Anda di halaman 1dari 12

c c

   



 c  
WHO mendefinisikan stroke sebagai manifestasi klinis dari gangguan fungsi otak, baik
fokal maupun global (menyeluruh), yang berlangsung cepat, berlangsung lebih dari 24 jam atau
sampai menyebabkan kematian, tanpa penyebab lain selain gangguan vaskuler.
Secara garis besar, stroke dapat dibagi menjadi stroke iskemik dan stroke hemoragik. Di negara
barat, dari seluruh penderita stroke yang terdata, 80% merupakan jenis stroke iskemik sementara
sisanya merupakan jenis stroke hemoragik. Stroke hemoragik dapat disebabkan oleh perdarahan
intraserebral dan perdarahan subarakhnoid.
Stroke merupakan penyakit yang paling sering menimbulkan kecacatan pada usia dewasa
dan merupakan penyebab kematian tersering kedua di dunia setelah penyakit jantung iskemik.
Diperkirakan 5,5 juta orang meninggal oleh karena stroke di seluruh dunia. Sekitar 80% pasien
selamat dari fase akut stroke dan 50-70% diantaranya menderita kecacatan kronis dengan derajat
yang bervariasi.
Di negara-negara barat, stroke merupakan penyebab kematian tersering ketiga setelah
penyakit jantung dan kanker. Menurut ‘  ‘

  , insidensi penyakit stroke di


Amerika Serikat mencapai 500.000 pertahun. Di negara-negara berkembang, jumlah penderita
stroke cukup tinggi dan mencapai dua pertiga dari total penderita stroke di seluruh dunia. Negara
berkembang juga menyumbang 85,5% dari total kematian akibat stroke di seluruh dunia. Usia
penderita stroke di negara berkembang rata-rata lebih muda 15 tahun daripada usia penderita
stroke di negara maju dan ada pendapat yang menyatakan bahwa kondisi tersebut terkait dengan
keadaan ekonomi negara. Di Indonesia prevalensi stroke mencapai angka 8,3 per 1.000
penduduk. Daerah yang memiliki prevalensi stroke tertinggi adalah Nanggroe Aceh Darussalam
(16,6 per 1.000 penduduk) dan yang terendah adalah Papua (3,8 per 1.000 penduduk). Dari 8,3
per 1.000 penderita stroke, 6 diantaranya telah didignosis oleh tenaga kesehatan. Hal ini
menujukkan sekitar 72,3% kasus stroke di masyarakat telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan,
namun angka kematian akibat stroke tetap tinggi. Data menunjukkan bahwa stroke menempati
urutan pertama sebagai penyebab kematian utama semua umur di Indonesia. Stroke, bersama-
sama dengan hipertensi, penyakit jantung iskemik dan penyakit jantung lainnya, juga merupakan
penyakit tidak menular utama penyebab kematian di Indonesia


  ÿ  
ÿujuan dari makalah ini adalah untuk memperluas wawasan mengenai stroke, terutama stroke
hemoragik yaitu mengenai definisi, klasifikasi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, dan
penatalaksanaannya.
























c c
ÿ  ÿ  


 
Stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (atau
global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan
kematian tanpa penyebab lain yang jelas selain vascular.1
ÿerdapat dua mekanisme yang menyebabkan kerusakan otak pada stroke yaitu iskemia
dan hemoragik. Stroke iskemik terjadi dikarenakan berkurang atau tidak adanya darah ke otak.
Sedangkan hemoragik berasal dari pecahnya embuluh darah ang menyebabkan kerusakan ke
jaringan otak dengan mengganggu aliran darah dan menyebabkan peningkatan tekanan
intracranial.2

       


cerdasarkan etiologinya stroke hemoragik terbagi atas:3
1. Perdarahan intraserebral primer
Stroke jenis ini terjadi dikarenakan hipertensi kronis dalam perubahan degenerative di
arteri-arteri otak. Perdarahan terjadi di dalam jaringan otak. ÿempat yang paling
sering terjadinya perdarahan intraserebral adalah putamen dan kapsula interna (50%),
substansia alba dari lobus frontal,temporal atau parietal, thalamus hemisfer serebelum
dan pons. Lesi vascular akibat hipertensi yang menyebabkan rupture arteri belum
sepenuhnya diketahui akan tetapi beberapa penelitian menyebutkan bahwa perdarahan
timbul dari dinding arteri sebagai akibat dari hipertensi, seperti adanya hipohialinosis
dan adanya aneurisma     .
2. Perdarahan subaraknoid
Stroke ini terjadi dikarenakan pecahnya aneurisma berry yang terletak di arteri-arteri
sirkulus wilisi dan cabang-cabang besarnya, rupturnya aneurisma menyebabkan
mengalirnya darah ke rongga subaracnoid dengan tekanan tinggi. ÿepatnya 90-95%
aneurisma berry terletak di bagian anterior sirkulus wilisi, tempat yang paling sering
adalaharteri communicans anterior, arteri communicans posterior, bifurcation arteri
serebral media dan bifurcatio arteri carotis interna ke arteri serebral anterior dan
media.

Menurut skala cotterell dan Hunt&Hess, perdarahan subarakhnoid dapat dibagi


menjadi beberapa kelas (grade), yaitu:
Grade Gejala
1. Kelas I Asimptomatik atau sakit kepala
ringan
2. Kelas II Sakit kepala sedang atau berat
atau occulomotor palsy
3. Kelas III cingung, mengantuk atau gejala
fokal ringan
4. Kelas IV Stupor (respon terhadap
rangsangan nyeri)
5. Kelas V Koma (postural atau tidak respon
terhadap nyeri)

Kelas I dan II memiliki prognosis yang baik, kelas III memiliki prognosis yang
menengah, kelas IV dan V memiliki prognosis yang buruk.

    
Perdarahan spontan pada stroke hemoragik terjadi pada arteri kecil yang merupakan
cabang dari arteri intraserebral yang besar. Pembuluh darah yang kecil ini lebih terpapar terhadap
efek hipertensi dikarenakan mereka terpapar terhadap tekanan yang lebih besar dari pembuluh
darah yang lebih besar tanpa adanya proteksi terhadap dinding pembuluh darah. Pembuluh darah
yang biasanya menyebabkan perdarahan umumnya sama dengan pembuluh darah yang terkena
oklusi dan vaskulopati diabetic yang menyebabkan stroke lokuner. Pembuluh darah ini
mensuplai pons midbrain, thalamus, putamen, dan nucleus kaudatus.
Pemeriksaan patologis terhadap pembuluh darah pasien dengan hupertensi kronis
menunjukkan pembuluh darah yang membentuk hyperplasia intimal disertai hialinosis pada
dinding pembuluh darah. Hal ini meyebabkan terjadinya nekrosis fokal yang menyebabkan
kerusa
kan di dinding pembuluh darah dan membentuk pseudoaneurisme. Pembentukan
pseudoaneurisme dengan kebocoran darah subklinis sering dijumpai. Perdarahan massif terjadi
ketika system pembekuan darah tidak mampu mengkompensasi kerusakan dinding pembuluh
darah. Pemerriksaan neuroamaging menunjukkan pembentukan pseudoaneurisma pada pasien
dengan perdarahan intraserebral spontan.
Mekanisme kerusakan otak pada ICH terbagi atas kerusakan mekanis terhadap parenkim
otak secara langsung, peningkatan tekanan intracranial, dan herniasi sebagai komplikasinya.
Pada perdarahan intraserebral edema yang mengelilingi area perdarahan berkontribusi secara
signifikan terhadap penongkatan tekanan intra cranial dan merupakan penyebab utama herniasi.
Kerusakan otak sekundre setelah perdarahan initial merupakan suatu proses yang penting,
penurunan aliran darah ke area yang mengelilingi sumbatan mennyebabkan iskemia local ya ng
akan berlanjut menjadi edema sitotoksik dan pelepasan asam amino eksitotorik dan mediator
inflamasi.
Aktifasi kaskade inflamasi yang di induksi oleh thrombin dan overeksresi dari
metalloproteinase matriks (MMPs) merupakan suatu mekanisme tambahan yang berkontribusi
terhadap penghancuran sawar drah otak dan edema.
Pembesaran area perdarahan terjadi kurang lebih 6 jam setelah onset sehingga beberapa
teori menyatakan membesarnya area perdarahan akan menyebabkan pembuluh darah tertarik dan
menyebakan rupture .pembesaran hematoma biasanya berasosiasi dengan deficit neurologis
Pada perdarahan sub arakhnoid, didapati juga hal yang sama yaitu pecahnya aneurisma
sakular (berry) tetapi letaknya biasanya di sirkulus willisi dan darah akan mengalir ke ruang
subarachnoid. Perdarahan yang terjadi akan menyebabkan terjadinya peningkatan ÿIK, selain itu
perdarahan yang luas akan menekan pembuluh darah sekitar dan adanya pelepasan vasospasme
sehingga dapat terjadi infark.5





