07081068
9
Perilaku elit politik Nasional Demokrat dalam penggunaan Metro-TV sebagai media
kampanye politik
kekuasaan, tapi telah tumbuh menjadi kekuatan politik, ekonomi, dan budaya. Media telah
menjadi power baru, yang apabila dibiarkan liar, justru bisa menjadi ancaman tersendiri bagi
demokrasi.
media dalam era kapitalis liberal sarat dengan ’’kongkalingkong”. Gejalanya terlihat ketika
bisnis media mulai diatur oleh tokoh-tokoh yang punya kekuatan politik dan uang. Para elite
kekuasaan dan elite bisnis berkolaborasi mengatur isi media. Akibatnya, kebebasan pers yang
dijiwai demokrasi dan liberalisme telah disusupi corong-corong propaganda segelintir orang.
Setiap keping informasi telah disusupi kepentingan tertentu. Setiap suara berita telah
dimodali kekuatan politik dan bisnis dengan adanya konspirasi para elite yang melakukan
kontrol pemberitaan dan informasi. Media dijadikan instrumen untuk kepentingan para elit
politik.
wacana publik, menentukan informasi apa yang boleh dikonsumsi publik, dan terus-menerus
mengelola pendapat publik melalui propaganda. Karena itu, sebagai instrumen, isi media
massa banyak dipenuhi oleh framing hingga kebohongan. Ideologi kapitalisme telah meresap
dalam institusi media, cenderung semakin menggurita dan menjangkau ke mana-mana, tetapi
jadinya jika kekuatan media sebagai produsen budaya, produsen informasi politik, dan
1
NATO NAGARA W. 07081068
9
kekuatan ekonomi hanya terkonsentrasi kepada beberapa orang? Apalagi jika pemiliknya
juga sebagai pemain politik sekaligus pemain bisnis yang powerful? Itulah gejala yang
memprihatinkan dewasa ini. Padahal, demokratis atau tidaknya suatu negara tidak cukup
Salah satu bentuk media massa yang paling dominan sekarang, tapi sekaligus
ranah publik, yaitu frekuensi yang jumlahnya terbatas, sehingga diperlakukan secara berbeda
dengan media cetak. Penyiaran senantiasa sarat dengan aturan (highly regulated), baik
infrastruktur maupun isinya (McQuail, 2002). Karena itu, mekanisme pengaturan sistem
penyiaran justru menjadi salah satu refleksi demokratis tidaknya negara yang bersangkutan.
Pada era demokrasi liberal seperti sekarang, media penyiaran tidak cukup dipandang hanya
sebagai kekuatan civil society yang harus dijamin kebebasannya, namun harus juga dilihat
Kekuatan media itu bisa menghegemoni negara hingga masyarakat. Ini yang perlu
dicermati secara kritis oleh para pendukung demokrasi, termasuk para jurnalis. Jangan
sampai kekuatan demokrasi dibelokkan ’’atas nama kebebasan pers” untuk kepentingan
politik para kapitalis penguasa media. Gejala tersebut amat kentara dan nyata terlihat dalam
model pemberitaan atau program current issue di televisi swasta yang mengkhususkan pada
berita. Imparsialitas acapkali diabaikan. Pemilik yang sedang getol memobilisasi dukungan
imparsialitas. Secara kasatmata, media TV oleh pemiliknya dipakai sebagai political tool
gerakan yang dipimpinnya. Padahal, regulasi tentang keharusan imparsialitas bagi media
2
NATO NAGARA W. 07081068
9
penyiaran tersebut adalah kewajiban yang berlaku global di berbagai negara demokrasi.
Terlebih itu telah diatur dalam UU 32/2002 tentang Penyiaran pasal 36 ayat 4 yang
menyebutkan ’’Isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan
Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran pasal 5 ayat e, ’’Lembaga penyiaran
Prinsip Jurnalistik, ’’Lembaga Penyiaran harus menyajikan informasi dalam program faktual
tersebut. Tapi, tampaknya, tabiat melanggar imparsialitas itu terus saja kembali diulang.
Sebagai kekuatan pembangun opini, media tersebut jelas-jelas telah mengabaikan aturan dan
prinsip-prinsip demokrasi. Karena itu, bisa dipahami jika ada pernyataan keras dari kalangan
yang merasa diperlakukan tidak adil. Ada abuse of power yang dilakukan politisi tertentu
dalam menggunakan media yang dimiliki. Tapi, drama pun kembali berulang. Televisi itu
KPI. Malah, televisi tersebut makin menyerang, menyalahkan, bahkan cenderung mengadili
tanpa memberi tempat pada perspektif yang berbeda. Yang lebih banyak dimunculkan adalah
informasi dari narasumber yang sejalan, narasumber yang memiliki kepentingan agar bisa
politik pemilik media yang terkadang diboncengi para petualang politik yang mengaku
yang sebanyak-banyaknya untuk dapat memilih calon wakilnya kelak. Bagi Partai Politik
(Parpol) kampanye diharapkan agar dapat mendapat dukungan dari masyarakat. Kampanye
melalui medium media massa, dapat memberikan informasi secara luas sehingga pesan
informasi yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat dari berbagai sumber,
terutama dari media massa, apakah itu dari siaran televisi dan radio (media elektronik), surat
kabar dan majalah (media cetak), komputer pribadi, atau bahkan dari internet. Bahasa Audio
dan Visual, adalah bahasa yang mudah dimengerti oleh khalayak, karena melibatkan dua
medium.
Sebagai contoh, pendekatan marketing politik dalam Pemilu 2009 akan semakin
intensif karena dukungan media massa. Saat ini industri media di Indonesia sangat maju
pesat, sehingga memungkinkan digunakan secara intensif dalam marketing politik para
kandidat baik perseorangan maupun kelompok. Pemanfaatan media menjadi hal terpenting
dalam pemilu Eksekutif dan Legislatif tahun 2009. Pemanfaatan media untuk mendongkrak
popularitas sebenarnya telah mulai marak dan bebas sejak Pemilu 1999 dan semakin menguat
dukungan kepada tokoh maupun partai. Temuan Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang
dipublikasikan menunjukkan, perilaku rasional pemilih sangat terkait dengan informasi yang
diperoleh pemilih. Dapat dibuktikan pada iklan Partai Demokrat yang berkaitan dengan
4
NATO NAGARA W. 07081068
9
pelayanan kesahatan. Materi iklan ini menjadi kekuatan bagi Partai Demokrat untuk
partisipasi aktif dari yang melakukan kampaye dan pemberi suara. Yang melakukan
kampanye berusaha mengatur kesan pemberi suara (khalayak) tentang mereka dengan
pemilih. Media yang digunakan oleh para pelaku kampanye, promotor dan jurnalis akan
signifikan.
