Anda di halaman 1dari 34

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Pengertian Kecemasan

Kecemasan atau dalam bahasa Inggrisnya “anxiety” berasal dari bahasa latin

“angustus” yang berarti kaku dan “ango-ana” yang berarti mencekik. Kecemasan adalah

kondisi emosional yang tidak menyenangkan, yang ditandai oleh perasaan-perasaan

subjektif seperti ketegangan, ketakutan, dan kekhawatiran dan juga ditandai dengan

aktifnya sistem saraf pusat (Trismiati, 2004).

Kecemasan dapat pula didefinisikan sebagai suatu manifestasi dari berbagai proses

emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika seseorang sedang mengalami tekanan

perasaan dan pertentangan batin (konflik).

Rasa cemas timbul akibat melihat dan mengetahui adanya bahaya yang mengancam

dirinya (Daradjat, 1988).

Kecemasan merupakan satu keadaan yang ditandai oleh rasa khawatir disertai

dengan gejala somatis yang menandakan suatu kegiatan berlebih dari susunan

autonomic(Kaplan dan Saddock (2005))

Kecemasan adalah ketegangan, rasa tidak aman dan kekawatiran yang timbul karena

dirasakan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan tetapi sumbernya sebagian besar tidak

diketahui dan berasal dari dalam (DepKes RI, 1990).

Kecemasan dapat didefininisikan suatu keadaan perasaan keprihatinan, rasa gelisah,

ketidak tentuan, atau takut dari kenyataan atau persepsi ancaman sumber aktual yang

tidak diketahui atau dikenal (Stuart and Sundeens, 1998).

Kecemasan adalah suatu keadaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan yang

disertai dengan tanda somatik yang menyatakan terjadinya hiperaktifitas sistem syaraf

3
otonom. Kecemasan adalah gejala yang tidak spesifik yang sering ditemukan dan sering

kali merupakan suatu emosi yang normal (Kusuma W, 1997).

Kecemasan/ansietas adalah keadaan individu atau kelompok mengalami perasaan

gelisah (penilaian atau opini) dan aktivitas sistem saraf autonom dalam berespons

terhadap ancaman yang tidak jelas, non spesifik (Capernito, 2001).

Kecemasan/ansietas merupakan unsur kejiwaan yang menggambarkan perasaan,

keadaan emosional yang dimiliki seseorang pada saat menghadapi kenyataan atau

kejadian dalam hidupnya (Rivai,2000).

Kecemasan/ansietas adalah perasaan individu dan pengalaman subjektif yang tidak

diamati secara langsung dan perasaan tanpa objek yang spesifik dipacu oleh ketidak

tahuan dan didahului oleh pengalaman yang baru (Stuart dkk,1998)

Ansietas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi

(Videbeck, 2008).

Ansietas atau kecemasan adalah respons emosi tanpa objek yang spesifik yang

secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal (Suliswati, 2005).

Ansietas adalah suatu kekhawatiran yang berlebihan dan dihayati disertai berbagai

gejala sumatif, yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau

pekerjaan atau penderitaan yang jelas bagi pasien (Mansjoer, 1999).

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa ansietas adalah respons

emosi tanpa objek, berupa perasaan takut dan kekhawatiran yang tidak jelas dan

berlebihan dan disertai berbagai gejala sumatif yang menyebabkan gangguan bermakna

dalam fungsi sosial atau penderitaan yang jelas bagi pasien.

Rentang respons

4
Rentang respons ansietas berflukuasi antara respons adaptif dan maladaptive seperti

terlihat pada gambar berikut ini :

Respon adaptif respon Mal Adaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat panic

2.1.1 Teori Kecemasan

Kecemasan merupakan suatu respon terhadap situasi yang penuh dengan

tekanan. Stres dapat didefinisikan sebagai suatu persepsi ancaman terhadap suatu

harapan yang mencetuskan cemas. Hasilnya adalah bekerja untuk melegakan

tingkah laku (Rawlins, at al, 1993). Stress dapat berbentuk psikologis, sosial atau

fisik. Beberapa teori memberikan kontribusi terhadap kemungkinan faktor etiologi

dalam pengembangan kecemasan. Teori-teori tersebut adalah sebagai berikut :

1. Teori Psikodinamik

Freud (1993) mengungkapkan bahwa kecemasan merupakan hasil dari

konflik psikis yang tidak disadari. Kecemasan menjadi tanda terhadap ego

untuk mengambil aksi penurunan cemas. Ketika mekanisme diri berhasil,

kecemasan menurun dan rasa aman datang lagi. Namun bila konflik terus

berkepanjangan, maka kecemasan ada pada tingkat tinggi. Mekanisme

pertahanan diri dialami sebagai simptom, seperti phobia, regresi dan tingkah

laku ritualistik. Konsep psikodinamik menurut Freud ini juga menerangkan

bahwa kecemasan timbul pertama dalam hidup manusia saat lahir dan

merasakan lapar yang pertama kali. Saat itu dalam kondisi masih lemah,

5
sehingga belum mampu memberikan respon terhadap kedinginan dan

kelaparan, maka lahirlah kecemasan pertama. Kecemasan berikutnya muncul

apabila ada suatu keinginan dari Id untuk menuntut pelepasan dari ego, tetapi

tidak mendapat restu dari super ego, maka terjadilah konflik dalam ego, antara

keinginan Id yang ingin pelepasan dan sangsi dari super ego lahirlah

kecemasan yang kedua. Konflik-konflik tersebut ditekan dalam alam bawah

sadar, dengan potensi yang tetap tak terpengaruh oleh waktu, sering tidak

realistik dan dibesar-besarkan. Tekanan ini akan muncul ke permukaan

melalui tiga peristiwa, yaitu : sensor super ego menurun, desakan Id

meningkat dan adanya stress psikososial, maka lahirlah kecemasan-kecemasan

berikutnya (Prawirohusodo, 1988).

