ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari tahu apakah pengaruh beban
usaha, ekspor dan impor peralatan elektronik, selisih kurs, penjualan, dan piutang
tak tertagih terhadap laba bersih pada PT. Metrodata Electronics Tbk, penelitian
ini menggunakan laporan keuangan PT Metrodata Electronics tbk, per tri wulan
dari tahun 2002-2006, data statistik ekspor impor peralatan elektronik Indonesia
dari BPS, dan data kurs rupiah terhadap dollar periode 2002-2006 dari BI.
Hasil dari penulisan skripsi ini menunjukkan bahwa ada 3 variabel yang
berpengaruh secra signifikan terhadap laba bersih, dan ada 3 variabel yang tidak
berpengaruh terhadap laba bersih. Variabel beban usaha, penjualan, dan piutang
tak tertagih mempengaruhi laba bersih secara signifikan, sedangkan variabel
ekspor impor peralatan elektronik dan selisih kurs tidak mempengaruhi laba
bersih.
PENDAHULUAN
LANDASAN TEORI
PEMBAHASAN
Ekspor Impor
Peralatan Peralatan Piutang tak
Laba Bersih Beban Usaha Elektronik Elektronik Selisih Kurs Penjualan Tertagih
Pearson Correlation Laba Bersih 1.000 -.132 .494 .599 -.050 .279 -.288
Beban Usaha -.132 1.000 -.373 -.387 .492 -.966 .151
Ekspor Peralatan
.494 -.373 1.000 .856 -.128 .555 .222
Elektronik
Impor Peralatan
.599 -.387 .856 1.000 -.137 .523 -.180
Elektronik
Selisih Kurs -.050 .492 -.128 -.137 1.000 -.525 -.025
Penjualan .279 -.966 .555 .523 -.525 1.000 -.053
Piutang tak Tertagih -.288 .151 .222 -.180 -.025 -.053 1.000
Sig. (1-tailed) Laba Bersih . .289 .013 .003 .417 .117 .109
Beban Usaha .289 . .053 .046 .014 .000 .262
Ekspor Peralatan
.013 .053 . .000 .295 .006 .173
Elektronik
Impor Peralatan
.003 .046 .000 . .283 .009 .224
Elektronik
Selisih Kurs .417 .014 .295 .283 . .009 .458
Penjualan .117 .000 .006 .009 .009 . .412
Piutang tak Tertagih .109 .262 .173 .224 .458 .412 .
N Laba Bersih 20 20 20 20 20 20 20
Beban Usaha 20 20 20 20 20 20 20
Ekspor Peralatan
20 20 20 20 20 20 20
Elektronik
Impor Peralatan
20 20 20 20 20 20 20
Elektronik
Selisih Kurs 20 20 20 20 20 20 20
Penjualan 20 20 20 20 20 20 20
Piutang tak Tertagih 20 20 20 20 20 20 20
Y = a + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + b4 X4 + b5 X5 + b6 X6 + e
Y = 7.806.899.862 - 1,320 X1 - 0.006X2 + 0.004 X3 + 0.95 X4 + 0,121 X5 -
4,784 X6 + e ……1
Tabel 2
Hasil uji Regresi berganda
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 7806899862.017 48537596971.5 .161 .875
Beban Usaha -1.320 .452 3.158 -2.921 .012
Ekspor Peralatan
-.006 .013 -.271 -.468 .648
Elektronik
Impor Peralatan
.004 .010 .182 .384 .707
Elektronik
Selisih Kurs .095 .107 .193 .889 .390
Penjualan .121 .044 3.461 2.760 .016
Piutang tak Tertagih -4.784 2.573 -.483 -2.859 .086
a. Dependent Variable: Laba Bersih
Tabel 3
Regresi Berganda Ulang Variabel X1, X5, X6
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) -13648602658.1 6027298856.0 -2.264 .038
Beban Usaha -1.209 .268 -2.893 -4.518 .000
Penjualan .106 .022 3.044 4.802 .000
Piutang tak Tertagih -5.574 1.640 -.563 -3.398 .004
a. Dependent Variable: Laba Bersih
Hasil yang didapat dari regresi ulang tersebut tidak terlihat begitu
berbeda dari regresi yang sebelumnya, berikut pengujiannya:
• BU (X1) terhadap LB (Y)
o Ho : bi = 0, tidak ada pengaruh BU (X1) LB (Y)
H1 : bi ≠ 0, ada pengaruh BU (X1) terhadap LB (Y)
o Menggunakan taraf signifikasi sebesar α = 0,05 dan derajat bebas
(df) = 16, sehingga t-tabel diketahui sebesar ± 2,120.
o Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 3 menunjukkan nilai t-
hitung sebesar -4,518.
o Kriteria penerimaan dan penolakan, yaitu :
Ho diterima bila –t < t-hitung < t-tabel
Ho ditolak bila t-hitung > t-tabel atau –t hitung < -t tabel
o Keputusan: Karena t-hitung (-4,518) > t-tabel (2,120), maka H0
ditolak dan H1 diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
BU(X1) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap LB (Y).
Dari hasil perhitungan kedua regresi di atas, yaitu tabel 2 dan 3 dapat
diambil dua analisa, yaitu:
• EPE (X2), IPE (X3), dan SK (X4) tidak memiliki pengaruh terhadap LB
(Y). Hasil ini juga tercermin di dalam data angka-angka yang terdapat di
dalam laporan keuangan dan statistik ekspor impor peralatan elektronik
Indonesia. Ekspor peralatan elektronik memperlihatkan nilai yang naik
turun dari tahun ke tahunnya, sedangkan nilai laba bersih cenderung
meningkat per tahunnya, contohnya ketika pada kuartal pertama tahun
2003 ekspor peralatan elektronik sebesar Rp 4.151.974.260.635 dan pada
akhir tahun atau kuartal keempat turun ke Rp 4.071.192.015.344,
sementara laba bersih perusahaan dari awal tahun 2003 berjumlah
Rp 1.153.383.678 naik secara signifikan pada akhir tahun 2003 ke
Rp 12.253.473.645. Hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya laba bersih
tidak ikut terpengaruh oleh menurunnya tingkat ekspor peralatan
elektronik. Fenomena ini mungkin disebabkan karena nilai ekspor yang
digunakan merupakan skala nasional, sehingga tidak mencerminkan
keadaan dan tingkat ekspor perusahaan yang seungguhnya. Hal yang sama
juga terjadi pada impor peralatan elektronik terhadap laba, sebagai contoh
misalnya nilai impor pada tahun 2002 meningkat dari Rp
1.064.872.396.973 pada kuartal pertama menjadi Rp 1.492.809.243.554
pada akhir tahun, sedangkan tingkat penerimaan laba bersih berbanding
terbalik secara tidak signifikan yaitu dari Rp (8.470.926.615) turun ke Rp
(37.935.371.396), sedangkan tahun-tahun selanjutnya nilai impor terus
naik dan turun akan tetapi nilai laba bersih justru tidak ikut terpengaruh
dan terus naik, sehingga semakin membuktikan bahwa impor peralatan
elektronik memang tidak mempengaruhi tingkat laba bersih. Analisa ini
bisa jadi disebabkan oleh karena unsur-unsur impor peralatan elektronik
sendiri bukanlah hanya semata peralatan komputer. Bisa saja berupa
barang-barang elektronik yang lain, seperti kulkas, tv, ac, dan sebagainya,
sehingga tidak menjamin kalau nilai impor peralatan elektronik turun
maka laba bersih perusahaan ikut turun. Sementara itu, selisih kurs juga
memperlihatkan hal yang sama dengan yang terjadi pada impor peralatan
elektronik. Penulis mengambil contoh pengamatan pada tahun 2006, nilai
selisih (rugi) kurs meningkat secara drastis menembus angka
Rp (132.738.787.837), padahal pada awal tahun hanya sekitar
Rp (239.344.553), namun rugi kurs ini tidak mempengaruhi tingkat
penerimaan laba bersih perusahaan yang meningkat dari
Rp 1.877.909.275 ke Rp 20.775.872.997. Jikalau dilihat dari sudut
teoritisnya memang selisih kurs secara tidak langsung akan memiliki
pengaruh terhadap laba bersih walaupun tidak seberapa besarnya, namun
dalam kasus ini membuktikan bahwa selisih (rugi kurs) memang tidak
berpengaruh sedikit pun terhadap laba bersih, ini bisa disebabkan karena
selisih kurs hanya akan berpengaruh terhadap laba bersih apabila nilai
ekspor dan impor juga mempengaruhi laba bersih, karena selisih kurs
timbul akibat adanya perbedaan nilai tukar mata uang yang terjadi akibat
adanya transaksi luar negeri yaitu ekspor dan impor, sehingga secara
langsung selisih kurs hanya akan berpengaruh terhadap nilai ekspor dan
impor.
• BU (X1), PJ (X5), dan PTT (X6) memiliki pengaruh terhadap LB (Y).
asumsi ini berdasarkan hasil penghitungan regresi dan hasil dari
pengamatan laporan keuangan per tahunnya. BU (X1) atau beban usaha
terlihat sangat mempengaruhi laba bersih. Jika diperhatikan dengan
seksama, semakin tinggi nilai beban usaha maka semakin rendah nilai laba
bersih, contohnya tahun 2002 beban usaha meningkat secara drastis dari
Rp (22.634.872.505) pada awal tahunnya menjadi Rp (109.001.878.426)
pada akhir tahun, sehingga tingkat laba bersih pun ikit menurun dari Rp
(8.470.926.615) pada awal tahun, menjadi turun ke Rp (37.935.371.396)
pada akhir tahun. Secara logika memang sangat masuk akal bahwa
semakin besar biaya suatu kegiatan maka semakin sedikit pula tingkat
labanya, oleh karena itulah mengapa laba bersih selalu berbanding terbalik
dan dipengaruhi oleh beban usaha. Agar meminimalisir pengaruh beban
usaha yang cukup besar, maka perusahaan harus mempertimbangkan
variabel PJ (X5) atau penjualan. Penjualan di dalam kasus ini memiliki
andil dan pengaruh yang sangat besar terhadap laba bersih. Di dalam
bentuk angkanya saja sudah terlihat jelas bahwa penjualanlah yang sangat
menentukan laba bersih, misalnya ketika pada tahun 2005, dikala tingkat
penjualan hanya mencapai Rp 304.501.593.552 pada awal tahun, laba
bersih hanya berjumlah Rp 1.856.159.996, namun ketika jumlah penjualan
meningkat drastis sebesar Rp 1.503.906.103.070 pada akhir tahun, maka
tingkat laba bersih pun ikut naik menjadi Rp 16.306.998.038. Dari hasil-
hasil ini dapat terlihat bahwa laba bersih sangat dipengaruhi oleh besarnya
tingkat penjualan, karena semakin tinggi tingkat penjualan maka semakin
tinggi pula tingkat laba bersih. Akan tetapi, walaupun penjualan ikut
berpengaruh secara langsung dan positif terhadap laba bersih, belum tentu
semua penjualan dapat menghasilkan laba bersih. Salah satu penjualan
yaitu penjualan kredit dapat mengakibatkan kerugian piutang (piutang tak
tertagih). Dari hasil perhitungan regresi di atas terlihat jelas bahwa piutang
tak tertagih memiliki pengaruh negatif terhadap laba bersih. Jika diamati
secara kasat mata saja piutang tak tertagih memang sudah terlihat
mempengaruhi laba bersih. Tahun 2002 contohnya, pada kuartal pertama
piutang tak tertagih perusahaan sebesar Rp (981.178.642) dan tingkat laba
bersih sebesar Rp (8.470.926.615), namun ketika jumlah piutang tak
tertagih semakin meningkat menjadi Rp (3.879.704.355) tingkat laba
bersih pun ikut merosot tajam ke Rp (37.935.371.396), maka dapat
disimpulkan bahwa piutang tak tertagih sangat mempengaruhi laba bersih
secara negatif, karena apabila jumlah piutang tidak tertagih meningkat,
jumlah laba bersih pun akan menurun.
Tabel 4
Uji F
ANOVAb
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA