Anda di halaman 1dari 13

Dalam menjalani aktifitas sehari-hari, seringkali kita mengalami kerugian yang diakibatkan oleh

perbuatan orang lain, baik dalam kegiatan bisnis, maupun saat berinteraksi dalam hidup
bermasyarakat. Pada prinsipnya semua orang dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan apabila
kepentingannya dirugikan. Sayangnya masih banyak yang tidak memahami bagaimana cara
mengajukan gugatan tersebut. Sementara untuk menyewa seorang Lawyer (Pengacara), kadang
muncul kekhawatiran akan dibohongi dan malah menghabiskan uang dan harta yang dimiliki.
Nah, untuk memahami tata cara mengajukan gugatan di Pengadilan sekaligus menghapus
kekhawatiran tadi, berikut adalah tata cara yang berlaku di Pengadilan Umum disertai biaya
perkara. Pada setiap Pengadilan biasanya memiliki aturan tersendiri mengenai besaran biaya,
namun perbedaannya tidak terlalu signifikan.

PELAKSANAAN GUGATAN PADA TINGKAT PERTAMA (Pengadilan Negeri)

 Penggugat atau melalui Kuasa Hukumnya mengajukan gugatan yang ditujukan kepada
Ketua Pengadilan Negeri setempat pada Pengadilan Negeri (bagian Perdata) dengan
beberapa kelengkapan/syarat yang harus dipenuhi, antara lain : Surat Permohonan / Surat
Gugatan dan Surat Kuasa yang sudah dilegalisir (apabila menggunakan
Advokat/Lawyer).
 Surat Gugatan dan Surat Kuasa Asli harus mendapat persetujuan dari Ketua Pengadilan
Negeri setempat.
 Setelah mendapat persetujuan, maka Penggugat / Kuasanya membayar biaya gugatan /
SKUM di Kasir. Khusus bagi yang tidak mampu dapat diijinkan berperkara secara
prodeo (cuma-cuma). Ketidakmampuan tersebut dibuktikan dengan melampirkan surat
keterangan dari Lurah atau Kepala Desa setempat yang dilegalisasi oleh Camat. Bagi
yang tidak mampu, maka panjar biaya perkara ditaksir Rp. 0,- dan ditulis dalam Surat
Kuasa Untuk Membayar (SKUM), didasarkan pasal 237 – 245 HIR. Dalam tingkat
pertama, para pihak yang tidak mampu akan berperkara secara prodeo. Perkara secara
prodeo ini ditulis dalam surat gugatan atau permohonan bersama-sama (menjadi satu)
dengan gugatan perkara. Dalam posita surat gugatan atau permohonan disebutkan alasan
penggugat atau pemohon untuk berperkara secara prodeo dan dalam petitumnya.
 Memberikan SKUM yang telah dibayar dan menyimpan bukti asli untuk arsip.
 Menerima tanda bukti penerimaan Surat Gugatan.
 Menunggu Surat Panggilan sidang dari Pengadilan Negeri setempat yang disampaikan
oleh Juru Sita Pengganti.
 Menghadiri Sidang sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.

PELAKSANAAN GUGATAN PADA TINGKAT BANDING (Pengadilan Tinggi)

 Pemohon atau melalui Kuasa Hukumnya mengajukan permohonan kepada Pengadilan


Negeri setempat (Pada Tingkat Pertama), dengan beberapa kelengkapan/syarat yang
harus dipenuhi :
1. Surat Permohonan Banding.
2. Surat Kuasa yang sudah dilegalisir (apabila menggunakan Advokat).
3. Memori Banding.
 Pemohon / Kuasanya membayar biaya gugatan / SKUM di Kasir.
 Memberikan SKUM yang telah dibayar dan menyimpan bukti asli untuk arsip.
 Menerima tanda bukti penerimaan Surat Permohonan Banding.
 Menunggu Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Berkas (Inzage). Setelah menerima Surat
Pemberitahuan, Pemohon diberikan jangka waktu 14 hari untuk datang ke Pengadilan
Negeri setempat untuk mempelajari berkas.
 Menunggu Surat Pemberitahuan Kontra Memori Banding dan salinan Kontra Memori
Banding.
 Menunggu kutipan putusan dari Pengadilan Tinggi yang akan disampikan oleh Juru Sita
Pengganti.

PELAKSANAAN GUGATAN PADA TINGKAT KASASI (Mahkamah Agung)

 Pemohon atau melalui Kuasa Hukumnya mengajukan Permohonan Kasasi kepada


Pengadilan Negeri setempat, dengan beberapa kelengkapan/syarat yang harus dipenuhi :
1. Surat Permohonan Kasasi.
2. Surat Kuasa yang sudah dilegalisir (apabila menggunakan Advokat).
3. Memori Kasasi.
 Pemohon / Kuasanya membayar biaya gugatan / SKUM di Kasir.
 Memberikan SKUM yang telah dibayar dan menyimpan bukti asli untuk arsip.
 Menerima tanda bukti penerimaan Surat Permohonan Kasasi.
 Menunggu Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Berkas (Inzage). Sama seperti pada tingkat
Banding, Pemohon diberikan jangka waktu 14 hari untuk datang ke Pengadilan Negeri
setempat untuk mempelajari berkas.
 Menunggu Surat Pemberitahuan Kontra Memori Kasasi dan salinan Kontra Memori
Kasasi.
 Menunggu kutipan putusan dari Mahkamah Agung yang akan disampaikan oleh Juru Sita
Pengganti.

