I. PENDAHULUAN
Persalinan adalah suatu proses dimana janin berpindah dari intrauterin ke lingkungan
ekstra uterin. Ini merupakan diagnosis klinik yang didefinisikan sebagai permulaan
dan menetapnya kontraksi yang bertujuan untuk menghasilkan pendataran dan
dilatasi serviks yang berkesinambungan. Mekanisme pasti yang bertanggung jawab
atas proses ini saat ini belum sepenuhnya dipahami.1 Induksi persalinan merujuk
dimana kontraksi uterus diawali secara medis maupun bedah sebelum terjadinya
partus spontan. Berdasarkan studi-studi terkini, rasionya bervariasi dari 9,5 – 33,7%
dari semua kehamilan setiap tahun. Pada keadaan serviks yang tidak matang, jarang
terjadi keberhasilan partus pervaginam. Dengan demikian, pematangan serviks atau
persiapan induksi harus dinilai sebelum pemilihan terapi .
Menurut British Columbia Reproductive Care Program, ada beberapa indikasi
induksi persalinan, antara lain kehamilan posterm, penyakit ibu (diabetes, hipertensi),
pecah ketuban sebelum waktunya (PROM), kematian janin. Induksi persalinan ini
merupakan suatu intervensi aktif dengan potensi risiko baik pada ibu maupun janin.
Risikonya meliputi peningkatan risiko persalinan seksio sesaria, denyut jantung janin
yang abnormal, hiperstimulasi uterus, ruptur uteri, prolaps tali pusat, intoksikasi ibu,
dan medikolegal (oksitosin sering dipertimbangkan oleh pengadilan sebagai kofaktor
yang berhubungan dengan kondisi janin maupun neonatus yang abnormal). Oleh
karena itu, terdapat kontraindikasi induksi dan pematangan serviks. Kontraindikasi
absolut meliputi insisi uterus sebelumnya secara klasik, inverted T, atau tidak
diketahui. Riwayat histerotomi atau miomektomi pada korpus uteri yang melibatkan
tindakan membuka kavum uteri atau perluasan diseksi miometrium, riwayat ruptur
uteri, plasenta previa, letak lintang atau kontraindikasi persalinan lain, dan herpes
genital yang aktif. Sedangkan kontraindikasi relatif meliputi grande multipara (>5),
malpresentasi, overdistensi uterus (misalnya polihidramnion atau kehamilan kembar),
2
karsinoma serviks invasif, dan apabila adanya makrosomia janin (taksiran berat janin
>4000g) pada bekas SC.2
Selama beberapa tahun yang lalu, ada peningkatan kekhawatiran bahwa jika
serviks belum siap, tidak akan terjadi persalinan yang sukses. Berbagai sistem
skoring untuk penilaian serviks telah diperkenalkan. Pada tahun 1964, Bishop secara
sistematis mengevaluasi sekelompok wanita multi para untuk induksi elektif dan
mengembangkan sistem skoring servikal standar. Skor Bishop membantu
mendeskripsikan pasien-pasien yang memiliki kecenderungan untuk mencapai
keberhasilan induksi. Lama persalinan berhubungan terbalik dengan skor bishop;
nilai 8 berarti kemungkinan besar persalinan terjadi secara pervaginam. Skor bishop
<6 biasanya membutuhkan metode pematangan serviks sebelum penggunaan metode
lain.3-5
Tabel 1. Skor Bishop untuk menilai kematangan serviks untuk induksi persalinan5
Faktor Skor
0 1 2 3
Pembukaan (cm) 0 1-2 3-4 5-6
Pendataran (%) 0-30 40-50 60-70 80
Station -3 -2 -1 atau 0 +1 atau +2
Konsistensi kenyal medium lunak -
Posisi posterior medial anterior -
Rasio relatif jaringan ikat dengan otot polos distribusinya tidak sama di sepanjang
serviks. Bagian distal memiliki rasio jaringan ikat dengan otot polos yang lebih besar
daripada serviks bagian atas yang lebih dekat dengan miometrium. Perubahan serviks
terjadi sejak awal kehamilan sampai periode postpartum.4
Pada serviks yang tidak hamil, kumparan kolagen padat dan tersusun ireguler.
