Anda di halaman 1dari 29

BAB VI

PEMBANGUNAN PENDIDIKAN

A. Permasalahan yang Dihadapi

Sebagaimana dikemukakan dalam Program Pembangunan


Nasional (PROPENAS) 2000–2004, krisis ekonomi mempunyai
dampak pada penyelenggaraan pendidikan yang ditunjukkan antara
lain dengan menurunnya kemampuan orang tua dalam membiayai
pendidikan anak-anaknya yang berakibat meningkatnya angka putus
sekolah. Data dari Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang)
Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) menunjukkan, pada
tahun 1999/2000, angka putus sekolah jenjang Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD-MI) sebanyak 3,38 persen dari
populasi siswa SD-MI atau sebanyak 960.700 anak, dan lulusan SD-
MI yang tidak melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SLTP-MTs) sebanyak 19,31 persen
dari lulusan SD-MI atau sebanyak 770.500 anak. Disamping itu angka
putus sekolah pada jenjang SLTP-MTS sebanyak 4,04 persen dari
populasi SLTP-MTs atau sebanyak 377.600 anak. Gejala putus
sekolah dan tidak melanjutkan ini jelas mengancam tercapainya
penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun (Wajar

VI - 1
Dikdas), yang menjadi prioritas utama pemerintah di bidang
pendidikan.

Sementara itu, perubahan tatanan pemerintahan dengan


terjadinya reformasi dan berlakunya kebijakan desentralisasi, terutama
dengan telah diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah, serta Peraturan Pemerintah Nomor 25
Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan
Propinsi Sebagai Daerah Otonom, telah memberikan pengaruh besar
terhadap pelaksanaan sistem pendidikan baik di tingkat pusat maupun
di daerah. Pada tahun pertama dilaksanakannya peraturan-peraturan
tersebut, terjadi kebingungan dan ketidakjelasan dalam penyediaan
pelayanan pendidikan yang disebabkan tidak adanya pedoman/acuan,
kurang mantapnya koordinasi dan komunikasi serta kurangnya
sosialisasi. Di beberapa Kabupaten/Kota, kejadian tersebut telah
menyebabkan tidak berlanjutnya kegiatan-kegiatan yang sebetulnya
sangat berperan dalam menunjang terwujudnya pelayanan pendidikan
yang baik. Kegiatan-kegiatan yang tidak berlanjut di beberapa
kabupaten/kota tersebut antara lain: kegiatan pemberian makanan
tambahan anak sekolah (PMTAS) di daerah miskin, kegiatan
peningkatan dayaguna dan fungsi (revitalisasi) SD-MI, dan kegiatan
penyediaan Dana Operasional Pemeliharaan (DOP) untuk seluruh SD-
MI.

Masih rendahnya kesejahteraan guru dan kesenjangan kualitas


serta persebarannya, masih belum memadainya sarana dan prasarana
pendidikan, belum tersedianya biaya operasional sekolah/pendidikan
luar sekolah yang memadai secara berkelanjutan juga mempunyai
pengaruh terhadap proses belajar mengajar, yang selanjutnya
berpengaruh terhadap mutu lulusan dan mutu pendidikan secara
keseluruhan. Di samping itu, pendidikan dirasakan belum cukup
bermakna dalam pengembangan pribadi dan watak peserta didik, yang
tercermin dalam kehidupan sehari-hari yaitu adanya kecenderungan
kurang peka terhadap kemajemukan masyarakat, berkurangnya rasa
kebersamaan, dan lunturnya rasa toleransi.

Kualitas sumber daya manusia Indonesia yang masih rendah,


ditunjukkan oleh angkatan kerja yang sekitar 63,5 persen tamatan SD

VI - 2
atau bahkan tidak lulus SD. Dari Human Developmen Report 2001
yang diterbitkan oleh United Nation Development Programme
(UNDP), indek pengembangan sumber daya manusia (Human
Development Index) Indonesia berada pada peringkat 102 dari 162
negara yang diukur. Hasil kajian The Third International
Mathematics and Science Study 1999 (TIMMS) menunjukkan,
kemampuan siswa kelas dua SLTP dalam bidang IPA dan matematika
berada pada peringkat 32 dan 34 dari 38 negara yang dikaji. Kemudian
dari data yang dipaparkan oleh Asia Week, pada jenjang pendidikan
tinggi di kawasan Asia, diantara 77 perguruan tinggi yang disurvey,
empat perguruan tinggi terbaik di Indonesia menempati peringkat ke-
61, ke-68, ke-73, dan ke-75.

Dalam hal pemerataan dan akses memperoleh pendidikan,


gambarannya juga belum menggembirakan, terutama pada jenjang
SLTP-MTs, SMU-SMK-MA, dan perguruan tinggi. Pada tahun
1999/2000 angka partisipasi murni (APM) pendidikan di SD-MI dan
SLTP-MTs masing-masing sebesar 94,44 persen dan 54,81 persen.
Sementara itu, angka partisipasi kasar (APK) SD-MI, SLTP-MTs, SM
(SMU, SMK dan MA), dan PT berturut-turut 111,99 persen, 71,87
persen, 38,95 persen, dan 11,76 persen. Angka buta huruf masih
cukup tinggi yaitu 16 persen untuk penduduk usia 10 tahun keatas
yang perempuan, dan 7,1 persen untuk penduduk usia 10 tahun
keatas yang laki-laki. Dari gambaran APK SLTP-MTs yang sebesar
71,87 persen dan masih tingginya putus sekolah di tingkat SD-MI,
serta tingginya angka buta huruf, mencerminkan bahwa pencapaian
Wajar Dikdas Sembilan Tahun secara nasional masih memerlukan
waktu beberapa tahun lagi untuk dapat diwujudkan.

Pelaksanaan kebijakan dan program pendidikan pada masa


transisi mengalami kendala mengingat ketentuan dan pengaturan
otonomi daerah belum sepenuhnya dapat direalisasikan. Pengelolaan
bidang pendidikan di waktu yang akan datang akan sangat tergantung
pada kemampuan aparatur dan kualitas sumber daya manusia (SDM)
di daerah dalam memberikan perhatian dan komitmen bagi
pelaksanaan pembangunan pendidikan. Sementara itu pemerintah
pusat akan lebih berperan dalam kebijakan makro pendidikan,
penentuan standar kompetensi siswa/warga belajar, standar materi

VI - 3
pelajaran pokok, standar pelayanan pendidikan, menjaga keadilan dan
keseimbangan dalam penyediaan pelayanan antar daerah, serta
bertindak sesuai batas kewenangan yang digariskan.

Tuntutan kualitas pendidikan dalam era global, memerlukan


kerja sama bahu-membahu antara pemerintah dengan masyarakat.
Usaha untuk mendorong partisipasi masyarakat yang lebih luas dalam
proses penentuan kebijakan dan pelaksanaan pendidikan masih sangat
jauh dari yang dicita-citakan. Usaha untuk mendorong partisipasi
masyarakat tersebut antara lain diwujudkan dengan mulai
disosialisasikannya pembentukan Dewan-Pendidikan/Dewan-Sekolah
di tingkat Kabupaten/Kota serta diperkuatnya Komite Sekolah di
tingkat sekolah agar mampu merencanakan, mengarahkan,
menentukan kebijakan, dan melakukan pengawasan (check and
balance) terhadap jalannya kegiatan belajar mengajar di setiap
sekolah. Sampai pertengahan tahun 2001 ini, meskipun sosialisasi
Dewan-Pendidikan/Dewan-Sekolah serta penguatan Komite Sekolah
tersebut telah mendapatkan sambutan yang sangat menggembirakan di
berbagai kalangan masyarakat di daerah, namun perintisan
pembentukannya masih dihadapkan kepada banyak kendala, terutama
disebabkan belum dilakukannya sosialisasi secara besar-besaran serta
belum terkaitnya program tersebut dengan kegiatan-kegiatan
pelaksanaan kebijakan pendidikan yang sedang berjalan.

Pada tahun 2000 dan awal tahun 2001 konflik dan kerusuhan
sosial di beberapa daerah, meskipun sudah mulai terkendali, namun
belum sepenuhnya dapat diatasi dan dituntaskan. Dampak kerusuhan
sosial dan bencana alam di beberapa daerah terhadap penyelenggaraan
pendidikan memerlukan penanganan khusus yang sifatnya darurat
terutama berkaitan dengan penyediaan layanan pendidikan bagi anak-
anak pengungsi, dan rehabilitasi sekolah-sekolah yang mengalami
kerusakan berat.