BIAYA PERKARA

A. Biaya Proses :

1. Panjar biaya Gugatan Rp. 650.000,-


2. Panjar biaya Permohonan Rp. 250.000,-
3. Panjar biaya Sita (apabila memohon Pengadilan untuk melakukan sita) Rp. 1.000.000,-
4. Panjar biaya Banding Rp. 600.000,-
5. Panjar biaya Kasasi Rp. 1.000.000,-
6. Panjar biaya Peninjauan Kembali (PK) Rp. 3.000.000,-
7. Panjar biaya Eksekusi Riil Rp. 7.500.000,-
8. Panjar biaya Eksekusi Lelang Rp. 14.000.000,-
9. Panjar biaya Konsinyasi Rp. 400.000,-
10. Untuk biaya panggilan / pemberitahuan (Dalam Kota Rp. 50.000,-  dan Luar Kota Rp.
100.000,-)
11. Untuk biaya Pemeriksaan setempat Rp. 500.000,-
12. Untuk biaya sumpah per berkas perkara Rp. 30.000,-
13. Fotokopi salinan putusan per lembar Rp. 200,-
B.  Biaya Kepaniteraan :

Besaran biaya Kepaniteraan sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor. 53 tahun
2008 tentang Jenis Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Mahkamah
Agung dan Badan Peradilan yang berada di bawahnya.

Sedangkan mengenai bagaimana cara membuat gugatan, memori banding dan memori kasasi,
serta proses beracaranya akan kami ulas dalam pembahasan tersendiri. Semoga ini bisa
membantu memberikan pemahaman permasalahan hukum.

Cara Menyusun Surat Gugatan Perdata Di Peradilan Di Negara Indonesia

Pendahuluan
- Setiap orang yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang dianggap
merugikan lewat pengadilan.
- Gugatan dapat diajukan secara lisan (ps 118 ayat 1 HIR 142 ayat 1) atau tertulis (ps 120 HIR
144 ayat 1 Rbg) dan bila perlu dapat minta bantuan Ketua Pengadilan Negeri
- Gugatan itu harus diajukan oleh yang berkepentingan
- Tuntutan hak di dalam gugatan harus merupakan tuntutan hak yang ada kepentingan
hukumnya, yang dapat dikabulkan apabila kabenarannya dapat dibuktikan dalam sidang
pemeriksaan
- Mengenai persyaratan tentang isi daripada gugatan tidak ada ketentuannya, tetapi kita dapat
melihat dalam Rv Psl 8 No.3 yang mengharuskan adanya pokok gugatan yang meliputi :
1) Identitas dari pada para pihak
2) Dalil-dalil konkret tentang adanya hubungan hukum yang merupakan dasar serta alasan-alasan
daripada tuntutan. Dalil-dalil ini lebih dikenal dengan istilah fundamentum petendi
3) Tuntutan atau petitum ini harus jelas dan tegas. HIR dan Rbg sendiri hanya mengatur
mengenai cara mengajukan gugatan

Identitas Para Pihak


Yang dimaksud dengan identitas adalah cirri-ciri daripada penggugat dan tergugat ialah nama,
pekerjaan, tempat tinggal.

Fundamentum Petendi
Fundamentum petendi adalah dalil-dalil posita konkret tentang adanya hubungan yang
merupakan dasar serta ulasan daripada tuntutan
1. Fundamentum petendi ini terdiri dari dua bagian :
a. Bagian yang menguraikan tentang kejadian atau peristiwa (feitelijke gronden) dan
b. Bagian yang menguraikan tentang dasar hukumnya (rechtgronden)
2. Uraian tentang kejadian merupakan penjelasan duduknya perkara tetang adanya hak atau
hubungan hukum yang menjadi dasar yurudis daripada tuntutan
3. Mengenai uraian yuridis tersebut tidak berarti harus menyebutkan peraturan-peraturan hukum
yang dijadikan dasar tuntutan melainkan cukup hak atau peristiwa yang harus dibuktikan di
dalam persidangan nanti sebagai dasar dari tuntutan, yang member gambaran tentang kejadian
materiil yang merupakan dasar tuntutan itu
4. Mengenai seberapa jauh harus dicantumkannya perincian tentang peristiwa yang dijadikan
dasar tuntutan ada bebarapa pendapat :
a. Menurut Subtantieringstheori, tidak cukup disebutkan hukum yang menjadi dasar tuntutan
saja, tetapi harus disebutkan pula kejadian-kejadian yang nyata yang mendahului peristiwa
hukum yang menjadi dasar gugatan itu, dan menjadi sebab timulnya peristiwa hukum tersebut
misalnya ; bagi penggugat yang menuntut miliknya, selain menyebutkan bahwa sebagai pemilik,
ia juga harus menyebutkan asal-asul pemilik itu.
b. Menurut individualiseringtheori sudah cukup dengan disebutkannya kajadian-kejadian yang
dicantumkan dalam gugatan yang sudah dapat menunjukan adanya hubungan hukum yang
menjadi dasar tuntutan. Dasar atau sejarah terjadinya hubungan tersebut tidak perlu dijelaskan,
karena hal tersebut dapat dikemukakan didalam sidang-sidang yang akan datang dengan disertai
pembuktian.
c. Menurut putusan Mhkamah agung sudah cukup dengan disebutkannya perumusan kejadian
materiil secara singkat.