Selama hamil, kolagen secara aktif disintesis dan secara kontinyu mengalami
perubahan yang dipengaruhi oleh kolagenase, yang disekresikan dari sel-sel serviks
dan neutrofil. Kolagen dipecah oleh kolagenase secara intraseluler, untuk melepaskan
prokolagen yang rusak untuk mencegah pembentukan struktur kolagen yang lemah,
dan secara ekstraseluler, untuk melemahkan matriks kolagen secara perlahan (disebut
juga perlunakan atau pematangan) untuk mengawali persalinan. Sel-sel otot polos dan
fibroblas juga mempengaruhi peningkatan enzim pemecah kolagen, yang selanjutnya
distimulasi oleh asam hialuronat. Pada awal persalinan, terjadi perubahan kadar asam
hialuronat, sitokin (interleukin 1β dan interleukin 8) dan kolagenase yang selanjutnya
memecah kolagen serviks. Interaksi yang kompleks ini menyebabkan serviks
4
dalam 2 sampai 4 jam setelah ejakulasi dan tetap terdeteksi selama lebih dari 12
jam.9 Orgasme pada wanita juga menyebabkan kontraksi uterus. Dari telaah
Cochrane, hanya ada satu studi pada 28 wanita yang menghasilkan sangat sedikit
data yang bermanfaat, sehingga peranan hubungan seksual sebagai metode untuk
merangsang timbulnya persalinan masih belum jelas.9,11 (Evidence level B, telaah
sistematis dari uji klinis non acak terkontrol) Pada keadaan plasenta previa, pecah
ketuban, atau infeksi genital yang aktif, hubungan seksual tidak dianjurkan baik
pada kehamilan preterm maupun aterm.9
D. Stimulasi Payudara
Stimulasi payudara ini telah direkomendasikan sejak zaman Hipocrates dan
diyakini dapat merangsang timbulnya kontraksi uterus dan inisiasi persalinan.12
Pemijatan payudara dan stimulasi payudara tampaknya memfasilitasi pelepasan
oksitosin dari kelenjar hipofisis posterior. Teknik yang paling sering dilakukan
yaitu pemijatan dengan lembut pada payudara atau kompres hangat pada
payudara selama satu jam, tiga kali sehari. Oksitosin dilepaskan, dan banyak studi
yang menunjukkan bahwa denyut jantung janin abnormal yang timbul serupa
dengan yang terjadi pada uji oksitosin pada kehamilan risiko tinggi. Rasio yang
abnormal ini mungkin disebabkan karena penurunan perfusi plasenta dan hipoksia
janin. Dua studi yang cukup lemah dilakukan pada tahun 1970an dan 1980an
menunjukkan perbedaan pada kedua kelompok intervensi, tetapi desain penelitian
yang lemah menyebabkan buktinya kurang adekuat untuk mendukung suatu
kesimpulan bahwa stimulasi payudara merupakan metode yang viabel dalam
menginduksi persalinan.9
E. Akupungtur / Stimulasi Syaraf Transkutaneus
Akupungtur merupakan teknik insersi jarum yang sangat halus ke dalam lokasi
tujuan tertentu dengan harapan mencegah atau mengobati penyakit. Dalam sistem
kedokteran Cina, diyakini bahwa akupungtur menstimulasi saluran chi atau
energi. Energi ini mengalir melalui 12 meridian, dengan titik-titik tujuan di
9
sepanjang meridian ini. Masing-masing titik diberi nama dan nomor dan
dihubungkan dengan sistem organ atau fungsi spesifik.13
Dalam ilmu kedokteran Barat, diyakini bahwa akupungtur dan stimulasi
syaraf transkutaneus (TENS) dapat menstimulasi pelepasan prostaglandin dan
oksitosin. Sebagian besar studi yang melibatkan akupungtur desainnya lemah dan
tidak memenuhi kriteria analisis berdasarkan Cochrane. Dibutuhkan suatu uji
klinik terkontrol (RCT) yang desainnya baik diperlukan untuk mengevaluasi
peranan akupungtur dan TENS dalam induksi persalinan.14(Evidence level B,
telaah sistematis non-RCT)
F. Modalitas Mekanis
Semua modalitas mekanis bekerja dalam mekanisme aksi yang serupa – disebut
juga sebagai bentuk penekanan lokal yang menstimulasi pelepasan
1
prostaglandin. Risiko yang berhubungan dengan metode ini meliputi infeksi
(endometritis dan sepsis neonatus dihubungkan dengan dilator osmotik alamiah),
perdarahan, pecah ketuban, dan solusio plasenta.