     
1. Perdarahan intraserebral
ÿerjadi secara tiba-tiba paling sering pada saat pasien bangun dan sedang beraktifitas
pada 50% pasien biasanya timbul nyeri kepala berat dan muntah tekanan darah biasanya
meningkat setelah terjadi stroke. Setelah terjadinya perdarahan edema yang terjadi akan
memperberat klinis pasien. Gejala klinis yang lebih khas tergantung pada lokasi
perdarahan.4,5

         !        


  
 
  sering Normal Defiasi hemiparesis sering Jaran
ipsilateral g
ÿ   sering mengecil Deviasi Sensorik Dapat terjadi jaran
kebawah & defisit secara g
medial transien
"  jarang normal Normal Hemiparesis& Serinng Serin
hemisensorik g
defisit
 Langsung pinpoint horizontal tetraparese ÿidak ada ÿida
koma k ada
"  Lambat mengecil terganggu Gait ÿidak ada ÿida
k ada

2. Perdarahan Subaracnoid


Manifestasi klinis dari perdarahan subaracnoid umumnya merupakan suatu sterotipe.
Gejala utama perdarahan subaracnoid adalah nyeri kepala yang sangat hebat dan bias
terletak dimana saja di kepala, nyeri seperti tertekan, berdenyut dan tertusuk.kehilangan
kesadaran dan kejang dapat terjadi pada waktu perdarahan. Kebanyakan pasien dengan
perdarahan subaracnoid tidak memiliki gejala neurologis fokal, biasa tidak terdapat
kelainan neurologis tetapi didapati perangsangan meningeal.6
Kira-kira 30-50% pasien yang memiliki perdarahan minor atau yang disebut G
, yang bermanifestasi sebagai nyeri kepala yang terjadi secara tiba-tiba dan intensitas
berat, nyeri kepala disebut nyeri kepala sentinel yang terjadi sebelum perdarahan mayor
6-20 hari.7

 #    



 $      
1. Perdarahan Intraserebral
ÿerapi medic fase akut :9
a. ÿerapi Hemostatik
3 |ptacoog alfa (Recombinant activated factor VII[rFVIIa]): merupakan obat
hemostasis yang dianjurkan untuk pasien hemophilia yang resisten terhadap
pengobatan factor VIII replacement dan juga bermanfaat untuk penderita
dengan fungsi koagulasi yang normal. Pemberian rFVIIa pada PIS dengan
onset 3 jam hasilnya sangat significant. 
b. Reversal of anticoagulation
3 Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan FFP
atau Prothrombic complex concentrate dan vitamin K. Prothrombic complex
concentrate merupakan suatu konsentrat dari vitamin K dependent
coagulation factor II, VII, IX dan X. 
3 Dosis tunggal intravena rFVIIa 10µg/kg -90µg/kg pada pasien PIS yang
memakai warfarin memiliki efek yang menguntungkan. Pemberian obat ini
harus tetap diikuti dengan koagulation factor replacemnat dan vitamin K. 
3 Pasien PIS akibat pengguanaan unfractionated or low molecular weight
heparin di berikan protamine sulfat. Pasien dengan trombositopenia atau
adanya gangguan fungsi platelete dapat diberikan dosis tunggal
desmopressin, tranfusi platelet atau keduanya.
c. ÿindakan bedah 

2. Perdarahan Subaracnoid9
ÿujuan terapi adalah untuk mencegah kematian, memperbaiki penyebab pendarahan,
meredakan gejala,untuk mengurangi nyeri, edema, tingkat keparahan vasospasme otak,
meringankan mual dan muntah, mencegah kejang-kejang dan mencegah komplikasi.
1. Pedoman ÿatalaksana
a. Penderita dengan tanda-tanda grade I atau II hunt and Hess PSA
3 Identifikasi yang dini dari nyeri kepala yang hebat merupakan petunjuk
untuk upaya menurunkan angka mortalitas dan morbiditas
3 ced rest total dengan posisi kepala ditinggikan 30Û dalam ruangan dengan
lingkungan yang tenang dan nyaman, bila perlu berikan oksigen 2-3 L/menit
3 Hati-hati pemakaian obat-obatan sedative
3 Pasang infuse i.v. diruang gawat darurat dan monitor ketat kelainan-
kelainan neurologis yang timbul.

b. Penderita dengan grade III, IV atau V Hunt and Hess PSA
3 Lakukan penatalaksanaan AcC sesuai dengan protocol pasien di ruang
gawat darurat
3 Intubasi endotrakeal untuk mencegah aspirasi dan menjamin jalan napas
yang adekuat
3 cila ada tanda-tanda herniasi maka lakukan intubasi
3 Hindari pemakaian sedative yang berlebihan karena akan menyulitkan
penilaian status neurologis.

2. ÿindakan untuk mencegah perdarahn ulang setelah PSA


3 ÿerapi antifibrinolitik untuk mencegah perdarahan ulang
direkomendasikan pada keadaan klinis tertentu, contohnya: pasien dengan risiko
rendah untuk terjadinya vasospasme atau memberi efek bermanfaat pada operasi
yang ditunda.

3. Operasi pada aneurisma yang rupture


3 Operasi  sangat direkomendasikan untuk mengurangi perdarahan
ulang setelah ruptur aneurisma pada PSA
3 Aneurisma yang     mempunyai resiko yang tinggi
untuk perdarahan ulang. Operasi obliterasi aneurisma secara komplit dianjurkan
kapan saja bila memungkinkan.

4. ÿatalaksana pencegahan vasospasme


3 Pemberian nimodipin, dimulai dengan dosis 1-2 mg per jam iv pada hari
ke-3 atau secara oral 60 mg setiap 6 jam selama 21 hari. Ini terbukti dapat
memperbaiki defisit neurologi yang ditimbulkan vasospasme.
3 Pengobatan dengan    yang dikenal dengan triple H
yaitu     
     dengan tujan mempertahankan
serebral perfusion pressure, sehingga dapat mengurangi terjadinya iskemik
serebral akibat vasospasme. Hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya
perdarahan ulang pada pasien yang tidak dilakukan embolisasi atau clipping.
3 Angioplasti transluminal dianjurkan untuk pengobatan vasospasme pada
pasien-pasien yang gagal dengan terapi konvensional

5. Antifibrinolitik
Obat-obat antifibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-obat yang
sering dipakai adalah epsilon amino-caproid acid dengan dosis 36 gram/ hari atau
tranexamid acid dengan dosis 6-12 gr/hari.