2. Teori Perilaku

Menurut teori perilaku, Kecemasan berasal dari suatu respon terhadap

stimulus khusus (fakta), waktu cukup lama, seseorang mengembangkan respon

kondisi untuk stimulus yang penting. Kecemasan tersebut merupakan hasil

frustasi, sehingga akan mengganggu kemampuan individu untuk mencapai

tujuan yang di inginkan.

3. Teori Interpersonal

Menjelaskan bahwa kecemasan terjadi dari ketakutan akan penolakan

antar individu, sehingga menyebabkan individu bersangkutan merasa tidak

berharga.

4. Teori Keluarga

Menjelaskan bahwa kecemasan dapat terjadi dan timbul secara nyata

akibat adanya konflik dalam keluarga.

6
5. Teori Biologik

Beberapa kasus kecemasan (5 - 42%), merupakan suatu perhatian

terhadap proses fisiologis (Hall, 1980). Kecemasan ini dapat disebabkan oleh

penyakit fisik atau keabnormalan, tidak oleh konflik emosional. Kecemasan

ini termasuk kecemasan sekunder (Rockwell cit stuart & sundeens, 1998).

2.2 Klasifikasi Tingkat Kecemasan

Ansietas memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspek membahayakan,

yang bergantung pada tingkat ansietas, lama ansietas yang dialami, dan seberapa baik

individu melakukan koping terhadap ansietas.

Menurut Peplau (dalam, Videbeck, 2008) ada empat tingkat kecemasan yang

dialami oleh individu yaitu ringan, sedang, berat dan panik.

2.2.1 Ansietas ringan

Ansietas ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan

membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan membantu

individu memfokuskan perhatian untuk belajar, menyelesaikan masalah, berpikir,

bertindak, merasakan, dan melindungi diri sendiri.

Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas ringan adalah sebagai berikut :

1. Respons fisik

 Ketegangan otot ringan

 Sadar akan lingkungan

 Rileks atau sedikit gelisah

 Penuh perhatian

 Rajin

2. Respon kognitif

7
 Lapang persepsi luas

 Terlihat tenang, percaya diri

 Perasaan gagal sedikit

 Waspada dan memperhatikan banyak hal

 Mempertimbangkan informasi

 Tingkat pembelajaran optimal

3. Respons emosional

 Perilaku otomatis

 Sedikit tidak sadar

 Aktivitas menyendiri

 Terstimulasi

 Tenang

2.2.2 Ansietas sedang

Ansietas sedang merupakan perasaan yang menggangu bahwa ada sesuatu

yang benar-benar berbeda; individu menjadi gugup atau agitasi.

Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas sedang adalah sebagai berikut :

1. Respon fisik :

 Ketegangan otot sedang

 Tanda-tanda vital meningkat

 Pupil dilatasi, mulai berkeringat

 Sering mondar-mandir, memukul tangan

 Suara berubah : bergetar, nada suara tinggi

 Kewaspadaan dan ketegangan menigkat

 Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung

8
2. Respons kognitif

 Lapang persepsi menurun

 Tidak perhatian secara selektif

 Fokus terhadap stimulus meningkat

 Rentang perhatian menurun

 Penyelesaian masalah menurun

 Pembelajaran terjadi dengan memfokuskan

3. Respons emosional

 Tidak nyaman

 Mudah tersinggung

 Kepercayaan diri goyah

 Tidak sabar

 Gembira

2.2.3 Ansietas berat

Ansietas berat yakni ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman,

memperlihatkan respons takut dan distress.

Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas berat adalah sebagai berikut :

1. Respons fisik

 Ketegangan otot berat

 Hiperventilasi

 Kontak mata buruk

 Pengeluaran keringat meningkat

 Bicara cepat, nada suara tinggi

 Tindakan tanpa tujuan dan serampangan

9
 Rahang menegang, mengertakan gigi

 Mondar-mandir, berteriak

 Meremas tangan, gemetar

2. Respons kognitif

 Lapang persepsi terbatas

 Proses berpikir terpecah-pecah

 Sulit berpikir

 Penyelesaian masalah buruk

 Tidak mampu mempertimbangkan informasi

 Hanya memerhatikan ancaman

 Preokupasi dengan pikiran sendiri

 Egosentris

3. Respons emosional

 Sangat cemas

 Agitasi

 Takut

 Bingung

 Merasa tidak adekuat

 Menarik diri

 Penyangkalan

 Ingin bebas

2.2.4 Panik

10
Panic individu kehilangan kendali dan detail perhatian hilang, karena

hilangnya kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan

perintah.

Menurut Videbeck (2008), respons dari panik adalah sebagai berikut :

1. Respons fisik

 Flight, fight, atau freeze

 Ketegangan otot sangat berat

 Agitasi motorik kasar

 Pupil dilatasi

 Tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun

 Tidak dapat tidur

 Hormon stress dan neurotransmiter berkurang

 Wajah menyeringai, mulut ternganga

2. Respons kognitif

 Persepsi sangat sempit

 Pikiran tidak logis, terganggu

 Kepribadian kacau

 Tidak dapat menyelesaikan masalah

 Fokus pada pikiran sendiri

 Tidak rasional

 Sulit memahami stimulus eksternal

 Halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi

3. Respon emosional

 Merasa terbebani

11
 Merasa tidak mampu, tidak berdaya

 Lepas kendali

 Mengamuk, putus asa

 Marah, sangat takut

 Mengharapkan hasil yang buruk

 Kaget, takut

 Lelah

2.3 Patofisiologi

Kehidupan manusia selalu dipengaruhi oleh rangsangan dari luar dan dari dalam berupa

pengalaman masa lalu dan faktor genetik. Rangsangan tersebut dipersepsi oleh panca indera,

diteruskan dan direspon oleh sistem saraf pusat, sesuai pola hidup tiap individu. Bila yang

dipersepsi adalah ancaman, maka responnya adalah suatu kecemasan. Di dalam sistem saraf

pusat, proses tersebut melibatkan jalur Cortex cerebri-Limbic sistem RAS (Reticular

Activating System)-Hypothalamus yang memberikan impuls kepada kelenjar hipofise untuk

mensekresikan mediator hormonal terhadap target organ (kelenjar adrenal), sehingga

memacu sistem saraf otonom melalui mediator hormonal yang lain (catecholoamine).

Hiperaktivitas sistem saraf otonom menyebabkan timbulnya kecemasan. Keluhannya sangat

beraneka ragam seperti sakit kepala, pusing, serasa mabuk, cenderung untuk pingsan, banyak

berkeringat, jantung berdebar-debar, sesak napas, dan lain sebagainya. Pada penderita

dengan gangguan kecemasan terdapat petunjuk adanya gangguan pada reseptor serotonin

tertentu yaitu 5HT-1A, namun terbatas pada penderita dengan hipersekresi kortisol atau yang

menunjukkan manifistasi berupa stres berat (Drevets et al., 2008).

2.4 Respon Tubuh Terhadap Kecemasan

2.4.1 Respon Fisiologis terhadap Kecemasan

12
1. Kardio vaskuler; Peningkatan tekanan darah, palpitasi, jantung berdebar, denyut

nadi meningkat, tekanan nadi menurun, syock dan lain-lain.

2. Respirasi; napas cepat dan dangkal, rasa tertekan pada dada, rasa tercekik.

3. Kulit: perasaan panas atau dingin pada kulit, muka pucat, berkeringat seluruh

tubuh, rasa terbakar pada muka, telapak tangan berkeringat, gatal-gatal.

4. Gastro intestinal; Anoreksia, rasa tidak nyaman pada perut, rasa terbakar di

epigastrium, nausea, diare.

5. Neuromuskuler; Reflek meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedip,

insomnia, tremor, kejang, , wajah tegang, gerakan lambat.

6. Saluran kemih: tidak dapat menahan kencing, sering kencing

7. Sistem kulit : rasa terbakar pada muka, berkeringat banyak pada telapak tangan,

gatal-gatal, perasaan panas atau dingin pada kulit, muka pucat, berkeringat

seluruh tubuh.

2.3.2 Respon Psikologis terhadap Kecemasan

1. Perilaku; Gelisah, tremor, gugup, bicara cepat dan tidak ada koordinasi,

menarik diri, menghindar.

2. Kognitif; Gangguan perhatian, konsentrasi hilang, mudah lupa, salah tafsir,

bloking, bingung, lapangan persepsi menurun, kesadaran diri yang berlebihan,

kawatir yang berlebihan, obyektifitas menurun, takut kecelakaan, takut mati dan

lain-lain.

3. Afektif; Tidak sabar, tegang, neurosis, tremor, gugup yang luar biasa, sangat

gelisah dan lain-lain.

2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan

2.4.1 Umur

13
Prawirohardjo (2003) menspesifikasikan umur kedalam tiga kategori, yaitu: kurang

dari 20 tahun (tergolong muda), 20-30 tahun (tergolong menengah), dan lebih dari

30 tahun (tergolong tua). Soewandi (1997) mengungkapkan bahwa umur yang

lebih muda lebih mudah menderita stress dari pada umur tua.

2.4.2 Keadaan fisik

Menurut Carpenito (2001) penyakit adalah salah satu faktor yang menyebabkan

kecemasan. Seseorang yang sedang menderita penyakit akan lebih mudah

mengalami kecemasan dibandingkan dengan orang yang tidak sedang menderita

penyakit.

2.4.3 Sosil budaya

Menurut Soewardi (1997), cara hidup orang dimasyarakat juga sangat

memungkinkan timbulnya stress. Individu yang mempunyai cara hidup teratur

akan mempunyai filsafat hidup yang jelas sehingga umumnya lebih sukar

mengalami stress. Demikian juga dengan seseorang yang keyakinan agamanya

rendah.

2.4.4 Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang berpengaruh dalam memberikan respon terhadap

sesuatu yang datang baik dari dalam maupun dari luar. Orang yang akan

mempunyai pendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional

dibandingkan mereka yang berpendidikan lebih rendah atau mereka yang tidak

berpendidikan. Kecemasan adalah respon yang dapat dipelajari. Dengan demikian

pendidikan yang rendah menjadi faktor penunjang terjadinya kecemasan

(Raystone, cit Meria 2005).

14
2.4.5 Tingkat pengetahuan

Soewandi (1997) mengatakan bahwa pengetahuan yang rendah mengakibatkan

seseorang mudah mengalami stress. Ketidaktahuan terhadap suatu hal dianggap

sebagai tekanan yang dapat mengakibatkan krisis dan dapat menimbulkan

kecemasan. Stress dan kecemasan dapat terjadi pada individu dengan tingkat

pengetahuan yang rendah, disebabkan karena kurangnya informasi yang diperoleh.