1. Dilator higroskopis
Dilator higroskopik menyerap endoserviks dan cairan pada jaringan lokal,
menyebabkan alat tersebut membesar dalam endoserviks dan memberikan
tekanan mekanis yang terkontrol. Produk yang tersedia meliputi dilator
osmotik alamiah (misalnya Laminaria japonicum) dan dilator osmotik sintetis
(misalnya Lamicel). Keuntungan utama dalam menggunakan dilator
higroskopik ini meliputi penempatan pasien rawat jalan dan tidak dibutuhkan
pengawasan denyut jantung janin. Laminaria umumnya digunakan sebagai
metode standar pematangan serviks sebelum dilatasi dan kuretase. Teknik
pemasangan dilator higroskopik dijelaskan sebagai berikut : 9
a. Perineum dan vagina dibersihkan dengan antiseptik.
b. Gunakan pemeriksaan spekulum yang steril untuk melihat serviks, dilator
dimasukkan ke dalam endoservik, dengan ekornya diletakkan pada vagina
c. Dilator secara progresif dimasukkan sampai endoservik ”penuh”
10
1. Seleksi pasien :
Pasien tidak demam
Tidak ada perdarahan aktif pervaginam
Penilaian denyut jantung janin teratur
Pasien memberikan informed consent
Skor Bishop <4
2. Letakkan gel pada suhu ruangan sebelum dipasang, sesuai dengan instruksi
pabrik.
3. Monitor denyut jantung janin dan aktivitas uterus
15 sampai 30 menit sebelum gel dimasukkan dan dilanjutkan selama 30
sampai 120 menit setelah gel dimasukkan
4. Masukkan gel ke dalam serviks sesuai dengan arahan berikut :
Jika serviks belum mendatar, gunakan kateter endoserviks 20 mm untuk
memasukkan gel ke dalam endoserviks tepat di bawah ostium uteri internum
Jika pendataran serviks 50%, gunakan kateter endoserviks 10 mm
5. Setelah pemberian gel, pasien harus tetap berbaring selama 30 menit sebelum
boleh bergerak
6. Dapat diulangi setiap 6 jam, sampai 3 dosis dalam 24 jam
7. Nilai akhir pematangan serviks meliputi kontraksi uterus yang kuat, skor
Bishop > 8, atau perubahan status ibu atau janin.
8. Dosis maksimum yang direkomendasikan adalah 1,5 mg dinoprostone (3
dosis) dalam 24 jam
9. Jangan mulai pemberian oksitosin selama 6 sampai 12 jam setelah pemberian
dosis terakhir, untuk memperoleh onset persalinan spontan dan melindungi
uterus dari stimulasi yang berlebihan.
Teknik pemasangan dinoprostone pervaginam (Cervidil)21
1. Seleksi pasien
2. Penggunaan sejumlah kecil lubrikan yang mengandung air, letakkan di forniks
posterior dari serviks. Sementara alat tersebut menyerap kelembaban dan
14
interval dosis 25 mcg intravagina setiap empat sampai enam jam.1,27 Dosis yang
lebih tinggi atau interval dosis yang lebih pendek dihubungkan dengan insidensi
efek samping yang lebih tinggi, khususnya sindroma hiperstimulasi, yang
didefinisikan sebagai kontraksi yang berakhir lebih dari 90 detik atau lebih dari
lima kontraksi dalam 10 menit selama dua periode .10 menit berurutan, dan
hipersistole, suatu kontraksi tunggal selama minimal dua menit.
Ruptur uteri pada wanita dengan riwayat seksio sesaria sebelumnya juga
mungkin merupakan komplikasi, yang membatasi penggunaannya pada wanita
yang tidak memiliki skar uterus.27-30 (Evidence level B, studi kohort). Teknik
penggunaan misoprostol vagina adalah sebagai berikut :31
1. Masukkan seperempat tablet misoprostol intravagina, tanpa menggunakan
gel apapun (gel dapat mencegah tablet melarut)
2. Pasien harus tetap berbaring selama 30 menit
3. Monitor denyut jantung janin dan aktivitas uterus secara kontinyu selama
minimal 3 jam setelah pemberian misoprostol sebelum pasien boleh
bergerak
4. Apabila dibutuhkan tambahan oksitosin (pitosin), direkomendasikan interval
minimal 3 jam setelah dosis misoprostol terakhir
5. Tidak direkomendasikan pematangan serviks pada pasien-pasien yang
memiliki skar uterus (Evidence level A, RCT)
Telaah Cochrane menyimpulkan bahwa penggunaan misoprostol dapat
menurunkan insidensi seksio sesaria. Insidensi persalinan pervaginam lebih tinggi
dalam 24 jam pemberian misoprostol dan menurunkan kebutuhan oksitosin
(pitosin) tambahan.31 (Evidence level A, tinjauan sistematis RCT). Tinjauan
pustaka tambahan menunjukkan bahwa misoprostol merupakan agen yang efektif
untuk pematangan serviks.27,33 (Evidence level A, telaah sistematis RCT)
Telaah Cochrane menurut grup Pregnancy and Childbirth
mengidentifikasikan 26 uji klinis tentang misoprostol untuk pematangan serviks
atau induksi persalinan atau keduanya. Studi-studi ini menunjukkan bahwa
16
C. Mifepristone
Mifepristone (Mifeprex) adalah agen antiprogesteron. Progesteron menghambat
kontraksi uterus, sementara mifepristone melawan aksi ini. Agen ini
menyebabkan peningkatan asam hialuronat dan kadar dekorin pada serviks.4
Dilaporkan Cochrane, ada 7 percobaan yang melibatkan 594 wanita yang
menggunakan mifepristone untuk pematangan serviks. Hasilnya menunjukkan
bahwa wanita yang diterapi dengan mifepristone cenderung memiliki serviks
yang matang dalam 48 sampai 96 jam jika dibandingkan dengan plasebo. Sebagai
tambahan, para wanita ini cenderung melahirkan dalam waktu 48-96 jam dan
tidak dilakukan seksio sesaria. Namun demikian, hanya sedikit informasi yang
tersedia mengenai luaran janin dan efek samping pada ibu; sehingga tidak cukup
mendukung bukti keamanan mifepristone dalam pematangan serviks.34
D. Relaksin
Hormon relaksin diperkirakan dapat mendukung pematangan serviks.
Berdasarkan evaluasi telaah Cochrane mengenai hasil dari 4 penelitian yang
melibatkan 267 wanita disimpulkan bahwa kurangnya dukungan dalam
penggunaan relaksin saat ini, sehingga masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut
mengenai agen-agen induksi persalinan.35
E. Oksitosin
Oksitosin merupakan agen farmakologi yang lebih disukai untuk menginduksi
persalinan apabila serviks telah matang. Konsentrasi oksitosin dalam plasma
serupa selama kehamilan dan selama fase laten dan fase aktif persalinan, namun
terdapat peningkatan yang bermakna dalam kadar oksitosin plasma selama fase
akhir dari kala II persalinan. Konsentrasi oksitosin tertinggi selama persalinan
ditemukan dalam darah tali pusat, yang menunjukkan bahwa adanya produksi
oksitosin yang bermakna oleh janin selama persalinan. Oksitosin endogen
diesekresikan dalam bentuk pulsasi selama persalinan spontan, hal ini tampak
dalam pengukuran konsentrasi oksitosin plasma ibu menit per menit.6,36-7
18
V. KESIMPULAN
Induksi persalinan umum dilakukan dalam praktek obstetri. Penilaian diperoleh
dengan menghitung skor bishop. Jika skor bishopnya kurang dari 6,
direkomendasikan penggunaan agen pematangan serviks sebelum induksi persalinan.