6. Antihipertensi
3 Jaga £‘ 

 (MAP) sekitar 110 mgHg atau tekanan darah


sistolik tidak lebih 160 dan tekanan darah diastolik 90 mmHg (sebelum tindakan
operasi aneurisma clipping).
3 Obat-obat antihipertensi diberikan bila tekanan darah sistolik lebih dari
160 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg atau MAP di atas
130mmHg.
3 Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetolol (IV) 0,5-
2mg/menit sampai mencapai maksimum 20 mg/jam atau |smolol infus dosisnya
50-200 mcg/kg/menit.
3 Untuk menjaga tekanan darah jangan sampai menurun (dibawah 120
mmHg) dapat diberikan vasopresor, dimana hal ini untuk melindungi jaringan
iskemik penumbra yang mungkin terjadi akibat vasospasme.

7. Hiponatremi
cila natrium dibawah 120 m| /I diberikan NaCl 0,9% IV 2-3I/ hari. cila perlu
diberikan NaCl hipertonik 3% 50 ml, 3x sehari. Diharapkan dapat terkoreksi 0,5-1
m| /I/ jam dan tidak melebihi 130 m| /I dalam 48 jam pertama.

8. Kejang
Hanya dipertimbangkan pada pasien yang mungkin timbul kejang, umpamanya
pada hematom yang luas, aneurysme arteri serebri media, dan kesadaran yang tidak
baik. Akan tetapi untuk menghindari resiko perdarahan ulang yang disebabkan kejang,
diberikan anti konvulsan sebagai profilaksis. Dapat dipakai fenitoin dengan dosis 15-
20 mg/kgcc/hari oral atau iv. Dosis inisial 100 mg oral atau iv 3x/hari. Dosis
maintenance 300-400mg oral/hari dengan dosis terbagi. cenzodiazepin dapat dpakai
hanya untuk menghentikan kejang.

9. Hidrosefalus
a. Akut
Dapat terjadi setelah hari pertama, namun lebih sering dalam 7 hari pertama.
Dianjurkan untuk ventrikulostomi (drainase eksternal ventricular), walaupun
resikonya dapat terjadi perdarahan berulang dan infeksi
b. Kronik
Sering terjadi setelah PSA. Dilakukan pengaliran cairan serebrospinal secara
temporer atau permanen seperti ventrikulo peritoneal shunt.

10.ÿerapi ÿambahan
a. Laksansia (pencahar)diperlukan untuk melembekkan fese secara regular
b. Analgesic
c. Cegah terjadinya



- Antagonis H2
- Antasida
- Inhibitor pompa proton selama beberapa hari




























 %ÿ &ÿ  

1. Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia.1999.Kelompok Studi Serebo-
vaskular & Neurogeriatri. P|RDOSSI Pusat, Jakarta.
2. Shah, S., 2000. Stroke Pathophysiology. Foundation for |ducation and Research in
Neurological |mergencies
3. Victor et al. 2000. Cerobrovascular disease In :Adams and Victor¶s Principles of
neurology 7th |dition. McGraw-Hill.
4. Greenberg et al. 2002. Stroke In : Clinical Neurology 5th |dition. McGraw-
Hill/Appleton & Lange.
5. Rordorf, G., Mcdonald, C., 2009. Spontaneous Intracerebral Hemorrhage:
Pathogenesis, Clinical Feature, and Diagnosis. www.uptodate.com
6. Goetz, C., G., and Pappert, |., J., 2000. ÿextbook of Clinical Neurologi. W.c.
Saundres Company: 909
7. Singer, R., J., Christopher,O., S., Rudorf, G., 2009. |tiology, Clinical Manifestations,
and Diagnosis of Aneurysmal Subarachnoid Hemorrhage. www.uptodate.com
8.
9. Guideline Stroke 2007 |disi Revisi. Kelompok studi stroke. P|RDOSSI. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai