PENDAHULUAN
1
1.2 Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini, yaitu melihat perbandingan pengaruh
temperatur heat treatment pada stainless steel ASTM A890 GR 6A terhadap sifat
fisik material tersebut.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Transformasi fasa baja pada saat pemanasan pada baja hipoeutektoid terdiri
dari butir kristal ferrit dan perlit, bila pemanasan mencapai garis A1 maka perlit
akan mengalami reaksi eutektoid secara isotermal reaksinya sebagai berikut :
4
diharapkan. Transformasi fasa pada saat pendinginan memegang peranan penting
terhadap sifat baja yang diberikan suatu perlakuan panas.
Austenit dari baja hipoeutektoid bila didinginkan dengan lambat, pada
temperatur kritis A3 mulai terbentuk inti kristal ferit yang tumbuh pada batas butir
kristal austenit. transformasi ini terjadi karena austenit mengalami perubahan
allotropik dari besi gamma menjadi besi alpha. Karena ferit hanya dapat
melarutkan karbon dalam jumlah yang sedikit maka kandungan karbon dalam
austenite akan semakin besar bila ferit yang tumbuh makin banyak (ditandai
dengan turunnya temperatur), besarnya kandungan karbon dalam austenit dengan
menurunnya temperatur mengikuti garis A2, sehingga pada saat temperatur
mencapai titik A1 komposisi eutektoid dan selanjutnya austenit akan
bertransformasi manjadi ferrit. Gambar 1. dibawah ini adalah gambar diagram Fe-
Fe3C.
5
-unsur paduan yang mempengaruhi kekerasan dan kekuatan hasil perlakuan panas
adalah sebagai berikut :
1. Chromium : pengaruhnya untuk meningkatakan tegangan dan kekerasan,
membentuk kekerasan dan menyetabilkan karbida.
2. Phospor : meningkatkan tegangan dan hardenability, mengurangi
keuletan dan ketangguhan.
3. Magnesit : pengaruhnya untuk meningkatakan tegangan dan kekerasan,
membentuk karbit, meningkatkan hardenability, range perpindahan panas
4. Silikon : berpengaruh untuk menegangkan pearlit dan cenderung
menguatakan pearlit selalu untuk mengembang karena unsur ini digunakan
sebagai oksida magnesit.
5. Tungsten : berpengaruh untuk membentuk kekerasan dan menyetabilkan
karbit, menaikan range dari temperatur dan temperatur tempering
6. Vanadium : berpengaruh untuk menguatkan karbida, membentuk
element. Tidak digunakan sebagai unsur yang berdiri sendiri, tapi untuk
menggabungkan karbida ke austenit pada stainless steel.
7. Molybdenum : menguatkan karbit dan membentuk element, dan juga
meningkatkan temperatur tinggi pada gaya creep.
6
c. Cyaniding atau carbonitriding, mekanismenya adalah dengan
menambahkan cyanida dan karbon, kemudian melakukan pengerasan
dengan kuens (pendinginan cepat).
BAB III
PEMBAHASAN
7
3.1 Pengaruh Tempertur Heat Treatment pada Stainless Steel ASTM A890
Super Duplex GR 6A
Mikrostruktur memegang peranan yang penting dalam pengecoran, seperti
komposisi kimia dan pendinginan selama proses pembekuan. Pada pembahasan
kali ini jenis heat treament yang kami bahas adalah annealing. Tujuannya adalah
melunakkan, menghaluskan butir kristal, menghilangkan internal stress, dan
memperbaiki machintability. Proses full annealing dilakukan dengan
memanaskan baja sampai temperatur 25-500C diatas garis A3 untuk baja
hipereutektoid kemudian didinginkan hingga temperatur 25-50 0C diatas garis A1
didalam dapur atau ruang yang memiliki penyekat panas yang baik sehingga
memberikan efek pendinginan yang sangat lambat.
Material super duplex merupakan material yang dimulai pada tahun 1929
avesta jernverke membuat baja tahan karat dengan 25% Cr dan 5% Ni, kemudian
pada tahun 1933, J Holtzer Company, Prancis terjadi kesalahan komposisi,
dengan komposisi awalnya 18% Cr, 9% Ni, dan 2,5% Mo menjadi 20% Cr, 8%
Ni, dan 2,5% Mo dimana terdapat fasa ferrite dalam austenite, ketika di heat
treatment ternyata tidak sensitive terhadap intergranular corrosion. Itulah yang
menyebabkan lahirnya material stainless steel super duplex dan berkembang
sampai saat ini.
Dengan mengatur temperatur, tiap material dilakukan annealing. Pada
sampel pertama dengan temperatur annealing 940oC, lalu pada sampel kedua
dengan temperatur annealing 1040oC kemudian sampel ketiga dengan temperatur
annealing 1160oC. Dari masing-masing perlakuan yang berbeda dihasilkan nilai
sifat fisik yang berbeda pula.