2.5 Faktor Penyebab Kecemasan

2.5.1 Faktor Predisposisi

Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat

menyebabkan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Ketegangan dalam

kehidupan tersebut dapat berupa :

1. Peristiwa traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan

dengan krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan atau situasional.

2. Konflik emosional, yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik.

Konflik antara id dan superego atau antara keinginan dan kenyataan dapat

menimbulkan kecemasan pada individu.

3. Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu berpikir

secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan.

4. Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil

keputusan yang berdampak terhadap ego.

5. Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman

terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu.

15
6. Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress akan

mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang dialami karena

pola mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga.

7. Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respons

individu dalam berespons terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya.

8. Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang

mengandung benzodizepin, karena benzodiazepine dapat menekan

neurotransmiter gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol

aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.

2.5.2 Faktor presipitasi

Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat

mencetuskan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Stressor presipitasi

kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :

2.5.2.1 Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas

fisik yang meliputi :

1. Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem

imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (misalnya :

hamil).

2. Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri,

polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya

tempat tinggal.

2.5.2.2 Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.

16
1. Sumber internal : kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah

dan tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman

terhadap integritas fisik juga dapat mengancam harga diri.

2. Sumber eksternal : kehilangan orang yang dicintai, perceraian,

perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.

2.5.3 Sumber Koping

Individu dapat menanggulangi stress dan kecemasan dengan menggunakan

atau mengambil sumber koping dari lingkungan baik dari sosial, intrapersonal dan

interpersonal. Sumber koping diantaranya adalah aset ekonomi, kemampuan

memecahkan masalah, dukungan sosial budaya yang diyakini. Dengan integrasi

sumber-sumber koping tersebut individu dapat mengadopsi strategi koping yang

efektif (Suliswati, 2005).

2.5.4 Mekanisme Koping

Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi

merupakan faktor utama yang membuat klien berperilaku patologis atau tidak. Bila

individu sedang mengalami kecemasan ia mencoba menetralisasi, mengingkari

atau meniadakan kecemasan dengan mengembangkan pola koping. Pada

kecemasan ringan, mekanisme koping yang biasanya digunakan adalah menangis,

tidur, makan, tertawa, berkhayal, memaki, merokok, olahraga, mengurangi kontak

mata dengan orang lain, membatasi diri pada orang lain (Suliswati, 2005).

Mekanisme koping untuk mengatasi kecemasan sedang, berat dan panik

membutuhkan banyak energi. Menurut Suliswati (2005), mekanisme koping yang

dapat dilakukan ada dua jenis, yaitu :

17
a. Task oriented reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan yang

ingin dicapai dengan melakukan koping ini adalah individu mencoba

menghadapi kenyataan tuntutan stress dengan menilai secara objektif

ditujukan untuk mengatasi masalah, memulihkan konflik dan memenuhi

kebutuhan.

1. Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi hambatan

pemenuhan kebutuhan.

b. Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik untuk

memindahkan seseorang dari sumber stress.

c. Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang

mengoperasikan, mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek kebutuhan

personal seseorang.

2. Ego oriented reaction atau reaksi berorientasi pada ego. Koping ini tidak

selalu sukses dalam mengatasi masalah. Mekanisme ini seringkali

digunakan untuk melindungi diri, sehingga disebut mekanisme pertahanan

ego diri biasanya mekanisme ini tidak membantu untuk mengatasi masalah

secara realita. Untuk menilai penggunaan makanisme pertahanan individu

apakah adaptif atau tidak adaptif, perlu di evaluasi hal-hal berikut :

a. Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme

pertahanan klien.

b. Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri terebut apa

pengaruhnya terhadap disorganisasi kepribadian.

c. Pengaruh penggunaan mekanisme pertahanan terhadap kemajuan

kesehatan klien.

d. Alasan klien menggunakan mekanisme pertahanan.

18
Mekanisme pertahankan ego

1. Kompensasi : proses dimana seseorang memperbaiki penurunan citra

diri dengan secara tegas menonjolkan keistimewaan/kelebihan yang

dimiliki.

2. Penyangkalan (Denial) : menyangkal ketidak setujuan terhadap

realitas tersebut. Mekanisme pertahanan ini adalah paling sederhana

dan primitive.

3. Pemindahan (Displacement) : pengalihan emosi yang semula

ditunjukkan pada seseorang/benda tertentu yang biasanya netral atau

kurang mengancam terhadap dirinya.

4. Disosiasi : pemisahan dari setiap proses mental atau prilaku dari

kesadaran atau identitas.

5. Idebtifikasi : proses dimana seseorang mencoba menjadsi seseorang

yang dia kagumi dengan mengambil/menirukan pikiran-pikiran,

prilaku dan selera orang tersebut.

6. Intelektualisasi ; pengunaan logika dan alasan yang berlebihan untuk

menghindari pengalaman yang menggangu perasaan.

7. Introjeksi ; suatu jenis identifikasi yang kuat dimana seseorang

mengambil dan melebur nilai-nilai dan kualitas seseorang atau suatu

kelompok ke dalam struktur egonya sendiri berupa hati nurani.

8. Isolasi : pemisahan unsure emosional dari suatu pikiran yang

menggangu dapat bersifat sementara atau berjangka lama.

9. Proyeksi ; pengalihan buah pikiran atau implus pada diri sendiri

kepada orang lain terutama keinginan, perasaan emosional dan

motivasi yang tidak dapat ditoleransi.

19
10. Rasionalisasi : mengemukakan alas an yang tampak logis dan dapat

diterima masyarakat untuk membenarkan implus, perasaan, prilaku

dan motif yang tidak dapat diterima.

11. Reaksi formasi : pengembangan sikap dan pola perilaku yang

disadari, yang bertentangan dengan apa yang sebenarnya yang ia

rasakan atau yang ingin ia lakukan.

12. Regresi : kemunduran akibat stress terhadap perilaku dan merupakan

ciri khas dari suatu taraf perkembangan yang lebih dini.

13. Represi : Pengesampingan secara tidak sadar tentang pikiran, implus

atau ingatan yang menyakitkan atau bertentangan, merupakan

pertahanan ego primer yang cenderung diperkuat oleh mekanisme ego

lainnya.

14. Pemisahan (splitting) : sikap pengelompokan orang dianggap

semuanya baik atau semuanya buruk ; kegagalan untuk memedukan

nilai-nilai negative didalam diri seseorang.

15. Sublimasi : penerimaan suatu sasaran pengganti yang mulia artinya

dimata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan

penyaluran secara normal.

16. Undoing ; tindakan atau komunikasi yang menghapuskan sebagian

dari tindakan atau komunikasi sebelumnya ; merupakan mekanisme

pertahanan primitive.

2.6 Tanda Dan Gejala Kecemasan

Keluhan-keluhan yang sering dikemukan oleh orang yang mengalami ansietas

(Hawari, 2008), antara lain sebagai berikut :

a. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung.

20
b. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.

c. Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang.

d. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.

e. Gangguan konsentrasi dan daya ingat.

f. Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran

berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan

perkemihan, sakit kepala dan sebagainya.

Menurut Carpenito (2001), sindrom kecemasan berfariasi tergantung tingkat

kecemasan yang dialami seseorang, yang manifestasi gejalanya terdiri dari :

2.6.1 Gejala fisiologis

Peningkatan frekuensi nadi, tekanan darah, nafsu, gemetar, mual muntah, sering

berkemih, diare, insomnia, kelelahan dan kelemahan, kemerahan atau pucat pada

wajah, mulut kering, nyeri (dada, punggung dan leher), gelisah, pingsan dan

pusing.

2.6.2 Gejala emosional

Individu mengatakan merasa ketakutan, tidak berdaya, gugup, kehilangan percaya

diri, tegang, tidak dapat rileks, individu juga memperlihatkan peka terhadap

rangsang, tidak sabar, mudah marah, menangis, cenderung menyalahkan orang

lain, mengkritik diri sendiri dan orang lain.

2.6.3 Gejala kognitif

Tidak mampu berkonsentrasi, kurangnya orientasi lingkungan, pelupa

(ketidakmampuan untuk mengingat) dan perhatian yang berlebihan. Obat yang

digunakan untuk pengobatan ansietas ialah sedative, atau oabat – obat yang secara

umum memiliki sifat yang sama dengan sedative. Antiansietas yang utama adalah

golongan benzodiazepine. Banyak golongan depresan SSP yang lain telah

21
digunakan untuk sedasi siang hari pada pengobatan ansietas. Namun penggunaan

saat ini telah ditinggalkan, obat – obat tersebut antara lain golongan barbiturate dan

meprobamat.

2.7 Penatalaksanaan Ansietas

2.7.1 Penatalaksanaan Medis

Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan asietas pada tahap pencegahaan dan

terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu

mencangkup fisik (somatik), psikologik atau psikiatrik, psikososial dan

psikoreligius. Selengkpanya seperti pada uraian berikut :

2.7.1.1 Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :

1. Makan makan yang bergizi dan seimbang.

2. Tidur yang cukup.

3. Cukup olahraga.

4. Tidak merokok.

5. Tidak meminum minuman keras.

2.7.1.2 Terapi psikofarmaka.

Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan

memakai obat-obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-

transmitter (sinyal penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak (limbic

system). Terapi psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti cemas

(anxiolytic), yaitu seperti diazepam, clobazam, bromazepam, lorazepam,

buspirone HCl, meprobamate dan alprazolam.

2.7.1.3 Terapi somatik

Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala

ikutan atau akibat dari kecemasan yang bekerpanjangan. Untuk

22
menghilangkan keluhan-keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan obat-

obatan yang ditujukan pada organ tubuh yang bersangkutan.

2.7.1.4 Psikoterapi

Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain :

1. Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan

dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan

diberi keyakinan serta percaya diri.

2. Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila

dinilai bahwa ketidakmampuan mengatsi kecemasan.

3. Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali

(re-konstruksi) kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat

stressor.

4. Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu

kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrasi dan daya ingat.

5. Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses

dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak

mampu menghadapi stressor psikososial sehingga mengalami

kecemasan.

6. Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar

faktor keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga

dapat dijadikan sebagai faktor pendukung.

2.7.1.5 Terapi psikoreligius

23
Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan

kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan

yang merupakan stressor psikososial.

2.7.2 Penatalaksanaan Keperawatan

2.7.2.1 Pengkajian

Pengkajian ditujukan pada fungsi fisiologis dan perubahan perilaku

melalui gejala atau mekanisme koping sebagai pertahanan terhadap

kecemasan. Menurut Stuart dan Sundeen (1995), data fokus yang perlu

dikaji pada klien yang mengalami ansietas adalah sebagai berikut :

2.7.2.1.1 Perilaku

Ansietas dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan

fisiologis dan perilaku yang secara tidak langunsg melalui

timbulnya gejala atau mekanisme koping sebagai upaya untuk

melawan ansietas.