Pendekatan non farmakologi dalam pematangan serviks dan induksi persalinan
meliputi senyawa herbal, minyak merica, mandi air hangat, enema, hubungan seksual,
stimulasi payudara, akupuntur, akupresur, stimulasi syaraf transkutaneus, serta
modalitas mekanis dan bedah. Dari metode-metode non farmakologis ini, hanya
metode-metode mekanis dan bedah yang telah membuktikan manfaat dalam
pematangan serviks atau induksi persalinan. Agen-agen farmakologi yang tersedia
untuk pematangan serviks dan induksi persalinan meliputi prostaglandin, misoprostol,
mifepristone, dan relaxin. Apabila skor bishop cukup, agen farmakologi yang lebih
disukai adalah oksitosin.
VI. RUJUKAN
1. Norwitz E, Robinson J, Repke J. Labor and delivery. In: Gabbe SG, Niebyl JR, Simpson JL, eds.
Obstetrics: normal and problem pregnancies.4th ed. New York: Churchill Livingstone, 2002:353-
94.
2. British Columbia Reproductive Care Program. Obstetric Guideline 1. Cervical Ripening &
Induction of Labour. Vancouver. March 2005.
3. American College of Obstetricians and Gynecologists. Induction of labor. Practice bulletin no. 10.
Washington, D.C.: ACOG, 1999.
21
4. Ludmir J, Sehdev HM. Anatomy and physiology of the uterine cervix. Clin Obstet Gynecol 2000;
43:433-9.
5. Edwards RK, Richards DS. Preinduction cervical assessment. Clin Obstet Gynecol 2000;43:440-6.
6. Bricker L, Luckas M. Amniotomy alone for induction of labour. Cochrane Database Syst Rev
2002;2:CD002862.Abstract.
7. McFarlin BL, Gibson MH, O’Rear J, Harman P. A national survey of herbal preparation use by
nurse-midwives for labor stimulation. J Nurse Midwifery 1999;44:205-16.
8. Belew C. Herbs and the childbearing woman. Guidelines for midwives. J Nurse Midwifery 1999;
44:231-52.
9. Adair CD. Nonpharmacologic approaches to cervical priming and labor induction. Clin Obstet
Gynecol 2000;43:447-54.
10. Kelly AJ, Kavanagh J, Thomas J. Castor oil, bath and/or enema for cervical priming and induction
of labour. Cochrane Database Syst Rev 2002;2: CD003099. Abstract.
11. Kavanagh J, Kelly AJ, Thomas J. Sexual intercourse for cervical ripening and induction of labour.
Cochrane Database Syst Rev 2002;2:CD003093.
12. Benrubi GI. Labor induction : historic perspectives. Clin Obstet Gynecol 2000;43:429-32.
13. Beal MW. Acupuncture and acupressure. Applications to women’s reproductive health care. J
Nurse Midwifery 1999;44:217-30.
14. Smith CA, Crowther CA. Acupuncture for induction of labour. Cochrane Database Syst Rev
2002;2:CD002962. Abstract.
15. Lin A, Kupferminc M, Dooley SL. A randomized trial of extra-amniotic saline infusion versus
laminaria for cervical ripening. Obstet Gynecol 1995; 86(4 part 1):545-9.
16. Rouben D, Arias F. A randomized trial of extra-amniotic saline infusion plus intracervical Foley
catheter balloon versus prostaglandin E2 vaginal gel for ripening the cervix and inducing labor in
patients with unfavorable cervices. Obstet Gynecol 1993;82:290-4.
17. Sherman DJ, Frenkel E, Pansky M, Caspi E, Bukovsky I, Langer R. Balloon cervical ripening
with extra-amniotic infusion of saline or prostaglandin E2: a double-blind, randomized controlled
study. Obstet Gynecol 2001;97:375-80.
18. Buccellato CA, Stika CS, Frederiksen MC. A randomized trial of misoprostol versus extra-
amniotic sodium chloride infusion with oxytocin for induction of labor. Am J Obstet Gynecol
2000;182: 1039-44.
19. Goldman JB, Wigton TR. A randomized comparison of extra-amniotic saline infusion and
intracervical dinoprostone gel for cervical ripening. Obstet Gynecol 1999;93:271-4.
20. Guinn DA, Goepfert AR, Christine M, Owen J, Hauth JC. Extraamniotic saline, laminaria, or
prostaglandin E(2) gel for labor induction with unfavorable cervix: a randomized controlled trial.
Obstet Gynecol 2000;96:106-12.
21. Schreyer P, Sherman DJ, Ariely S, Herman A, Caspi E. Ripening the highly unfavorable cervix
with extra-amniotic saline instillation or vaginal prostaglandin E2 application. Obstet Gynecol
1989;73: 938-42.
22. Hadi H. Cervical ripening and labor induction: clinical guidelines. Clin Obstet Gynecol
2000;43:524-36.
23. Foong LC, Vanaja K, Tan G, Chua S. Membrane sweeping in conjunction with labor induction.
Obstet Gynecol 2000;96:539-42.
24. Witter FR. Prostaglandin E2 preparations for preinduction cervical ripening. Clin Obstet Gynecol
2000;43:469-74.
25. Arias F. Pharmacology of oxytocin and prostaglandins. Clin Obstet Gynecol 2000;43:455-68.
26. Kelly AJ, Kavanagh J, Thomas J. Vaginal prostaglandin (PGE2 and PGF2a) for induction of
labour at term. Cochrane Database Syst Rev 2002;2:CD003101. Abstract.
27. American College of Obstetricians and Gynecologists. Induction of labor with misoprostol.
ACOG committee opinion 228. Washington, D.C.: ACOG, 1999:2.
22
28. Goldberg AB, Greenberg MB, Darney PD. Misoprostol and pregnancy. N Engl J Med
2001;344:38-47.
29. Lydon-Rochelle M, Holt VL, Easterling TR, Martin DP. Risk of uterine rupture during labor
among women with a prior cesarean delivery. N Engl J Med 2001;345:3-8.
30. Sanchez-Ramos L, Gaudier FL, Kaunitz AM. Cervical ripening and labor induction after previous
cesarean delivery. Clin Obstet Gynecol 2000;43: 513-23.
31. Vengalil SR, Guinn DA, Olabi NF, Burd LI, Owen J. A randomized trial of misoprostol and extra-
amniotic saline infusion for cervical ripening and labor induction. Obstet Gynecol 1998;91(5 part
1):774-9.
32. Hofmeyr GJ, Gulmezoglu AM. Vaginal misoprostol for cervical ripening and induction of labour.
Cochrane Database Syst Rev 2002;2:CD000941. Abstract.
33. Sanchez-Ramos L, Kaunitz AM. Misoprostol for cervical ripening and labor induction: a
systematic review of the literature. Clin Obstet Gynecol 2000;43:475-88.
34. Neilson JP, Mifepristone for induction of labour. Cochrane Database Syst Rev 2002;2:CD002865.
Abstract.
35. Kelly AJ, Kavanagh J, Thomas J. Relaxin for cervical ripening and induction of labour. Cochrane
Database Syst Rev 2002;2: CD003103. Abstract.
36. Zeeman GG, Khan-Dawood FS, Dawood MY. Oxytocin and its receptor in pregnancy and
parturition: current concepts and clinical implications. Obstet Gynecol 1997;89(5 pt 2):873-83.
37. Stubbs TM, Oxytocin for labor induction. Clin Obstet Gynecol 2000;43:489-94.