Anda di halaman 1dari 76

Hanya untuk kalangan sendiri

DIKTAT KULIAH

SISTEM DISTRIBUSI TENAGA

oleh

Ir Jasril Darwis

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

JD / 1997 1
KATA PENGANTAR

Assalamua’laikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Dengan maksud hanya untuk mempermudah kegiatan perkuliahan, maka kami memberanikan diri untuk
menyusun materi perkuliahan SISTEM DISTRIBUSI TENAGA dalam bentuk diktat yang sudah pasti masih
sarat dengan kekurangannya.
Mengingat hal tersebut , tentu saja kami mengharapkan bantuan dari rekan-rekan Dosen dan pihak terkait
lainnya, kiranya tidak berkeberatan memberikan masukan demi untuk mendapatkan hasil yang baik.
Akhirul kalam kami mengharapkan semoga apa yang kami sajikan ini dapat bermanfaat , Amin.

Wassalamua’laikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta , Agustus 1997

Penyusun

JD /1997 2
DAFTAR PUSTAKA

1. Electric Power Distribution System, Mc Graw Hill 1988 : TURAN GONEN


2. Electric Utility Engineering Reference Book Distribution Systems by Electric Utility Engineering of the
Westing House Electric Corporation.
3. Electric Distribution Systems Engineering Handbook: Raytheon Engineers & Contructors Ebasco Division,
Electric Power Systems 1992

JD /1997 3
SISTIM DISTRIBUSI TENAGA

Sistim Distribusi Tenaga adalah bagian dari Utilitas Sistim Listrik (Electric Utility System) antara kumpulan Sumber
Tenaga (Bulk Power Source) dan Instalasi Pelanggan (Customer’s Service Switches) yang terdiri dari :

1. Sistim Transmisi (Transmission System)


2. Gardu Induk / GI (Distribution Station)
3. Jaringan Tegangan Menengah ( Medium Voltage Network)
4. Feeder Tegangan Menengah ( Medium Voltage Feeder)
5. Gardu Distribusi (Distribution Substation)
6. Jaringan Tegangan Rendah ( Low Voltage Network)
7. Feeder Tegangan Rendah (Low Voltage Feeder)
8. Sambungan Listrik /SL ( Service Drop)

8 TT

8 TM
4

8 TM

SupplyTR

6 7

8 TR

JD /1997 4
JD /1997 5
ARSITEKTUR DAN PERALATAN DISTRIBUSI.

1.1. Jaringan Transmisi.

Tipe Radial . Tipe Loop

Rel Sumber Tenaga Rel Sumber Tenaga

GARDU INDUK ( GI )

JD /1997 6
Tipe Grid

Gardu
Induk

JD /1997 7
1.2. Skema Rel Primer Gardu Induk

Tipe REL TUNGGAL Tipe REL GANDA dengan PMT GANDA

PHT / Penghantar Line REL I


(Line)

PMS / Pemisah
(Disconnecting Switch)

PMT / Pemutus Tenaga


(Circuit Breaker)

Rel ( Busbar)

REL II

Line Line

Tipe REL GANDA dengan PMT TUNGGAL

REL I

REL II Bus Tie Breaker

Line

JD /1997 8
Tipe REL GANDA dengan TIGA PMT

Line Line

REL I

Tie Breaker

REL II

Line Line

Tipe REL RING Line

Line

Line Line Line

JD /1997 9
1.3. Skema Rel Sekunder Gardu Induk.

Tipe REL GANDA Tipe REL TUNGGAL

TRAFO I TRAFO II TRAFO I TRAFO II

REL I REL I REL II

REL II

Penyulang Primer
( Primary Feeders )
Penyulang Primer
( Primary Feeders )

JD /1997 10
1.4. Jaringan Tegangan Menengah

RADIAL SPINDLE

GARDU INDUK GARDU INDUK

Penyulang
Ekspres

GARDU HUBUNG ( GH )

LOOP FLOWER

GARDU INDUK

GARDU INDUK 1

GARDU INDUK 2

GARDU INDUK 3

Keterangan :

= Gardu Distribusi

JD /1997 11
2. B E B A N.

2.1 Klasifikasi beban.

Lokasi Geografi Beban/ Pelanggan Tipe Kegiatan Beban / Pelanggan Tegangan Pasokan

1. Pusat Kota 1. Rumah Tangga 1.Tegangan Tinggi (TT)


2. Perkotaan 2. Komersil / Usaha 2Tegangan Mengah (TM)
3. Pinggiran Kota 3. Industri 3.Tegangan Rendah (TR)
4. Pedesaan 4. Kantor Pemerintah
5. Sosial
6. PJU (Penerangan Jalan Umum)

2.2. Karakteristik Beban.

2.2.1. Definisi Dasar :

Demand : Demand dari suatu instalasi atau sistim adalah besarnya beban di terminal terima dalam interval waktu
tertentu, misal demand selama 15 menit,demand selama 30 menit, demand selama 1 jam dan lain lain
Beban disini dapat berupa besaran kilovoltampere (kVA) , kilowatt (kW) , kilovoltamperereaktif (kVAR) atau
ampere (A).

Maximum Demand dari suatu instalasi atau sistim adalah Demand yang terbesar dari semua Demand yang terjadi
selama periode tertentu.

Karakteristik beban dapat ditunjukkan dengan menggunakan pernyataan dan persamaan sebagai berikut.

DEMAND FACTOR ( Df ) adalah perbandingan antara besaran Maximum Demand dari Sistim atau Group ( Dm )
dan Total Daya / beban tersambung ( Connected Load) dari suatu Sistim atau Group ( LT ).

Dm
Df = ……………………………………….. ( 1 )
LT

UTILIZATION FACTOR ( Fu ) adalah perbandingan antara besaran Maximum Demand dari Sistim atau Group (
Dm ) dan Rated System Capacity ( Rcs ).

Dm
Fu = ……………………………………….. ( 2 )
Rcs

LOAD FACTOR ( Fld) adalah perbandingan antara besaran Beban rata-rata pada suatu periode (Pav) dan Beban
Puncak pada periode tersebut ( Pmax).
JD /1997 12
Pav
Fld = ……………………………………….. ( 3 )
Pmax

dimana :

kWh ( T )
Pav= ………………………………………..( 4 )
T

T adalah periode misal 1 thn = 8760 jam atau hours

jadi :

kWh ( Thn )
Pav= ……………………………………….( 5 )
8760

DIVERSITY FACTOR ( Fd ) adalah perbandingan antara besaran Sigma (  ) Maximum Demand dari masing-
masing Beban i dari suatu Sistim atau Group ( Di ) dan Maximum Demand dari seluruh Sistim atau seluruh Group
tersebut atau Coincident Maximum Demand ( Dg ).

n
 Di
i =1
Fd = …………………………………. ( 6 )
Dg

Dari persamaan (1 ) didapat :

Dm = Df xLT atau maximum demand masing-masing Group beban i .( 7 )

Di = Dfi x LTi ………………………………. ( 8 )

Subsitusikan persamaan ( 8 ) dan ( 6 ) maka didapat :


n
 ( Dfi x Lti )
i =1
Fd = ………………………………. …. ( 9 )
Dg

JD /1997 13
COINCIDENCE FACTOR ( Fc ) adalah perbandingan antara besaran Maximum Demand dari seluruh Sistim atau
seluruh Group ( Dg ) dan Sigma (  ) Maximum Demand dari masing-masing Beban i dari suatu Sistim atau Group
tersebut ( Di )

Dg
Fc = ………………………………… ( 10 )
n
 Di
i =1

1
Fc = ………………………………. ( 11 )
Fd

LOAD DIVERSITY ( LD ) adalah selisih antara besaran Sigma (  ) dari Maximum demand dari masing-masing
beban i dari suatu sistim atau group dan Maximum demand dari seluruh sistim atau group tersebut.

n
LD = (  Di ) - Dg …………………………….... ( 12 )
i =1

CONTRIBUTION FACTOR ( Ci ) adalah Ratio ( perbandingan ) dari Demand setiap beban i pada waktu yang sama
dengan Maxsimum Demand dari Sistim atau Group tersebut ( Disp) dan Maksimum Demand dari setiap beban i (
Di ).

Disp
Ci = …………………………………… ( 13 )
Di

Disp = Ci x Di

Dg = D1sp + D2sp + D3sp +……………..Dnsp

Dg = C1 x D1 + C2 x D2 + C3 x D3 +……………….Cn x Dn

atau :

n n
Dg =  Ds i =  Ci x Di ………………………….. ( 14 )
i =1 i =1

LOSS FACTOR ( Fls ) adalah Ratio ( perbandingan ) dari Power Loss rata-rata ( Plsav ) dan Power Loss pada
maximum beban ( Plsmax ).

JD /1997 14
Plsav
Fls = ………………………………….. ( 15 )
Pls max

Persamaan ini hanya berlaku untuk tembaga.

2.2.2. Hubungan antara LOAD FACTOR dan LOSS FACTOR.

Load

P2 Beban Puncak

Pav = Average Load ( Beban rata-rata )

Luar Beban Puncak


P1

Losses Beban Puncak


Pls2
Pls av Losses rata-rata
Losses Luar Beban Puncak
Pls1

Waktu
0 t T

Pav Pav
Fld = = ………………………………………………( 16 )
Pmax P2

P2 x t + P1 x ( T- t )
Pav = …….……………………………………………( 17 )
T

P2 x t + P1 x ( T- t )
Fld = ………..………………………………………….( 18 )
P2 x T

t P1 (T–t)
Fld = + x .………….…………………………………….( 19 )
T P2 T

JD /1997 15
Pls av Pls av
Fls = atau .….. …………………………………… ( 20 )
Pls max Pls2

Dari gambar diatas didapat :

Pls2 x t + Pls1 x ( T- t )
Pls av = ……….……………………………………( 21 )
T

Subsitusikan persamaan ( 21 ) ke persamaan ( 20 )

Pls2 x t + Pls1 x ( T- t )
Fls av = …….....…………………………………….( 22 )
Pls2 x T

Losses Tembaga adalah fungsi kondisi beban karena itu diluar beban puncak dan pada beban puncak dapat
dijelaskan oleh persamaan sebagai berikut :

Pls1 = k x P1 2 ……………………………………………………………………... ( 23 )

Pls2 = k x P2 2 ……………………………………………………………………….( 24 )

Subsitusikan persamaan ( 23 ) dan ( 24 ) kedalam persamaan ( 22 )

2 2
( k x P2 ) x t + ( k x P1 ) x ( T - t )
Fls = …………………………….…. ( 25 )
2
( k x P2 ) x T

2
t P1 (T–t)
Fls = + x ..…………………………………….… ( 26 )
T P2 T

# KASUS 1 : Power Loss diluar beban Puncak = 0

Fls1 = 0 Bila P1 = 0

Dari persamaan ( 21 ) dan ( 28 ) :


JD /1997 16
Fld = Fls = t / T ..…………………………………………… ( 27 )

# KASUS 2 : Waktu beban Puncak sangat singkat

t 0

Dari persamaan ( 19) dan ( 26 ) :

T-t T-0
= = 1 ..……………………………………( 28 )
T T

Jadi :

Fls = ( Fld ) 2 …………………………………………………………………….. ( 29 )

# KASUS 3 : Beban dalam keadaan steady state

t T

Disini perbedaan beban luar puncak dan beban puncak diabaikan

Dari persamaan ( 21 ) dan ( 28 ) didapat :

Fls Fld

Yang berarti harga dari loss factor mendekati load factor . Secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut

Fld 2 < Fls < Fld

Karena itu Loss Factor tidak dapat ditentukan langsung dari Load Factor. Alasannya adalah Loss Factor
ditentukan dari losses sebagai fungsi dari waktu.

Pengembangan Rumus mengenai hubungan antara Load Factor dan Loss Factor yang dilakukan oleh BULLER dan
WOODROW kira-kira adalah :

2
Fls = 0,3 Fld + 0,7 Fld .…….……………………………………………… ( 30 )

dimana Fls dan Fld dalam satuan pu ( per unit )

JD /1997 17
2.2.3. Pertumbuhan Beban. (Load growth)

Pertumbuhan Beban merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi pengembangan sistim distribusi , oleh
karena itu Ramalan kenaikan beban (Forecasting of Load increases) sangat penting dalam proses perencanaan.
Pendekatan dilakukan dengan bentuk trend eksponensial dengan persamaan dasar sebagai berikut :

yt = a.bx ……………………………………………………………………..( 31 )

Sekarang apabila kita set :

yt = Pn ; a = Po ; b = 1+ g ; n = x

maka

Jika tingkat pertumbuhan beban diketahui maka secara praktis untuk menghitung Pertumbuhan Beban dapat
digunakan rumus sebagai berikut :

Pn = Po ( 1+g ) n ………………………………………………………………………( 32 )

Pn = Beban pada akhir periode tinjauan


Po = Beban pada saat sekarang
g = Tingkat pertumbuhan pada suatu periode
n = Periode

2.3. CONTOH SOAL :

1. 3 kW 3 kW 3 kW

A JTR

3 kW 3 kW 3 kW

Pada suatu Jaringan Tegangan Rendah ( JTR ) memasok 6 buah rumah dengan masing-masing daya tersambung /
connected load ( LTi ) = 3 kW , Demand Factor ( Df) = 0,65 dan Diversity Factor (Fd) =1,1.
Hitung : Coincident Maximum Demand ( Dg) pada titik A

Jawab :

n n 6
 ( Dfi x Lti )  ( Dfi x Lti )  ( 0,65 x 3 )
i=1 i=1 i= 1
Fd =  Dg =  Dg =
Dg Fd 1,1

6 x 0,65 x 3
Dg = = 10,64 kW
1,1

JD /1997 18
2

Trafo ( Sistim)

Rumah Tangga Industri

kW

3000

Sistim ( Trafo )

2000

Industri

Rumah Tangga

24 16 17 19

Sebuah Trafo mempunyai beban sebanyak 2 Feeder masing-masing memasok pelanggan Industri dan Rumah
Tangga dengan beban puncak 2000 kW pada jam 16 untuk Industri dan 2000 kW pada jam 19 untuk Rumah
Tangga.Sedangkan beban puncak Trafo ( Sistim ) adalah 3000 kW pada jam 17.

Hitung :

a. Diversity Factor ( Fd )
b. Load Diversity ( LD )
c. Coincident Factor ( Fc)

Jawab :

n
 Di
i =1 2000 + 2000
a. Fd = = = 1,33
Dg 3000

JD /1997 19
b. LD =  Di – Dg = 4000 – 3000 = 1000 kW
i=1

1 1
c. Fc = = = 0,752
Fd 1,33

2. Trafo dibebani oleh 3 buah Feeder yaitu :

Industri dengan beban Puncak = 200 kW dan beban pada


waktu beban puncak Trafo = 150 kW
Komersil dengan beban Puncak = 100 kW dan beban pada
waktu beban puncak Trafo = 80 kW
Rumah Tangga dengan beban Puncak = 200 kW dan beban
pada waktu beban puncak Trafo = 150 kW

Industri Komersil/ Rumah Tangga


Usaha

Hitung :

a. Contribution Factor masing-masing Feeder ( Ci )


b. Coincident Maximum Demand Trafo ( Dg )
c. Diversity Factor Trafo ( Fd )
d. Coincidence Factor Trafo ( Fc)
Jawab :

DsIndustri 150
a. Cindustri = = = 0,75
Dindustri 200

DsKomersil 80
Ckomersil = = = 0,80
Dkomersil 100

DsR.Tangga 150
CR.Tangga = = = 0,75
DR.Tangga 200

b. Dg = Cindustri x Dindustri + Ckomersil x Dkomersil + CR.Tangga x DR.Tangga

= DgIndustri + DgKomersil + DgR.Tangga

= 150 + 80 + 150 = 380 kW


JD /1997 20
n
 Di
i =1 Dindustri + Dkomersil + DR.Tangga 200 + 100 + 200
c. Fd = = = = 1,053
Dg Dg 380

1 1
d. Fc = = = 0,95
Fd 1,053

4. Hasil Rekaman beban Trafo GI Gambir Baru selama setahun adalah 10.000.000 kWh dengan beban puncak
yang pernah dicapai adalah 3500 kW.

Hitung :

a. Beban rata-rata tahunan ( Pav)


b. Load Factor tahunan ( Fld )

Jawab :

kWh ( T ) 10.000.000
a. Pav = = = 1.141 kW
T 8760

Pav 1.141
b. Fld = = = 0,326
Pmax 3500

5. Dari data soal Nomor 4 dan dengan akan adanya beban baru sebesar 100 kW dengan Load Factor tahunan
sebesar 100 % ( 1 ) , Biaya Investasi yang diperlukan sebesar Rp. 9.000,- / kW / bulan, Biaya Operasi sebesar
Rp. 90,- / kWh.

Hitung :

a. Load Factor ( Fld )


b. Total Biaya Tambahan

Jawab :

Beban baru

Pav = Pmax x Fld

Pav = 100 x 1 = 100 kW

Beban Existing GI Gambir Baru dan Beban baru :

JD /1997 21
Pav = 1.141 + 100 = 1.241 kW

Pmax = 3.500 + 100 = 3.600 kW


Pav 1.241 kW
a. Fld = = = 0,344
Pmax 3.600 kW

kWh
b. Pav =
8760

kWh (Total Energi tahunan beban baru) = Pav x 8760 = 100 x 8760 = 876.000 kWh

Biaya operasi = 876.000 x Rp 90 = Rp. 78.840.000,-

Biaya Investasi / tahun = 100 x Rp. 9000 x 12 bl = Rp. 10.800.000,-

Total biaya = Rp.78.840.000 + Rp.10.800.000 = Rp.89.640.000,-

6. Anggap beban Puncak tahunan = 2.000 kW


Hasil perhitungan Losses tembaga pada beban puncak = 100 kW.
Harga penjualan Rp.30 /kWh 6
Energi tahunan yang disalurkan sebesar 5,61 x 10 kWh

Hitung :
a. Loss Factor tahunan( Fls )
b. Biaya kerugian akibat losses

Jawab :

kWh 5,61 x 10 6
a. Pav = = = 640,41
T 8760

Pav 640,41
Fld = = = 0,32
Pmax 2000

2 2
Fls = 0,3 Fld + 0,7 Fld = 0,3 x 0,32 + 0,7 x 0,32 = 0,1681

Plsav
b. Fls = 
Plsmax0

Plsav = Fls x Plsmax = 0,1681 x 100 = 16,81 kW


Total losses tahunan = 16,81 x 8760 = 147.256 kWh
Kerugian biaya akibat losses = 147.256 x Rp.30 = Rp. 4.417.680,-
JD /1997 22
7. Sebuah trafo Gardu Distribusi berbeban 3 buah Feeder dengan data selama 30 menit sebagai berikut

Feeder Maximum kW Power Factor ( Pf )

1 180 0,95 Diversity Factor ( Fd ) = 1,15


2 200 0,85
3 220 0,90

Hitung :

a. Maximum Demand ( Dg ) Trafo Gardu Distribusi selama 30 menit dalam satuan kW dan kVA.

b. Load Diversity ( LD ) dalam satuan kW

c. Tentukan Kapasitas Trafo Distribusi yang diperlukan apabila pertumbuhan beban = 0 dan Trafo
diijinkan untuk dibebani dalam waktu singkat = 120 %
Trafo yang tersedia dengan kapasitas standard : 250 kVA , 400 kVA , 500 kVA dan 630 kVA

d. Bila Trafo terpasang dengan kapasitas 1000 kVA dan diasumsikan bahwa pertumbuhan
beban adalah konstan setiap tahunnya dan pada tahun ke 10 menjadi 2 kali. Berapa tahun
Trafo tersebut dapat dibebani maksimal.

Jawab :

a.

# Dalam satuan kW

n n
 Di  Di
i =1 i=1 180 + 200 + 220
Fd =  Dg kW = = = 521,74 kW
Dg Fd 1,15

# Dalam satuan kVA :

Hitung dulu dalam satuan kVAR


D1 = 180 kW x tan ( cos - 1 0,95 ) = 59,16 kVAR
D2 = 200 kW x tan ( cos - 1 0,85 ) = 123,94 kVAR
D3 = 220 kW x tan ( cos - 1 0,90 ) = 106,55 kVAR
3
Total Di =  Di = 59,16 + 123,94 + 106,55 = 289,65 kVAR
i=1
289,65
Dg dalam satuan kVAR = = 251,88 kVAR
1,15

Dg dalam satuan kVA adalah :

2 2 2 2
Dg kVA =  ( Dg kVAR + Dg kW ) =  ( 251,65 + 521,74 ) = 579,4 kVA

JD /1997 23
3
b. LD = (  Di ) - Dg = 600 - 521,74 = 782,6 kW
i =1

c. Beban Trafo maksimal dalam waktu singkat adalah :

250 kVA = 1,20 x 250 kVA = 300 kVA


400 kVA = 1,20 x 400 kVA = 480 kVA
500 kVA = 1,20 x 500 kVA = 600 kVa
630 kVA = 1,20 x 630 kVA = 756 kVA

Karena beban maksimum adalah sebesar 579,4 kVA ( lihat jawab a ) , yang berarti
579,4 kVA< 600 kVA , maka dipilih Trafo dengan kapasitas 500 kVA.

d. Pn = Po ( 1 + g )n

Bila :

Pn = 1000 kVA
Po = 579,4 kVA
(1+g) n = 2 kali , g = constant

n = 10 tahun

( 1+ g)10 = 2 1 + g = 1,07177

Jadi :

1000 = 579,4 . ( 1,07175 ) n

n = 7,88 tahun

JD /1997 24
3. PROFIL TEGANGAN

Standar Tegangan Nominal pada Pelanggan di PLN khususnya PLN Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang adalah 220
/ 380 Volt untuk Sistim Tegangan Rendah , 20 kV untuk sistim Tegangan Menengah dan 70 atau 150 kV untuk Siostim
Tegangan Tinggi.
Sedangkan Range Tegangan yang diterima Pelanggan adalah sebesar – 10 % dan + 5% terhadap Tegangan Nominal.
Untuk membahas regulasi tegangan Feeder Distribusi biasanya lebih mudah menggunakan istilah Profil Tegangan ,
karena besarnya tegangan akan berbeda pada setiap titik sepanjang feeder tersebut.
Profil Tegangan adalah Grafik sederhana dari besarnya Tegangan terhadap setiap lokasi pada Feeder tersebut.
Gambar dibawah ini adalah Bagan Satu Garis dari Profil tegangan dari contoh yang sangat sederhana dimana beban
tersambung diujung hilir Feeder dan penampang konduktornya uniform.

Jarak

Sumber Tegangan

Beban

Volt

Sumber Jarak Beban


Tegangan

Terlihat bahwa Profil antara Sumber Tegangan dan Beban merupakan garis lurus dan Regulasi Tegangan setiap titik
dari mulai sumber tegangan sampai dengan beban adalah Proposional dengan jarak .
Bila sepanjang Feeder tersebut terdapat beban lainnya maka Profilnya tidak lagi merupakan garis lurus dan bila beban
- beban tersebut terdistribusi secara uniform maka bentuk grafiknya adalah sebagaimana gambar berikut:

Volt

Sumber Jarak Muara


Tegangan Feeder
JD /1997 25
Biasanya peralatan kontrol Tegangan di GI ( Gardu Induk) terdiri dari Load Tap Changer Trafo atau Voltage Regulator
di Rel GI atau Feeder.
Peralatan ini hanya dapat mengotrol tingkat Tegangan di Sumber Tegangan dan tidak secara langsung mengontrol
Tegangan pada titik beban yang diperlukan.
Beberapa prosedur yang dapat dilakukan mengoreksi kenaikan jatuh tegangan ( Voltage drop ) yang diakibatkan oleh
pertumbuhan beban pada suatu Feeder adalah dengan memasang Kapasitor atau Feeder Voltage Regulator.
Efek dari aplikasi Kapasitor dapat dilihat sebagaimana gambar berikut dengan asumsi beban terdistribusi sepanjang
Feeder secara uniform

Kapasitor
GI
( Gardu Induk )

Kenaikan Tegangan oleh Kapasitor


Volt Garis Referensi

Feeder Profil dengan Kapasitor

Feeder Profil tanpa Kapasitor

GI Jarak

Kapasitor menghasilkan kenaikan tegangan karena mengalirkan arus dengan Leading Power Factor melalui
Reakatansi Induktif Feeder.
Sebagaimana terlihat pada gambar diatas , tegangan naik secara lineair dari “nol” di GI sampai menjadi maksimal di
lokasi Kapasitor . Ini berarti bahwa Kapasitor tersebut menaikan tegangan sepanjang Feeder.
Berbeda dengan Kapasitor maka pada Voltage Regulator hanya menaikan tegangan mulai dari titik dimana Voltage
Regulator tersebut dipasang sampai dengan ujung Feeder dan tidak berpengaruh terhadap tegangan mulai dari
Sumber Tegangan ( GI ) sampai titik lokasi Voltage Regulator.
Voltage Regulator akan lebih baik bila digunakan pada Feeder dengan beban yang terkonsentrasi.

Voltage Regulator

GI
( Gardu Induk )
JD /1997 26
Kenaikan Tegangan oleh
Voltage Regulator

Volt

Feeder Profil dengan Voltage


Regulator

Feeder Profil tanpa Voltage


Regulator

GI Jarak

3.1. PERHITUNGAN PROFIL TEGANGAN.

a. Kondisi Umum dari Beban

Umumnya pembebanan Feeder tidak uniform pada setiap titiknya , maka sangat penting bila perhitungan profil
tegangan dilakukan pertitik ( segment ) beban.
Apabila beban dipresentasikan sebagai arus yang konstan maka perhitungan Profil tegangan dengan mudah dapat
dilakukan dengan menggunakan rumus Voltage drop.

Rumus Umum Voltage Drop adalah sebagai berikut :

sin  bernilai positif bila beban adalah lagging dan negatif apabila beban leading.

Vd = I . ( R cos  + X sin  ) bila beban lagging atau I . ( R cos  - X sin  ) bila beban leading

VS

VR I.X

 I.R

Yang didapat dari :

I = I cos  - jI sin  ( beban lagging ) ; Z = R + j X ( Impedansi Induktif ) maka ,

JD /1997 27
Vd = I . Z = ( I cos  .R - j I sin  . j X ) = ( I cos  .R - j2 I sin . X ) = ( I cos  .R + I sin . X )

Sehingga : Vd = I . ( R cos  + X sin  ) ……………. ( 3.1.1 )

Untuk mendapatkan Power factor beban pada waktu Vd maksimum adalah

 Vd
= - I.Rsin  + I.X cos  = 0


X sin  X
= = tan   = tan -1 …………..( 3.1.2 )
R cos  R

R
Pf (Power factor) = cos  = ……………………………………….( 3.1.3 )
 R 2+ X 2

X
= Cos ( tan –1 ) …………………………………….( 3.1. 4 )
R

 R2 + X2
X

Suatu jaringan dengan data sebagai berikut :

RA + j X A A RB + j XB B RC + j X C C

M
I EA IEB I EC

I1 I2 I3
Cos 1 Cos 2 Cos 3
lagging lagging lagging

I1= I 1 Cos 1 - j I 1 Sin 1 ; I2 = I 2 Cos 2 - j I 2 Sin 2 ; I3 = I 3 Cos 3 - j I 3 Sin 3

I EA = I 1 + I 2 + I 3

I EA = ( I 1 Cos 1 - j I 1 Sin 1 ) + ( I 2 Cos 2 - j I 2 Sin 2 ) + ( I 3 Cos 3 - j I 3 Sin 3 )

JD /1997 28
I EA = I EA Cos EA - j I EA Sin EA

I EB = I2 + I3

I EB = ( I 2 Cos 2 - j I 2 Sin 2 ) + ( I 3 Cos 3 - j I 3 Sin 3 )

I EB = I EB Cos EB - j I EB Sin EB

I EC = I 3

I EC = ( I 3 Cos 3 - j I 3 Sin 3 )

I EC = I EC Cos EC - j I EC Sin EC

Vd A = ( I EA Cos EA - j I EA Sin EA ) . ( RA + j X A ) = ( I EA Cos EA . RA ) - ( j I EA Sin EA . j X A )

= ( I EA Cos EA . RA ) - ( j2 I EA Sin EA . X A ) = ( I EA Cos EA . RA ) + ( I EA Sin EA . X A )

Vd A = I EA . ( R A Cos EA + XA Sin EA )

Dengan cara yang sama maka didapat pula :

Vd B = I EB . ( R B Cos EB + XB Sin EB )

Vd C = I EC . ( R C Cos EC + XC Sin EC )

VA = VM - VdA

VB = VA - VdB

VC = VB - VdC

Contoh Soal

Hitung besar tegangan pada titik A , B dan C sebagaimana gambar bagan jaringan dibawah ini :

0,05 + j 0,01 A 0,1 + j 0,02 B 0,05 + j 0,05 C

I EA I EB I EC
220 V
(L–N) I1 = 30 A I2 = 20 A I3 = 50 A
Cos 1 = 1 Cos 2 = 0,5 Cos 3 = 0,9
Lagging lagging lagging

I1 = 30 - j 0 RA = 0,05 ; XA = j 0,01

I2 = 10 - j 17,32 RB = 0,1 ; XB = j 0,02

I3 = 45 - j 21,8 RC = 0,05 ; XC = j 0,05

I EA = ( 30 - j 0 ) + ( 10 - j 17,32 ) + ( 45 - j 21,8 ) = 85 - j 39,12

JD /1997 29
I EB = ( 10 - j 17,32 ) + ( 45 - j 21,8 ) = 55 - j 39,12

I EC = 45 - j 21,8

Vd A = I EA . ( R A Cos EA + XA Sin EA ) = ( I EA Cos EA . R A + I EA Sin EA . XA )

= ( 85 x 0,05) + ( 39,12 x 0,01 ) = 4,64 V

Vd B = I EB . ( R B Cos EB + XB Sin EB ) = ( I EB Cos EB . R B + I EB Sin EB . XB )

= ( 55 x 0,1) + (39,12 x 0,02) = 6,28 V

Vd C = I EC . ( R C Cos EC + XC Sin EC ) = ( I EC Cos EC . R C + I EC Sin EC . XC )

= ( 45 x 0,05 ) + ( 21,8 x 0,05 ) = 3,34 V

V A = V X - Vd A = 220 V – 4,64 V = 215,36 V ( L – N )

V B = V A - Vd B = 215,36 V – 6,28 V = 209,08 V ( L – N )

V C = V B - Vd C = 209,08 V – 3,34 V = 205,74 V ( L – N )

Cara yang lain adalah :

I EA = 93,57- 24,710 Cos EA = Cos 24,71 = 0,91 ; Sin EA = - 0,42

I EB = 67,49- 35,420 Cos EB = Cos 35,42 = 0,82 ; Sin EB = - 0,58

I EC = 50 - 25,840 Cos EC = Cos 25,84 = 0,90 ; Sin EC = - 0,44

Tanda minus pada Sin EA , Sin EB dan Sin EC menunjukkan bahwa arusnya adalah lagging

Vd A = I EA . ( R A Cos EA + XA Sin EA ) = 93,57 ( 0,05 . 0,91 + 0,01 . 0,42 ) = 4,65 Volt

Vd B = I EB . ( R B Cos EB + X B Sin EB ) = 67,49 ( 0,1 . 0,82 + 0,02 . 0,58 ) = 6,32 Volt

Vd C = I EC . ( R C Cos EC + XC Sin EC ) = 50 ( 0,05 . 0,9 + 0,05 . 0,44 ) = 3,35 Volt

JD /1997 30
3. 2. FLUKTUASI TEGANGAN .

Umumnya fluktuasi tegangan dan Kedip ( Lamp flicker ) pada jaring distribusi disebabkan oleh peralatan listrik yang
digunakan oleh Pelanggan.
Lamp Flicker dapat ditunjukkan sebagai perubahan Intesitas yang mendadak dari cahaya lampu yang disebabkan oleh
adanya penyerapan / penurunan tegangan pada lampu tersebut.
Kebanyakan penyebab dari Lamp Flickers ( “Kedip “ ) adalah karena Momentary Inrush Current ( Moment arus
Inrush) dari starting motor yang besar.
Untuk mengurangi Flickers yang disebabkan oleh start motor tersebut dapat dilakukan hal-hal sebagaiberikut :

1. Penggunaan Daya ( kVA ) per HP (Horse Power) yang lebih rendah.


2. Pemilihan Torsi starting motor yang rendah.
3. Mengganti Motor yang besar menjadi motor – motor yang kecil.
4. Penggunaan Kapasitor yang dihubungkan secara seri atau shunt . Pilihan ini adalah lebih tepat.

Metoda sederhana untuk menghitung VOLTAGE DIP ( Dip Tegangan ) KARENA MOTOR.

# Motor satu phase :

S start
I start = …………………………………………………………. ( 3.2.1 )
Vs ( l - n )

Vs ( l - n )
Z em = ………………….…………………………………….. ( 3.2.2 )
I start

Z et = Z em + Z ej

Vs ( l - n )
Z eg = ………….…… …………………………………………. ( 3.2.3 )
If(l–g)

Vm ( l - n )
I se = …..…………………………………………….. ( 3.2.4 )
Z et

Vd ej ( l – n ) = I se . Z ej ……..……. ..…….………………………………….. ( 3.2. 5 )

V em ( l – n ) = V m ( l – n ) - Vd ej ( l – n ) ………………………….……….. ( 3.2.6 )

Vd ej ( l – n )
Vdip = ..…………………………………………….. ( 3 .2. 7 )
V em ( l – n )
I start . Z eg
Vdip = …………………………………………….. ( 3 .2. 8 )
V s(l – n)

JD /1997 31
S start
Vdip = ..………………..………………….. ( 3 .2. 9 )
I f ( l – g ) .V s ( l – n )

# Motor tiga phase :

S start
I start = ………………………..…………………………. ( 3 .2. 10 )
 3 . Vs ( L- L )

Vs 2 ( L- L ) Vs ( L- L )
Z em = atau Z em = ….…………………….…( 3 .2. 11 )
S  3 . I start

Bila Vs dalam satuan kV maka S dalam satuan MVA

S start
V dip = ………………………………………….. ( 3 .2. 12 )
I f 3 ph . Vs( l – l )

Rumus – rumus lainnya sama dengan rumus pada motor satu phase.

Keterangan :

Vs = Tegangan sumber.
Z em = Impedansi equivalent motor.
Z ej = Impedansi equivalent jaringan.
Z et = Impedansi total equivalent starting motor.
Z eg = Impedansi equivalent gangguan.
I se = Arus equivalent start motor.
Vd ej = Voltage drop equivalent jaringan .
V em = Tegangan equivalent motor .
Vm = Tegangan supply ke motor .
If (l – g)=Arus gangguan satu phase ke tanah dititik Instalasi Motor tersambung (berdasarkan perhitungan).
If 3 ph = Arus gangguan tiga phase dititik Instalasi Motor tersambung (berdasarkan perhitungan)
Vdip = Dip Tegangan
( l – n ) = line to neutral
( l – l ) = line to line
S = daya dalam satuan VA atau kVA atau MVA

Contoh Soal :

1. Misal suatu motor single phase tegangan 7,2 kV , 10 HP.


Jika kVA start per HP = 6,3 kVA dan berdasarkan perhitungan arus gangguan satu phase ke tanah pada titik dimana
motor disambung adalah sebesar 1438 , maka hitung Dip Tegangan akibat motor distart.
Jawab :

S = 6,3 x 10 = 630 kVA.


S start 6,3
V dip = = = 0,0061 pu.
If (l – g) . V (l – n) 1438 x 7,2

JD /1997 32
2. Misal suatu motor tiga phase dengan tegangan 12,47 kV (l - l) , 100 HP , kVA start = 5,6 kVA per HP dan arus
gangguan tiga phase pada titik motor tersebut disambung adalah 1765 A.

Hitung :

Dip Tegangan akibat motor distart.

Jawab :

S = 5,6 x 100 = 560 kVA

S start 560
Vdip = = = 0,025 pu.
If 3 ph . Vs (l – l) 1765 x 12,47

3.
j 0,8  j 0,8  j 0,8  7025 V
(l–n)

12,47 kV
(l–l) M

Motor tiga phase 1000 HP dengan kVA start= 5,59 kVA /HP ,Cos =0,3,tegangan =12,47 kV
Tegangan pada titik motor disambung adalah 7025 V ( l – n )

Hitung tegangan DIP akibat motor distart.

Jawab :

S start = 5,59 x 1000 = 5590 kVA

S start 5590 kVA


I start = = = 258,82 A
 3 Vs (l – l )  3 . 12,47 kV

Vs 2 ( l – l ) 12,47 2 kV
Z em = = = 27,82 
S start 5,59 MVA

Karena Cos  = 0,3 maka :

Z em = 27,82 x ( 0,3 + j 0,954 ) = 8,35 + j 26,54 

Z ej = j 0,8 + j 0,8 + j 0,8 = j 2,4

Dengan memperhitungkan Impedansi Jaringan ( Z ej ) sebesar j 2,4  maka :

Z et = Z em + Z ej = ( 8,35 + j 26,54 ) + j 2,4 = 8,35 + j 28,94  .

Vm(l–n) 7025 V 7025 V


I se = = = = 233,2  -74 0
Z et 8,35 + j 28,94  . 30,12  74 0

JD /1997 33
Berarti arusnya adalah lagging

Sin  = Sin - 740 = - 0,961 ; Cos  = Cos - 740 = 0,277

I se = 64,28 - j 224,17 A

Vd ej ( l – n ) = I se x Zej = (64,28 - j 224,11) x ( 0 + j 2,4 ) = (64,28 x 0) - ( j 224,11 x j 2,4 ) =

0 + 538 V = 538 V

V em ( l – n ) = Vm ( l – n ) – Vd ej ( l – n ) = 7025 – 538 = 6487 V

Vd ej ( l – n ) 537,9
V dip = = = 0,083 pu
V em ( l – n ) 6487

JD /1997 34
4. PENGATURAN TEGANGAN .

4.1 Voltage Regulator .

Voltage Regulator ditempatkan di Gardu atau di Feeder agar tegangan tetap konstan dengan pengaturan setting
Resistansi dan Reaktansi yang dinamakan LDC ( Line Drop Compensation ) yang berada pada panel kontrol
Voltage Regulator.

CT Regulation Point

Sumber IL

RL XL

Voltage Regulator LDC

R X Voltage Regulating Relay (VRR )

PT
Ero Er

VRR mengontrol operasi dari Voltage Regulator, yang berarti setiap perubahan tegangan Er di Vrr menyebabkan
VRR memberi perintah kepada Voltage Regulator agar tegangan diatur sesuai dengan besaran yang telah
ditetapkan .
Arus dari CT ( Current Transformer ) yang mengalir ke Resistansi ( R ) dan Reaktansi ( X ) elemen sebanding
dengan arus line dan besarnya Resistansi ( R ) dan Reaktansi ( X ) element diatur agar sebanding dengan
Resistansi ( RL ) dan Reaktansi ( XL ) line mulai dari lokasi Voltage Regulator sampai dengan Titik Regulasi.
Tegangan sekunder PT ( Potential Transformer ) Ero sebanding dengan out put Voltage Regulator, sedangkan
Tegangan pada VRR ( Er ) sebanding dengan tegangan pada titik regulasi. Perbedaan tegangan setting tertinggi
dan terendah dinamakan Relay Band Width.

Ero

IL . XL
 Er
IL . RL
IL

Gambar Phasor Control Circuit

JD /1997 35
CT
Current Transformer

LDC Line Drop Compensation

Motor
PT VRR TDR Operation
Circoit
Potensial Transformer Voltage Regulating Time Delay
Relay Relay

Gambar Block Diagram Step dan Circuit Voltage Regulator Control

4.11. Menentukan Setting LDC.

Tegangan jatuh pada Circuit Control Voltage Regulator oleh LDC harus sama dengan Voltage Drop Feeder mulai dari
lokasi Voltage Regulator sampai dengan titik Regulasi.

CTp
R setting = x Reff Volt …………………………………………(4.1.1)
PTn

CTp
X setting = x Xeff Volt …..……………………………………(4.1.2)
PTn

 VDr i
Reff =  ………………………………………….(4.1.3)
IL 

 VDx i
Xeff =  .………………………………………….(4.1.4)
IL 

n
 VDr i = Ir,1  x R1 x L1 + Ir,2  x R2 x L2 +…….Ir,n  x Rn x Ln ..………….(4.1.5)
i=0
n
 VDx i = Ir,1  x X1 x L1 + Ir,2  x X2 x L2 +…….Ir,n  x Xn x Ln ………….(4.1.6)
i=0

VD = IL  x Reff Cos  + IL  x Xeff Sin  …….……………………………………..(4.1.7)

CTp = Rating Arus Primer CT

PTn = Ratio PT ( Teg Primer / Teg Sekunder)


R = Resistansi Konduktor line dari Voltage Regulator ke titik Regulasi (/km ).
X = Reaktansi Konduktor line dari Voltage Regulator ke titik Regulasi (/km ).
Li = Panjang konduktor line pada seksi i dari Voltage Regulator ke titik Regulasi ( km )
IL  = Arus yang mengalir di Regulator ( Amp )

JD /1997 36
IL,1 , IL,n  = Arus yang mengalir di seksi 1 , n ( Amp )
R1 , Rn = Resistansi pada seksi 1 , n ( /km )
X1 , Xn = Resistansi pada seksi 1 , n ( /km )
VDr i = Voltage drop diseksi i karena Resistansi
VDx i = Voltage drop diseksi i karena Resistansi

4.1.2. Range Regulasi Tegangan Voltage Regulator.

Hampir semua Voltage Regulator pada Sistim Distribusi mempunyai Regulation Range sebesar +/- 10 % ( % R ).

Rumusan untuk menetukan variasi tegangan Incoming yang diijinkan adalah :

 Ev  =  Ein max  -  Ein min .…………………………………………………..(4.1.8)

Pada kondisi beban ringan ( Light load)

%R
Ein max  = Et + VDex + (  Et + VD ex  ) + VDa  ……( 4.1.9)
100 - % R

Pada kondisi beban puncak ( peak load)

%R
Ein max  = Et + VDex  - (  Et + VD ex ) + VDa  ..……( 4.1.10)
100 + % R

Ein = Tegangan input pada Substation


Et = Tegangan yang dipertahankan pada gardu distribusi pertama suatu Feeder.
VDex = Voltage drop pada Feeder.
VDa = Voltage drop pada Trafo Substation.
Ev = Tegangan variasi sisi Primer Substation.
%R = Daerah ( range ) Regulasi dalam %.

Pada kondisi beban ringan ( light load )

%R
Ein max = Erp + VDrp-t + VDex + (  Erp + VDrp-t + VDex ) + VDa )
100 - % R

Pada kondisi beban puncak :

%R
Ein min = Erp + VDrp-t + VDex + (  Erp + VDrp-t + VDex ) + VDa )
100 + % R
VDrp-t = Voltage drop antara Titik Regulasi dan Gardu pertama.
Erp = Tegangan yang dipertahankan pada suatu titik ( Titik Regulasi ) Feeder untuk semua kondisi
beban

JD /1997 37
4.1.3. KVA Rating Voltage Regulator.

kVA yang tertera pada name plate dari suatu Voltage Regulator adalah hanya kVA yang ditransformasikan dalam
Regulator , bukan kemampuan hantar Daya (Carrying kVA Capability ) dari suatu Regulator atau beban tersambung.

4.1.3.1. Satu phase .

Ia’
Ia

Load
Ea’
Ea

% R = Prosentase Range Regulator

kVA j = kVA jaringan .

kVA r = kVA rating Voltage Regulator.

Ea’  - Ea 
%R = x 100 ………………………………………………………..( 4.1.13 )
Ea 

%R
kVA r = x kVA j ………………………………………………………..( 4.1.14 )
100

%R
kVA r = x Ea  x Ia  .………………………………………………..( 4.1.15 )
100

4.1.3.2. Tiga phase .

Dengan asumsi beban masing-masing phase adalah seimbang , maka untuk menghitung kVA Rating (kVA r) dapat
menggunakan persamaan 4.1.14. atau 4.1.15.

kVA j 3 ph =  3 x Ea  x Ia  ……………………………………………………..( 4.1.16 )

%R
kVA r = x kVA j 3 ph ……………………………………………………..( 4.1.17 )
100

Ea = Tegangan line to line.


Ia = Arus line.

JD /1997 38
4.1.4. Menentukan Titik Lokasi Voltage Regulator.

VDl = Ef – El ……………………………………………………………………….( 4.1.18 )

VDf = Ef – EL ……………………………………………………………………….( 4.1.19 )

Ef

VDl VDf

El

EL

0 l L
Panjang Feeder

VDl l l
= (2 - ) ……………………….....…………………………( 4.1.20 )
VDf L L

Bila diturunkan lebih lanjut maka didapat :

VDl
l2 - 2L.l + L 2 = 0 .…………………………………………………( 4.1.21 )
VDf

Dimana

VDl
L dan adalah konstanta.
VDf

Contoh Soal.

1. Hitung Rsetting dan Xsetting.

Titik Regulasi
Voltage Regulator

1 km 1 km 1 km A

150 Amp 130 Amp 120 Amp


13,8 kV
Beban 1 Beban 2

JD /1997 39
Konduktor Feeder : r = 0,481  / km ; x = 0,7178  / km

% R = 10

CT = 200/5

PT = 7960/120

n
 VDr i = 150 . 0,481 . 1 + 130 . 0,481 . 1 + 120 . 0,481 . 1 = 192,2 Volt.
i=1

n
 VDx i = 150 . 0,7178 . 1 + 130 . 0,7178 . 1 + 120 . 0,7178 . 1 = 287,5 Volt.
i=1

 VDr  192,2
Reff = = = 1,282 
IL  150

 VDx  287,5
Xeff = = = 1,917 
IL  150

CTp 200
R setting = x Reff = . 1,282 = 3,86 Volt
PTn ( 7960 / 120 )

CTp 200
X setting = x Xeff = . 1,917 = 5,78 Volt
PTn ( 7960 / 120 )

kVA j 3 ph =  3 . E ( l -l ) . I = 13,8 .  3 . 150 = 3585 kVA.

%R 10
KVa Rating Voltage Regulator = . kVA j 3 ph = . 3585 = 358 kVA
100 100

2. Suatu jaringan dengan panjang = 10 km . Tegangan pada lokasi Voltage Regulator ( l ) = 11 kV ( l – l ) Tegangan
sumber = 12 kV ( l – l ). Tegangan ujung jaringan = 10 kV ( l – l ).
Tentukan jarak lokasi Voltage Regulator.

Jawab :

12 kV

VDl VDf

11 kV

10 kV

0 l L = 10 km

JD /1997 40
VDl = 12 – 11 = 1 kV

VDf = 12 – 10 = 2 kV

l2 – 20 l + ½ . 102 = 0

l2 – 20 l + 50 = 0

- b   b2 + 4 ac
l12 =
2a

- 20   400 + 200
l12 = ; l 1 = 2,93 km ; l2 = 17,07 km.
2

Jadi jarak lokasi Voltage Regulator adalah 2,93 km dari Sumber.

JD /1997 41
5. POWER CAPACITOR.

Kapasitor dapat dihubungkan secara seri atau dapat pula dihubungkan secara paralel ( Shunt ) terhadap beban.
Kapasitor yang dihubungkan secara seri dimaksudkan untuk mengkompensir Reaktansi Induktif jaringan
sehingga dapat mengurangi Voltage Drop yang disebabkan oleh Reaktansi Induktif tersebut.
Kapasitor yang dihubungkan secara paralel dimaksudkan untuk mengkoreksi Power Factor dari beban
sehingga dengan daya real ( watt ) yang tetap akan mengurangi arus yang mengalir.

5.1 Kapasitor hubungan Seri.

R L

Vs Vr

Voltage drop sebelum dipasang Kapasitor adalah sebagai berikut :

VD = I R Cos  + I X Sin  …………………………………………………………………………( 5.1.1.)

Vs

 Vr I . XL


I.R
I

R L C

Vs’ Vr

Voltage drop setelah dipasang Kapasitor adalah sebagai berikut :

VD = I R Cos  + I (XL - XC) Sin  …………………………………………………………………………( 5.1.2)


Vs

I . Xc
Vs’

 Vr I . XL

I I.R
Vc

JD /1997 42
Daya yang mengalir dapat ditunjukkan oleh persamaan berikut :

Vs . Vr Sin 
P = ………………………………………………………………..( 5.1.3 )
X

Vs = Tegangan kirim
Vr = Tegangan terima
 = Sudut antara Tegangan kirim dan terima
X = Reaktansi line.

5.1.1. Over Kompensasi.

Apabila reaktansi kapasitor lebih besar dari reaktansi induktif jaringan maka kondisi ini disebut Over
Kompensasi.
Gambar dibawah ini menunjukkan kondisi Over Kompensasi pada beban normal.

Vr
I.R

I I . (Xc – XL)
Vs

Pada waktu dimana tingkat/level Over Kompensasi sebagai basis pada kondisi beban normal maka resultante
Over kompensasi dari tegangan terima ( Vr ) tidak menguntungkan karena Motor dengan kapasitas besar akan
menghasilkan tegangan yang besar diwaktu motor tersebut distart, hal ini dapat dijelaskan dengan gambar
berikut :

Vr

I.R

Vs I . (Xc – XL)
I

VD = I R Cos  + I (XC - XL) Sin  …………………………………………………………( 5.1.4)

5.1.2. Leading Power Factor.

Untuk maksud menurunkan Voltage Drop antara titik kirim dan terima dengan menggunakan Kapasitor yang
diapasang seri maka arus beban yang mengalir harus Lagging Power Factor.
Apabila arus beban yang mengalir adalah Leading Power Factor maka tegangan yang semula diharapkan dapat
naik ( karena Voltage Drop dikompensir ) akan menjadi sebaliknya yaitu menjadi lebih turun. Hali ini dapat
dijelaskan dengan gambar berikut :

JD /1997 43
Diagram Phasor tegangan tanpa Kapasitor

Vs

I I . XL

 I.R

Vr

Diagram Phasor tegangan dengan Kapasitor seri

I . Xc I . XL

I Vs

 I.R

Vr

Karena alasan tersebut diatas ( 5.1.1 ) dan ( 5.1.2 ) dan alasan lainnya misal : Akibat Ferroresonance Trafo
Subsynchronous resonance selama motor starting dan sulitnya proteksi kapasitor terhadap arus gangguan
sistim, maka Kapasitor hubungan seri tidak banyak digunakan pada Sistim Distribusi.

Rating Kapasitor dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

3 . I2 . XC
KVAR = ……………………………………………………………………….( 5.1.5 )
1000

dimana :

I = Arus normal dari line (Amp)


XC = Reaktansi Kapasitor yang dibutuhkan ().

5.2. Shunt Capacitor ( Kapasitor Hubungan Paralel)

Kapasitor Shunt hampir umum digunakan pada Sistim Tenaga Listrik. Efek dari Kapasitor Shunt sama dengan
efek dari Overexited Kondensor Sinkron , Generator atau Motor dimana kVAR atau arus yang dihasilkan akan
mengcounter arus beban Induktif.
Aplikasi Kapasitor Shunt pada Feeder menyebabkan arus dari sumber menjadi berkurang, Power Factor dapat
diperbaiki dan konsekwensinya Voltage Drop juga ikut berkurang.

JD /1997 44
R XL

I I

Vs Vr

Vs

Vr
I.XL
 I.R

R XL

I’ I

Vs XC Ic

Vs

Vr
I’.XL
 ’ I’.R

I’

Ic

Bila Kapasitor dipasang paralel pada ujung terima maka resultante voltage drop dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut :

VD = Ir . R + Ix . XL + Ic . XL ……………………………………………………..( 5.2.1 )

R = Total resistansi Feeder ()


XL = Total reaktansi Feeder ()
Ir = Arus komponen Daya Riil (Amp)
Ix = Arus komponen Daya Reaktif lagging 900 terhadap tegangan (Amp)
Ic = Arus komponen Daya Reaktif leading 900 terhadap tegangan (Amp)

JD /1997 45
Bila kita lihat persamaan Voltage Drop tanpa Kapasitor sebagai berikut :

VD = Ir . R + Ix . XL ……………………………………………………………………( 5.2.2 )

Atau

VD = I Cos  . R+ I Sin  . XL ……………………………………………………….. ( 5.2.3 )

Maka bila dibandingkan dengan persamaan ( 5.2.1 ) ternyata penurunan besarnya Voltage Drop adalah
disebabkan oleh :

Ic . XL……………………………………………………………………….( 5.2.4 )

5.3. Power Facor Correction.

Umumnya beban Sistim mempunyai Power Factor 0,8 karena itu tipikal beban distribusi adalah dengan arus
lagging terhadap tegangan sebagaimana gambar berikut :

Ir = I Cos 
Vr

Ir = I Sin 

Bila arus yang sephase dengan Vr ( Ir ) dan arus yang berbeda 900 ( Ix ) dikalikan dengan besar tegangan
terima Vr maka kita dapatkan yang dinamakan Segitiga Daya yang bentuknya sebangun dengan Segitiga Arus
seperti gambar diatas.

P (kW)

Q (kVAR)

S (kVA)

Dengan memasang Kapasitor Shunt maka komponen Daya Reaktif Q dapat berkurang.

JD /1997 46
P P

Q1
Q2 = Q1 – Qc S2 Q2
C Q1

Qc S1
Beban Qc

P P
Cos 1 = = …………………………………………..( 5.3.1. )
S1  P 2 + Q12

P P P
Cos 2 = = = ……………( 5.3.2 )
S2  P 2 + Q22  P 2 + (Q1-Qc)2

Bila telah ditentukan besarnya Power Factor yang diinginkan maka besarnya Kapasitor dapat dicari dengan
persamaan berikut :

 Qc = P x ( tan 1 – tan 2 )………………………………………………………..( 5.3.3. )

 Qc = Ukuran Kapasitor ( kVAR )


P = Beban Sistim ( kW )
tan 1 = Tangen dari Power Factor semula
tan 2 = Tangen dari Power Factor yang diperlukan.

5.4. Aplikasi Kapasitor.

Secara umum kapasitor dapat diaplikasikan pada hampir semua tingkat tegangan .
Setiap unit kapasitor dapat ditambahkan secara paralel untuk mendapatkan kVAR yang dibutuhkan dapat
ditambahkan secara seri untuk mencapai tegangan yang dibutuhkan sebagaimana ilustrasi sebagai berikut:

Phase

Fuse
Segment 1

Kapasitor
Tegangan

Segment 2

Neutral

JD /1997 47
5.4.1. Kapasitor Hubungan Delta.

IL IL IL

Ic Ic

Ic

Qc IL VL - L 106
IL = Amp ; Ic = Amp ; Xc =  ; C = F
3 . VL - L 3 Ic  Xc
5.4.2. Kapasitor Hubungan Bintang ( Y ).

IL IL IL

Ic
N
Ic Ic

Qc VL - N 106
IL = Amp ; Ic = IL Amp ; Xc =  ; C = F
3 . VL - L Ic  Xc

JD /1997 48
6. RELIABILITY ( KEANDALAN ).

6.1. KONSEP DASAR DAN MATEMATIKA KEANDALAN.

Definisi tingkat keandalan adalah : Kemungkinan dari peralatan atau suatu sistim cukup berfungsi dalam periode
waktu yang diharapkan dan kondisi operasi yang diharapkan.Dalam hal ini yang penting tidak saja kemungkinan
kegagalan tetapi juga besarannya,lamanya dan jumlah terjadinya.

6.1.1. Fungsi Umum Keandalan

Dapat didefinisikan bahwa kemungkinan kegagalan komponen atau sistim adalah sebagai fungsi waktu
sebagaimana berikut :

P( T  t ) = F (t) t  0 ……………………………….……………………………….6.1

T = Variabel random yang ditujukan dengan lamanya kegagalan


F (t) = Kemungkinan peralatan gagal pada waktu t

Disini F (t) adalah fungsi distribusi kegagalan yang dikenal pula sebagai Fungsi Ketidak Andalan ( Unreliability
function ).
Karena itu kemungkinan bahwa komponen tidak gagal dalam waktu tertentu (t) dapat didefinisikan sebagai
“Keandalan dari Komponen”

Jadi fungsi keandalan dapat ditulis sebagai berikut :

R (t) = 1 – F (t)

R (t) = P ( T > t ) ……………………………………………..…………………6.2

R (t) = fungsi keandalan ( Reliability function )


F (t) = fungsi ketidak andalan ( Unreliability function )

Sebagai catatan bahwa R (t) fungsi keandalan ditunjukkan sebagai kemungkinan bahwa komponen akan bertahan
pada waktu t

R (t) = 1 – F (t)

t
= 1 -  f (t) dt
0


=  f (t) dt …………. ………………………………………….…………6.3
t

Karena itu kemungkinan kegagalan dari sistim dalam bentuk interval waktu ( t1 , t2 ) dapat dijelaskan dalam
istilah fungsi ketidak andalan yang ditunjukkan oleh persamaan berikut :

t2 t2 t1
 f (t) dt =  f (t) dt -  f (t) dt = F (t2) - F (t1) ………………………….……….6.4
t1 - -

JD /1997 49
sedangkan fungsi keandalan adalah sebagai berikut :

t2  
 f (t) dt =  f (t) dt -  f (t) dt = R (t2) - R (t1) ………………………………….6.5
t1 t1 t2

Disini, tingkat dimana kegagalan terjadi pada interval waktu (t1 , t2) didefinisikan sebagai tingkat
resiko(bahaya),atau tingkat kegagalan selama interval tersebut, Itu adalah kemungkinan bahwa kegagalan per
unit waktu dalam interval, penetapan suatu kegagalan tidak terjadi sebelum t1, namun titik waktu tersebut
adalah titik awal pada iterval tersebut.
Persamaan tingkat resiko atau tingkat kegagalan adalah sebagai berikut :

R (t1) – R (t2)
h (t) = ………………..…………………………………………..6.6
(t2 – t1) R (t1)

jika interval waktu didefinisikan ulang maka :

t1 = t
t2 = t +  t atau

 t = t2 – t1

karena tingkat resiko merupakan tingkat kegagalan sesaat (instantaneous) maka dapat didefinisikan sebagai

Psebuah komponen dengan umur t akan gagal dalam waktu  t 


h (t) = lim ……….6.7
t0 t

atau

R (t) – R (t +  t)
h (t) = lim
t0  t.R (t)

1 d
h (t) = - R (t) 
R (t) dt

f (t)
h (t) = ……………………………………………………………….…….6.8
R (t)

d R (t)
Dimana f (t) = fungsi kerapatan kemungkinan = -
dt

Subsitusikan persamaan 6.3 ke persamaan 6.8 :


f (t)
h (t) = ………….………….……………………………….…………….6.9
1 - F (t)

JD /1997 50
d f (t)
h (t) = …………………………….………………………..…………….6.10
1 - F (t)

atau

t t
 h (t) dt = - ln  1 – F (t)   …………………..…………..…………………….…………6.11
0 0

1 – F (t) t
ln = -  h (t) dt ………………….……………………………………………..6.12
1 – F (0) 0

atau

t
1 – F(t) = exp  -  h (t) dt  …………………………………………………………………6.13
0

kita derivativkan persamaan 6.13 maka didapat :

t
f (t) = h (t) exp  -  h (t) dt  ………………………………………………………………….6.14
0

subsitusikan persamaan 6.3 ke persamaan 6.13

t
R (t) = exp  -  h (t) dt  …………………………………………………………………6.15
0

 
dimana : exp   = e ………………………………………………………………..6.16

 (t) = h (t) ………………………………………………………………………….6.17

jadi persamaan 6.15 menjadi :


t
R (t) = exp  -   (t) dt  …………………………………………………………………..6.18
0

Persamaan ini dikenal sebagai Fungsi Umum Keandalan

Pada persamaan 6.18 kedua-duanya dari fungsi keandalan dan tingkat resiko (kegagalan) merupakan fungsi dari
waktu.

Anggap fungsi kerusakkan atau kegagalan adalah independen

h (t) =  Failure / unit time

Dari persamaan 6.14 fungsi kerapatan kegagalan ( failure density function ) adalah

-t
f (t) =  e ……………………………………………………………………6.19

Karena itu dari persamaan 6.18 fungsi keandalan dapat ditunjukkan sebagai

JD /1997 51
f (t)
R (t) =
h (t)

-t
R (t) = e .……………………………………………………………………6.20

Tingkat kegagalan
( Failure rate )
 (t)

Periode 1 Periode 2 Periode 3

0 t1 t2
Operating life ( umur operasi )
Gambar 6.1 Bathtup Hazard Function

Dari gambar diatas tampak bahwa tipikal fungsi Resiko dikenal sebagai kurva Bak mandi ( Bathtup Curve )
dimana failure rate sebagai fungsi waktu.

* Periode pertama menunjukkan peralatan yang baru dipasang dimana failure rate menurun. Pada periode ini
kegagalan terjadi adalah disebabkan oleh faktor disain atau kesalahan pembuatan ( manufacturing errors)

* Periode kedua merupakan periode operasi normal dimana failure ratenya konstan dan kegagalan yang terjadi
adalah dalam bentuk random dan tidak dapat diprediksi

* Periode ketiga adalah periode diluar target pemakaian ( wear out periode ), disini tingkat resiko bertambah
karena kondisi peralatan yang sudah memburuk.

Dari persamaan 6.19 dan 6.20 maka

d R (t)
f (t) = - ………………………………………………………………………6.21
dt

f (t) d t = - d R (t) ………………………………………………………………………6.22


Dengan mengintegralkan persamaan 6.22 maka didapat

t R (t)
 f (t) d t = -  d R (t) = -  R (t) – 1 
0 1

JD /1997 52
 f (t) d t = 1 – R (t) ………………………………………………………………………..6.23
0

t   
 f (t) dt +  f (t) dt =  f (t) dt = 1 ……………………..………………………………….6.24
0 t 0

t 
 f (t) dt = 1 -  f (t) dt ……………………..………………………………….6.25
0 t

Karena itu dari persamaan 6.23 dan 6.25 keandalan dapa ditunjukkan oleh persamaan


R (t) =  f (t) dt ……………………..………………………………….6.26
t

R (t) + Q (t) = 1 ………………………………………………………….6.27


Q (t) = 1 - R (t) = 1 -  f (t) dt
t -

t
R (t) =  f (t) dt … …………………..………………………………….6.28
0

Karena itu hubungan antara reliability ( keandalan ) dan unreliability ( ketidak andalan ) dapat dijelaskan secara
grafis sebagaimana terlihat pada gambar berikut :

Fungsi kerapatan kegagalan


( Failure density function )
f (t)

Daerah Q (t) Daerah R (t)

0 t 
Masa operasi ( operating time )

Gambar 6.2. Hubungan antara keandalan dan ketidak andalan

JD /1997 53
6.1.2. Konsep Dasar Komponen Tunggal

Secara teori maka umur yang diharapkan dalam hal ini waktu yang diharapkan selama komponen dapat bertahan
dan sukses dpat diperlihatkan oleh persamaan berikut


E (T) =  t f (t) dt ……………………..………………………………….6.29
0

Subsitusikan persamaan 6.21 ke persamaan 6.29

 dR (t)
E (T) = -  t dt … .………………………………….6.30
0 dt

 
E (T) = -t R (t)  +  R (t) dt …………………………………………………… ……….6.31
0 0

sejak R (t = 0) = 1 ……………………………………………………………. 6.32

dan

R (t = ) = 0 …………………………………………………………….6.33

Dari persamaan 6.3.1 didapat


E (T) =  R (t) dt …………………………………………………… ……………………… 6.34a
0

atau

 t
E (T) =   exp  -   (t) dt   dt ………………………….…………………………………… ….6.34 b
0 0

Kasus khusus dimana tingkat kegagalan adalah konstan maka dengan mensubsitusikan persamaan 6.20 ke
persamaan 6.34a didapat

 -t 1
E (t) =  e = …………………………………………………………………6.35
0 

Jika sistim tidak diperbaharui namun diganti dengan yang lebih baik pada waktu pemeliharaan maka E (t)
didefinisikan sebagai Mean Time To Failure (MTTF) yang dapat dinyatakan dengan persamaan berikut

1
MTTF = m = …………………………………………………………………6.36

dimana  = konstanta tingkat kegagalan

JD /1997 54
Demikian pula bila sistim diperbahurui pada waktu pemeliharaan maka E (t) didefinisikan sebagai Mean Time
Between Failure (MTBF)

MTBF = T = m + r ……………………………………………………………………..6.37

T = mean cycle time

m = mean time to failure

r = Mean Time To Repair (MTTR)

Mean Time To Repair (MTTR) adalah berbanding terbalik dengan rata-rata tingkat pemeliharaan dan dapat
dinyatakan dengan persamaan berikut

1
MTTR = r = ……………………………………………………………………..6.38

dimana :  = tingkat perbaikan (mean repair rate )


Pertimbangkan dua model keadaan sebagaimana gambar dibawah. Anggap bhawa sistim adalah salah satu
keadaan masuk/naik (layak untuk diservis) atau keadaan keluar/turun (tidak layak untuk diservis) , maka MTTF
dapat diperkirakan

Up (in)
Up

1 1

r m

Down

Down (out) m1 r1 m2 r2 m3 r3

T1 T2 T3

Gambar 6.3 Dua langkah model y

n
 m1
i=1
MTTF = m = …………………………………………………………………6.39
n

dimana

m = Mean Time To Failure


m1 = observed time to failure for ith cycle
n = total number of cycle
JD /1997 55
demikian pula untuk MTTR dapat dijelaskan sebagai berikut

n
 r1
i=1
MTTF = r = …………………………………………………………………6.40
n

dimana

r = mean time to repair


r1 = observed time to repair for i th cycle
n = total number of cycle

MTBF = MTTF + MTTR ……………………………………………………………………6.41

Istilah dari Mean Cycle Time adalah rata-rata waktu yang digunakan oleh suatu komponen untuk beroperasi
secara lengkap pada suatu periode operasi yakni kegagalan, perbaikan dan pengoperasian kembali

T = m + r …………………………………………………………………………………….6.42

1 1
T= +
 

 + 
T = ………………………………………………………………………………….6.43


Kebalikan dari mean cycle time adalah mean failure frequency dan dinyatakan dengan

1
f=
T


f= ………………………………………………………………………………….6.44
 + 

Bila keadaan suatu komponen diatas periode waktu , dapat bersifat dua model keadaan sebagai ditunjukkan oleh
gambar 6.3 yang berarti dapat dianggap bahwa komponen adalah naik /Up ( layak untuk diservis) atau turun
/Down ( tidak layak untuk direpair). Karena itu dapat ditunjukkan dengan

A+U =1 ………………………………………………………………………………….6.45

A = Kelayakan dari komponen dengan kata lain fraksi dari waktu komponen adalah Up

U = A = Ketidak layakan komponen dengan kata lain fraksi dari waktu komponen adalh Down

Karena itu pada harga rata-rata dimana waktu t mendekati harga tak terhingga maka kelayakan dapat dilihat
sebagai berikut

JD /1997 56
 m MTTF
A = = ……………………………………………………………………….6.46
T MTBF

atau

m MTTF
A = = …………………………………………………………6.47
m+r MTTF + MTTR

atau


A= ………………………………………………………………………………….6.48
 + 

Lalu ketidak layakan dapat dijelaskan sebagai berikut


U = 1–A …………………………………………………………………………………6.49

Subsitusikan persamaan 6.46 ke persamaan 6.49

m
U = 1-
T

T-m
U=
T

(m+r)- m
U =
T

r MTTR
U = = ……………………………………………………………………………..6.50
T MTBF

atau

r MTTR
U = = ………………………………………………………….6.51
r +m MTTF + MTTR

atau


U= ………………………………………………………………………………….6.52
 + 

JD /1997 57
Pertimbangkan persamaan 6.47 untuk diberikan pada kelayakan sistim

MTTF
A =
MTTF + MTTR

Bila jumlah keseluruhan dari komponen pada sistim yang terlibat adalah cukup banyak dan

MTTF >> MTTR

MTTF MTTR (MTTR)n


= 1- + ……….. ( -1 )n ……..…………6.53
MTTF + MTTR MTTF (MTTF) n

atau

n
MTTF  n (MTTR)
=  (-1) n ……………………………….6.54
MTTF + MTTR n=0 (MTTF)

atau kira-kira

MTTF MTTR
 1- ………………………………………………..…………6.55
MTTF + MTTR MTTF

Itu adalah agak tidak menguntungkan tetapi studi keandalan dari Pembangkit Nuklir menggunakan MTBF untuk
kedua nonrepairable components dan repairable equipment dan sistim. Karena itu penggunaan konsep sebagai
contoh kelayakan adalah sebagai berikut

MTBF
A = …………………………………………………………6.56
MTBF + MTTR

Ketidak layakan adalah

MTTR
U = ……………………………………………………………………….6.57
MTBF + MTTR

JD /1997 58
6.2 Sistim Seri

6.2.1. Komponen yang tidakdapat diperbaiki

Blok diagram dibawah ini yang terdiri dari dua komponen yng terhubung secara seri. Anggap bahwa kedua
komponen tersebut adalah independen. Kedua komponen (atau subsistim) harus beroperasi dengan baik, jadi

R sys = P E1  E2  ………………………………………………………………………..6.58

Dimana dianggap bahwa komponen adalah independen

R sys = P(E1)P(E2) …………………………………………………………………………6.59


atau

R sys = R1 . R2 atau

2
R sys =  Ri …………………………………………………………………………..6.60
i=1

Ei = peristiwa dimana komponen I (atau subsistim i ) beroperasi dengan berhasil ( sukses)


Ri = P(Ei) = Keandalan dari komponen i (atau subsistim i )
R sys = keandalan dari sistim (atau indek keandalan sistim)

Untuk mengeneralisir konsep ini pertimbangkan sistim dengan hubungan seri dengan n buah komponen yang
independen sebagai terlihat pada gambar 6.5

R sys = P  E1  E2  E3 ……….. En  ………………………………………………………………6.61

Komponen 1 Komponen 2
m1,r1 m2,r2
R1, Q1 R2, Q2

Gambar 6.4 . Blok diagram dari sistim hubungan seri dengan dua komponen

Komponen 1 Komponen 2 Komponen 3 Komponen n


m1,r1 m2,r2 m3,r3 mn,rn
R1, Q1 R2, Q2 R3, Q3 Rn, Qn

Gambar 6.5 . Blok diagram dari sistim hubungan seri dengan n komponen

Komponen – komponen adalah independen maka

JD /1997 59
R sys = P(E1) P(E2) P(E3) ………..P(En) ….……………………………6.62

atau

R sys = R1 .R2 .R3. …………….Rn

atau

n
R sys =  Ri …………………………………………………6.63
i=1

Persamaan 6.63 dikenal dengan Product rule atau The Chain Rule of Reliability

R sys  min  Ri  ………………………………………………………………6.64

Karena itu keandalan sistim disebabkan oleh karakteristik dari sitim hubungan seri adalah fungsi dari jumlah
komponen yang diseri dan kelas keandalan komponen. Jadi keandalan dari sistim dengan hubungan seri dapat
ditingkatkan dengan cara :

1. Mengurangi jumlah komponen ynag terhubung seri


2. Meningkatkan keandalan komponen

Konsep ini diilustrasikan pada gambar 6.6

Anggap kemungkinan komponen gagal adalah q dan besaran kemungkinan itu sama dengan komponen-
komponen lainnya yang terhubung seri. Karena itu keandalan sistim dapat ditunjukkan oleh

n
R sys = ( 1 – q ) ………………………………………………………………….6.65

Atau dengan berdasarkan Teori Binomial

1 n(n-1) 2 n
R sys = 1 + n(-q) + (-q) + …………+ (-q) …………………………………………………..6.66
2

Jika kemungkinan kegagalan komponen q adalah kecil maka bentuk kira-kira untuk keandalan sistim dari
persamaan 6.66 dapat ditunjukkan sebagai berikut :

R sys  1 – nq …………………………………………………………………………………………...6.67

n = jumlah dari komponen yng terhubung seri pada sistim


q = kemungkinan dari kegagalan komponen

JD /1997 60
Keandalan sistim
R sys

1,0 Ri = 1,00

0,9

0,8 Ri = 0,99

0,7 Ri = 0,98

0,6 Ri = 0,97

0,5 Ri = 0,96
Ri = 0,95
0,4

0,3 Ri = 0,90

0,2

0,1

1 5 10 15 20 25 30

Jumlah komponen n
Gambar 6.6. Keandalan dari sistim dengan n komponen terhubung seri

Bila kemungkinan kegagalan dari setiap komponen q berbeda, maka keandalan sistim dapat ditunjukan sebagai
berikut

n
R sys  1 –  qi ……………………………………………………………………………...6.68
i= 1

Contoh 1 :

Misalnya terdapat 15 komponen yang identik terhubung seri pada suatu sistim. Jika keandalan sistim minimum
yang diperbolehkan adalah 0,99 maka tentukan nilai dari keandalan komponen

Jawab :

R sys  1 – nq

0,99 = 1 – 15(q)

Kemungkinan kegagalan komponen : q = 0,0007

Keandalan komponen : Ri  0,9993

JD /1997 61
6.2.1. Komponen yang dapat diperbaiki

Perhatikan sistim dengan dua komponen hubungan seri sebagaimana terlihat pada gambar 6.4

Misalkan komponen-komponennya adalah independen dan dapat direpair. Karena itu kelayakan (availability) atau
kemungkinan sukses dari sistim dapat ditunjukkan dengan

A sys = A1 . A2 ………………………………………………………………6.69

A sys = Availability (kelayakan ) dari sistim


A1 = Availability (kelayakan ) dari Komponen1
A2 = Availability (kelayakan ) dari Komponen2

Dimana

m1
A1 = …………………………………………………………6.70
m1 + r1

dan

m2
A2 = …………………………………………………………6.71
m2 + r2

Subsitusikan persamaan 6.70 dan 6.71 kedalam persamaan 6.69 maka

m1 m2
A sys = . ………………………………………………….……6.72
m1 + r1 m2 + r2

m sys
A sys = ………………………………………………………….6.73
m sys + r sys

m1 = mean time to failure of komponen1

m2 = mean time to failure of komponen2

m sys = mean time to failure of system

r1 = mean time to repair of komponen1

r2 = mean time to repair of komponen2

r sys = mean time to repair of system

Frekuensi rata-rata kegagalan sistim adalah

JD /1997 62
f sys = A2 . f1 + A1. f2 ………………………………………………………..6.74

f sys = Frekuensi rata-rata kegagalan sistim


f1 = Frekuensi rata-rata kegagalan komponen1
A1 = Kelayakan (availability) komponen1

Dimana

1
fi = ..……….…………………………………………………6.75
mi + ri

dan

mi
Ai = ……………………………………………………………6.76
Mi + ri

Subsitusikan persamaan 6.75 dan 6.76 ke persamaan 6.74 maka

1 m2 1 m1
f sys = + …………………………………6.77
m1 + r1 m2 + r2 m2 + r2 m1 + r1

Persamaan 6.73 dapat dituliskan sebagai berikut

A sys = msys . fsys ……………………………………………………………………………6.78

Jadi mean time to failure dari suatu sistim dengan dua komponen terhubung seri

1
ms = ………………………………………………………6.79
1/ m1 +1/ m2

Mean time to failure dari suatu sistim dengan n komponen terhubung seri

1
ms = ……………………….………………………………680
1/m1 + 1/m2 + 1/m3 + ………… + 1/mn

Tingkat kegagalan ( Failure rate) untuk dua komponen


 sys = 1 + 2 ………………………………………………………………………………………………….6.81

Tingkat kegagalan ( Failure rate) untuk n komponen

JD /1997 63
 sys = 1 + 2 + 3 +……………….+ n ……………………………………………………….6.82

Mean Time To Repair untuk dua komponen adalah

1.r1 + 2.r2 + (1.r1) (2.r2)


rsys = ……………………………………………………….6.83
 sys

1.r1 + 2.r2
rsys = ……………………………………………………….6.84
 sys

Persamaan 6.84 memberikan harga yang pasti jika diantara komponen-komponen saling berkaitan (dependency)
dimana satu komponen tidak boleh gagal bila komponen yang lainnya sedang direpair.

Mean Time To Repair untuk n komponen adalah

1.r1 + 2.r2 + 3.r3 +…………………………..+ n.rn


rsys = ………………………………….6.85
 sys

6.3 Sistim Paralel

6.3.1. Komponen yang tidakdapat diperbaiki

Dari Gambar 6.7 terlihat blok diagram untuk sistim yang terdiri dari dua komponen terhubung secara paralel.
Anggap bahwa dua komponen adalah independen . Jadi ketidak andalan sistim adalah

Q sys = P  E1  E2  ………………………………………………………..6.86

Misalkan komponen adalah independen maka

Q sys = P( E1) P(E2 ) ………………………………………………………..6.87

atau

2
Q sys =  ( 1 – Ri ) ………………..…………………………………………6.88
i=1

Ei = event that component i fail


Qi = P( Ei ) = unreliability of component I
Q sys= unreliability of system ( or system unreliability index )

JD /1997 64
Komponen1

1,r1
R1, Q1

Komponen2

2,r2
R2, Q2

Gambar 6.7 . Blok diagram dari sistim paralel dengan dua komponen

Keandalan sistim dapat ditunjukkan sebagai berikut

2
R sys = 1 -  ( 1 – Ri ) …………………………………………………………6.89
i=1

Untuk megeneralisir konsep ini misalkan sistim paralel dengan m komponen yang independen sebagaimana
terlihat pada gambar 6.8. Karena itu ketidak andalan sistim didapat sebagai berikut

Q sys = P  E1  E2  E3  …………………. Em  ………………….……..6.90

Misalkan komponen adalah independen maka

Q sys = P( E1) P(E2 ) P( E3 )……………..P(Em ) ………………………………..6.91

atau

Q sys = Q1 . Q2 . Q3 …………………….Qm ………………………………………….6.92

JD /1997 65
Komponen1

1,r1
R1, Q1

Komponen2

1,r1
R1, Q1

Komponen3
1,r1
R1, Q1

Komponen m
1,r1
R1, Q1

Gambar 6.8. Blok diagram dari sistim paralel dengan m komponen

Oleh karena itu keandalan sistim adalah

R sys = 1 – Q sys

R sys = 1 -  Q1 . Q2 . Q3 ……………….Qm 

R sys = 1 –  ( 1 – R1 ) ( 1 – R2 ) ( 1 – R3 )……………..( 1 – Rm ) 

m
R sys = 1 –  Qi
i=1

m
R sys = 1 –  ( 1 – Ri ) ………………………………………………………………….6.93
i=1

Keandalan dari sistim paralel tidak merupakan eksponensial yang sederhana tetapi penjumlahan eksponensial.
Karena itu keandalan sistim paralel dengan dua komponen adalah :

- 1 t - 2 t
R sys = 1 - ( 1 - e ) (1 -e )

- 1 t - 2 t - (1 + 2 )t
R sys = e + e - e ………………………………………………………6.94

1 = tingkat kegagalan komponen1


2 = tingkat kegagalan komponen 2

JD /1997 66
6.3.2. Komponen yang dapat diperbaiki

Perhatikan sistim paralael dengan dua komponen sebagaimana terlihat pada gambar 6.7. Anggap komponen
tersebut adalah independen dan dapat diperbaiki. Karena itu ketidak layakan atau kemungkinan kegagalan dari
sistim dapat ditunjukkan oleh persamaan berikut :

U sys = U1 . U2 ………………………………………………………6.95

U sys = Ketidak layakan sistim


U1 = Ketidak layakan komponen1
U2 = Ketidak layakan komponen2

Keandalan Sistim (R sys )

m=
1.0
m=5
m=4
0,9
m=3

0,8
m=2

0,7

0,6

0,5 m=1

0,4

0,3

0,2

0,1 m = jumlah komponen paralel

0,0
0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0
Keandalan Komponen R i

Gambar 6.9 Keandalan dari sistim paralel dengan n komponen paralel


U1 = 1- A1

1.r1
U1 = ……………………………………………………6.96
1 + 1.r1

JD /1997 67
2.r2
U2 = ……………………………………………………6.97
1 + 2.r2

Subsitusikan persamaan 6.96 dan 6.97 ke persamaan 6.95 maka didapat

1.r1 2.r2
U sys = …………………………………………………….6.98
1 + 1.r1 1 + 2.r2

Frekuensi rata-rata dari kegagalan sistim adalah:

f sys = U2. f1 + U1 .f2 …………………………………………………….6.99

f sys = Frekuensi rata-rata dari kegagalan sistim

f1 = Frekuensi rata-rata dari kegagalan komponen1


U1 = Ketidak layakan komponen1

1
f1 = ……………………………………………………6.100
1 + 1.r1

2.
f2 = ……………………………………………………6.101
1 + 2.r2

Subsitusikan set persamaan 6.96 , 6.97 dan 6.100 , 6.101 ke persamaan 6.99

1.1 ( r1 + r2 )
f sys = ……………………………………………………6.102
( 1 + 1.r1 ) ( 1 + 2.r2 )

Dari persamaan 6.50 ketidak layakan sistim dapat ditunjukkan dengan

 r sys
U sys = ……………………………………………………….6.103
T sys

Atau

U sys = r sys . f sys ……………………………………………………..6.104

Jadi

U sys
r sys = ……………………………………………………..6.105
f sys

JD /1997 68
Subsitusikan persamaan 6.98 dan 6.102 ke persamaan 6.105 waktu rata-rata perbaikkan (repair) ( atau down
time) dari dua komponen sistim paralel dapat ditunjukkan sebagai berikut

r1. r2
r sys = ……………………………………………………..6.106
r1 + r2

atau

1 1 1
= + ………………………………………………………6.107
r sys r1 r2

Mirip dengan persamaan 6.51 ketidak layakan sistim dapat ditunjukkan sebagai berikut

 r sys
U sys = ………………………………………………….6.108
r sys + m sys

dimana

r sys ( 1 – U sys )
m sys = ………………………………………………….6.109
U sys

Subsitusikan persamaan 6.98 dan 6.106 ke persamaan 6.109 waktu rata-rata kegagalan ( atau up time) dari dua
komponen sistim paralel dapat ditunjukkan sebagai berikut

1 + 1.r1 + 2.r2
m sys = …………………………………………………………...6.110
1.2.( r1 + r2 )

 1
Tingkat kegagalan dari sistim paralel adalah :  sys = ………………………………..6.111
m sys

atau

1.1 ( r1 + r2 )
 sys = ……………………………………………………..……6.112
1 + 1.r1 + 2.r2

Contoh 2 :

Sebuah Feeder Ekspres distribusi tegangan menengah dengan panjang 4 km menyalurkan daya ke pusat kota
yang terletak pada ujung feeder tersebut. Feeder tersebut terdiri dari Saluran Kabel tanah Tegangan Menengah
(SKTM ) sepanjang 1 km dan selebihnya terdiri dari Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM). SKTM terdiri
dari dua titik Terminal Box kabel (TB) . Pada SUTM gangguan rata-rata dua kali per km sirkuit dan satu kali per
km sirkuit pada SKTM selama periode 10 th.
Tingkat gangguan tahunan TB adalah 0,3 per TB. Berdasarkan pengalaman lamanya perbaikan untuk SUTM ,
SKTM dan TB adalah 3 , 28 dan 3 jam.