Media massa adalah saluran, alat atau sarana yang dipergunakan dalam proses
komunikasi massa. Komunikasi massa sendiri artinya penyampaian pesan, gagasan, atau
Wacana media massa pada dasarnya menawarkan kerangka makna alternatif kepada
kepentingan terhadap suatu isu. Inilah mengapa jihad identik dengan kekerasan, dan Islam
identik dengan terorisme. Ini adalah penjajahan bentuk baru! seperti hit and run. Sesudah
5
NATO NAGARA W. 07081068
9
membombardir khalayak dengan teks-teks, media lepas tangan. Apakah media mau
bertanggung jawab jika pembaca koran jadi berburuk sangka pada SBY setelah membaca
Iklan adalah bagian penting dari serangkaian kegiatan mempromosikan produk yang
menekankan unsur citra. Objek iklan melalui proses pencitraan, sehingga citra suatu produk
lebih mendominasi bila dibandingkan dengan produk itu sendiri. Pada proses ini cita produk
Iklan politik berarti kegiatan mempromosikan diri dengan citra baik di hadapan
masyarakat dengan adanya unsur-unsur politik untuk tercapainya tujuan tertentu. Iklan politik
ini sering digunakan oleh para calon pemimpin untuk mendapatkan suara terbanyak dan
menjadikan citra baik di mata masyarakat. Selain itu para calon ini juga ingin agar
masyarakat dapat mengenal calon pemimpinnya. Iklan televisi merupakan pertunjukan ‘kecil’
dalam dunia komunikasi dengan kesan-kesan yang ‘besar’ sebagai suatu system magis (the
magic system). Sebagai the magic system, iklan dapat mengubah nasib seseorang dalam satu
mewah dalam keajaiban seribu satu malam. Sebagai the magic system, iklan memiliki
ideologi. Pertama, iklan selalu berpikir tentang pasar. Iklan selalu mampu mereproduksikan
pasar menjadi ruang yang luas untuk menjual sesuatu yang dipromosikan.
Dalam hal ini iklan harus mempromosikan sesuatu yang bernilai positif agar
masyarakat dapat tertarik. Kedua, bahasa yang merupakan bagian penting dalam sistem ini.
Maksudnya adalah iklan menjadi bagian dari sebuah bahasa simbolis masyarakat. Ketiga,
6
NATO NAGARA W. 07081068
9
iklan tidak untuk semua, tetapi ditujukan untuk segmen tertentu. Karena target audiens sangat
Dalam hal tertentu individu bebas merespons iklan yang ditayangkan, sejauh itu pula
individu terikat dengan system yang ada. Oleh karena itu sistem mempengaruhi respons
individu. Sistem yang dimaksud adalah sistem dominan, seperti lingkungan kerja, kekuasaan,
dan sebagainya; sistem subordinasi, seperti cara pandang moral dan etika yang diperoleh dari
proses ekonomi masyarakat; sistem radikal, sistem ini bersumber dari partai atau kelompok
Sistem di atas menjadi bagian penting dalam menentukan strategi meraih target dalam
Dalam pandangan mazhab kritis, terutama dalam studi studi yang dikembangkan oleh
Centre for Contemporary Cultural studies, Bringmiham University, media massa selalu
dirasakan sebagai alat yang “powerfull” dan ada ideology dominan di dalamnya. Hal ini yang
disebut oleh para penggiat Cultural studies sebagai hegemoni media. Teori hegemoni ini
dicetuskan oleh gramsci yang merujuk pada kekuasaan dan praktis. Hegemoni merujuk pada
upaya pelanggengan kekuasaan yang dilakukan oleh kelompok yang berkuasa. Di sini,
institusi media memberikan sebuah fungsi hegemoni yang secara terus menerus memproduksi
sebuah ideology yang kohesif (ideology yang meresap), satu perangkat nilai-nilai
“commonsense” dan norma norma yang memproduksi dan mengesahkan dominasi struktur
sosial tertentu yang mana kelas – kelas sub-ordinasi berpartisipasi di dalam dominasi mereka
itu. Bahkan lebih lanjut menurut Gitlin mendefenisikan hegemoni sebagai “rekayasa
7
NATO NAGARA W. 07081068
9
sistematik” kepatuhan massa untuk memapankan kekuasaan kelompok yang berkuasa. Stuart
menancapkan kuku kekuasaannya melaui Hegemoni . Melalui media massa pula juga
menyediakan frame work bagi berkembangnya budaya massa. Melalui media massa pula
tanding dari pihak-pihak yang dikuasainya. Sedangkan menurut MC. Luhan seorang
pengkritik media ia mengatakan Media massa bukan hanya sebagai media pengirim pesan
tapi juga mempengaruhi nilai nilai budaya dan membuat streotyp mengenai gender, Ras, dan
etnik. Dan memiliki kontribusi terhadap pengalaman komunikasi dan bisa saja memonopoli
dunia pemikiran seseorang. Maka dari itu selama media masih dikuasai oleh ideology
dominan, maka mereka akan menggambarkan kelompok oposisi sebagai kaum marginal .
bagi Hall dan koleganya, interpretasi teks media selalu muncul di dalam suatu pertarungan
dari control ideologis. Ronald Lembo dan Kenneth Tucker menggambarkan proses tersebut
yang berlawanan.
Dari uraian kerangka teori di atas maka tampak jelaslah apabila media massa akan senantiasa
menjadi ajang Hegemoni bagi kelompok yang berkuasa artinya masyarakat patuh pada pada
kehendak penguasa dan mereka secara tidak sadar berpartisipasi dalam rangka kepatuhan
tersebut.
kelompok usaha media yang dipimpin oleh Surya Paloh, yang juga merupakan pemilik surat
kabar Media Indonesia. PT Media Televisi Indonesia memperoleh izin penyiaran atas nama
8
NATO NAGARA W. 07081068
9
mengudara untuk pertama kalinya dalam bentuk siaran uji coba di 7 kota. Pada awalnya
hanya bersiaran 12 jam sehari, sejak tanggal 1 April 2001, MetroTV mulai bersiaran selama
24 jam. Dari awalnya memulai operasi dengan 280 orang karyawan, saat ini MetroTV
mempekerjakan lebih dari 900 orang, sebagian besar di ruang berita dan daerah produksi.
Stasiun TV ini pada awalnya memiliki konsep agak berbeda dengan yang lain, sebab
selain mengudara selama 24 jam setiap hari, stasiun TV ini hanya memusatkan acaranya
pada siaran warta berita saja. Tetapi dalam perkembangannya, stasiun ini kemudian juga
di Indonesia yang menyiarkan berita dalam bahasa Mandarin: Metro Xin Wen, dan juga
Now yang dapat disaksikan dari seluruh dunia. Stasiun ini dikenal memiliki presenter
Indonesia dan Lampung Post.
Pada tanggal 20 Mei 2010, MetroTV memperkenalkan logo dan slogan barunya.
Logo baru tetap menggunakan lambang burung elang dan warna dasar biru dan kuning,
tetapi dengan jenis huruf Sans Serif yang lebih memberikan kesan modern dan futuristik.
Penempatan logo juga diubah dari semula di pojok kanan atas menjadi di pojok kanan
mengusung slogan baru dari sebelumnya "Be Smart Be Informed" menjadi "Knowledge to
Elevate".
9
NATO NAGARA W. 07081068
9
Nasional Demokrat (disingkat NasDem atauNasdem) adalah organisasi masyarakat
dideklarasikan oleh 45 tokoh nasional di Istora Senayan, Jakarta pada 1 Februari 2010.
Paloh. Menurut visi dan misi organisasi, Nasdem berupaya melakukan gerakan perubahan
bernama Gerakan Restorasi. Gerakan ini dilandaskan atas tiga hal, yaitu politik solidaritas;
Sebelum mendirikan Nasional Demokrat, Surya Paloh maju dalam perebutan calon
ketua umum Partai Golongan Karya. Namun pada perebutan itu, Surya kalah dari Aburizal
Bakrie yang akhirnya memenangi dan menjabat sebagai Ketum Golkar periode 2009-2014.
Kekalahan ini menyebabkan banyak pihak menduga Nasdem didirikan Surya sebagai
kekecewaan kekalahannya di Golkar. Dan karena itu, Nasdem adalah cikal bakal sebuah
parpol untuk kendaraan politik Surya dalam Pemilu 2014. Terlebih pengurus Nasdem yang
Mengenai dugaan ini, baik Surya maupun pengurus lain membantah bahwa Nasdem
adalah cikal bakal parpol. Namun demikian, beberapa pengurus mengakui berubah menjadi
10