Petitum atau Tuntutan


1. Petitum atau Tuntutan adalah apa yang dimintakan atau diharapkan penggugat agar diputuskan
oleh hakim. Jadi tuntutan itu akan terjawab didalam amar atau diktum putusan. Oleh karenanya
petitum harus dirumuskan secara jelas dan tegas
2. Tuntutan yang tidak jelas atau tidak sempurna dapat barakibat tidak diterimanya tuntutan
tersebut. Demikian pula gugatan yang berisi pernyataan-pernyataan yang bertentangan satu sama
lain disebut abscuur libel ( guagatan yang tidak jelas dan tidak dapat dijawab dengan mudah oleh
pihak oleh pihak tergugat sehungga menyebabkan ditolaknya gugatan) berakibat tidak
diterimanya gugatan tersebut.
3. Sebuah tuntutan dapat dibagi 3 (tiga) ialah :
a. Tuntutan primer atau tuntutan pokok yang langsung berhubungan dengan pokok perkara.
b. Tuntutan tambahan, bukan tuntutan pokok tetapi masih ada hubungannya dengan pokok
perkara.
c. Tuntutan subsidiair atau pengganti.
4. Meskipun tidak selalu tapi seringkali di samping tuntutan pokok masih diajukan tuntutan
tamabahan yang merupakan pelengkap daripada tuntutan pokok.
5. Biasanya sebagai tututan tambahan berwujud :
a. Tuntutan agar tergugat dihukum untuk membayar biaya perkara.
b. Tuntutan “uivoerbaar bij voorraad” yaitu tuntutan agar putusan dapat dilaksanakan lebih dulu
meskipun ada perlawanan, banding atau kasasi. Didalam praktik permohonan uivoerbaar bij
voorraad sering dikabulkan. Namun demikian Mahkamah Agung mengintruksikan agar hakim
jangan secara mudah memberikan putusan uivoerbaar bij voorraad.
c. Tuntutan agar tergugat dihukum untuk membayar bunga (moratoir) apabila tuntutan yang
demikian oleh penggugat berupa sejumlah uang tertentu.
d. Tuntutan agar tergugat dihukum untuk mambayar uang paksa (dwangsom), apabila hukuman
itu tidak berupa pembayaran sejumlah uang selama ia tidak memenuhi isi putusan
e. Dalam hal gugat cerai sering disertai juga dengan tuntutan nafka bagi istri atau pembagian
harta.
6. Mengenai tuntutan subsidiair selalu diajukan sebagai pengganti apabila hakim berpendapat
lain. Biasanya tuntutan subsidiair itu berbunyi “ agar hakim mengadili menurut keadilan yang
benar” atau “ mohon putusan yang seadil-adilnya” (aequo et bono)
Jadi tujuan daripada tuntutan subsidiair adalah agar apabila tuntutan primer ditolak masih ada
kemungkinan dikabulkannya gugatan yang didasarkan atas kebebesan hakim serta keadilan.
7. Didalam berpekara di Pengadilan kita mengenal gugatan biasa/ pada umumnya dan gugatan
yang bersifat referte.
8. Sebuah gugatan dapat dicabut selama putusan pengadilan belum dijatuhkan dengan catatan :
a. Apabila gugatan belum sampai dijawab oleh tergugat, maka penggugat dapat langsung
mengajukan pencabutan gugatan.
b. Apabila pihak tergugat sudah memberikan jawaban maka pencabutan gugatan dapat
dilaksanakan apabila ada persetujuan dari tergugat.

Sumber: Cara Menyusun Surat Gugatan Perdata Di Peradilan Di Negara Indonesia


http://id.shvoong.com/law-and-politics/law/1962048-cara-menyusun-surat-gugatan-
perdata/#ixzz1JB22cx00

