Anda di halaman 1dari 1

New Perspective of fluid therapy in critically ill patients*

Hardiono, dr. Sp.An. KIC

Spesialis Anestesiologi dan Perawatan Intensif

Fak. Kedokteran Unair, RSUD dr Soetomo, Surabaya

Abstrak
Pemberian terapi cairan merupakan bagian integral didalam perawatan pasien dirumah sakit, terutama pada
pasien yang mengalami sakit kritis. Pemberian terapi cairan selain untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari, juga
diperlukan untuk resusitasi cairan pada keadaan pasien kehilangan cairan baik secara absolute ( misalnya :
muntah, perdarahan, luka bakar dll ) juga kehilangan yang relatif ( misalnya : sjok anafilaksis, sjok sepsis ).

Pemahaman tentang fisiologi cairan tubuh, patofisiologi penyakit yang menyebabkan kehilangan cairan sangat
penting dalam terapi cairan, karena akan menentukan kapan harus dilakukan terapi cairan, macam cairan yang
digunakan serta jumlahnya, dan yang sangat penting adalah monitoring.

Tujuan akhir ( target ) terapi cairan adalah mencukupi kebutuhan cairan di intravasuler, interstitial dan intrasel,
dalam upaya untuk mencukupi perfusi organ. Diharapkan dengan perbaikan hemodinamik, maka perfusi organ
dan oksigenasi jaringan / organ dapat tercapai

Monitoring untuk menilai kecukupan pemberian cairan dapat dilakukan baik secara non-invasif maupun secara
invasive. Secara non – invasive dapat dilakukan dengan melakukan pengukuran atau pemeriksaan perfusi
jaringan, waktu pengisian kapiler, tekanan darah, denyut nadi, produksi urine, kesadaran pasien. dll.

Sedangkan monitoring secara invasive, dilakukan dengan memeriksa IBP, CVP, Cardiac Index, PCWP, SVR(I).
Saat ini sudah dikembangkan suatu pemeriksaan yang dapat mengetahui perfusi di mikrosirkulasi.

Karena ternyata walaupun pada pemeriksaan fungsi vital sudah normal, ternyata perfusi di mikrosirkulasi masih
terganggu, dapat diketahui antara lain dengan adanya peningkatan kadar Laktat dalam darah.

Beberapa alat atau cara untuk mengetahui perfusi di mikrosirkulasi al :

1. Pemeriksaan gastric tonometri ( pHi )

2. Pemeriksaan sirkulasi di mikrosirkulasi dengan NIRS ( Near Infra Red Spectrophotometry )

3. Saturasi mixed vena ( SvO2 )

4. CO2 jaringan.
Semakin kritis keadaan pasien, maka pemberian terapi cairan harus dipantau dengan ketat, misalnya :
keseimbangan cairan masuk dan keluar harus dihitung setiap 6 jam, produksi urine diukur tiap 1 jam,
hemodinamik harus dipantau secara kontinyu, terlebih bila menggunakan obat golongan inotropik atau
vasopressor.

Pada beberapa pasien pemberian terapi cairan harus betul-2 diperhatikan , misalnya pasien dengan gagal ginjal
atau pasien penyakit jantung, karena dapat mengakibatkan edema paru, juga pada pasien sepsis, karena
adanya kebocoran pada sistim kapiler, akan mempermudah terjadinya edema baik di jaringan ataupun di paru-
paru. Sedangkan apabila pemberian cairan tidak adekwat , maka fungsi ginjal akan semakin terganggu,
demikian pula kontraktilitas jantung akan terganggu.

Terapi cairan dapat menggunakan kristalloid, colloid, ataupun darah/komponen darah, termasuk albumin. Masih
banyak kontroversi tentang penggunaan colloid pada resusitasi cairan.

Kata kunci : shock, terapi cairan, monitoring noninvasif, monitoring invasive, kristalloid, colloid, komponen darah

*Joint Symposium Emerging & Re-emerging Infections Diseases Update III From Research to Clinical
Practice with Stem Cell II Symposium. June 19-20, 2010. Graha BIK Iptekdok – Fakultas Kedokteran
UNAIR

Anda mungkin juga menyukai