Peningkatan kekerasan dan penurunan ketangguhan adalah dampak dari
secara langsung akibat perlakuan panas pada material. Hal ini disebabkan dengan
peningkatan konsentrasi fasa sigma dalam struktur mikro material, yang kemudian
terjadi pengendapan ferit / interface austenit. Fasa sigma muncul ketika berada
pada suhu 600-1000oC. Fasa sigma merupakan fasa yang tidak dikehendaki
8
karena ketika fasa sigma terdapat dalam material super duplex, hal ini
menyebabkan kekuatan mekanik dan ketahanan korosi berkurang, disamping
kegetasan material akan meningkat, oleh sebab itu fasa sigma tidak dikehendaki
dalam material super duplex. Ketika fasa sigma benar-benar terlarut akibat
perlakuan panas, kekerasan bahan itu ditentukan oleh konsentrasi volumetrik ferit
dan austenit pada struktur mikro, dan energi yang diserap dalam uji impak
mencapai sekitar 220 J pada suhu kamar. Lalu pada sampel pertama dengan
temperatur annealing 940oC, kemudian di quenching dan ditahan pada 940oC
selama 2 jam. Konsentrasi volumetric yang terbentuk pada gambar satu adalah
ferrite 5%, sigma phase 40%, austenite 50%.
Transformasi ferit menjadi austenit dan fasa sigma terjadi pada difusi
elemen paduan seperti chromium dan molibdenum terjadi pada daerah-daerah
tertentu, molibdenum adalah unsur pembentuk ferrite dan juga dapat
meningkatkan fasa intermetalik yang cenderung merusak sifat stainless steel.
Chromium juga merupakan unsur pembentuk ferrite, efek kromium ini
penting karena pengaruhnya pada pembentukan dan penghilangan scale oksida
yang dihasilkan dari perlakuan panas atau pengelasan.
9
Nikel adalah unsur penstabil austenit, yang berarti penambahan nikel pada
besi paduan dapat merubah struktur kristal dari bcc (ferritic) ke fcc (austenite).
Ferritic stainless stell mengandung sedikit nikel sedangkan duplex stainless stell
mengandung Ni 4-7%
Gambar dua merupakan hasil struktur mikro dari proses pengelasan post
weld heat treatment yang mempunyai fungsi meningkatkan ketahanan korosi
terutama korosi tegangan, menghilangkan terjadinya tegangan sisa dan
memperkecil pengaruh terjadinya retak pada daerah lasan, keterbatasan utama
pada pengelasan adalah mengatur masukan panas yang sesuai untuk mendapatkan
keseimbangan austenit-ferit yang tepat dalam HAZ dengan mengontrol laju
pendinginan yang tepat. Heat input yang terlalu rendah dapat mengakibatkan
ferit yang berlebihan, sedangkan heat input panas yang terlalu tinggi dapat
mengakibatkan fasa intermetalik. Digunakannya filler metal nikel adalah untuk
penstabil austenit
Filler metal yang digunakan adalah Ni 5,8%, dengan adanya dua fasa yang
terdapat dalam struktur mikro sesuai dengan gambar dua, hal ini disebabkan fasa
sigma yang terbentuk pada struktur mikro stabil pada temperatur 1040oC.
10
Gambar 4. Struktur mikro dengan 1060oC selama dua jam.
Pada gambar 3, terdapat hanya dua fasa yaitu austenite dan ferrite hal ini
disebabkan karena fasa sekunder yang dapat mengendap antara suhu 300-1000oC,
seperti secondary austenite, sigma. Pembentukan fasa tersebut dapat merusak
ketahanan korosi dan ketangguhan. Namun solusi treatment duplex pada
temperatur 1020-1080oC dapat mendeformasi fasa sekunder tanpa mempengaruhi
keseimbangan fasa. Fase partikel sigma biasanya membentuk atom di ferit-
austenit interface dan tumbuh ke arah yang berdekatan dengan butir ferit. Suhu
perendaman berpengaruh langsung dalam fasa sigma solusi, serta dalam
volumetrik konsentrasi dari ferit dan fase austenit. Meningkat persentase ferit
dengan meningkatkan temperatur. Mulai dari 1020oC jumlah fasa sigma dapat
hilang membentuk ferit dan austenit karena dengan temperatur 1020oC fasa
sekunder dapat terlewati dan langsung membentuk volume fraksi ferit dan
austenit masing-masing menjadi sekitar 50%. Tetapi, untuk melihat fasa sigma
masih ada atau tidak dalam material stainless stell duplex, dapat dilihat dari nilai
kekerasan material tersebut. Jika nilai kekerasan stainless steel begitu tinggi maka
material tersebut terindikasi kuat memiliki strukur mikro dari fase sigma.
\
BAB IV
KESIMPULAN
11
1. Bahwa untuk memperoleh stainless stell super duplex perlu diadakan heat
treatment.
2. Untuk menghindari terbentuknya fase intermetalik atau fasa secondary,
terutama terbentuknya fasa sigma, yang dapat menurunkan kekuatan dan
ketahanan korosi dapat diatasi dengan melakukan annealing dengan suhu
1020-1080oC.
3. Setelah proses pengelasan stainless stell super duplex selesai, material
diberi post weld heat treatment, untuk mengembalikan sifat material yang
dilas kembali ke semula.
DAFTAR PUSTAKA
12
Martins M, Castelleti L C. 2005, Effect of Heat Treatment on the Mechanical
Properties of ASTM A 890 Gr6A Super Duplex Stainless Steel. Journal of
ASTM International.
13