Prosedur Pengajuan Permohonan


PROSEDUR PENGAJUAN PERMOHONAN

1. Permohonan diajukan dengan surat permohonan yang ditandatangani oleh


pemohon atau kuasanya yang sah dan ditujukan kepada Ketua Pengadilan
Negeri di tempat tinggal pemohon.
2. Pemohon yang tidak dapat membaca dan menulis dapat mengajukan
permohonannya secara lisan dihadapan Ketua Pengadilan Negeri, yang akan
menyuruh mencatat permohonanannya tersebut. (Pasal 120 HIR, Pasal 144
RBg).
3. Permohonan disampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri, kemudian
didaftarkan dalam buku register dan diberi nomor unit setelah pemohon
membayar persekot biaya perkara yang besarnya sudah ditentukan oleh
Pengadilan Negeri (Pasal 121 HIR, Pasal 145 RBg).
4. Perkara permohonan termasuk dalam pengertian yurisdiksi voluntair dan
terhadap perkara permohonan yang diajukan itu, Hakim akan memberikan suatu
penetapan.
5. Untuk permohonan pengangkatan anak oleh seorang WNA terhadap anak WNI
atau oleh seorang WNI terhadap anak WNA (Pengangkatan Anak Antar Negara /
Inter Country Adoption) harus dijatuhkan dalam bentuk putusan (SEMA No.2
Tahun 1979 jo SEMA No.6 Tahun 1983).
6. Pengadilan Negeri hanya berwenang untuk memeriksa dan mengabulkan
permohonan apabila hal itu ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.
7. Walaupun dalam redaksi undang-undang disebutkan bahwa pemeriksaan yang
akan dilakukan oleh pengadilan atas permohonan dari pihak yang
berkepentingan antara lain sebagaimana tersebut dalam Pasal 70 Undang-
undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa, Pasal 110 dan 117 Undang¬-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas jo Pasal 138 dan 146 Undang-undang No. 40 tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas, namun hal tersebut tidak dapat diartikan sebagai
perkara voluntair yang diperiksa secara ex parte, karena di dalamnya terdapat
kepentingan orang lain sehingga perkara tersebut harus diselesaikan dengan
cara contentiusa, yaitu pihak-pihak yang berkepentingan harus ditarik sebagai
Termohon, sehingga asas audi et alteram partem terpenuhi.
8. Produk dari permohonan tersebut adalah penetapan yang dapat diajukan kasasi.
9. Permohonan pengangkatan anak ditujukan kepada Pengadilan Negeri, yang
daerah hukumnya meliputi tempat tinggal anak yang hendak diangkat (SEMA
No. 2 Tahun 1979 jo SEMA No. 6 Tahun 1983 jo SEMA No. 4 Tahun 1989).
10. Permohonan anak angkat yang diajukan oleh Pemohon yang beragama Islam
dengan maksud untuk memperlakukan anak angkat tersebut sebagai anak
kandung dan dapat mewaris, maka permohonan diajukan ke Pengadilan Negeri,
sedangkan apabila dimaksudkan untuk dipelihara, maka permohonan diajukan
ke Pengadilan Agama.
11. Untuk permohonan pengangkatan anak oleh seorang WNA terhadap anak WNI
atau oleh seorang WNI terhadap anak WNA (Pengangkatan Anak Antar Negara
Inter Country Adoption) hanya dapat dilakukan dalam daerah Pengadilan Negeri
dimana Yayasan yang ditunjuk Departemen. Sosial RI untuk dapat dilakukannya
Inter Country Adoption berada; yang saat ini ada 6, yaitu :

1. DKI Jakarta – Yayasan Sayap Ibu - Yayasan Bhakti Nusantara "Tiara


Putra"
2. Jawa Barat - Yayasan Pemeliharaan Anak di Bandung.
3. DI Yogyakarta - Yayasan Sayap Ibu.
4. Jawa Tengah - Yayasan Pemeliharaan Anak dan Bayi di Solo.
5. Jawa Timur - Panti Matahari Terbit di Surabaya.
6. Kalimantan Barat - Yayasan Kesejahteraan Ibu dan Anak Pontianak.
b. Inter Country Adoption dilakukan sebagai upaya terakhir (Ultimatum Remedium),
dan pelaksanaannya harus memperhatikan SEMA No. 6 Tahun 1983 jo SEMA
No. 4 Tahun 1989 jo UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal
39, Pasal 40 dan Pasal 41.
c. Perlu diperhatikan adanya Instruksi Menteri Kehakiman Republik Indonesia No.
M.02.PW.09.01-1981 tentang Pemberian Paspor dan Exit Permit kepada anak
warga negara Indonesia yang diangkat anak oleh warga negara asing, tanggal 3
Agustus 1981, khususnya butir 1 yang berbunyi:

"Melarang memberikan paspor dan exit permit kepada anak-anak Warga Negara
Indonesia yang diangkat anak oleh Warga Negara Asing apabila pengangkatan
anak tersebut tidak dilakukan oleh Putusan Pengadilan Negeri yang daerah
hukumnya meliputi tempat tinggal / tempat kediaman anak tersebut di
Indonesia."

JENIS-JENIS PERMOHONAN YANG DAPAT DIAJUKAN MELALUI PENGADILAN


NEGERI ANTARA LAIN:

1. Permohonan pengangkatan wali bagi anak yang belum dewasa adalah 18 tahun
(menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 47;
menurut Undang-undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak Pasal 1;
menurut Undang-undang No 23 Tahun 2002 Pasal 1 butir ke 1).
2. Permohonan pengangkatan pengampuan bagi orang dewasa yang kurang
ingatannya atau orang dewasa yang tidak bisa mengurus hartanya lagi, misalnya
karena pikun.
3. Permohonan dispensasi nikah bagi pria yang belum mencapai umur 19 tahun
dan bagi wanita yang belum mencapai umur 16 tahun (Pasal 7 Undang-undang
No. 1 Tahun 1974).
4. Permohonan izin nikah bagi calon mempelai yang belum berumur 21 tahun
(Pasal 6 ayat (5) Undang¬-undang No.1 Tahun 1974).
5. Permohonan pembatalan perkawinan (Pasal 25, 26 dan 27 Undang-undang No.1
Tahun 1974).
6. Permohonan pengangkatan anak (harus diperhatikan SEMA No. 6/1983).
7. Permohonan untuk memperbaiki kesalahan dalam akta catatan sipil, misalnya
apabila nama anak secara salah disebutkan dalam akta tersebut (Penduduk
Jawa dan Madura Ordonantie Pasal 49 dan 50, Peraturan Catatan Sipil
keturunan Cina Ordonantie 20 Maret 1917-130 jo 1929-81 Pasal 95 dan 96,
Untuk golongan Eropa KUH Perdata Pasal 13 dan 14), permohonan akta
kelahiran, akta kematian.
8. Permohonan untuk menunjuk seorang atau beberapa orang wasit oleh karena
para pihak tidak bisa atau tidak bersedia untuk menunjuk wasit (Pasal 13 dan 14
UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa).
9. Permohonan agar seseorang dinyatakan dalam keadaan tidak hadir (Pasal 463
BW) atau dinyatakan meninggal dunia (Pasal 457 BW).
10. Permohonan agar ditetapkan sebagai wakil/ kuasa untuk menjual harta warisan.

PERMOHONAN YANG DILARANG

1. Permohonan untuk menetapkan status kepemilikan atas suatu benda, baik


benda bergerak ataupun tidak bergerak. Status kepemilikan suatu benda
diajukan dalam bentuk gugatan.
2. Permohonan untuk menetapkan status keahliwarisan seseorang. Status keahlian
warisan ditentukan dalam suatu gugatan.
3. Permohonan untuk menyatakan suatu dokumen atau sebuah akta adalah sah.
Menyatakan suatu dokumen atau sebuah akta adalah sah harus dalam bentuk
gugatan.

Untuk mengalihkan status kepemilikan benda tetap, seperti menghibahkan,


mewakafkan, menjual, membalik nama sebidang tanah dan rumah, yang semula
tercatat atas nama almarhum atau almarhumah, cukup dilakukan:

1. Bagi mereka yang berlaku Hukum Waris Adat, dengan surat keterangan ahli
waris yang dibuat oleh ahli waris yang bersangkutan sendiri, yang disaksikan
oleh Lurah dan diketahui Camat dan desa dan kecamatan tempat tinggal
almarhum.
2. Bagi mereka yang berlaku Hukum waris lain-lainnya, misalnya Warga Negara
Indonesia keturunan Hindia, dengan surat keterangan ahli waris yang dibuat oleh
Balai Harta Peninggalan (perhatikan Surat Edaran Menteri, Direktur Jenderal
Agraria, Kepala Direktorat Pendaftaran Tanah ub. Kepala Pembinaan Hukum,
R.Soepandi tertanggal 20 Desember 1969, No. Dpt/112/63/12/69, yang terdapat
dalam buku tuntunan bagi Pejabat Pembuat Akte Tanah, Departemen Dalam
Negeri, Ditjen Agraria, halaman 85).

AKTA DI BAWAH TANGAN MENGENAI KEAHLIWARISAN

1. Akta ini dibuat oleh ahli waris almarhum, yang berupa suatu surat pemyataan
bahwa dia mereka adalah ahli waris, dengan menyebutkan kedudukan masing¬
masing dalam hubungan keluarga yang telah meninggal. Pernyataan yang dibuat
tersebut dapat dimintakan untuk disahkan tanda tangannya oleh Ketua
Pengadilan Negeri.
2. Setelah membacakan dan menjelaskan surat pernyataan tersebut dihadapan
para pihak, Ketua Pengadilan Negeri atau Hakim yang ditunjuk mengesahkan
tanda tangan mereka berdasarkan ketentuan Pasal 2 (1) Stbld. 1916-46 dengan
cara, dibawah pernyataan tersebut dibubuhi kalimat:

Yang bertanda tangan dibawah ini, Ketua/Hakim Pengadilan Negeri Pandeglang,


menerangkan, bahwa bernama ______________.............. telah saya kenal atau
telah¬ diperkenalkan kepada saya, dan kepadanya/mereka telah saya jelaskan
isi pernyataan dalam akta tersebut di atas, dan setelah itu ia/mereka
membubuhkan tandatangannya dihadapan saya.

Surat keterangan ahli waris tersebut hanya berlaku untuk suatu keperluan
tertentu, karena itu dibawahnya dicantumkan dengan huruf-huruf besar sebagai
berikut (sebagai contoh) :

Catatan :

"Akta dibawah tangan yang telah disahkan ini khusus berlaku untuk mengambil
uang deposito di bank _____________ atas nama _____________”.

Dan kemudian dibubuhi cap Pengadilan Negeri sesuai dengan Pasal 3 ayat (1)
Stbld.1916-46, akta tersebut dicatat dalam Buku Register yang khusus
disediakan untuk itu.

Sumber: Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan
Perdata Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 2008, hlm. 43-48.
Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor: KMA/032/SK/IV/2006 tentang
Pemberlakuan Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan.

Perkara perdata
|

PROSEDUR BERPERKARA
GUGATAN PERDATA
TATA CARA PELAKSANAAN

PERMOHONAN PENDAFTARAN PERKARA PERDATA

 
PELAKSANAAN PENDAFTARAN GUGATAN TINGKAT PERTAMA

1. Penggugat atau melalui Kuasa Hukumnya mengajukan gugatan yang ditujukan kepada Ketua
Pengadilan Negeri pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat di Meja 1 bagian Perdata, dengan
beberapa kelengkapan/syarat yang harus dipenuhi :
o Surat Permohonan / Gugatan ;
o Surat Kuasa yang sudah dilegalisir (apabila menggunakan Advokat);
2. Gugatan dan Surat Kuasa Asli harus mendapat persetujuan dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat;
3. Setelah mendapat persetujuan, maka Penggugat / Kuasanya membayar biaya gugatan / SKUM di
Kasir;
4. Memberikan SKUM yang telah dibayar ke Meja 2 dan menyimpan bukti asli untuk arsip.
5. Menerima tanda bukti penerimaan Surat Gugatan dari Meja 2.
6. Menunggu Surat Panggilan sidang dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang disampaikan oleh
Juru Sita Pengganti.
7. Menghadiri Sidang sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan

PELAKSANAAN PENDAFTARAN GUGATAN TINGKAT BANDING

1. Pemohon atau melalui Kuasa Hukumnya mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat di Meja 3 bagian Perdata, dengan beberapa kelengkapan/syarat yang harus
dipenuhi :
o Surat Permohonan Banding;
o Surat Kuasa yang sudah dilegalisir (apabila menggunakan Advokat);
o Memori Banding
2. Pemohon / Kuasanya membayar biaya gugatan / SKUM di Kasir;
3. Memberikan SKUM yang telah dibayar ke Meja 3 dan menyimpan bukti asli untuk arsip.
4. Menerima tanda bukti penerimaan Surat Permohonan dari Meja 3.
5. Menunggu Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Berkas (Inzage), Pemohon diberikan jangka waktu
14 hari untuk datang ke Pengadilan Negeri setempat untuk mempelajari berkas.
6. Menunggu Surat Pemberitahuan Kontra Memori Banding dan salinan Kontra Memori Banding.
7. Menunggu kutipan putusan dari Pengadilan Tinggi yang akan disampikan oleh Juru Sita
Pengganti.

PELAKSANAAN PENDAFTARAN GUGATAN TINGKAT KASASI

o Pemohon atau melalui Kuasa Hukumnya mengajukan permohonan kepada Pengadilan


Negeri Jakarta Pusat di Meja 3 bagian Perdata, dengan beberapa kelengkapan/syarat
yang harus dipenuhi :
o Surat Permohonan Kasasi;
o Surat Kuasa yang sudah dilegalisir (apabila menggunakan Advokat);
o Memori Kasasi
o Pemohon / Kuasanya membayar biaya gugatan / SKUM di Kasir;
o Memberikan SKUM yang telah dibayar ke Meja 3 dan menyimpan bukti asli untuk arsip.
o Menerima tanda bukti penerimaan Surat Permohonan dari Meja 3.
o Menunggu Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Berkas (Inzage), Pemohon diberikan
jangka waktu 14 hari untuk datang ke Pengadilan Negeri setempat untuk mempelajari
berkas.
o Menunggu Surat Pemberitahuan Kontra Memori Kasasi dan salinan Kontra Memori
Kasasi.
o Menunggu kutipan putusan dari Mahkamah Agung yang akan disampaikan oleh Juru Sita
Pengganti.

PERKARA PERDATA PERMOHONAN


|

Sekilas mengenai Permohonan :

 Permohonan harus diajukan dengan surat permohonan yang ditandatangani oleh Pemohon atau
Kuasanya yang sah dan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri Kuningan.;
 Permohonan yang disampaikan kepada Pengadilan Negeri Kuningan kemudian didaftarkan
dalam Register dan diberi Nomor Urut, setelah Pemohon membayar persekot biaya perkara (Via
Bank Syariah Mandiri Kuningan) yang besarnya telah ditentukan oleh Pengadilan Negeri
Kuningan (Pasal 121 HIR, Pasal 145 RBg).;
 Bagi pemohon yang benar-benar tidak mampu membayar biaya perkara, hal mana harus
dibuktikan dengan Surat Keterangan dari Kepala Desa yang bersangkutan, dapat megajukan
permohonannya secara Prodeo,(Pasal 237 HIR).;
 Pemohon yang tidak bisa menulis dapat mengajukan permohonannya secara lisan dihadapan
Ketua Pengadilan Negeri Kuningan atau Petugas yang ditugaskan untuk itu yang akan menyuruh
mencatat permohonan tersebut ( Pasal 120 HIR dan Pasal 144 RBg).;
 Perkara Permohonan termasuk dalam pengertian Yuridiksi Volunter, berdasarkan permohonan
yang diajukan itu, Hakim member suatu Penetapan.;
 Ada permohonan tertentu yang harus dijatuhkan berupa putusan oleh Pengadilan Negeri,
misalnya dalam hal diajukan permohonan Pengangkatan anak oleh seorang Warga Negara Asing
(WNA) terhadap anak Warga Negara Indonesia (WNI) atau oleh seorang  Warga Negara
Indonesia (WNI) terhadap anak Warga Negara Asing (WNA) (SEMA No.6/1983).;
 Tidak semua permohonan dapat diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri Kuningan, Pengadilan
Negeri hanya berwenang untuk memeriksa dan mengabulkan permohonan apabila hal mitu
ditentukan oleh suatu peraturan perundang-undangan atau yurisprudensi.;
 Contoh permohonan yang dapat diajukan dan ditetapkan oleh Pengadilan Negeri adalah
o Permohonan pengangkatan wali bagi anak yang belum dewasa.;
o Permohonan pengangkatan pengampu bagi orang dewasa yang kurang ingatannya .;
o Permohonan dispensasi nikah bagi Pria yang belum mencapai umur 19 Tahun dan bagi
wanita yang belum mencapai umur 16 Tahun ( Pasal 7 UU No.1 Tahun 1974).;
o Permohonan Ijin Nikah bagi calon mempelai yang belum berumur 21 Tahun ( Pasal 6 (5)
UU No.1 Tahun 1974)
o Pembatalan Perkawinan (Pasal 39 Undang-Undang No.23 Tahun 2006).;
o Permohonan Pengangkatan anak (SEMA No.6/1983 Jo. SEMA No.2 /2009 dan Pasal 47
ayat 2 Undang-Undang No.23 Tahun 2006).;
o Permohonan memperbaiki kesalahan dalam Akta Catatan Sipil (Pasal 49 dan Pasal 50
Ordonatie Penduduk Jawa dan Madura).;
o Permohonan untuk menunjuk seorang atau beberapa orang wasit, oleh karena para
pihak tidak bias atau tidak bersedia untuk menunjuk wasit.;
o Permohonan Akte Kelahiran Terlambat (Pasal 32 ayat 2 Undang-Undang No.23 Tahun
2006).;
o Permohonan ganti Nama/Perubahan nama (Pasal 52 Undang-Undang No.23 Tahun
2006).;
o Wali untuk anak yang belum dewasa  dan Ijin  Jual.;
o Permohonan Pendaftaran Pernikahan Terlambat  (Untuk Non Muslim). (Pasal 36
Undang-Undang No.23 Tahun 2006).;
o Permohonan Akte Kematian yang terlambat (Pasal 33 Undang-Undang No.23 Tahun
2006).;

TIDAK DIBENARKAN DALAM PERKARA PERDATA PERMOHONAN:

 Permohonan untuk menetapkan bahwa sebidang tanah adalah milik Pemohon.;

 (Hak milik atas sebidang tanah harus dibuktikan dengan Sertifikat Tanah atau apabila
dipermasalahkan dalam suatu gugatan, dibuktikan dengan alat bukti lain dipersidangan).;

 Permohonan untuk menetapkan bahwa seseorang atau beberapa orang adalah ahli waris
almarhum.

(Penetapan suatu Ahli Waris dapat dikabulkan melalui Gugatan).;

 Permohonan untuk mengalihkan hak atas tanah, menghibahkan, mengwakafkan, menjual,


membalik nama sebidang tanah dan rumah, yang semula tercatat atas nama almarhum atau
almarhumah.;

Sebab untuk hal tersebut cukup dilakukan :

 Bagi mereka yang berlaku Hukum Waris BW, dengan Surat Keterangan hak waris yang dibuat
oleh Notaris.;
 Bagi mereka yang berlaku Hukum Waris Adat dengan Surat Keterangan Ahli Waris yang
bersangkutan sendiri, yang disaksikan oleh Lurah dan diketahui Camat dari Desa dan Kecamatan
tempat tinggal almarhum.;
 Bagi mereka yang beralku Hukum Waris lainnya, misalnya Warga Negara Indonesia Keturunan
Hindia, dengan Surat Keterangan ahli waris yang dibuat oleh Balai Harta Peninggalan
( Perhatikan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri, Direktur Jenderal Agraria, Kepala Direktorat
Pendaftaran tanah , No. Dpt / 112 / 63 / 12 / 69, tanggal 20 Desember 1969).;
 Permohonan untuk mengabulkan suatu permohonan dan menetapkan seorang atau beberapa
orang sebagai pemilik atau mempunyai hak atas suatu barang.;

Permohonan untuk mengabulkan suatu permohonan dan menetapkan untuk menyatakan suatu
dokumen atau sebuah akta adalah sah.;

Sekilas mengenai Gugatan :

 Gugatan harus diajukan dengan surat gugat yang ditandatangani oleh Penggugat atau
Kuasanya yang sah dan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri Kuningan.;
 Gugatan yang disampaikan kepada Pengadilan Negeri Kuningan kemudian didaftarkan
dalam Register dan diberi Nomor Urut, setelah Penggugat membayar persekot biaya
perkara (Via Bank Syariah Mandiri Kuningan) yang besarnya telah ditentukan oleh
Pengadilan Negeri Kuningan (Pasal 121 HIR, Pasal 145 RBg).;
 Bagi pemohon yang benar-benar tidak mampu membayar biaya perkara, hal mana harus
dibuktikan dengan Surat Keterangan dari Kepala Desa yang bersangkutan, dapat
megajukan permohonannya secara Prodeo,;
 Penggugat yang tidak bisa menulis dapat mengajukan permohonannya secara lisan
dihadapan Ketua Pengadilan Negeri Kuningan atau Petugas yang ditugaskan untuk itu
yang akan menyuruh mencatat permohonan tersebut ( Pasal 120 HIR dan Pasal 144
RBg).;

Prosedur Perkara Gugatan :

Penggugat mengajukan perkara gugatan di Kepaniteraan Perdata Pengadilan Negeri Kuningan,


dengan prosedur sebagai berikut :

 Pemohon mengajukan perkara gugatan dengan menyerahkan surat gugatan secara tertulis
yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri Kuningan (dilampiri Surat Kuasa dan
Kartu PERADI yang telah didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Kuningan
apabila dikuasakan kepada advokat) dan diterima di Meja 1 Kepaniteraan Perdata.;
 Panmud Perdata/Meja 1 (dapat) memberikan penjelasan yang dianggap berkenaan
dengan Gugatan yang diajukan dan menaksir biaya perkara gugatan tersebut (Besarnya
panjar biaya perkara diperkirakan harus telah mencukupi untuk menyelesaikan perkara
tersebut / Pasal 182 (1) HIR ) dan memberikan pengantar kepada Penggugat untuk
membayar panjar biaya perkara ke Rekening Bank ( SEMA No. 04/2008) pada Rekening
Pengadilan Negeri Kuningan, pada Bank Syariah Mandiri Cabang Kuningan, Jl Siliwangi
Kuningan.;
 Penggugat menyerahkan kembali bukti setoran yang telah divalidasi oleh bank tersebut
kepada Meja 1 , untuk selanjutnya dilampirkan dalam Perkara Gugatan yang didaftarkan
dan diberi nomor urut perkara sebagai perkara Gugatan, selanjutnya Kasir menerbitkan
SKUM atas nama Gugatan yang dibuat dalam rangkap 3 (telah di cap LUNAS), dimana
Lembar I untuk Penggugat, Lembar II untuk Kasir dan Lembar III untuk dilampirkan
dalam berkas selanjutnya membuat dan mencatatnya dalam Buku Jurnal Keuangan
Perkara Gugatan dalam Tahun yang sedang berjalan.;
 Penggugat menerima sehelai salinan surat Gugatan berikut Lembar I SKUM, selanjutnya
menunggu Panggilan Sidang yang akan dilakukan oleh Jurusita / Jurusita Pengganti
Pengadilan Negeri Kuningan.;
 Berkas perkara Gugatan selanjutnya diserahkan ke Meja II untuk diregister dalam register
Perkara Gugatan Tahun yang sedang berjalan dan mengajukan berkas perkara tersebut
kepada Ketua Pengadilan Negeri Kuningan guna menunjuk Majelis Hakim yang
memeriksa dan mengadili perkara gugatan tersebut.;
 Berkas perkara gugatan yang telah ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri Kuningan
dengan menetapkan dan menunjuk Majelis Hakim yang akan memeriksa dan mengadili
perkara tersebut, diserahkan kembali kepada Meja I untuk diproses dan menunjuk
Panitera Pengganti yang akan mendampingi Majelis Hakim yang memeriksa dan
mengadili perkara Gugatan tersebut.;
 Berkas perkara yang telah ditetapkan tersebut diserahkan kepada Panitera Pengganti,
untuk diajukan kepada Majelis Hakim guna menentukan Hari Persidangan oleh Majelis
Hakim.;
 Panitera Pengganti melaporkan kepada Meja III tentang hari sidang tersebut dengan
menyerahkan sehelai salianan penetapan Ketua tentang Majelis Hakim yang memeriksa
dan mengadili perkara tersebut dan sehelai penetapan Hakim tentang hari sidang untuk
diarsipkan dalam berkas perkara, dan selanjutnya Meja III menentukan dan menugaskan
Jurusita/Jurusita Pengganti untuk memanggil penggugat dan tergugat untuk hadir dalam
persidangan yang telah tentukan.;

Anda mungkin juga menyukai