JD /1997 69
Tentukan :
a. Total tingkat gangguan ( kali gangguan) tahunan.
b. Waktu rata-rata tahunan pemulihan gangguan kembali pada feeder
c. Ketidak layakan dari feeder
d. Kelayakan dari feeder

Jawab :

3
a.  FDR =   I =  OH +  UG + 2  CT
i =1

 FDR = 3. (2/10) + 1. (1/10) + 2.(0,003) = 0,706 kali gangguan/tahun

b. Waktu rata-rata pemulihan gangguan kembali pada feeder

3
r FDR =  r i = r OH + r UG + 2 r CT
i=1

r FDR = 3 + 28 + 2.(3) = 37 jam

maka

Waktu rata-rata tahunan pemulihan gangguan kembali pada feeder

3
 Ixri
i=1
r FDR =
3
 I

i=1
atau

L OH x  OH ( r OH) + L UG x  UG ( r UG) + (2  CT ) ( r CT)


r FDR =
 FDR

( 3 x 0,2) (3) + (1 x 0,1 ) (28) + ( 2 x 0,003 ) (3)


r FDR = = 4,618 / 0,706 = 6,54 jam
0,706

c. Ketidak layakan dari feeder

r FDR
U FDR =
r FDR + m FDR

dimana

JD /1997 70
m FDR = 8760 - r FDR = 8760 – 6,54 = 8753,46 jam/tahun

6,54
U FDR = = 0,0007 atau 0,07
6,54 + 8753,46

d. Kelayakan dari Feeder

 sys = 1 – U sys = 1- 0,0007 = 0,9993 atau 99,93 %

Contoh 3.

Anggap Feeder primer utama sebagai mana gambar jaringan dibawah adalah menggunakan sectionalizer manual
/ pemisah jaringan manual ( PMS) dan hanya ditempatkan pada tiga seksi yang melayani pelanggan A , B dan C.
tingkat gangguan rata-rata tahunan pada Feeder primer utama dan percabangannya adalah 0,08 dan 0,2 kali
gangguan/km sirkuit. Waktu rata-rata perbaikan setiap seksi Feeder utama dan seksi percabangannya adalah 3,5
dan 1,5 jam.Waktu rata-rata operasi sectionalizer manual setiap seksi feeder adalah 0,75 jam.
Anggap bahwa waktu terjadi gangguan pada salah satu seksi feeder seksi-seksi lainnya yang terdapat PMS tidak
pada aliran utama arus gangguan dengan kata lain tidak diantara seksi terganggu dan circuit breaker. Sebaliknya
mereka dapat diperbaiki.
Studi analisis gangguan dengan kemungkinan hanya satu gangguan dengan kata lain mengabaikan kemungkinan
gangguan serentak/bersamaan

Pelanggan A
Pelanggan C

Cabang A Cabang C
2 km 1,5 km

Seksi 1 Seksi 2 Seksi 3



1 km 1 km 1 km

Cabang B
1,5 km

Pelanggan B

Tentukan :

a. Total tingkat pemadaman tahunan yang dialami oleh masing-masing pelanggan A , B dan C
b. Waktu rata-rata perbaikan yang dialami oleh pelanggan A ,B dan C
JD /1997 71
Jawab :

a. Total tingkat pemadaman tahunan yang dialami oleh Pelanggan A , B dan C adalah

4
 A =   I =  SEKSI 1 +  SEKSI 2 +  SEKSI 3 +  CABANG A
i =1

 A = (1 ) (0,08) + (1) (0,08) + (1 (0,08) + (2 (0,2) = 0,64 kali gangguan/tahun

4
 B =   I =  SEKSI 1 +  SEKSI 2 +  SEKSI 3 +  CABANG B
i =1

 B = (1 ) (0,08) + (1) (0,08) + (1) (0,08) + (1,5 ) (0,2) = 0,54 kali gangguan/tahun

C=B

b. Waktu rata-rata perbaikan yang dialami oleh pelanggan A ,B dan C

( SEKSI 1 .rGANGGUAN SEKSI ) + ( SEKSI 2.rPMS ) + (SEKSI 3.rPMS) + (CABANG A.rGANGGUAN CABANG)
rA =
A

( 0,08 X 3,5 ) + ( 0,08 X 0,75 ) + (0,08 X 0,75 ) + ( 2 X 0,2) ( 1,5 )


rA = = 1,00/0,64 = 1,56 jam
0,64

( SEKSI 1 .rGANGGUAN SEKSI ) + ( SEKSI 2.rGANGGUAN ) + (SEKSI 3.rPMS) + (CABANG B.rGANGGUAN CABANG)
rB =
B

( 0,08 X 3,5 ) + ( 0,08 X 3,5 ) + (0,08 X 0,75 ) + ( 1,5 X 0,2) ( 1,5 )


rB = = 1,07/0,54 = 1,98 jam
0,54

( SEKSI 1 .rGANGGUAN SEKSI ) + ( SEKSI 2.rGANGGUAN ) + (SEKSI 3.rGANGGUAN) + (CABANG B.rGANGGUAN CABANG)
rC =
C

( 0,08 X 3,5 ) + ( 0,08 X 3,5 ) + (0,08 X 3,5 ) + ( 1,5 X 0,2) ( 1,5 )


rC = = 1,29/0,54 = 2,39 jam
0,54

JD /1997 72
6.4 Sistim Seri dan Paralel

Kombinasi sederhana dari subsistim ( atau komponen) seri dan paralel dapat dianalisis dengan mengurangi
subsistim ke ekivalen paralel atau seri komponen.
Gambar 6.10 terlihat sistim paralel seri dengan tingkat kelebihan yang tinggi. Ekivalen keandalan dari sistim
dengan m bagian paralel dan n komponen dapat ditunjukan :

R sys = 1 – (1 – R n ) m ………………………………………………..6.113

1 1 2 3 n

2 1 2 3 n

3
1 2 3 n

m 1 2 3 n

Gambar 6.10 Sistim Paralel - Seri


Gambar 6.11 memperlihatkan sistim seri – paralel dengan tingkat kelebihan yang rendah

Ekivalen keandalan dari sistim dengan n unit seri dan m bagian paralel dapat ditunjukan :

R sys = 1 – (1 – R )m  n ………………………………………………..6.114

1 2 3 n

1 1 1 1

2 2 2 2

3 3 3 3

m m m m

Gambar 6.11 Sistim Seri - Paralel

JD /1997 73
Perbandingan dari dua sistim tersebut diatas bahwa konfigurasi seri – paralel mempunyai sistim keandalan yang
tinggi dibandingkan dengan ekivalen konfigurasi paralel – seri . Karena itu dapat disimpulkan bahwa tingkat
kelebihan sistim yang rendah adalah yang diterapkan. Sudah barang tentu perbedaan antara sistim paralel – seri
dan sistim seri – paralel tidak akan terlihat apabila komponen-komponennya mempunyai keandalan yang tinggi.

Contoh 4

Tentukan ekivalen keandalan sistim dari setiap konfigurasi dibawah ini. Keandalan setiap komponen 0,85

Req

a. R R R R

R R R R Req

b. 
R R R R

R R R RR
eq

c. 
R R R R

R R R Req
R
d. 
R R R R

R R R ReqR

e. 
R R R R

Jawab :

a. Dari persamaan 6.63


n
Req = R sys =  Ri = (0,85 ) 4 = 0,5220
i=1

b. Dari persamaan 6.113

JD /1997 74
Req = 1 – (1 – R n ) m = 1 – (1 – R 4 ) 2 = 1 – (1 – 0,85 4 ) 2 = 0,7715

c. Campuran sistim paralel

Req = 1 – (1 – R 2 ) 2  1 – (1 – R 2 ) 2  = 1 – (1 – 0,85 2 ) 2  1 – (1 – 0,85 2 ) 2  = 0,8519

d. Campuran sistim paralel

Req = 1 – (1 – R ) 2  1 – (1 – R 3 ) 2  = 1 – (1 – 0,85 ) 2  1 – (1 – 0,85 3 ) 2  = 0,8320

e. Sistim seri – paralel dari persamaan 6.114

Req = 1 – (1 – R )2  4 = 1 – (1 – 0,85 )2  4 = 0,9130

Contoh 5.

Anggap sebuah sistim mempunyai 5 komponen yaitu A,B,C,D dan E dengan keandalan komponen yang berbeda-
beda sebagaimana terlihat pada gambar dibawah

RA = 0,80 RB = 0,95 RC = 0,99 RD = 0,90 RE = 0,65 Req


A B C D E R

Tentukan :

a. Ekuvalen keandalan sistim


b. Jika ekivalen keandalan sistim yang diinginkan adalah 0,80 atau 80 % maka rencanakan konfigurasinya
dengan tetap menggunakan 5 komponen tersebut.

Jawab :

a. Dari persamaan 6.63 maka ekivalen keandalan sistim adalah


n
Req =  Ri
i=1

Req = (0,80) (0,95) (0,99) (0,90) (0,65) =0,4402 atau 44,02 %


b. Secara umum untuk meningkatkan keandalan sistim adalah dengan memparalel komponen yang keandalannya
paling rendah, dalam hal ini adalah komponen A dan E dengan konfigurasi sebagai berikut :

R eq = 0,985

E
A R eq = 0,96

B RB = 0,95
C RC = 0,99
D RD = 0,90 R


A E

JD /1997 75
E
n
Req =  Ri
i=1

Req =  1 – (1- 0,80)2  (0,95) (0,99) (0,90) 1- (1- 0,65)4  = 0,8004 atau 80,04 %

Contoh 6.

Anggap bahwa bank trafo tiga phase terdiri dari tiga buah trafo phase tunggal yaitu A,B dan C
Misalkan Trafo A adalah trafo tua karena itu keandalannya adalah 0,90, trafo B sudah beroperasi 20 th karena itu
keandalannya 0,95 dan trafo C adalah trafo baru sehingga keandalannya 0,99

Tentukan

a. Kemungkinan trafo tidak mengalami kegagalan

b. Jika dari trafo tiga phase yang gagal tersebut satu trafo phase tunggal keluar tentukan kemungkinan Trafo phase
tunggal yang dimaksud apakah A,B atau C ?

c. Jika dari trafo tiga phase yang gagal tersebut dua trafo phase tunggal keluar tentukan kemungkinan Trafo phase
tunggal yang dimaksud apakah A dan B ,atau B danC, atau C dan A ?

d. Berapakah kemungkinannya ketiga trafo phase tunggal tersebut keluar dari service ?

jawab

a. Kemungkinan trafo tidak mengalami kegagalan.

P A  B  C  = P(A) P(B) P(C) = (0,90) (0,95) (0,99) = 0,84645

b. Jika dari trafo tiga phase yang gagal tersebut satu trafo phase tunggal keluar tentukan kemungkinan Trafo phase
tunggal yang dimaksud

P A  B  C  = P(A) P(B) P(C) = (0,10) (0,95) (0,99) = 0,09405

P A  B  C  = P(A) P(B) P(C) = (0,90) (0,05) (0,99) = 0,04455

P A  B  C  = P(A) P(B) P(C) = (0,90) (0,05) (0,01) = 0,00855

c. Jika dari trafo tiga phase yang gagal tersebut dua trafo phase tunggal keluar tentukan kemungkinan Trafo phase
tunggal yang dimaksud

P A  B  C  = P(A) P(B) P(C) = (0,10) (0,05) (0,99) = 0,00495

P A  B  C  = P(A) P(B) P(C) = (0,90) (0,05) (0,01) = 0,00045

P A  B  C  = P(A) P(B) P(C) = (0,10) (0,95) (0,01) = 0,00095

d. Kemungkinannya ketiga trafo phase tunggal tersebut keluar dari service

P A  B  C  = P(A) P(B) P(C) = (0,10) (0,05) (0,01) = 0,00005

JD /1997 76

Anda mungkin juga menyukai