Melihat semua permasalahan dan tantangan di bidang


pendidikan diatas, utamanya yang berkaitan dengan perhatian dan
kesejahteraan guru, perwujudan sistem pendidikan yang lebih
demokratis dan bermakna, perwujudan kualitas dan relevansi
pendidikan yang lebih baik, tercapainya Wajar Dikdas Sembilan

VI - 4
Tahun dengan lebih cepat, penataan kelembagaan dan manajemen
pendidikan di era otonomi daerah, adanya komitmen anggaran
pendidikan pemerintah/pemerintah daerah yang lebih besar, serta
terwujudnya partisipasi masyarakat yang lebih luas (tidak hanya dalam
penyelenggaraan pendidikan swasta, namun juga ikut menentukan
arah/kebijakan dan pembiayaan pendidikan), maka sangat dirasakan
bahwa Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional perlu dikaji kembali dan dilakukan perbaikan.

Di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek), kualitas


maupun komposisi serta penyebaran SDM di Indonesia masih
belum sesuai dengan kebutuhan dalam pelaksanaan pembangunan.
Demikian pula sarana keilmuan, sistem kelembagaan, dan perangkat
perundangan yang tersedia belum mendukung pengembangan Iptek
dalam rangka memenuhi kebutuhan tersebut. Stratifikasi dan
sertifikasi SDM, serta penemuan dan karya cipta (Hak atas
Kekayaan Intelektual/HaKI) juga masih kurang dihargai. Dalam era
global, untuk meningkatkan daya saing barang dan jasa, diperlukan
penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi di kalangan
dunia usaha. Namun sumber daya Iptek yang tersebar di berbagai
organisasi belum dapat mendukung upaya tersebut. Beberapa
masalah pokok yang dihadapi antara lain adalah hasil riset iptek
masih belum dapat memenuhi kebutuhan sektor industri serta masih
rendahnya kerja sama antara lembaga penelitian dan pengembangan
(Lemlitbang) dengan dunia usaha.

Sementara itu pengembangan riset iptek untuk dapat


meningkatkan kualitas sesuai dengan perkembangan iptek di dunia
usaha juga masih terbatas. Kemampuan SDM di bidang iptek masih
perlu terus dikembangkan agar dapat mengikuti perkembangan iptek
di tingkat global sekaligus tetap mampu memperhatikan kebutuhan
pengguna iptek dalam negeri. Kapasitas dan kualitas lemlitbang
masih belum berkembang sesuai kompetensinya, di samping
fasilitas penelitian dan pengembangan yang belum sesuai dengan
standar minimal yang disyaratkan. Kerjasama dan keterpaduan antar
berbagai lemlitbang, antara lemlitbang dengan perguruan tinggi dan
antara lemlitbang dengan industri juga belum berjalan dengan baik.
Selanjutnya, dengan otonomi daerah, kerja sama antara lemlitbang

VI - 5
dengan pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan penguasaan,
pengembangan dan penerapan iptek di daerah serta membantu
mengembangkan ekonomi daerah masih perlu ditingkatkan.

B. Langkah-langkah Kebijakan dan Hasil-hasil yang


Dicapai

Langkah-langkah kebijakan yang dilaksanakan pada tahun


2000 dan 2001, untuk mendukung arah kebijakan yang telah
digariskan GBHN 1999, antara lain: (1) Upaya memperluas akses dan
memberikan kesempatan yang adil dan merata kepada penduduk usia
sekolah untuk memperoleh pendidikan baik di jalur pendidikan
sekolah maupun di jalur pendidikan luar sekolah; (2) Memberikan
layanan pendidikan alternatif bagi penduduk usia sekolah yang
mengalami (berada di daerah) konflik/kerusuhan sosial atau yang
menderita akibat bencana alam; (3) Terus dilakukannya usaha-usaha
untuk meningkatkan kualitas dan relevansi pendidikan, diantaranya
dengan mengembangkan kurikulum “competency based”, perbaikan
sarana/prasarana sekolah, peningkatan kualitas dan ratio guru,
peningkatan kesejahteraan guru, serta penyempurnaan kegiatan belajar
mengajar; (4) Dilakukannya usaha-usaha untuk meletakkan dasar bagi
terselenggaranya pendidikan yang lebih demokratis dan berbasis
kepada masyarakat. Langkah kebijakan yang dilakukan dalam
mewujudkan hal ini, antara lain mulai dilakukannya perintisan
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di beberapa daerah, serta
dilakukannya sosialisasi dan konsultansi Dewan Pendidikan/Dewan
Sekolah serta penguatan fungsi dan peran Komite Sekolah di beberapa
Kabupaten/Kota dan Propinsi; (5) Dilakukannya usaha untuk lebih
memperluas pendidikan masyarakat melalui jalur pendidikan luar
sekolah. Langkah kebijakan yang dilakukan antara lain dengan
memperluas kegiatan penuntasan buta aksara melalui program buta
aksara fungsional, pelaksanaan paket kegiatan belajar untuk
pembekalan kewirausahaan, serta pemberian beasiswa magang; (6)
Langkah kebijakan untuk mempercepat pencapaian Wajar Dikdas
Sembilan Tahun, dilakukan melalui jalur pendidikan sekolah dan
jalur pendidikan luar sekolah, diantaranya dilakukan dengan:

VI - 6
memperluas akses memasuki SLTP-MTs di setiap propinsi (melalui
pembangunan ruang kelas baru, unit sekolah baru, melaksanakan
pendidikan SLTP-MTs terbuka, melaksanakan pendidikan SLTP
kecil), dan memperluas penyelenggaraan Paket Kejar A dan Paket
Kejar B; (7) Usaha untuk mewujudkan sistem pendidikan yang lebih
demokratis dan bermakna juga diwujudkan dengan melakukan
evaluasi dan peninjauan terhadap sistem perundangan dan peraturan di
bidang pendidikan, utamanya peninjauan dan evaluasi terhadap
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Usaha tersebut dilakukan oleh Komite Reformasi
Pendidikan yang dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan
Nasional; (8) Dalam upaya peningkatan penelitian, kapasitas dan
kemampuan sumber daya iptek, serta kemandirian dan keunggulan
iptek, langkah-langkah kebijakan yang ditempuh adalah
meningkatkan mutu hasil penelitian dan pengembangan dan
menyesuaikan dengan kebutuhan pembangunan, meningkatkan
kualitas sumber daya iptek, termasuk SDM dan lembaga, pranata
kelembagaan serta prasarana berupa pola pembiayaan, insentif fiskal
dan peraturan yang mendukung pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi nasional.

Sejalan dengan langkah-langkah kebijakan tersebut maka


hasil yang dicapai dalam program pembangunan pendidikan pada
tahun 2000 dan 2001 sebagai berikut.

1. Program Pendidikan Dasar dan Prasekolah

Kegiatan penting dalam program ini adalah pemerataan


memperoleh pendidikan terutama dikaitkan dengan Program Wajar
Dikdas Sembilan Tahun. Salah satu indikator penting adalah angka
partisipasi pendidikan.

Walaupun angka partisipasi sekolah dasar termasuk madrasah


ibtidaiyah sudah cukup tinggi (APM 92,74 persen dan APK 112,57
persen) pada tahun 2000/01 namun upaya pemerataan pendidikan
tetap dilakukan. Untuk menjangkau penduduk yang berpindah-pindah
dan daerah terpencil/jarang penduduknya diselenggarakan SD Kecil
dengan penambahan 506 orang guru. Selain itu diberikan beasiswa

VI - 7
JPS bagi sekitar 1,8 juta siswa SD-MI. Upaya ini telah berhasil
meningkatkan angka partisipasi kasar (APK) dari 111,99 persen
menjadi 112,57 persen. APK SD-MI direncanakan akan meningkat
lagi pada tahun 2001/02 yaitu 113,07 persen (Tabel VI-1).