2.7.2.1.2 Faktor predisposisi

Ketegangan dalam kehidupan tersebut dapat berupa :

1. Peristiwa traumatic

2. Konflik emosional

3. Gangguan konsep diri

4. Frustasi

5. Gangguan fisik

6. Pola mekanisme koping

7. Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga

8. Medikasi

2.7.2.1.3 Faktor presipitasi

24
Stressor presipitasi kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian,

yaitu :

1. Ancaman terhadap integritas fisik. Meliputi kegagalan

mekanisme fisiologis sistem imun, regulasi suhu tubuh,

perubahan biologis normal (misalnya : hamil), paparan

terhadap infeksi virus dan bakteri, polutan lingkungan,

kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat

tinggal.

2. Ancaman terhadap harga diri meliputi kesulitan dalam

berhubungan interpersonal di rumah dan tempat kerja,

penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap

integritas fisik juga dapat mengancam harga diri, kehilangan

orang yang dicintai, perceraian, perubahan status pekerjaan,

tekanan kelompok, sosial budaya.

2.7.2.1.4 Sumber koping

Cara individu menanggulangi stress dan kecemasan dengan

menggunakan atau mengambil sumber koping dari lingkungan

baik dari sosial, intrapersonal dan interpersonal, seperti

kemampuan memecahkan masalah, dukungan sosial budaya

yang diyakini. Dengan integrasi sumber-sumber koping

tersebut individu dapat mengadopsi strategi koping yang

efektif.

2.7.2.1.5 Mekanisme koping

1. Reaksi yang berorientasi pada tugas.

25
2. Reaksi berorientasi pada ego.

2.7.2.2 Diagnosa Keperawatan lengkap :

1. Ansietas berat berhubungan dengan perubahan proses pikir

2. Ansietas sedang berhubungan dengan perasaan takut menghadapi

operasi

3. Depresi berat berhubungan dengan koping indifidu in efektif

4. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ansietas berat

5. Kerusakan interaksi social berhubungan dengan harga diri rendah

6. Depresi berat berhubungan dengan ketidak berdayaan

2.7.2.3 Intervensi

Tindakan keperawatan dengan ansietas berat dan panic :

Tujuan umum :

Klien akan mengurangi ansietasnya sampai tingkat sedang atau ringan

Tujuan kusus :

Klien mampu :

 Membina hubungan saling percaya

 Melakukan aktifitas sehari-hari

 Mengidentifikasi dan mengekspresikan tentang ansietasnya

 Mengidentifikasi situasi yang menyebabkan ansietas

 Meningkatkan kesehatan fisik dan sejahteraannya

 Klien terlindung dari bahaya

Prinsip Rasional Tindakan keperawatan


Membina hubungan saling Mengurangi ancaman Yang  Dengarkan klien

percaya dapat ditimbulkan oleh  Dukung klien

perawat pada klien dengan mendiskusikan

26
ansietas berat perasaannya

 Jawab pertanyaan klien

secara langsung

 Tunjukkan sikap

menerima klien tanpa

pamrih

 Harga pribadi klien


Menyadaridan mengontrol Ansietas harus  Bersikap terbuka sesuai

perasaan sendiri dikomunikasikan secara dengan perasaan

interpersonal. Apabila  Terima perasaan positif

perawat dalam kondisi maupun negatif termasuk

ansietas maka hubungan perkembangan ansietasnya

terapeutik tidak akan tercapai  Pahami perasaan anda

dengan cara yang

terapeutik
Meyakinkan klien tentang Tingkat ansietas berat dan  Awali dengan menerima

manfaat mekanisme koping panic dapat di kurangi dan memberikan dukungan

yang bersifat melindunginya dengan memberikan dari pada menentang

tetapi tidak menfokuskan kesempatan kepada klien keyakinan klien .

klien pada prilaku yang untuk menentukan  Sadari kenyataan tentang

maladaptif. jumlahstres yang dapat rasa sakit yang di kaitkan

ditanganinya. dengan mekanisme koping

Apabila klientidak mampu klien tetapi tidak

mengurangi ansietasnya memfokuskan pada pobia

maka timbul ketegangan dan keluhan fisiknya.

yang akan meyebabkan  Beri umpan balik pada

27
hilangnya kendali sampai klien mengenai prilaku

tingkat panik . Klien tidak stresor, penilaian dan

dapat menggunakan sumber koping .

mekanisme koping .  Dukung ide-ide tentang

Kesehatan fisik yang

berkaitan dengan

kesehatan emosionalnya.

 Berikan batasan perilaku

yang maladaptif dengan

cara yang mendukung

Mengidentifikasi situasi yang Perilaku klien mungkin dapat  Tunjukansikap yang

dapat menimbulkan ansietas dimodifikasi dengan tenang

klien merubah interaksi klien  Ciptakan situasi dan

dengan lingkungannya. lingkungan yang tenang

 Batasi interaksi klien lain

untuk mengurangi

rangsangan-rangsangan

yang dapat menimbulkan

ansietas.

 Berikan bantuan terapi

fisik seperti mandi hangat

atau massage.
Menganjurkan klien Dengan memberikan  Beri aktifitas yang bersifat

melakukan kegiatan/aktifitas dorongan untuk melakukan mendukung dan

sehari-hari yang telah kegiatan-kegiatan luar. menguatkan perilaku

28
dijadwalkan sosial yang produktif .

 Beri klien latihan fisik

sesuai dengan bakat klien.

 Rencanakan jadwal

aktifitas yang dapat

dilaksanakan sehari-hari.

 Libatkan anggota keluarga

dan sistim pendukung

lainnya sebanyak

mungkin.
Tingkat fisik dan Hubungan terapeutik  Beri klien pengobatan

kesejahteraan klien memungkinkan klien untuk untukm membantu

memperhatikan secara menurunkan

langsung kesehatan fisiknya. ketidaknyamanan

klien.

 Amati efek samping

obat dan berinisiatif

melakukan

pendidikan kesehatan

yang relevan.

2.8 Interaksi Obat Pada Gelisah Dan Cemas / Ansietas

2.8.1 Trankulansia (semua jenis) – Depresan lain

Trankulansia adalah depresan susunan saraf pusat. Obat akan menekan atau

mengganggu fungsi seperti koordinasi dan kewaspadaan. Penekanan yang

berlebihan dan gangguan fungsi dapat terjadi bila suatu trankulansia diberikan

29
bersamaan dengan depresan susunan saraf lainnya. Akibatnya : mengantuk, pusing,

hilang koordinasi otot dan kewaspadaan mental; dalam kasus berat terjadi

gangguan peredaran darah dan fungsi pernapasan yang menyebabkan koma dan

kematian. Kelompok depresan yang berinteraksi dengan trankulansia adalah

antikolinergik, antikonvulsan, antidepresan (jenis siklik), antihistamin,

antipsikotika, fenfluramin, antihipertensi, pelemas otot, narkotika, propoksifien,

sedative.

2.8.2 Golongan benzodiazepin – Obat asma (golongan Teofilin)

Efek obat asma dapat berkurang. Obat asma digunakan untuk membuka jalan udara

di paru-paru dan untuk mempermudah pernapasan penderita asma, sedangkan

benzodiazepin melemaskan otot sehingga otot tidak dapat berfungsi dengan baik.

Akibatnya asma tidak sembuh sempurna

2.8.3 Benzodiazepin – pil KB

Efek pil KB dapat berkurang. Akibatnya : resiko hamil meningkat kecuali jika

digunakan cara kontrasepsi lain. Perdarahan sekonyong-konyong adalah gejala

kemungkinan terjadi interaksi. Efek beberapa trankulansia dapat meningkat

(klordiazepoksid, diazepam), efek trankulansi benzodiazepine lainnya dapat

berkurang.

2.8.4 Benzodiazepin – simetidin (Tagamat)

Efek trankulansia dapat meningkat. Akibatnya timbul efek samping yang

merugikan karena terlalu banyak trankulansia. Gejalanya berupa sedasi berlebihan,

mengantuk, pusing, hilang koordinasi otot dan kewaspadaan mental; pada kasus

berat terjadi gangguan perdarahan dan fungsi pernapasan yang menyebabkan koma

dan kematian. Lorazepam dan oksazepam tidak berinteraksi.

30
2.8.5 Benzodiazepin – estrogen (hormone wanita)

Efek estrogen dapat meningkat. Estrogen digunakan untuk mengatasi kekurangan

estrogen selama haid dan sesudah histerektomi, untuk mencegah pembengkakan

payudara yang nyeri sesudah melahirkan karena ibu tidak menyusui bayinya, dan

untuk mengobati amenore. Akibatnya kondisi yang sedang diobati mungkin tidak

terobati dengan baik. Efek beberapa trankulansia dapat meningkat

(klordiazepoksid, diazepam); efek trankulansi benzodiazepine lainnya dapat

berkurang.

2.8.6 Benzodiazepine – Levodopa

Efek levodopa dapat berkurang karena levodopa digunakan untuk mengobati

penyakit Parkinson (antikolinergik). Akibatnya kondisi yang dialami mungkin

tidak terkendali dengan baik. Interaksi yang terjadi hanyalah pada turunan

diazepam, tetapi benzodiazepine lainnya mungkin menunjukkan interaksi yang

sama.

2.8.7 Benzodiazepin – Rifampin

Efek trankulansia dapat berkurang. Akibatnya kegelisahan dan kecemasan

mungkin tidak hilang sebagaimana yang diharapkan. Trankulansia turunan

lorazepam dan oksazepam mungkin tidak berinteraksi.

2.8.8 Hidrokzin – Antikolinergika

Kombinasi ini menimbulkan efek samping antikolinergik yang berlebihan.

Akibatnya penglihatan kabur, mulut kering, sembelit, palpitasi jantung, bicara tidak

jelas, sulit kencing, rangsangan pada lambung, mungkin keracunan psikosis

(agitasi, nanar, meracau).

31
Beberapa antikolinergik menimbulkan efek samping yang berlebihan. Akibatnya

mengantuk, pusing, hilang koordinasi otot dan kewaspadaan mental; pada kasus

berat terjadi gangguan perdarahan darah dan fungsi pernapasan yang menyebabkan

kematian dan koma.

2.9 Efek Samping

Pada obat golongan benzodiazepin jika di berikan maka akan menimbulkan beberapa

efek samping:

1. Susunan saraf pusat dan neuromuskuler: mengantuk, lemas, binggung, depresi, sakit

kepala, hiperaktive

2. Aktifitas: pada sistem suara sulit bicara, cepat tersinggung, tremol.

3. Kardiovaskuler: brakikardi, kolaps, kardiovaskuler, hipotensi

4. Dermatologi: urtikaria, rash

5. Hematologi: neoutropenia

6. Saluran pencernaan: konstipasi, mual, cekukan, perubahan air liur.

7. Hati: ikterik

8. Saluran pernafasan: batuk, depresi pernafasan, dyspnoe,hiperventilasi, spasme larynx,

sakit dada atau tenggorokan (sewaktu dilakukan endoskopi per oral)

9. Penglihatan: gangguan penglihatan, diplopia, nystagmus.

10. lain-lain : trombosisvena dan phlibitis pada tempat suntikan, perubahan libido

2.10 Tanaman Berkhasiat Ansiolitik

2.10.1 Kava

Tanaman yang sejak lama digunakan untuk menghilangkan rasa cemas,

depresi dan sebagai obat tidur adalah kava. Kava di Inggris dikenal dengan nama

32
intoxicating, di Prancis disebut dengan kawa sementara di Fiji dikenal dengan

nama yagona.

Dengan minum 100 ml kava dapat membuat orang akan jatuh tertidur dalam

waktu 30 menit. Enolida kawain dan dehidrokawain merupakan senyawa aktif

yang diisolasi dari α-lakton yang bersifat anticemas. Kava lebih suka digunakan

sebagai penenang karena kava bersifat aman, merupakan anticemas yang tidak

menyebabkan ketergantungan, dengan mamfaat terapi yang sebanding dengan

kelompok benzodiazepin seperti valium. Tidak seperti halnya alkohol atau obat

penenang lainnya (pentobarbital, diazepam, dan klordiazepoksid). Kava tidak

meyebabkan rasa sakit pada waktu bangun pagi harinya melainkan akan bangun

dengan perasaan yang segar.

2.10.2 Kecubung

Kecubung mengandung 0.3-0.4 % alkaloid (sekitar 85% skopolamin dan

15% hyoscyamine), hycoscin dan atropin (tergantung pada varietas, lokasi dan

musim). Zat aktifnya dapat menimbulkan halusinasi bagi pemakainya. Jika

alkaloid kecubung diisolasi maka akan terdeteksi adanya senyawa methyl

crystalline yang mempunyai efek relaksasi pada otot gerak.

Bagian utama yang digunakan adalah bunga. Selain itu, akar dan daun juga

berkhasiat sebagai obat. Tumbuhan ini dapat digunakan secara segar atau setelah

dikeringkan.

2.10.3 Kubis Bunga

Kubis bunga mengandung air, protein, lemak, karbihidrat, serat, kalsium,

fosfor, besi, natrium, kalium, vitamin (A, C, serta sejumlah kecil tiamin, riboflavin

33
dan niacin). Selain itu juga mengandung senyawa sianohidroksibutena (CHB),

sulfran dan iberin yang merangsang pembentukan glutation.

2.10.4 Valerian

Valerian adalah tanaman asli dari Eropa, Amerika Utara dan Asia Barat.

Nama Valerian diambil dari bahasa latin ‘valare’, yang artinya “ menjadi sehat’.

Valerian telah digunakan sebagai tanaman obat sejak 100 tahun yang lalu,

terutama untuk masalah insomnia (sulit tidur)

2.11 Peran Perawat

Hasil Lokakarya Nasional 1983 dikutip oleh Zainal Ali, 2002, peran perawat

mencakup:

1. Pelaksana pelayanan keperawatan.

2. Pengelola pelayanan keperawatan dan institusi pendidikan.

3. Pendidikan keperawatan.

4. Penelitian dan pengembangan keperawatan.

5. Berdasarkan standar Departemen Kesehatan (1998) peran perawat sebagai berikut:

2.11.1 Pendidik Keperawatan

Perawat bertanggung jawab dalam bidang pendidikan dan pengajaran ilmu

keperawatan kepada klien, tenaga keperawatan, dan tenaga kesehatan lainnya,

salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam keperawatan adalah aspek

pendidikan karena pendidikan dapat mengubah tingkah laku yang merupakan

salah satu sasaran dari keperwatan. Dalam hal ini pada pasien haemodialisis

yang sangat komplek sekali permasalahannya dari segi bio psikologis spiritual

semuanya perlu di perhatikan. Pendidikan atau penyuluhan secara efektif tidak

hanya diberikan pada pasien sebagai individu yang sakit tetapi juga keluarga

sebagai vasilitator dan motivator bagi pasien juga harus di libatkan.

34
2.11.2 Pengelola Keperawatan

Perawat bertanggung jawab dalam hal ini administrasi keperawatan baik

dirumah sakit maupun dimasyarakat, dalam mengelola keperawatan untuk

individu, kelompok dan masyarakat .

2.11.3 Peneliti Keperawatan

Perawat diharapkan jadi pembaharu dalam ilmu keperawatan karena memiliki

keterampilan, inisiatif, cepat tanggap terhadap rangsangan dan lingkungan.

Kegiatan penelitian pada hakekatnya adalah melakukan evaluasi, mengukur

kemampuan, menilai dan mempertimbangkan sejauh mana efektifitas tindakan

yang telah diberikan. Dengan penelitian perawat dapat menggerakan orang lain

untuk perbuat sesuatu yang baru berdasarkan kebutuhan, perkembangan dan

aspirasi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Perawat dituntut untuk

mengikuti perkembangan, memanfaatkan media masa dan informasi lain dari

berbagai sumber, selain itu perawat perlu melakukan penelitian,

mengembangkan ilmu keperawatan dan meningkatkan praktek profesi

keperawatan.

2.11.4 Pelaksana Pelayanan Keperawatan

Perawat sebagai tenaga kesehatan yang spesifik dalam sistem pelayanan

keperawatan tetap bersatu dengan pelayanan kesehatan. Setiap anggota tim

kesehatan adalah anggota potensial dalam kelompok yang dapat mengatur,

merencanakan dan menilai tindakan yang diberikan

35
36

Anda mungkin juga menyukai