuntut pelajar untuk
mendemonstrasikan prosedur tersebut.

14
5. Rumusan untuk Kecakapan Individu Pengajaran (Interpersonal Skills)
Interpersonal skill selaras dengan membangun kemampuan berkomunikasi.
Penampilan untuk Interpersonal skill ini dapat berupa recall ataupun aplikasi,
dengan tekanan pokok pada aplikasi.
6. Rumusan untuk Sikap Pengajaran
Sikap terdiri dari kepercayaan dan asosiasi behavior atau respon. Strategi
untuk mengajarkan perubahan sikap adalah sama dengan strategi untuk
tujuan interpersonal. Rumusan untuk sikap adalah model behavior,
membangun model verbal dan imaginasi, menggunakan latihan mental.

F. Evaluasi Pembelajaran

Proses evaluasi berkaitan dengan pencapaian dalam memperoleh kemampuan


sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian, tugas utama guru
dalam kegiatan ini adalah merancang instrument yang dapat mengumpulkan
data tentang keberhasilan siswa mencapai tujuan pembelajaran. Berdasarkan
data tersebut guru dapat mengembangkan dan memperbaiki program
pembelajaran. Sedangkan tugas desainer, selain menentukan instrument juga
perlu merancang cara menggunakan instrument beserta kriteria keberhasilannya.
Hal ini perlu dilakukan, sebab dengan kriteria yang jelas dapat ditentukan apa
yang harus dilakukan siswa dalam mempelajari isi atau bahan pelajaran.

Dalam perencanaan dan desain pembelajaran, rancangan evaluasi merupakan


hal yang sangat penting untuk dikembangkan. Melalui evaluasi yang tepat, maka
kita dapat menentukan efektivitas program dan keberhasilan peserta belajar
dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, sehingga informasi dari kegiatan
evaluasi seorang desainer pembelajaran dapat mengambil keputusan apakah
program pembelajaran yang dirancangnya perlu diperbaiki atau tidak, bagian
mana yang dianggap memiliki kelemahan sehingga perlu diperbaiki.

Ada beberapa pengertian evaluasi. Pengertian evaluasi yang yang dikemukakan


oleh Worthen dan Sanders (1987) adalah proses pengumpulan informasi untuk
membantu pengambil keputusan dan didalamnya terdapat perbedaan mengenai
siapa yang dimaksudkan dengan pengambil keputusan. Tyler (1949)
15
memfokuskan evaluasi pada upaya untuk menentukan tingkat perubahan yang
terjadi pada hasil belajar (behavior). Hasil belajar tersebut umumnya diukur
dengan tes. Guba dan Lincoln (Hamid Hasan, 1988) mendefinisikan evaluasi
sebagai suatu proses memberikan pertimbangan mengenai nilai dan arti sesuatu
yang dipertimbangkan (evaluation). Sesuatu yang dipertimbangkan tersebut
dapat berupa orang, benda, kegiatan, keadaan, atau sesuatu kesatuan tertentu.

Dalam konteks penilaian ada beberapa istilah yang digunakan, yakni


pengukuran, assessment dan evaluasi. Pengukuran atau measurement
merupakan suatu proses atau kegiatan untuk menentukan kuantitas sesuatu
yang bersifat numerik. Pengukuran lebih bersifat kuantitatif, bahkan merupakan
instrumen untuk melakukan penilaian. Unsur pokok dalam kegiatan pengukuran
ini, antara lain adalah sebagai berikut:
1. tujuan pengukuran,
2. ada objek ukur,
3. alat ukur,
4. proses pengukuran,
5. hasil pengukuran kuantitatif.

Sementara, pengertian asesmen (assessment) adalah kegiatan mengukur dan


mengadakan estimasi terhadap hasil pengukuran atau membanding-bandingkan
dan tidak sampai ke taraf pengambilan keputusan. Sedangkan evaluasi secara
etimologi berasal dari bahasa Inggeris evaluation yang bertarti value, yang
secara secara harfiah dapat diartikan sebagai penilaian. Namun, dari sisi
terminologis ada beberapa definisi yang dapat dikemukakan, yakni:
a. Suatu proses sistematik untuk mengetahui tingkat keberhasilan sesuatu.
b. Kegiatan untuk menilai sesuatu secara terencana, sistematik dan terarah
berdasarkan atas tujuan yang jelas.
c. Proses penentuan nilai berdasarkan data kuantitatif hasil pengukuran untuk
keperluan pengambilan keputusan.

Berdasarkan pada berbagai batasan 3 jenis penilaian di atas, maka dapat


diketahui bahwa perbedaan antara evaluasi dengan pengukuran adalah dalam

16
hal jawaban terhadap pertanyaan “what value” untuk evaluasi dan “how much”
untuk pengukuran. Adapun asesmen berada di antara kegiatan pengukuran dan
evaluasi. Artinya bahwa sebelum melakukan asesmen ataupun evaluasi lebih
dahulu dilakukan pengukuran.

Sekalipun makna dari ketiga istilah (measurement, assessment, evaluation)


secara teoretik definisinya berbeda, namun dalam kegiatan pembelajaran
terkadang sulit untuk membedakan dan memisahkan batasan antara ketiganya,
dan evaluasi pada umumnya diawali dengan kegiatan pengukuran
(measurement) serta pembandingan (assessment).

Evaluasi merupakan salah satu kegiatan utama yang harus dilakukan oleh
seorang pengajar dalam kegiatan pembelajaran. Dengan penilaian, pengajar
akan mengetahui perkembangan hasil belajar, intelegensi, bakat khusus, minat,
hubungan sosial, sikap dan kepribadian siswa atau peserta didik. Adapun
langkah-langkah pokok dalam penilaian secara umum terdiri dari:
(1) perencanaan,
(2) pengumpulan data,
(3) verifikasi data,
(4) analisis data, dan
(5) interpretasi data.

Penilaian hasil belajar pada dasarnya adalah mempermasalahkan, bagaimana


pengajar (guru) dapat mengetahui hasil pembelajaran yang telah dilakukan.
Pengajar harus mengetahui sejauh mana pebelajar (learner) telah mengerti
bahan yang telah diajarkan atau sejauh mana tujuan/kompetensi dari kegiatan
pembelajaran yang dikelola dapat dicapai. Tingkat pencapaian kompetensi atau
tujuan instruksional dari kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan itu
dapat dinyatakan dengan nilai.

Evaluasi pembelajaran adalah hal yang penting dilakukan dalam proses


perencanaan dan desain pembelajaran. Setelah memahami karakteristik pelajar,
kita mengidentifikasi tujuan pembelajaran dan memilih strategi pengajaran untuk

17
menyempurnakannya. Pada akhirnya kita harus menguji instrumen dan materi
untuk mengukur tingkat pengetahuan pelajar, kemampuan dan perubahan sikap
pelajar sesuai dengan tujuan pembelajaran. Melalui evaluasi yang tepat bukan
saja kita dapat menentukan keberhasilan pelajar mencapai tujuan pembelajaran,
akan tetapi juga sekaligus dapat melihat efektivitas program desain yang kita
rencanakan. Dalam hal ini evaluasi berarti proses penggunaan pengukuran atau
taksiran untuk membuat pendapat /penilaian tentang sesuatu.

Dalam tahap ini kita menguji tujuan dan bagian utama dari evaluasi serta
memperhatikan konsep penting peran evaluasi dalam proses perencanaan
pengajaran. Hamalik (2003) menjelaskan pentingnya perencanaan evaluasi
sebagai berikut:
1. Rencana evaluasi membantu kita untuk menentukan apakah tujuan-tujuan
telah dirumuskan dalam artian tingkah laku. Hal ini akan memudahkan
perencanaan suatu tes untuk mengukur prestasi peserta ajar. Penulisan
suatu tes akan membantu kita untuk memeriksa tujuan-tujuan dan jika perlu
mengadakan revisi sebelum kita merancang pengajaran.
2. Berdasarkan rencana evaluasi yang telah ada, selanjutnya kita dapat
menyiapkan untuk mengumpulkan informasi yang dibutuhkan. Dengan
informasi tersebut dapat kita ketahui apakah peserta ajar telah memahami
tujuan, apakah mereka telah mencapainya, dan sebagainya.
3. Rencana evaluasi memberikan waktu yang cukup untuk merancang tes.
Untuk menyusun tes yang baik, diperlukan persiapan matang yang mungkin
akan menyita waktu yang cukup banyak.
Berdasarkan ketiga hal tersebut kemampuan untuk mengembangkan alat
evaluasi merupakan suatu keharusan bagi seorang desainer pembelajaran.

Karakteristik Evaluasi

Ada dua hal yang menjadi karakteristik evaluasi, yaitu:


1. Evaluasi merupakan proses
Dalam suatu pelaksanaan evaluasi seharusnya terdiri dari berbagai macam
tindakan yang harus dilakukan. Dengan demikian, evaluasi bukanlah hasil

18
atau produk, akan tetapi rangkaian kegiatan. Evaluasi dilakukan untuk
menentukan judgement terhadap sesuatu.
2. Berhubungan dengan pemberian nilai atau arti
Berdasarkan hasil pertimbangan evaluasi apakah sesuatu itu memiliki nilai
atau tidak. Dengan kata lain, evaluasi dapat menunjukkan kualitas yang
dinilai.

Tujuan dan Fungsi Evaluasi

Evaluasi bertujuan untuk merumuskan apa yang harus dilakukan,


mengumpulkan informasi, dan menyajikan informasi yang berguna bagi
menetapkan alternatif keputusan. Dalam konteks pelaksanaan pendidikan,
evaluasi memiliki beberapa tujuan, antara lain sebagai berikut:
1) Untuk mengetahui kemajuan belajar siswa setelah mengikuti kegiatan
pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
2) Untuk mengetahui efektivitas metode pembelajaran.
3) Untuk mengetahui kedudukan siswa dalam kelompoknya.
4) Untuk memperoleh masukan atau umpan balik bagi guru dan siswa dalam
rangka perbaikan.

Evaluasi dapat menentukan efektivitas kinerja dan memberikan informasi untuk


perbaikan. Ada beberapa fungsi evaluasi, yaitu:
a. Evaluasi merupakan alat yang penting sebagai umpan balik bagi peserta ajar.
Melalui evaluasi peserta ajar akan mendapatkan informasi tentang efektivitas
pembelajaran yang dilakukannya.
b. Evaluasi merupakan alat yang penting untuk mengetahui bagaimana
ketercapaian peserta ajar dalam menguasai tujuan yang telah ditentukan.
c. Evaluasi dapat memberikan informasi untuk mengembangkan program
kurikulum, khususnya untuk perbaikan program selanjutnya.

19
d. Informasi dari hasil evaluasi dapat digunakan oleh peserta ajar secara
individual dalam mengambil keputusan, khususnya untuk menentukan masa
depan dan pengembangan karir.
e. Evaluasi berguna untuk para pengembang kurikulum khususnya dalam
menentukan kejelasan tujuan khusus yang ingin dicapai. Misalnya, apakah
tujuan itu perlu diubah atau ditambah.
f. Evaluasi sebagai umpan balik penentuan kebijakkan untuk semua pihak yang
berkepentingan dengan pendidikan

Evaluasi sering dianggap sebagai kegiatan akhir dari suatu proses kegiatan.
Siswa dievaluasi setelah ia selesai melakukan suatu pelajaran, apakah ia
berhasil atau tidak. Kurikulum dievaluasi setelah diimplementasikan, apakah
kurikulum tersebut telah mencapai tujuan yang diharapkan atau belum, bagian-
bagian mana yang perlu dievaluasi. Fungsi evaluasi seperti contoh diatas
diformulasikan oleh Scriven (1967) dalam istilah formatif dan sumatif.

Evaluasi Formatif

Formatif adalah fungsi evaluasi untuk memberikan informasi dan pertimbangan


yang berkenaan dengan upaya untuk memperbaiki suatu pembelajaran dalam
proses pengembangan atau belum selesai. Evaluasi formatif dilakukan selama
proses pembelajaran berlangsung untuk melihat kemajuan belajar peserta ajar.

Fungsi formatif suatu evaluasi hanya dapat dilaksanakan ketika evaluasi itu
berkenaan dengan proses dan bukan berfokus pada hasil. Bahkan ahli
perencana pembelajaran handal pun tidak begitu menyukai untuk membuat
pengajaran yang sempurna pada saat pertama. Terlihat luar biasa ketika
konsep atau gagasan tidak berjalan seperti yang direncanakan ketika
diterapkan di dalam kelas. Evaluasi formatif menjadi bagian penting proses
perencanaan pangajaran, hal ini berfungsi untuk menginformasikan
insruktur/pengajar atau tim perencana, seberapa besar kemajuan program
pengajaran disajikan sesuai tujuan pembelajaran. Evaluasi formatif lebih
berguna ketika dilakukan selama pembuatan dan ujicoba. Dapat dilakukan
20
ketika proses. Jika rencana pengajaran berisikan kelemahan, hal ini akan dapat
diidentifikasi dan di eliminasi sebelum penerapan keseluruhan.

Hasil tes, reaksi pelajar, observasi kerja pelajar, tinjauan oleh ahli materi
pelajaran, dan saran-saran dari kolega dapat menjadi indikator kekurangan
dalam sekuen, prosedur atau material pembelajaran. Evaluasi formatif adalah
kontrol mutu dari proses pembuatan perencanaan pengajaran. Dalam hal ini
kita belajar bagaimana mengevaluasi kemajuan sesuai dengan perencanaan.

Tes formatif dan revisi adalah penting untuk keberhasilan perencanaan desain
pembelajaran. Biasanya berhubungan tidak hanya kesesuaian tujuan
pembelajaran, isi materi, strategi pembelajaran dan material tapi juga untuk
peranan individu, penggunaan fasilitas dan perlengkapan, jadwal, dan faktor
lain yang secara bersamaan mempengaruhi penampilan optimal dalam
pencapaian tujuan. Perlu diingat, proses perencanaan adalah interaksi
berkelanjutan, dimana setiap elemen mempengaruhi elemen yang lain.

Perencana pengajaran dan pengajar perlu menggunakan evaluasi formatif.


Untuk perencana, biasanya fokus pada keefektifan materi. Sehingga jika
pelajar berpenampilan buruk, kesimpulannya adalah materi, tidak hanya pelajar
yang disalahkan (Hellebrandt & Russel, 1993,p.22). Untuk pengajar, fokus
kepada pelajar. Jika pelajar tidak menampilkan perubahan yang berarti seperti
yang diharapkan, dan keefektifan pembelajaran telah didemonstrasikan,
kesimpulannya adalah pelajar, bukan materi yang disalahkan.

Pertanyaan-pertanyaan berikut dapat digunakan oleh perencana pengajaran


untuk mendapatkan data selama evaluasi formatif:
1. Memberikan tujuan pembelajaran untuk setiap unit atau pelajaran, apakah
tingkat pembelajaran dapat diterima? Apakah kelemahan yang jelas
terlihat/nyata?
2. Apakah pelajar dapat menggunakan pengetahuannya atau menampilkan
kemampuan pada tingkatannya? Adakah yang menunjukkan kelemahan?
3. Berapa lama waktu pengajaran dan pembelajaran yang dibutuhkan?
Apakah dapat diterima?

21
4. Apakah kegiatannya terlihat sesuai dan teratur untuk pengajar dan pelajar?
5. Dimana materi nyaman dan mudah untuk ditempatkan, digunakan dan
diarsipkan?
6. Apakah reaksi pelajar terhadap metode pelajaran, kegiatan, materi, dan
metode evaluasi?
7. apakah setiap tes perunit dan hasil yang lain mengukur taksiran kepuasan
tujuan pembelajaran?
8. Apa perbaikan dalam program terlihat penting ( isi, format dsb.)?
9. Apakah keadaan pembelajaran telah sesuai?

Evaluasi Sumatif

Fungsi sumatif adalah apabila evaluasi itu digunakan untuk melihat


keberhasilan suatu program yang direncanakan. Fungsi ini berhubungan
dengan pencapaian suatu hasil yang dicapai suatu program.

Fungsi sumatif tidak dapat diterapkan ketika perencanaan pengajaran masih


berproses. Dimana fungsi ini memberikan pertimbangan terhadap hasil
pengembangan dapat berupa dokumen rencana pembelajaran, hasil belajar,
ataupun dampak pembelajaran lingkungan belajar. Evaluasi sumatif dilakukan
selama menilai tingkat dimana hasil utama tercapai diakhir pembelajaran.
Apakah akan dilakukan postes perunit dan ujian akhir untuk pengajaran. Untuk
mengukur keefektifan pelajar, evaluasi sumatif juga sering mengukur hal-hal
sebagai berikut.

22
- Ketepatgunaan pembelajaran
- Biaya dari pembuatan program
- Kelangsungan biaya
- Reaksi terhadap program pembelajaran
- Keberlangsungan keuntungan suatu program

Kelangsungan keuntungan suatu program dapat ditetapkan mengikuti pelajar


yang menyelesaikan program pembelajaran untuk menutupi dimanapun dan
kapanpun mereka menggunakan pengetahuannya, kemampuannya, dan
sikapnya. Berdasarkan fungsi sumatif ini maka akan dihasilkan suatu
pertimbangan apakah perlu dilanjutkan karena keberhasilannya dan masih
dianggap relevan dengan perkembangan serta tuntutan, atau harus diganti
karena ketidaksesuai dengan tuntutan.

Evaluasi dilakukan dengan maksud untuk memutuskan penilaian atau


keberhasilan seseorang atau sesuatu (misalnya pelajaran, program, proyek).
Sebelum melakukan evaluasi, kita harus menentukan tujuannya. Dari
keseluruhan tujuan kelengkapan pelatihan dan pendidikan adalah untuk
menetapkan keberhasilan pelajar dalam pembelajaran. Apakah hasil evaluasi
akan digunakan untuk meningkatkan bagaimana pelatihan diajarkan? Apakah
hasil evaluasi digunakan untuk menilai bahwa pengajaran telah dilakukan?
Atau telah dialihkan untuk suatu waktu. Hal yang menarik ini saling membantu,
tetapi biasanya pendekatan evaluasi dilakukan sesuai/ tergantung kepada hal
yang lebih berguna, yaitu evaluasi formatif, sumatif, atau pendekatan
konfirmatif.

Evaluasi Konfirmatif

Di dunia bisnis pelatihan seringkali ditawarkan kepada karyawan setelah


permasalahan yang terjadi selesai diatasi. Evaluasi konfirmatif adalah
rancangan pembelajaran yang digunakan untuk mengetahui apakah pelatihan
atau pembelajaran sesuai dengan apa yang telah dilakukan (permasalahan
yang telah diatasi).

23
Peranan Tujuan Pembelajaran

Desain pembelajaran berkaitan erat dengan proses pencapaian tujuan


pembelajaran. Tujuan pembelajaran merupakan aspek yang perlu
dipertimbangkan dalam perencanaan pembelajaran. Sebab segala kegiatan
pembelajaran muaranya pada pencapaian tujuan tersebut. Tujuan
pembelajaran dirumuskan dalam bentuk kompetensi, yakni kemampuan yang
harus dimiliki oleh peserta ajar. Kompetensi yang harus dicapai dirumuskan
dalam bentuk perubahan perilaku yang terukur yang selanjutnya dinamakan
objective. Perubahan perilaku sebagai objective dikembangkan oleh Merger
dalam format ABCD, yaitu Audience (siapa yang harus memiliki kemampuan),
Behavior (perilaku yang bagaimana yang diharapkan dapat dimiliki), Condition
(dalam kondisi dan situasi yang bagaimana subjek dapat menunjukkan
kemampuan sebagai hasil belajar yang telah diperolehnya), Degree (kualitas
atau kuantitas tingkah laku yang diharapkan dicapai sebagai batas minimal).
Bentuk perumusannya dapat dilihat pada contoh berikut ini. Disampaikan
tentang Teknik presentasi dengan powerpoint (C), diharapkan peserta belajar
(A), dapat mengoperasikan (B) tools dalam powerpoint dengan tepat sesuai
fungsinya (D).

Dalam rumusan tujuan pembelajaran diatas, yakni dapat mengoperasikan.


Perilaku tersebut merupakan perilaku yang terukur yang dapat diobservasi.
Kata mengoperasikan merupakan perilaku yang spesifik atau yang kita sebut
sebagai kompetensi. Oleh karena tujuan pembelajaran atau kompetensi
merupakan tujuan pembelajaran yang harus dicapai, maka desainer
pembelajaran harus segera merumuskan item tes sesuai dengan tujuan
pembelajaran yang dirumuskan. Perumusan tes setelah perumusan tujuan
bukan hanya berguna dalam menentukan indikator keberhasilan, akan tetapi
juga berfungsi untuk mengecek ketepatan rumusan tujuan (Sanjaya Wina
2008). Perhatikan contoh berikut.

24
Rumusan Tujuan Evaluasi

Setelah Kegiatan Belajar Mengajar Coba anda kemukakan, apa


berakhir, diharapkan peserta ajar perbedaan pengertian antara
dapat mengemukakan perbedaan evaluasi formatif dan evaluasi
pengertian antara evaluasi formatif sumatif.
dan evaluasi sumatif.

Dari rumusan tersebut, tampak jelas bahwa perubahan perilaku yang


terkandung dalam tujuan itu dapat diukur, karena memang melalui alat evaluasi
yang dapat ditentukan keberhasilannya. Artinya, apabila diakhir Kegiatan
Belajar Mengajar, kemudian peserta belajar dapat menjelaskankan pengertian
evaluasi formatif dan membedakannya dengan evaluasi sumatif, maka
Kegiatan Belajar Mengajar dapat dikatakan berhasil. Sebaliknya, jika peserta
belajar tidak dapat menjawab pertanyaan tersebut, maka dapat dikatakan
Kegiatan Belajar Mengajar tidak berhasil.

25

Anda mungkin juga menyukai