Upaya penuntasan program Wajar Dikdas Sembilan Tahun


pada tahun 2000/01dan 2001/02 pada jenjang SLTP dilakukan melalui
berbagai upaya peningkatan daya tampung SLTP yaitu membangun
103 unit gedung baru (UGB) dan 18.369 ruang kelas baru (RKB). Di
samping itu direhabilitasi ruang kelas SLTP sebanyak 310 ruang serta
penyiapan tanah untuk pembangunan SLTP di 106 lokasi. Bersamaan
dengan upaya tersebut diberikan beasiswa JPS kepada 1,65 juta siswa
SLTP-MTs dan beasiswa bakat prestasi bagi sejumlah 468.824 siswa
SD sampai SM. Upaya peningkatan daya tampung SLTP-MTs
tersebut telah berhasil meningkatkan APK SLTP-MTs dari 71,87
persen pada tahun 1999/2000 menjadi 72,24 persen tahun 2000/01,
dan direncanakan akan meningkat lagi menjadi 73,27 persen pada
tahun 2001/02 (Tabel VI-2).

Kepada sekolah swasta diberikan dana imbal swadaya yang


menjangkau 13.094 sekolah meliputi SLB dan SLTP. Bantuan bagi
daerah terpencil, tertinggal, dan miskin diberikan dalam bentuk
rehabilitasi bangunan sekolah sebanyak 5.329 unit dan pengadaan
buku sebanyak 542.106 eksemplar. Selain itu juga diberikan bantuan
pendidikan alternatif akibat kerusuhan dan bencana alam di 14
propinsi berupa perawatan gedung sekolah/pendidikan. Selama tahun
2000 dan 2001 dibangun 23 TK, ruang kelas baru SLTP sebanyak
6.369 dan rehabilitasi 1.169 ruang SLB. Di samping itu diberikan
subsidi kepada 1.032 sekolah SLTP.

Upaya peningkatan mutu pendidikan dasar juga dilakukan


dengan peningkatan kualifikasi guru melalui pelatihan fungsional serta
pendidikan dan pelatihan mata pelajaran yang menjangkau 1 juta
orang. Bersamaan dengan upaya tersebut juga telah dilakukan
penambahan lebih dari 40 juta buku perpustakaan dan buku pelajaran
pokok, serta buku pendidikan I dan II SD sekitar 80.000 eksemplar.

VI - 8
Peningkatan mutu SLTP juga dilakukan dengan
meningkatkan sarana dan peralatan pendidikan. Selama dua tahun ini
telah diperbaiki 310 unit gedung SLTP. Di samping itu, telah
diadakan tambahan peralatan pendidikan yang terdiri atas alat
pendidikan SLTP 5.844 set dan pengadaan alat laboratorium IPA
2.387 unit.

Guna meningkatkan keterkaitan dan kesepadanan dengan


kebutuhan pembangunan, pembekalan kemampuan dasar pada jenjang
pendidikan dasar ditingkatkan dengan cara menambah jumlah jam
pelajaran dan meningkatkan mutu proses belajar matematika dan IPA
dalam kurikulum SD dan SLTP. Sedangkan untuk menyesuaikan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan, wawasan ilmu pengetahuan
dan teknologi (iptek) diintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran.
Demikian pula wawasan keimanan dan ketaqwaan (imtaq) juga
diintegrasikan ke berbagai mata pelajaran disamping juga melalui
kegiatan ekstra kurikuler dan pesantren kilat.

Dalam rangka penanganan pendidikan di daerah kerusuhan


dan daerah khusus dilakukan berbagai upaya secara khusus. Dalam
rangka memulihkan proses belajar dan mengajar di Propinsi Maluku
Utara telah disediakan dana beasiswa, bantuan sarana dan prasarana,
dan rehabilitasi untuk SLTP. Bantuan tersebut digunakan untuk : (1)
penyediaan beasiswa; (2) pengadaan buku, sarana/prasarana, dan
pakaian seragam; (3) pengadaan mebelair dan alat pendidikan; (4)
rehabilitasi SLTP; (5) pemberian bahan ajar untuk anak; dan (6)
tambahan pengangkatan guru dan tenaga tata usaha.

Dalam rangka percepatan pembangunan pendidikan di Irian


Jaya dilakukan kegiatan-kegiatan antara lain : (1) peningkatan mutu
TK, SD, SLB; (2) perluasan dan peningkatan mutu SLTP; (3)
peningkatan mutu tenaga kependidikan; dan (4) operasi dan perawatan
fasilitas; serta (5) penambahan pengangkatan guru SLTP untuk tahun
anggaran 1999/2000 sebanyak 769 orang.

Bagi Propinsi Daerah Istimewa Aceh pada tahun 2001


disediakan anggaran pembangunan pendidikan dasar dan menengah
untuk : (1) pembinaan pendidikan dasar dan pendidikan menengah; (2)

VI - 9
pemberian beasiswa dan Dana Bantuan Operasional (DBO); (3)
bantuan untuk sekolah penampungan pengungsi bagi 168 SD/MI
dengan 6.709 siswa, 103 SLTP/MTs dengan 3.301 siswa; (4) bantuan
bencana alam dan kerusuhan; dan (5) bantuan untuk daerah miskin
(Aceh Tenggara), berupa beasiswa bagi 307 siswa dan untuk 30
sekolah.

2. Program Pendidikan Menengah

Selama kurun waktu yang sama (tahun 2000/01 dan 2001/02)


upaya meningkatkan pemerataan kesempatan belajar di Sekolah
Menengah Umum (SMU) dilakukan melalui pembangunan 361 Unit
Gedung Baru (UGB) dan 627 Ruang Kelas Baru (RKB). Dengan
tambahan UGB dan RKB maka jumlah siswa baru SMU direncanakan
meningkat dari 1.063,8 ribu pada tahun 2000/01 menjadi 1.071,9 ribu
pada tahun 2001/02. Berkat peningkatan jumlah siswa baru tersebut
jumlah siswa SMU secara keseluruhan juga direncanakan akan
meningkat dari sekitar 2.926,1 ribu pada tahun 2000/01 menjadi
2.990,6 ribu tahun 2001/02 (Tabel VI-3). Dengan demikian APK
SMU direncanakan meningkat dari 21,70 persen pada tahun 2000/01
menjadi 22,30 persen tahun 2001/02.

Pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), peningkatan daya


tampung dilakukan melalui pembangunan UGB dan penambahan
ruang kelas baru pada SMK yang sudah ada. Dengan upaya-upaya
tersebut jumlah siswa SMK direncanakan meningkat dari 1.952,2 ribu
pada tahun 2000/01 menjadi sekitar 2.021,6 ribu pada tahun 2001/02
(Tabel VI-3). Dengan meningkatnya jumlah siswa SMK, maka total
angka partisipasi kasar SMK direncanakan akan meningkat dari 14,5
persen menjadi 15,0 persen. Sementara itu jumlah siswa MA
direncanakan meningkat dari 491,0 ribu pada tahun 2000/01 menjadi
500,7 ribu pada tahun 2001/02. Dengan meningkatnya jumlah siswa
SMU, SMK, dan MA maka APK pada jenjang SM juga direncanakan
meningkat dari 39,87 persen pada tahun 2000/01 menjadi 41,03
persen pada tahun 2001/02 (Tabel VI-3).

VI - 10
Seiring dengan perluasan kesempatan belajar, mutu
pendidikan SMU juga ditingkatkan dengan melakukan pembangunan
19 ruang perpustakaan dan 180 ruang lanboratorium IPA, penambahan
peralatan pendidikan yang mencakup alat peraga matematika 61
perangkat, dan komputer 236 unit, pengadaan buku pelajaran pokok
sekitar 1,9 juta eksemplar, buku perpustakaan 350 ribu eksemplar,
buku agama 305 ribu, dan buku ajar sastra 655 juta eksemplar serta
sekitar 1 juta buku biologi I dan Fisika I. Selain itu, dalam rangka
peningkatan mutu guru dilakukan pendidikan dan pelatihan teknis
fungsional dan mutu pelajaran sekolah untuk sekitar 11.300 ribu
orang.

Walaupun jumlah siswa SMK meningkat, tetapi jenis dan


mutu pendidikan kejuruan belum sepenuhnya sesuai dengan
kebutuhan pembangunan. Peningkatan mutu pendidikan SMK
dilakukan dengan menambah 68 ruang teori, praktik, dan penunjang,
pengadaan buku pelajaran dan bacaan, melengkapi SMK dengan
peralatan pendidikan yang sesuai sebanyak 35 unit, serta
meningkatkan sistem evaluasi hasil belajar dan meningkatkan kualitas
tenaga kependidikan.

Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan menengah telah


dilaksanakan berbagai kegiatan antara lain: (1) pendidikan dan
pelatihan teknis fungsional bagi guru pendidikan menengah; (2)
pemberian subsidi kepada sekolah; (3) pengadaan guru bantu
sementara; (4) pengadaan sarana dan prasarana pendidikan; (5)
pemberian beasiswa bakat dan prestasi bagi siswa sekolah menengah;
(6) program percepatan belajar; (7) penyelenggaraan lomba penelitian
ilmiah remaja (LPIR) dan berpartisipasi dalam lomba/olimpiade
tingkat internasional untuk matematika, fisika, kimia, biologi dan
komputer (informatika) di berbagai negara. Dalam olimpiade tingkat
internasional tersebut tim Indonesia selalu mendapat medali; (8)
penyempurnaan kurikulum yang mencakup penyusunan standar materi
pelajaran pokok, kompetensi dasar, dan indikator/target pencapaian
untuk mata pelajaran; (9) penyempurnaan mata pelajaran yang
meliputi 16 jenis untuk SMU.

VI - 11
Salah satu indikator untuk mengetahui mutu pendidikan
adalah dari hasil evaluasi belajar. Evaluasi belajar tahap akhir nasional
tahun 2000/2001, dengan keputusan bersama Mendiknas, Menag, dan
Mendagri dan Otoda dilaksanakan pada bulan Mei dan Juni 2001
dengan menyempurnakan pelaksanaannya.

Pada satuan pendidikan dasar tetap dilakukan pengembangan


kurikulum muatan lokal sesuai dengan karakter geografis, ekonomi
dan sosial budaya setempat, sedangkan pada satuan pendidikan
menengah dilakukan peningkatan relevansi tamatan pendidikan
menengah kejuruan dengan kebutuhan tenaga kerja.

Dalam rangka penanganan pendidikan di daerah kerusuhan


dan daerah khusus dilakukan berbagai upaya:

Di Propinsi Maluku Utara telah disediakan dana beasiswa,


bantuan sarana dan prasarana, dan rehabilitasi untuk SMU. Bantuan
tersebut digunakan untuk penyediaan beasiswa, pengadaan buku,
sarana/prasarana, dan pakaian seragam, pengadaan mebelair dan alat
pendidikan, pemberian bahan ajar untuk 2.000 anak; dan
pengangkatan guru.

Di Irian Jaya dilakukan kegiatan-kegiatan antara lain


penambahan pengangkatan guru dan tenaga administrasi. Bagi
Propinsi Daerah Istimewa Aceh pada tahun 2001 disediakan anggaran
pembangunan pendidikan menengah dan digunakan untuk pemberian
beasiswa dan DBO, bantuan untuk sekolah penampungan pengungsi
bagi siswa, bantuan untuk daerah miskin berupa beasiswa.

Perluasan SMK terus ditingkatkan untuk memberi bekal


keterampilan yang mandiri bagi tenaga kerja tingkat menengah. Upaya
tersebut dilakukan melalui penambahan ruang belajar pada sekolah
negeri maupun swasta dengan tetap memperhatikan partisipasi
masyarakat.

3. Program Pendidikan Tinggi

VI - 12
Pada jenjang pendidikan tinggi juga diberikan beasiswa yang
bertujuan selain untuk mempercepat tingkat kelulusan, juga untuk
mencegah terjadinya putus kuliah (drop out). Beasiswa diberikan
kepada lebih dari 194 ribu mahasiswa. Selain itu guna menjaga tetap
berlangsungnya proses pendidikan, penelitian dan pengabdian pada
masyarakat telah dialokasikan anggaran untuk membiayai kegiatan
operasional pendidikan di semua perguruan tinggi, termasuk
politeknik dan bagi perguruan tinggi swasta melalui Kopertis secara
terseleksi. Upaya peningkatan daya tampung juga terus dilakukan
dengan pembangunan dan rehabilitasi gedung/ruang kuliah.

Peningkatan kesempatan belajar di perguruan tinggi dilakukan


melalui: (1) pembangunan gedung pendidikan; (2) peningkatan jumlah
penerima beasiswa; dan 3) penambahan jumlah program
studi/fakultas/lembaga perguruan tinggi. Pada tahun 2000 telah
dibangun gedung pendidikan sekitar 40,7 ribu m2 untuk ruang kuliah,
ruang kantor, ruang laboratorium, dan ruang perpustakaan. Selain
untuk meningkatkan daya tampung, penambahan program
studi/fakultas/lembaga perguruan tinggi juga diarahkan untuk
meningkatkan relevansi. Dua puluh lima politeknik baru telah
didirikan untuk meningkatkan jumlah mahasiswa yang belajar di
bidang teknik pada tingkat diploma. Dengan meningkatnya
kesempatan belajar, jumlah mahasiswa direncanakan meningkat dari
sekitar 3,2 juta pada tahun 2000/01 menjadi sekitar 3,4 juta pada tahun
2001/02 sehingga APK pendidikan tinggi akan meningkat dari 12,4
persen tahun 2000/01 menjadi 13,0 persen pada tahun 2001/02 (Tabel
VI-4).

Upaya peningkatan mutu dilakukan dengan meningkatkan


peserta pendidikan pascasarjana/doktor yang pada tahun 2000/01 telah
mencapai lebih dari 13.300 orang. Bersamaan dengan itu pada tahun
2000/01 dilaksanakan pengadaan buku pelajaran dan buku
perpustakaan sebanyak 136,6 ribu buah/judul, sedangkan pada tahun
2001/02 direncanakan akan ditingkatkan menjadi 150 ribu buku/judul.
Selain itu juga dilakukan pengadaan peralatan laboratorium sebanyak
5.736 perangkat untuk tahun 2000/01 dan direncanakan sebanyak
6.200 perangkat tahun anggaran 2001/02. Jumlah penelitian juga
direncanakan akan ditingkatkan dari 5.756 judul pada tahun 2000/01

VI - 13
menjadi 6.129 judul pada tahun 2001/02. Untuk meningkatkan mutu
pendidikan baik perguruan tinggi negeri maupun swasta telah
dilaksanakan akreditasi secara bertahap bagi berbagai program studi
oleh Badan Akreditasi Nasional.

4. Program Pendidikan Luar Sekolah

Pada tahun ajaran 2000/01 melalui pendidikan luar sekolah


dilaksanakan pemberantasan buta aksara bagi 13, 4 ribu orang,
pelayanan pendidikan dasar bagi anak kurang beruntung melalui
Kejar Paket A setara SD sebanyak 50,2 ribu orang, Kejar Paket B
setara SLTP 38,4 ribu orang, dan pendidikan keterampilan Kejar
Usaha sebanyak 330 orang, serta penyelenggaraan magang/beasiswa
bagi 300 orang.

Selanjutnya pada tahun 2001/2002 prioritas kegiatan


diarahkan untuk mendukung pelaksanaan pemberantasan buta aksara
dan wajib belajar pendidikan dasar 9 Tahun melalui Kejar Paket A
dan Kejar Paket B di samping program PLS lainnya. (Tabel VI-5).

5. Program Sinkronisasi dan Koordinasi


Pembangunan Pendidikan Nasional

Peningkatan efisiensi dan efektivitas lembaga pengelola


pendidikan pusat dan daerah dilakukan dengan menerapkan
manajemen modern, perencanaan strategik, pemberdayaan SDM
pengelola pendidikan, restrukturisasi organisasi lembaga pendidikan,
memasyarakatkan program dan menyerap aspirasi dan tuntutan
masyarakat dalam pembangunan pendidikan.

Dalam rangka pelaksanaan pengawasan dan pemeriksaan


pelaksanaan pembangunan pendidikan telah dilakukan pemeriksaan

VI - 14
khusus, post audit, dan pemeriksaan perhitungan anggaran, inspeksi
mendadak, dan menindaklanjuti temuan BPK/BPKP dan pengawasan
masyarakat, serta pengawasan pelaksanaan wajib belajar pendidikan
dasar 9 tahun.

Dalam rangka pembaruan pendidikan telah dibentuk komite


reformasi pendidikan dengan tugas utama menyiapkan RUU sistem
pendidikan nasional dan perangkat pendukungnya, menyusun
kurikulum standar nasional berbagai mata pelajaran pendidikan dasar
dan menengah, serta pengembangan sistem pengujian/pelaksanaan
ebtanas melalui penyempurnaan pengelolaan secara melembaga dan
profesional sehingga menjadi sistem uji yang valid dan credible.

Usaha untuk mewujudkan sistem pendidikan nasional yang


lebih demokratis, bermakna, dan melibatkan masyarakat luas
dilakukan dengan melakukan perintisan Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS), serta sosialisasi konsep Dewan Pendidikan/Dewan Sekolah.
Perintisan MBS dilakukan di beberapa kabupaten di Jawa Tengah,
Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Sedangkan perintisan konsep
Dewan Pendidikan/Dewan Sekolah dilakukan di beberapa
kabupaten/kota di Sumatera Barat, dan pada paruh kedua 2001 akan
dilakukan sosialisasi di beberapa propinsi lagi.

6. Program Penelitian, Peningkatan


Kapasitas dan Pengembangan Kemampuan
Sumber Daya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Langkah-langkah yang dilakukan dalam pelaksanaan


program ini adalah : (1) pengembangan sistem manajemen kegiatan
litbang; (2) pengembangan riset unggulan dan program-program
unggulan lembaga-lembaga litbang; (3) pengembangan kajian sosial
budaya sebagai masukan bagi kebijakan pemerintah; dan (4)
pemapanan prasarana HaKI.

Pengembangan riset unggulan dilakukan melalui


pelaksanaan riset unggulan terpadu (RUT), riset unggulan kemitraan

VI - 15
(RUK), serta pengembangan dan pelaksanaan riset unggulan
kemanusiaan dan kemasyarakatan (RUKK) dan riset unggulan
strategis nasional (RUSNAS) terus disempurnakan. Program riset
unggulan ini diikuti oleh peneliti dari berbagai kalangan baik dari
lemlitbang pemerintah dan swasta, perguruan tinggi maupun
kalangan industri. Pelaksanaan riset unggulan terpadu sampai
dengan tahun 2001 sudah mencapai tahap ke-8 (delapan).

Selanjutnya untuk memberikan perlindungan dan peningkatan


potensi kekayaan intelektual, sejak tahun 1999 dikembangkan
program Sentra HaKI sebagai wadah peningkatan manajemen HaKI.
Melalui Sentra HaKI yang menyediakan fasilitasi pendaftaran temuan
sampai dengan pemasarannya, diharapkan dapat meningkatkan iklim
yang kondusif untuk perolehan inovasi. Pada tahun 2000 tawaran
untuk mendirikan sentra HaKI telah diberikan kepada 400 institusi.
Dari 39 proposal yang masuk dan dievaluasi, 11 unit Sentra HaKI
yang dinilai layak mendapatkan insentif, yang tersebar di beberapa
lemlitbang pemerintah, perguruan tinggi dan asosiasi perkebunan di
Jawa dan Aceh. Untuk mendukung penerapan program sentra HaKI
tersebut, para peneliti, perekayasa dan Litkayasa yang temuannya
berpotensi komersial dan memerlukan perlindungan HaKI disediakan
program oleh Paten. Sampai dengan akhir tahun 2000, dari 62 usulan
untuk mendapatkan bantuan memperoleh paten, telah terpilih 32 draft
paten yang sedang diusulkan ke Departemen Kehakiman.

Di samping itu, kegiatan penelitian dilakukan pula untuk


memenuhi kebutuhan di setiap bidang pembangunan. Untuk
mendukung upaya mewujudkan ketahanan pangan nasional, telah
dilakukan berbagai kegiatan riset diversifikasi pangan berbasis
sumber daya lokal dan peningkatan mutu dan keamanan serta
prestise produk pangan dengan menggunakan teknologi tradisional.
Pelaksanaan kegiatan penelitian juga dilakukan dalam rangka
penanggulangan bencana alam melalui pendekatan pengurangan
dampak resiko; pemanfaatan sumber-sumber energi baru serta audit
energi untuk meningkatkan efisiensi penggunaan energi di
lingkungan industri, bangunan, maupun perumahan.

VI - 16
7. Program Kemandirian dan Keunggulan Iptek

Untuk meningkatkan kemampuan dan keunggulan ilmu


pengetahuan dan teknologi dilakukan : (1) penyusunan peraturan
perundangan untuk memberi keleluasaan lembaga litbang dalam
mengelola penerimaan jasa penelitian dan pelayanan teknologi; (2)
pengembangan kemampuan inovasi teknologi lembaga-lembaga
litbang; dan (3) pengembangan riset yang berorientasi pelayanan
teknologi.

Dalam rangka meningkatkan kemampuan lembaga


penelitian dan pengembangan di dalam kegiatan riset nasional pada
tahun 2001 sedang dilakukan program Evaluasi Sains Teknologi
untuk Pembangunan (Periskop). Program Periskop meliputi dua
kegiatan utama yaitu evaluasi kinerja lembaga iptek dan identifikasi
struktur kebutuhan pengembangan iptek pada lembaga iptek dan
industri. Kegiatan ini akan menjadi dasar penyusunan kapasitas
iptek nasional yang dapat digunakan untuk menyempurnakan
keterkaitan antara lembaga iptek dengan industri. Untuk mendorong
pengembangan iptek secara menyeluruh, sudah disusun RUU
Sistem Nasional Iptek untuk membentuk jaringan kelembagaan
yang mewadahi berbagai pembentukan, pengintegrasian,
pendifusian, pengembangan, dan pendayagunaan Iptek.

Dalam rangka peningkatan standar mutu luaran iptek telah


dilakukan program standarisasi laboratorium untuk membantu
laboratorium-laboratorium penguji maupun kalibrasi agar
memenuhi standar nasional dan standar internasional.
Terstandardisasinya laboratorium akan membantu meningkatkan
daya saing temuan dan produk nasional. Selain itu, pada tahun
2001 diperkenalkan pula Program Asuransi Teknologi untuk
memberikan penjaminan resiko penerapan teknologi hasil penelitian
bangsa sendiri dalam proses produksi barang dan jasa.

VI - 17
C. Tindak Lanjut yang Diperlukan

Dengan mempertimbangkan tantangan yang dihadapi serta


arah kebijakan yang telah digariskan maka tindak lanjut yang
diperlukan adalah:

1. Program Pendidikan Dasar dan Prasekolah

Kegiatan pokok program Pendidikan Dasar dan Prasekolah


pada tahun 2002 adalah: (1) memantapkan manajemen pendidikan
terutama dalam pemantapan desentralisasi pendidikan dan dapat
diwujudkannya manajemen pendidikan yang berbasis sekolah dan
masyarakat; (2) melanjutkan upaya peningkatan angka partisipasi
pendidikan dasar, terutama melalui upaya percepatan penuntasan
Wajar Dikdas sembilan tahun; (3) meningkatkan mutu pendidikan
dasar dan prasekolah.

Upaya peningkatan manajemen pendidikan dalam


memantapkan desentralisasi pendidikan dilakukan melalui kegiatan
sebagai berikut :

Pemerintah Pusat dan Propinsi: (a) melanjutkan sosialisasi,


disseminasi, perintisan, manajemen pendidikan berbasis sekolah dan
masyarakat, dengan melakukan pembentukan Dewan
Sekolah/Dewan Pendidikan pada tingkat kabupaten/kota dan
pemberdayaan/pembentukan Komite Sekolah pada tingkat
sekolah/desa/nagari dengan melibatkan sebanyak mungkin peran-
serta masyarakat setempat, (b) menyusun pedoman, dalam beberapa
alternatif, yang merumuskan tugas, fungsi, tanggung jawab dan
wewenang Dewan Sekolah/Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah,
(c) meningkatkan pengawasan dan akuntabilitas kinerja
Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan pendidikan pada jenjang
pendidikan dasar dan prasekolah, (d) melakukan reorganisasi dan
restrukturisasi sistem penyelenggaraan sekolah luar biasa jenjang
dasar dan prasekolah, (e) memberikan dana perbantuan berbentuk
hibah (block grant) untuk perbaikan manajemen pendidikan di
Kabupaten/Kota.

VI - 18
Kabupaten/Kota: (a) mengembangkan manajemen berbasis
sekolah/masyarakat dengan membentuk Dewan Sekolah/Dewan
Pendidikan serta membentuk/ memperkuat Komite Sekolah secara
demokratis, transparan dan partisipatif (b) meningkatkan
pengawasan dan akuntabilitas kinerja sekolah dan lembaga
pendidikan di daerahnya (c) meningkatkan efisiensi pendidikan
khususnya pada sekolah dasar dengan melanjutkan upaya
penggabungan sekolah dasar terutama sekolah dasar yang sudah
kekurangan murid sehingga dicapai efisiensi distribusi guru serta
sarana dan prasarana pendidikan (d) serta kegiatan lainnya yang
dirasakan perlu untuk dilakukan diluar wewenang Pusat dan
Propinsi.

Upaya peningkatan angka partisipasi pendidikan dasar


dilakukan melalui kegiatan-kegiatan, sebagai berikut :

Pemerintah Pusat dan Propinsi: (a) memberikan dana perbantuan


berbentuk hibah (block grant) kepada Kabupaten/Kota untuk tujuan
peningkatan partisipasi dan akses memperoleh pendidikan jenjang
pendidikan dasar dan prasekolah, dan pelaksanaannya diutamakan
dalam bentuk imbal swadaya.

Kabupaten/Kota: (a) meningkatkan partisipasi dan akses Sekolah


Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah (SD-MI) dan Sekolah Menengah
Lanjutan Pertama dan Madrasah Tsanawiyah (SLTP-MTs), dengan
menambah ruang kelas baru dan unit sekolah baru baik negeri
maupun swasta secara selektif terutama di daerah-daerah dengan
penduduk usia jenjang pendidikan dasar masih banyak yang belum
tertampung di sekolah, (b) melanjutkan pengembangan satuan
pendidikan khusus seperti SD Kecil, SD Satu Guru, SD Multi-kelas,
SLTP-MTs Terbuka, SLTP-MTs Kelas Jauh/Guru Kunjung, sesuai
dengan kondisi dan situasi daerah (c) menyelenggarakan pendidikan
alternatif bagi anak-anak yang tidak dapat mengikuti pendidikan
pada lembaga pendidikan reguler, khususnya bagi anak berbakat
(gifted), masyarakat miskin, masyarakat berpindah-pindah, anak
jalanan, masyarakat suku terasing/terpencil, dan masyarakat di
daerah bermasalah, dan pengungsi, (d) melanjutkan program
beasiswa bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu termasuk upaya

VI - 19
beasiswa untuk menarik anak usia jenjang pendidikan dasar yang
masih berada di luar sistem sekolah akibat faktor kemiskinan, (e)
melanjutkan pemberian pemberian dana imbal swadaya bagi
sekolah-sekolah negeri dan swasta agar mampu berkembang dan
mandiri, (f) serta kegiatan lainnya yang dirasakan perlu untuk
dilakukan diluar wewenang Pusat dan Propinsi.

Upaya peningkatan mutu pendidikan dilakukan melalui


kegiatan-kegiatan, sebagai berikut:

Pemerintah Pusat dan Propinsi: (a) menyempurnakan kurikulum


nasional, (b) menetapkan standard pelayanan minimum jenjang
pendidikan dasar dan prasekolah, (c) menentukan standard kualitas
guru di jenjang pendidikan dasar dan prasekolah, (d)
menyelenggarakan pelatihan guru di propinsi, (e) meningkatkan
kualitas pendidikan luar biasa jenjang dasar dan prasekolah, (f)
memberikan dana perbantuan dalam bentuk hibah (block grant)
yang ditujukan untuk peningkatan mutu pendidikan jenjang
pendidikan dasar dan prasekolah, dan pelaksanaannya diutamakan
dalam bentuk imbal swadaya.

Kabupaten/Kota: (a) melakukan perbaikan, rehabilitasi dan


revitalisasi sarana fisik bangunan sekolah, (b) menambah ruang
fungsional seperti ruang perpustakaan, ruang olahraga, dan ruang
laboratorium yang dilengkapi dengan sarana/peralatan
pendukungnya, (c) melengkapi sarana belajar mengajar seperti buku
pelajaran pokok dan alat peraga belajar, (d) meningkatkan mutu dan
kualifikasi guru, dengan melalui rekruitmen sesuai standar serta
mengirim guru ke pelatihan untuk mencapai standard minimal, (e)
menyempurnakan kurikulum muatan lokal sesuai kebutuhan daerah
setempat, (f) meningkatkan pendidikan moral, iman dan taqwa, budi
pekerti, sastra, dan pendidikan lingkungan sesuai dengan kondisi
setempat, (g) serta kegiatan lainnya yang dirasakan perlu untuk
dilakukan diluar wewenang Pusat dan Propinsi.

2. Program Pendidikan Menengah

VI - 20
Kegiatan pokok program Pendidikan Menengah pada tahun
2002 adalah: (1) memantapkan manajemen pendidikan terutama
dalam pemantapan desentralisasi pendidikan dan dapat
diwujudkannya manajemen pendidikan yang demokratis,
transparan, efektif, efisien, terakunkan (accountable) dan
partisipatif; (2) meningkatkan daya tampung pendidikan menengah
khususnya untuk mengantisipasi luapan lulusan SLTP-MTs sebagai
hasil percepatan dari program Wajar Dikdas sembilan tahun; (3)
meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan menengah.

Upaya peningkatan manajemen pendidikan dalam


memantapkan desentralisasi pendidikan dilakukan melalui kegiatan
sebagai berikut :

Pemerintah Pusat dan Propinsi : (a) melanjutkan sosialisasi,


disseminasi, perintisan, manajemen berbasis sekolah dan
masyarakat, dengan membentuk Dewan Sekolah/Dewan Pendidikan
pada tingkat kabupaten/kota dan pemberdayaan/pembentukan
Komite Sekolah pada tingkat sekolah/desa/nagari, (b)
diwujudkannya pedoman, dalam beberapa alternatif, yang
merumuskan tugas, fungsi, tanggung jawab dan wewenang Dewan
Sekolah/Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, (c) meningkatkan
pengawasan dan akuntabilitas kinerja Kabupaten/Kota dalam
penyelenggaraan pendidikan menengah, (d) melakukan reorganisasi
dan restrukturisasi sistem penyelenggaraan sekolah luar biasa
jenjang menengah, (e) memberikan dana perbantuan berbentuk
hibah (block grant) untuk perbaikan manajemen pendidikan di
Kabupaten/Kota.

Upaya peningkatan daya tampung dilakukan melalui


kegiatan-kegiatan, sebagai berikut:

Pemerintah Pusat dan Propinsi: (a) memberikan dana perbantuan


berbentuk hibah (block grant) kepada Kabupaten/Kota untuk tujuan
peningkatan partisipasi dan akses memperoleh pendidikan jenjang
pendidikan menengah, dan pelaksanaannya diutamakan dalam
bentuk imbal swadaya.

VI - 21
Kabupaten/Kota: (a) menambah unit sekolah baru (USB) dan ruang
kelas baru (RKB) secara selektif dan bijaksana, khususnya di daerah
dengan jumlah penduduk usia pendidikan menengah banyak yang
belum tertampung di sekolah, (b) menyelenggarakan pendidikan
alternatif bagi anak-anak yang tidak dapat mengikuti pendidikan
pada lembaga pendidikan reguler, masyarakat miskin, masyarakat
berpindah-pindah, anak jalanan, masyarakat suku terasing/terpencil,
dan masyarakat di daerah bermasalah, dan pengungsi, (c)
melanjutkan program beasiswa bagi anak-anak dari keluarga tidak
mampu termasuk upaya beasiswa untuk menarik anak usia jenjang
pendidikan menengah yang masih berada di luar sistem sekolah
akibat faktor kemiskinan, (d) memberikan dana imbal swadaya bagi
sekolah-sekolah negeri dan swasta agar berkembang dan mandiri,
(e) serta kegiatan lainnya yang dirasakan perlu untuk dilakukan
diluar wewenang Pusat dan Propinsi.

Upaya peningkatan mutu pendidikan dilakukan melalui


kegiatan-kegiatan, sebagai berikut:

Pemerintah Pusat dan Propinsi: (a) menyempurnakan kurikulum


nasional, (b) menetapkan standard pelayanan minimum jenjang
pendidikan menengah, (c) menentukan standard kualitas guru di
jenjang pendidikan menengah, (d) menyelenggarakan pelatihan guru
jenjang pendidikan menengah propinsi, (e) meningkatkan kualitas
pendidikan luar biasa pada jenjang menengah, (f) memberikan dana
perbantuan dalam bentuk hibah (block grant) yang ditujukan untuk
peningkatan mutu pendidikan jenjang pendidikan menengah, dan
pelaksanaannya diutamakan dalam bentuk imbal swadaya.

Kabupaten/Kota: (a) melakukan perbaikan dan rehabilitasi sarana fisik


sekolah, (b) menambah ruang fungsional seperti ruang perpustakaan,
ruang olahraga, dan ruang laboratorium (ruang bengkel/workshop/
ruang pamer untuk sekolah menengah kejuruan) yang dilengkapi
dengan sarana/ peralatan pendukungnya, (c) melengkapi sarana belajar
mengajar seperti buku pelajaran pokok dan alat peraga belajar, (d)
khusus untuk pendidikan kejuruan pendirian USB atau program studi
disesuaikan dengan kebutuhan daerah setempat sehingga keberadaan
sekolah dengan bidang studinya sesuai dengan kebutuhan dunia usaha

VI - 22
setempat, (e) meningkatkan mutu dan kualifikasi guru, dengan
melalui rekruitmen sesuai standar serta mengirim guru ke pelatihan
untuk mencapai standard minimal, (f) menyempurnakan kurikulum
muatan lokal sesuai kebutuhan daerah setempat, (g) meningkatkan
pendidikan moral, iman dan taqwa, budi pekerti, sastra, dan
pendidikan lingkungan sesuai dengan kondisi setempat, (h) serta
kegiatan lainnya yang dirasakan perlu untuk dilakukan diluar
wewenang Pusat dan Propinsi.

3. Program Pendidikan Tinggi

Kegiatan pokok Program Pendidikan Tinggi pada tahun


2002 adalah : (1) melakukan penataan sistem pendidikan tinggi; (2)
meningkatkan kualitas dan relevansi pendidikan tinggi dengan
dunia kerja; dan (3) meningkatkan pemerataan kesempatan
memperoleh pendidikan tinggi.

Upaya untuk melakukan penataan sistem pendidikan tinggi


dilakukan melalui kegiatan-kegiatan, sebagai berikut:

Pemerintah Pusat: (a) melakukan restrukturisasi dan reorganisasi


sistem dan pengelolaan/manajemen pendidikan tinggi, (b)
menerbitkan peraturan dan per-undang-undangan untuk
mempercepat terwujudnya otonomi pengelolaan perguruan tinggi;
(c) meningkatkan sistem akreditasi untuk mewujudkan peningkatan
mutu penyelenggaraan pendidikan tinggi; (d) menyusun konsep
peraturan dan perundangan yang mengatur penerbitan gelar
akademis dan jabatan akademis; (f) menyusun konsep penyesuaian
program studi dengan perkembangan kebutuhan pembangunan
nasional termasuk bidang ilmu keagamaan dan keguruan.

Propinsi: (a) memberikan pertimbangan pembukaan dan penutupan


perguruan tinggi dengan memperhatikan penyebaran perguruan
tinggi secara geografis; (b) mendukung/membantu penyelenggaraan
pendidikan tinggi selain pengaturan
kurikulum/akreditasi/pengangkatan tenaga akademis.

VI - 23
Perguruan Tinggi: (a) mewujudkan manajemen pengelolaan
perguruan tinggi yang efektif, efisien, transparan, dan terakunkan
(accountable); (b) meningkatkan kemampuan evaluasi diri untuk
meningkatkan kualitas perencanaan pengembangan; (c) melakukan
kerja sama dengan industri, kerja sama antar perguruan tinggi dalam
negeri maupun luar negeri untuk optimalisasi sumber daya.

Upaya peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan tinggi


dengan dunia kerja dilakukan melalui kegiatan-kegiatan, sebagai
berikut:

Pemerintah Pusat: meningkatkan kualitas dan kinerja lembaga


akreditasi sehingga mampu menilai kinerja perguruan tinggi
berdasarkan: jumlah dan kualitas sumber daya perguruan tinggi,
alokasi sumber daya perguruan tinggi, kualitas proses pengajaran,
dan kualitas hasil pendidikan (output).

Perguruan Tinggi: (a) meningkatkan kerja sama baik dengan pihak


industri maupun pihak swasta lainnya untuk meningkatkan kualitas
perencanaan penyelenggaraan dan pengembangan perguruan tinggi
yang selanjutnya akan meningkatkan relevansi dan penyerapan
lulusan perguruan tinggi; (b) meningkatkan kualitas tenaga pengajar
melalui pendidikan S2/S3 atau pendidikan pelatihan dan
peningkatan kualitas sarana pendidikan tinggi; (c) mengadakan
sarana/prasarana termasuk buku atau jurnal dan intensifikasi proses
belajar mengajar serta pengembangan metodologi pengukuran mutu
pendidikan; (d) menyempurnakan kurikulum perguruan tinggi
sesuai dengan kebutuhan pembangunan, termasuk pemahaman
kesetaraan jender; (e) meningkatkan mutu tenaga peneliti dan
pengabdian kepada masyarakat; (f) meningkatkan jumlah dan mutu
penelitian terapan dan dasar melalui sistem kompetitif berjenjang,
monitoring kegiatan, seminar hasil penelitian, serta publikasi hasil
penelitian, dan jurnal ilmiah yang tertata; (g) meningkatkan
partisipasi mahasiswa dalam kegiatan ekstra-kurikuler dengan cara
melibatkan dan melatih lebih banyak dosen pembimbing, pemberian
penghargaan, pembangunan sarana, dan penambahan fasilitas; (h)
melakukan pembinaan perguruan tinggi sebagai pusat pertumbuhan
di kawasannya serta penyelenggaraan pembinaan program unggulan

VI - 24
di wilayah kedudukan perguruan tinggi; (j) meningkatkan kerja
sama antara perguruan tinggi dengan masyarakat untuk
meningkatkan kualitas penyelenggaraan dan pengembangan
perguruan tinggi; (k) meningkatkan mutu dan hasil penerapan ilmu
pengetahuan dan teknologi tepat guna untuk kemanfaatan
masyarakat, (l) meningkatkan pemanfaatan sumber daya sarana
prasarana yang menunjang penyelengaraan pendidikan, penelitian,
pengabdian kepada masyarakat; (m) meningkatkan upaya
penggalian sumber daya pendidikan dari masyarakat dan dunia
usaha.

Kegiatan untuk meningkatkan pemerataan kesempatan


memperoleh pendidikan tinggi dilakukan melalui kegiatan-kegiatan,
sebagai berikut:

Pemerintah Pusat: memberikan beasiswa bagi seluruh mahasiswa


yang berprestasi atau calon mahasiswa berpotensi dengan
kemampuan ekonomi yang lemah.

Propinsi: (a) menetapkan kebijakan penerimaan siswa/mahasiswa


dari masyarakat minoritas/terbelakang/tidak mampu, (b)
memberikan beasiswa kepada mahasiswa berasal dari masyarakat
minoritas/terbelakang/tidak mampu.

Perguruan Tinggi: (a) memberikan beasiswa bagi seluruh


mahasiswa yang berprestasi atau calon mahasiswa yang berpotensi
dengan kemampuan ekonominya yang lemah dan pemberlakuan
subsidi silang dengan meringankan beban mahasiswa miskin
sementara pengenaan beban lebih bagi mahasiswa dengan
kemampuan ekonomi yang tinggi; (b) meningkatkan kapasitas atau
daya tampung di perguruan tinggi terutama untuk bidang ilmu yang
menunjang pertumbuhan ekonomi, penguasaan sains dan teknologi,
serta meningkatkan kualitas kehidupan; (c) meningkatkan peran
perguruan swasta dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi, dengan
memberikan pembinaan untuk mengembangkan dan meningkatkan
mutu perguruan tinggi swasta.

VI - 25
4. Program Pembinaan Pendidikan Luar Sekolah

Kegiatan program Pendidikan Luar Sekolah (PLS) ini


merupakan alternatif memperoleh pendidikan bagi masyarakat
miskin yang tidak/belum sempat memperoleh pendidikan formal
serta warga belajar putus sekolah karena tidak mampu untuk
melanjutkan/meneruskan sekolah, dalam rangka pemerataan
memperoleh pendidikan dan kegiatannya diarahkan untuk
meningkatkan mutu keterampilan berusaha sebagai relevansi untuk
mencari dan menciptakan perkerjaan disamping kegiatan proses
belajar mengajar membaca, menulis dan menghitung.

Kegiatan program PLS terdiri dari pendidikan penuntasan


buta aksara yang diarahkan pada program keaksaraan fungsional,
penyetaraan pendidikan dasar dalam rangka menunjang Wajar
Dikdas Sembilan Tahun dan pendidikan bagi anak dini usia,
memperluas pendidikan berkelanjutan yang menunjang penuntasan
kemiskinan, serta memperkuat dan mengembangkan satuan-satuan
pendidikan luar sekolah sebagai perwujudan dari pemberdayaan
masyarakat. Untuk itu pada tahun 2002 akan dilaksanakan kegiatan
sebagai berikut :

Pemerintah Pusat: (a) memberikan dana perbantuan berbentuk


hibah (block grant) kepada Propinsi, Kabupaten/Kota dan
kelompok-kelompok masyarakat/organisasi sosial (termasuk
lembaga keagamaan) untuk menunjang penyelenggaran pendidikan
luar sekolah dengan tujuan meningkatkan partisipasi masyarakat
dan akses memperoleh pendidikan di jalur pendidikan luar sekolah;
(b) melaksanakan pengembangan pola pendidikan untuk semua
(education for all) termasuk pemberian fasilitas berupa standar,
norma, pedoman dan pelatihan dari setiap program yang
dikembangkan; (c) melaksanakan peningkatan perencanaan terpadu
PLS; (d) melaksanakan supervisi, evaluasi, analisa dan
pengendalian pelaksanaan program PLS; (e) melaksanakan
koordinasi kegiatan dan pelaporan program PLS.

Propinsi: (a) melaksanakan program PLS lintas Kabupaten/Kota


yang tidak mungkin dapat dilakukan oleh Kabupaten/Kota, seperti

VI - 26
penyusunan standar pelayanan minimal (SPM) berdasarkan
pedoman yang diterbitkan pemerintah, (b) melaksanakan penilaian
hasil belajar, (c) melaksanakan pelatihan bagi tenaga-tenaga
fungsional yang mendukung program belajar mengajar PLS, (d)
memenuhi kebutuhan bahan belajar pokok, (e) melaksanakan
kegiatan pengembangan kegiatan belajar dalam rangka
pengembangan uji coba model penyelenggaran PLS di Balai
Pengembangan Kegiatan Belajar (BPKB), (f) melakukan pembinaan
terhadap unit pelaksana teknis (UPT) PLS seperti BPKB, sanggar
kegiatan belajar (SKB), termasuk Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM), dan Taman Bacaan Masyarakat (TBM), (g)
melaksanakan koordinasi kegiatan dan pelaporan terhadap UPT
tersebut, (h) melaksanakan pemantauan dan pemberian bantuan
teknis dalam perencanaan dan pelaksanaan program kegiatan belajar
mengajar PLS.

Kabupaten/Kota: (a) melanjutkan kegiatan untuk mengurangi tiga


buta (buta aksara latin dan angka, buta bahasa Indonesia dan buta
pengetahuan dasar) melalui kegiatan pemberantasan buta aksara
fungsional (PBAF); (b) melaksanakan kegiatan kelompok belajar
(Kejar) Paket A setara SD dan Kejar Paket B setara SLTP dalam
rangka mendukung program Wajar Dikdas sembilan tahun. (c)
melanjutkan pembinaan pendidikan masyarakat melalui kegiatan
pendidikan berkelanjutan yang diarahkan pada perluasan lapangan
kerja dan pengentasan kemiskinan dalam upaya memberi bekal
kepada masyarakat terutama yang tidak/belum memiliki pekerjaan
agar dapat mandiri dan dapat memulai usaha-usaha produktif seperti
kegiatan kelompok belajar usaha (KBU), pemberian beasiswa/
magang untuk kursus keterampilan, pendidikan keterampilan wanita
yang terkebelakang; (d) membina kursus-kursus PLS yang
diselenggarakan oleh masyarakat; (e) melaksanakan peningkatan
mutu tenaga kependidikan PLS; (f) melaksanakan kegiatan
pembuatan percontohan dan pengendalian mutu pelaksanaan
pendidikan luar sekolah di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) yang
berada dalam koordinasi di tingkat kabupaten/kota; (g)
melaksanakan upaya memperkuat dan mempertahankan peran dan
fungsi satuan-satuan PLS (SKB termasuk PKBM dan TBM); (h)
melaksanakan upaya meningkatkan pemberdayaan masyarakat

VI - 27
untuk berperan aktif dalam penyelenggaraan dan pengelolaan
PKBM; (i) melaksanakan peningkatan peran dan fungsi TBM dan
menggairahkan masyarakat untuk membudayakan membaca; (j)
melanjutkan kegiatan pengembangan pendidikan anak dini usia
(PADU)/early child development sebagai upaya mempersiapkan
anak dini usia (0–6 tahun) dalam masa transisi untuk memasuki ke
usia sekolah dasar (WAJAR) serta realisasi komitmen pendidikan
untuk semua (education for all) dengan kegiatan pelayanan
pendidikan, kesehatan dan gizi secara holistik dan integratif.

5. Program Sinkronisasi dan Koordinasi


Pembangunan Pendidikan Nasional

Kegiatan pokok program ini pada tahun 2002 adalah : (1)


melakukan kajian akademik serta merumuskan dan mewujudkan
peraturan perundang-undangan dan kebijakan pendidikan nasional
yang mendukung sinkronisasi dan koordinasi perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan pendidikan antarjenjang, antarjalur dan
antarjenis maupun antardaerah; (2) mengembangkan dan
melaksanakan sistem kelembagaan yang mendukung sinkronisasi
dan koordinasi perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan
pengawasan pembangunan pendidikan antarjenjang, antarjalur,
antarjenis dan antardaerah; (3) melakukan penilaian/pengukuran
keberhasilan pembangunan pendidikan nasional; (4) melakukan
standarisasi sarana dan prasarana pendidikan untuk mendukung
proses belajar-mengajar yang bermutu; (5) mengembangkan dan
melaksanakan sistem informasi dan pendataan untuk semua jalur,
jenis dan jenjang pendidikan, serta daerah; (6) melakukan advokasi
dan sosialisasi kebijakan pendidikan nasional; dan (7) melakukan
kerja sama di bidang pendidikan dengan berbagai lembaga baik di
dalam maupun di luar negeri.

6. Program Penelitian, Peningkatan Kapasitas dan


Pengembangan Kemampuan Sumber Daya
Iptek

VI - 28
Kegiatan pokok program ini adalah: (1) Pengembangan
hasil penelitian dan pengembangan dalam meningkatkan kualitas
pelayanan masyarakat (public services); (2) Pengembangan kajian-
kajian sosial, ekonomi, hukum, politik, dan budaya, sebagai
masukan bagi kebijakan pemerintah; (3) Pengembangan riset
unggulan dan program unggulan lembaga penelitian dan
pengembangan, melalui : revitalisasi riset-riset unggulan,
pemfokusan program-program unggulan lembaga-lembaga
penelitian dan pengembangan, penyempurnaan mekanisme
kompetisi riset, serta penataan kompetensi inti (core competence)
lembaga-lembaga penelitian dan pengembangan, dari segi sumber
daya manusia dan sarana / prasarana penunjang; (4) Pengembangan
kerja sama penelitian internasional; (5) Pengembangan dan
pemantapan pusat-pusat unggulan di berbagai lembaga universitas
dan riset, melalui pemetaan sarana dan prasarana litbang diikuti
pengkajian pemanfaatan atas sarana dan prasarana tersebut; (6)
Penyempurnaan dan pengembangan kebijakan melalui
pembentukan tim-tim kerja kebijakan iptek di bidang E-
commerce/Digital Divide, HaKI, sistem insentif, sistem kerja sama
riset, pelibatan organisasi profesi ilmiah/ lembaga masyarakat
lainnya dalam advokasi iptek, pranata iptek di daerah, dan lain-lain;
serta (7) Penelitian dan pengembangan untuk mendukung tugas dan
fungsi kelembagaan LPND/Departemen.

7. Program Peningkatan Kemandirian dan


Keunggulan Iptek

Kegiatan pokok program ini adalah: (1) Pengembangan


agenda penelitian dan pengembangan yang berorientasi kebutuhan
pengguna; dan (2) Pengembangan sistem manajemen pelayanan
iptek yang meliputi: strategi pelayanan iptek yang efektif, model-
model alternatif mekanisme pelayanan iptek, serta pemanfaatan
penerimaan pelayanan iptek.

VI - 29

Anda mungkin juga menyukai